Samatowa (2006: 16) juga menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis, tersusun secara teratur, berlaku umum
yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Sistematis artinya pengetahuan
itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan,
saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedang
berlaku umum maksudnya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau
beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama
atau konsisten.
Ipa adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengumpulan data eksperimen ,pengamatan
dan dedukasi untuk mengahasilkan suatu pengahasilkan suatu penjelasan tentang genjala
alam yang dapat dipercaya (N.sutrina,gusnidar. 2022). Trianto (2014: 136-137)
mendefinisikan IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah.
IPA adalah pengetahuan yang digunakan sekelompok orang secara sistematis untuk
menyelidiki tentang alam semesta. Ciri khas ilmu pengetahuan ini mengandung nilai, sikap
dan proses, IPA sebagai keterampilan proses meliputi kegiatan observasi, klasifikasi,
hubungan waktu, menggunakan hitungan, pengukuran, komunikasi, hipotesis, penelitian,
control variable, interprestasi data, IPA sebagai pengetahuan adalah proses yang
menghasilkan ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai isi. Termasuk di dalamnya adalah
fakta, generalisasi, dan prinsip yang digunakan untuk memprediksi. Sebagai nilai bahwa
semua aktivitas manusia berkaitandengan nilai, termasuk di sini adalah nilai kebenaran,
kebebasan perintahdan komunikasi (Shulton,2016).
Menurut Bundu (2006), IPA memiliki tiga dimensi yaitu proses ilmiah, produk ilmiah,
dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam
rangka menemukan produk ilmiah. Proses tersebut meliputi mengamati, mengklasifikasi,
memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah adalah hasil yang
diperoleh melalui pengamatan atau eksperimen sesuai dengan kemampuan dan pemahaman
peserta didik. Produk ilmiah tersebut berupa fakta, konsep, teori, atau hukum. Sikap ilmiah
adalah sikap yang digunakan dalam melakukan proses ilmiah. Sikap tersebut meliputi rasa
ingin tahu, tidak putus asa, bertanggung jawab dan mampu bekerja sama. Ketiga dimensi
tersebut sangat penting dalam pembelajaran IPA pada peserta didik. Pembelajaran IPA juga
disesuaikan dengan hakikat IPA.
Menurut Sulistyorini & Supartono (2007: 9-10) pada hakikatnya IPA dipandang dari segi
produk, proses dan pengembangan sikap”. Ketiga dimensi tersebut saling terkait. Ini berarti
bahwa proses belajar-mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.
IPA adalah suatu body of knowledge yang telah diuji, yang dapat diekspresikan dalam
bentuk perangkat prinsip-prinsip umum.
Sukardjo (2008: 1) mengemukakan hakikat IPA sebagai berikut: IPA pada hakekatnya
merupakan ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam
yang faktual baik kenyataan/kejadian berdasarkan percobaan (induksi), dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduksi). IPA sebagai proses kerja ilmiah dan produk ilmiah
mengandung pengetahuan yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan meta kognitif.
Hakikat IPA dipandang sebagai dimensi, proses, produk, dan sikap ilmiah karena dimensi
tersebut secara sistematis saling berkaitan. Berawal dari sikap keingintahuan peserta didik
tentang seluruh fenomena alam dan masalahnya yang kemudian memotivasi peserta didik
untuk melakukan pengamatan empiris sebagai wujud pemberian pengalaman yang secara
langsung dialami sendiri oleh peserta didik, melalui proses ilmiah di antaranya:
hipotesis,eksperimen, evaluasi dan kesimpulan (Sulthon,2016).
prinsip Discovery learning adalah memahami konsep ,arti dan hubungan melalui peroses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan .Menurut Heri,dkk
(2022).Discovery Learning mengintegrasikan lima prinsip dalam penerapannya antara lain:
a. Pemecahan masalah
Pelatih, instruktur atau guru akan membimbing dan memotivasi peserta untuk mencari
solusi dengan menggabungkan informasi yang ada. Kemudian informasi tersebut
disederhanakan. Langkah tersebut menjadi kekuatan pendorong agar bisa membuat para
peserta didik harus menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar dan meningkatkan
pengalaman kemandirian belajar mereka. Peserta pun terlatih dengan kegiatan seperti
mencari solusi atau penyelidikan.
Instruktur harus mengizinkan peserta untuk bekerja sendiri atau dengan orang lain.
Dalam Discovery Learning, peserta belajar dengan kecepatan masing-masing. Adanya
fleksibilitas dalam pembelajaran membuat belajar menyenangkan. Peserta tidak merasa
stres atau tertekan harus mengikuti ritme orang lain.
Discovery Learning berorientasi pada proses dan didasarkan pada asumsi bahwa
pembelajaran bukan hanya sekumpulan fakta. Strategi pada pembelajaran ini menekankan
bahwa peserta didik pada hakikatnya belajar untuk menganalisis dan menafsirkan
informasi atau konsep yang diperoleh, daripada menghafal jawaban atau bahan ajar dari
berbagai sumber.
Belajar tidak hanya terjadi ketika Anda menemukan jawaban yang benar.Peserta juga
bisa belahar dari kegagalan. Discovery Learning tidak berfokus pada menemukan hasil
akhir yang tepat, tetapi hal-hal baru yang bisa ditemukan dalam prosesnya. Selanjutnya,
instruktur berkewajiban untuk memberikan umpan balik atas informasi yang diperoleh
selama pembelajaran.
Sintaks merupakan keseluruhan alur atau urutan kegiatan pembelajaran. Sintaks berisi
petunjuk umum dalam menentukan jenis-jenis tindakan guru, urutannya, dan tugas-tugas
untuk peserta didik. Adapun sintak discovery learning sebagai berikut:
1. Stimulus
2. Identifikasi masalah
3. Pengumpulan data
Hipotesis telah tersusun, maka peserta bisa mulai mengumpulkan data dan informasi
yang berkaitan untuk menjawab hipotesis.
4. Olah data
Data dan informasi telah terkumpul, maka peserta selanjutnya peserta mulai
menganalisis dan mengolah data.
5. Pembuktian
Hasil dari pengolahan data kemudian dilakukan pengecekan dan pemeriksaan secara
cermat. Lalu peserta bisa menghubungkan dengan hipotesis awal. Apakah hipotesis
telah sesuai dengan data temuan? Atau sebaliknya, ditemukan jawaban lain.
6. Generalisasi
Tahapan terakhir adalah generalisasi. Peserta menarik kesimpulan dan bisa dijadikan
prinsip umum pada semua kejadian atau masalah yang sama.
Adapun menurut Siti Khasinah (2021). Sintak atau Langkah-langkah kegiatan discovery
learning 1. Stimulation Pemberian rangsangan,2. roblem statement Identifikasi masalah,3.
Data collection Pengumpulan Data,4.Data Processing Pengolahan Data,5.Verificatio
Pembuktian,6. Generalization Menarik kesimpulan.
Kelebihan dan Kekurangan
a) Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar bagi
siswa yang mempunyai hambatan akademik akan mengalami kesulitan abstrak atau
berpikir, mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b) Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini akan kacau jika berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d) Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
Teknik merupakan cara sistematis mengerjakan sesuatu atau suatu siasat, kiat,atau cara
yang digunakan untuk menyempurnakan suatu tujuan langsung. Pada proses pembelajaran,
teknik dimaknai sebagai cara yang dilakukan dalam rangka menerapkan suatu model secara
spesifik karena teknik sendiri bersifat implementatif yang terjadi dalam ruang kelas. Guru
bisa memakai teknik yang berlainan walau dengan model yang serupa tergantung pada
lingkungan, sarana-prasarana, keadaan siswa, dan kecakapan guru dalam memanfaatkan
teknik pembelajaran tertentu.
Teknik penilaian berbasis kelas merupakan suatu pendekatan yang dirancang untuk
menolong guru dalam memahami apakah siswa belajar selama proses pembelajaran
berlangsung dan bagaimana sebaiknya mereka mempelajarinya. Teknik penilaian berbasis
kelas adalah cara sederhana yang dapat digunakan guru untuk mengumpulkan balikan
(feedback) lebih awal dan seringkali tentang bagaimana sebaiknya siswa belajar mengenai
hal-hal yang telah dibelajarkan.
Penggunaan teknik penilaian berbasis kelas yang menyatu dalam proses pembelajaran,
akan memberikan dampak positif pada guru yang membelajarkan dan siswa dalam belajar.
Apabila penilaian kelas dilaksanakan secara kontinu dan tepat guna dalam setiap kegiatan
pembelajaran, maka asesmen kelas mampu memperbaiki kualitas pembelajaran dan kualitas
belajar siswa
Rendahnya hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kurang komprehensifnya tipe teknik penilaian yang dilaksanakan. Melakukan teknik
penilaian berbasis kelas (Classroom Assessment Techniques/CATs) dapat menjadi solusi
dalam menilai tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Muddiest point adalah salah satu
CATs paling sederhana untuk membantu menilai siswa mana yang mengalami kesulitan.
Muddiest point lebih menitikberatkan kepada menanyakan bagian yang belum dipahami
dari pembelajaran tersebut.
Muddiest point adalah teknik penilaian yang awalnya dikembangkan oleh Fredrick
Mosteller. Muddiest point ini adalah salah satu teknik penilaian kelas yang paling sering
digunakan karena mudah beradaptasi. Muddiest point membantu guru memahami apa yang
siswa temukan menjadi hal yang paling jelas atau malah paling membingungkan dalam
pembelajaran, penugasan atau topik yang sedang dipelajari.
Teknik muddiest point yang umumnya dilakukan pada tahap akhir pembelajaran
digunakan untuk meningkatkan penyampaian informasi, mengetahui topik dan latihan yang
belum dikuasai siswa yang kemudian dibahas pada pertemuan berikutnya. Teknik muddiest
point telah dipraktikkan selama beberapa dekade dan merupakan teknik penilaian yang
digunakan untuk menilai pembelajaran siswa dan memicu intervensi akademik.
1) Guru menetapkan umpan balik mengenai apa yang akan dilakukan dan memberikan
pertanyaan.
2) Siswa ditugaskan menulis pertanyaan mereka yang belum dijawab atau informasi
penting yang belum dikuasai pada selembar kertas dan diberi batasan waktu dalam
menuliskan tanggapan.
3) Kertas yang telah ditulis oleh siswa kemudian dikumpulkan dan diperiksa oleh guru
dengan sekilas untuk tahu akan persoalan siswa.
4) Siswa diberi tugas untuk mempelajari hal-hal yang belum dipahami untuk dibahas
pada pertemuan selanjutnya.
Teknik muddiest point adalah salah satu teknik penilaian berbasis kelas yang sederhana
dan efisien karena memberikan pengembalian informasi yang tinggi dengan waktu dan
energi yang rendah. Teknik ini menginformasikan apa yang tidak jelas atau
membingungkan siswa mengenai pelajaran atau topik tertentu. Sehingga guru mengetahui
topik yang sulit dipahami dan membimbing siswa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Teknik ini menekankan upaya guru untuk membantu siswa menguasai materi dan biasanya
menghasilkan pemahaman materi yang berefek positif pada kehadiran dan pembelajaran
mereka.
Namun, teknik muddiest point mengharuskan siswa dengan cepat mengidentifikasi dan
menuliskan hal-hal yang mereka tidak mengerti atau masih belum jelas. Sementara waktu
yang digunakan untuk penilaian ini sangat singkat. Kemungkinan siswa kesulitan dalam
menuliskan hal-hal yang belum dipahami atau hal yang paling tidak dimengerti oleh siswa.
Ketika siswa tidak menuliskan hal yang tidak dipahami maka akan memengaruhi informasi
yang dikumpulkan guru mengenai hal-hal yang harus diperbaiki pada proses pembelajaran.
Sehingga yang seharusnya dapat diperbaiki menjadi tidak diperbaiki karena siswa tidak
memberikan informasiyang dibutuhkannya. Siswa merasa bingung ketika harus berfokus
pada hal yang tidak dimengerti mengakibatkan tidak utuhnya informasi yang sampai ke
guru, sehingga guru hanya dapat menyampaikan sesuai dengan analisis dari kartu muddiest
point yang terkumpul.
Sintak model PDL yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa 1.Identifikasi masalah
2. Mengembangkan kemungkinan solusi (hipotesis) 3. Pengumpulan data 4. Analisis dan
interpretasi data 5. Uji kesimpulan(Anitah,2009).
C. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Keterampilan peroses sains merupakan teknik bahwa anak-anak yang menggunakan
dalam mendapatkan informasi secara pengalaman pertama dari aktivitas atau kegiatan
belajar siswa. Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat memebrikan pengalaman belajar
adalah kegiatan praktikum.
Keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini ada tujuh aspek, yaitu
keterampilan melakukan observasi, mengelompokkan (klasifikasi), mengajukan hipotesis,
merencanakan percobaan, menginterpretasi data, menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil (Samatowa, 2016: 101-102 & Rustaman, 2003: 4)
Indikator keterampilan proses sains adalah cara untuk mengukur sejauh mana siswa atau
individu telah mengembangkan kemampuan dalam menjalankan proses sains. Proses sains
melibatkan serangkaian langkah yang digunakan dalam penelitian ilmiah dan eksperimen.
Berikut adalah beberapa indikator umum keterampilan proses sains:
Teknik pengukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur KPS, antara lain:
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa melalui penerapan model
pembelajaran Discovery Learning pada materi zat aditif dan adiktif. Indikator keterampilan
proses sains yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Merumuskan hipotesis; (2)
Menggunakan alat dan bahan; (3) Menyajikan data pengamatan; (4) Menganalisis data; (5)
Menyimpulkan; dan (6) Mengkomunikasikan (A,Riyanti,2023).
Zat aditif merupakan bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan
minuman dalam jumlah kecil saat pembuatan makanan untuk meningkatkan kualitas,
memperbaiki penampilan, memperpanjang daya simpan, cita rasa, tekstur, aroma, dan
kemenarikan suatu makanan dan minuman. Selain itu pemambahan zat aditif juga dapat
meningkatkan nilai gizi makan dan minuman, seperti penambahan protein, mineral, dan
vitamin.
Untuk melatih keterampilan proses sains siswa,dalam materi zat aditif dan adiktif dengan
menyusun aktivitas pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen,
mengamati, bertanya, dan mengajukan hipotesis. Berikut ini beberapa aktivitas yang akan
digunakan dalam pembelajaran:
F. Penelitian Relavan
Judul Penelitian: pengaruh/dampak penerapan model PDL terhadap peningkatan KPS siswa
Nama peneliti : MILZEN ADRIATASPEN
Tahun Penelitian/Publikasi: 2023
Hasil penelitian: Terdapat pengaruh penerapan model PDL terhadap peningkatan KPS
siswa
Paragraf ke 7 : Jika model PDL diterapkan secara tepak pada pembelajaran, maka
dapat meningkatkan KPS siswa. Hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh
penerapan model PjBL terhadap peningkatan KPS siswa.
Variabel X (ModelPDL)
Variabel Y (KPS)
Karakteristik mengeksplorasi
dan memecahkan masalah Katakteristik pengamatan
dan mengkomunikasikam