Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY

LEARNING BERINTEGRASI TEKNIK MUDIEST POINT


TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ZAT
ADITIF DAN ZAT ADIKTIF KELAS X SMP X KOTA
BENGKULU
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA


IPA adalah “kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan
mempergunakan pengetahuan itu”. Artinya, sebenarnya IPA merupakan produk dan proses
yang tidak dapat dipisahkan, “Real Science is both product and process in separably joint”,
sebagai proses, IPA merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam
(Suyudi, 2003: 10).

Samatowa (2006: 16) juga menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis, tersusun secara teratur, berlaku umum
yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Sistematis artinya pengetahuan
itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan,
saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedang
berlaku umum maksudnya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau
beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama
atau konsisten.

Ipa adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengumpulan data eksperimen ,pengamatan
dan dedukasi untuk mengahasilkan suatu pengahasilkan suatu penjelasan tentang genjala
alam yang dapat dipercaya (N.sutrina,gusnidar. 2022). Trianto (2014: 136-137)
mendefinisikan IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah.

IPA adalah pengetahuan yang digunakan sekelompok orang secara sistematis untuk
menyelidiki tentang alam semesta. Ciri khas ilmu pengetahuan ini mengandung nilai, sikap
dan proses, IPA sebagai keterampilan proses meliputi kegiatan observasi, klasifikasi,
hubungan waktu, menggunakan hitungan, pengukuran, komunikasi, hipotesis, penelitian,
control variable, interprestasi data, IPA sebagai pengetahuan adalah proses yang
menghasilkan ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai isi. Termasuk di dalamnya adalah
fakta, generalisasi, dan prinsip yang digunakan untuk memprediksi. Sebagai nilai bahwa
semua aktivitas manusia berkaitandengan nilai, termasuk di sini adalah nilai kebenaran,
kebebasan perintahdan komunikasi (Shulton,2016).

Menurut Bundu (2006), IPA memiliki tiga dimensi yaitu proses ilmiah, produk ilmiah,
dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam
rangka menemukan produk ilmiah. Proses tersebut meliputi mengamati, mengklasifikasi,
memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah adalah hasil yang
diperoleh melalui pengamatan atau eksperimen sesuai dengan kemampuan dan pemahaman
peserta didik. Produk ilmiah tersebut berupa fakta, konsep, teori, atau hukum. Sikap ilmiah
adalah sikap yang digunakan dalam melakukan proses ilmiah. Sikap tersebut meliputi rasa
ingin tahu, tidak putus asa, bertanggung jawab dan mampu bekerja sama. Ketiga dimensi
tersebut sangat penting dalam pembelajaran IPA pada peserta didik. Pembelajaran IPA juga
disesuaikan dengan hakikat IPA.

Menurut Sulistyorini & Supartono (2007: 9-10) pada hakikatnya IPA dipandang dari segi
produk, proses dan pengembangan sikap”. Ketiga dimensi tersebut saling terkait. Ini berarti
bahwa proses belajar-mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.
IPA adalah suatu body of knowledge yang telah diuji, yang dapat diekspresikan dalam
bentuk perangkat prinsip-prinsip umum.

Sukardjo (2008: 1) mengemukakan hakikat IPA sebagai berikut: IPA pada hakekatnya
merupakan ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam
yang faktual baik kenyataan/kejadian berdasarkan percobaan (induksi), dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduksi). IPA sebagai proses kerja ilmiah dan produk ilmiah
mengandung pengetahuan yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan meta kognitif.

Hakikat IPA dipandang sebagai dimensi, proses, produk, dan sikap ilmiah karena dimensi
tersebut secara sistematis saling berkaitan. Berawal dari sikap keingintahuan peserta didik
tentang seluruh fenomena alam dan masalahnya yang kemudian memotivasi peserta didik
untuk melakukan pengamatan empiris sebagai wujud pemberian pengalaman yang secara
langsung dialami sendiri oleh peserta didik, melalui proses ilmiah di antaranya:
hipotesis,eksperimen, evaluasi dan kesimpulan (Sulthon,2016).

B. Model Pembelajaran Discovery Learning (PDL)


Discovery Learning adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa diberi kesempatan
untuk aktif mencari dan menemukan pengetahuan atau pemahaman sendiri melalui
eksplorasi, investigasi, dan pengalaman langsung. Prinsip utama dari Discovery Learning
adalah bahwa siswa belajar lebih baik ketika mereka secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran dan memiliki peran aktif dalam menemukan konsep atau solusi.

Discovery learning merupakan model pembelajaran yang secara intensif di bawah


pengawasan dan bimbingan guru yang digunakan untuk menjawab dan memecahkan
masalah. Guru dituntut lebih kreatif dalam menciptakan situasi yang membuat siswa dapat
belajar aktif untuk menemukan pengetahuan sendiri. Bruner menganjurkan agar siswa
terlibat secara aktif dalam proses belajar mengenai konsep-konsep dan prinsip yang dapat
menambah pengalaman dan condong pada kegiatan eksperimen.

Menurut Darmawan dan Dinn (2018) discovery learning merupakan proses


pembelajaran yang mampu menempatkan peran kepada siswa sehingga ia lebih mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan materi yang dipelajarinya serta sesuai
dengan kerangka pembelajaran yang disuguhkan oleh guru.

Discovery merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan


pandangan konstruktivisme. Model pembelajaran ini menekankan pentingnya pemahaman
struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplinilmu, melalui keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran (Heri,dkk.2022)

model pembelajaran Discovery Learning sadalah model pembelajaran yang menuntut


siswa untuk dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah, berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran, mandiri dalam mencari atau menemukan materi, dan dapat
mengembangkan kretivitas yang dimiliki sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator
pada kegiatan pembelajaran. Dalam penerapan model Discovery Learning, guru hanya
sebagai fasilitator bukan bersifat teacher centered dan siswalah yang berperan aktif dalam
mencari hal-hal yang dibutuhkan (Muhammad.dan Nur.2022).

prinsip Discovery learning adalah memahami konsep ,arti dan hubungan melalui peroses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan .Menurut Heri,dkk
(2022).Discovery Learning mengintegrasikan lima prinsip dalam penerapannya antara lain:

a. Pemecahan masalah

Pelatih, instruktur atau guru akan membimbing dan memotivasi peserta untuk mencari
solusi dengan menggabungkan informasi yang ada. Kemudian informasi tersebut
disederhanakan. Langkah tersebut menjadi kekuatan pendorong agar bisa membuat para
peserta didik harus menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar dan meningkatkan
pengalaman kemandirian belajar mereka. Peserta pun terlatih dengan kegiatan seperti
mencari solusi atau penyelidikan.

b. Manajemen belajar mengikuti siswa

Instruktur harus mengizinkan peserta untuk bekerja sendiri atau dengan orang lain.
Dalam Discovery Learning, peserta belajar dengan kecepatan masing-masing. Adanya
fleksibilitas dalam pembelajaran membuat belajar menyenangkan. Peserta tidak merasa
stres atau tertekan harus mengikuti ritme orang lain.

c. Mengintegrasikan dan menghubungkan

Instruktur harus memiliki keterampilan untuk mengajar. DiscoveryLearning sendiri


adalah metode mengajar yang menekankan pada bagaimana instruktur dapat
menggabungkan pengetahuan sebelum dan informasi baruyang dimiliki peserta.
Kemudian memberi kesempatan kepada mereka untuk terhubung ke dunia nyata. Peserta
terlatih untuk menghubungkan informasi yang dimilikinya dengan pengetahuan baru, atau
teori belajar terhadap hasil belajar. Sehingga hal ini dapat membuat peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan menemukan penyelesaian
masalah secara mandiri.

d. Analisis dan intrepretasi informasi

Discovery Learning berorientasi pada proses dan didasarkan pada asumsi bahwa
pembelajaran bukan hanya sekumpulan fakta. Strategi pada pembelajaran ini menekankan
bahwa peserta didik pada hakikatnya belajar untuk menganalisis dan menafsirkan
informasi atau konsep yang diperoleh, daripada menghafal jawaban atau bahan ajar dari
berbagai sumber.

e. Kegagalan dan umpan balik

Belajar tidak hanya terjadi ketika Anda menemukan jawaban yang benar.Peserta juga
bisa belahar dari kegagalan. Discovery Learning tidak berfokus pada menemukan hasil
akhir yang tepat, tetapi hal-hal baru yang bisa ditemukan dalam prosesnya. Selanjutnya,
instruktur berkewajiban untuk memberikan umpan balik atas informasi yang diperoleh
selama pembelajaran.

Sintaks merupakan keseluruhan alur atau urutan kegiatan pembelajaran. Sintaks berisi
petunjuk umum dalam menentukan jenis-jenis tindakan guru, urutannya, dan tugas-tugas
untuk peserta didik. Adapun sintak discovery learning sebagai berikut:

1. Stimulus

Langkah pertama dalam pelaksanaan pembelajaran discovery learning adalah stimulus.


Pada tahapan ini instruktur akan memberikan beberapa pertanyaan untuk memancing rasa
penasaran dan ketertarikan peserta didik.Selain itu, instruktur memberikan anjuran untuk
membaca buku dan kegiatan belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.

2. Identifikasi masalah

Tahapan kedua adalah identifikasi masalah di mana instruktur memberikan kesempatan


untuk mengidentifikasi masalah yang menjadi bahan pembelajaran.Selanjutnya peserta
membuat hipotesis atau pertanyaan masalah yang sifatnya sementara pada awal
pembelajaran.

3. Pengumpulan data

Hipotesis telah tersusun, maka peserta bisa mulai mengumpulkan data dan informasi
yang berkaitan untuk menjawab hipotesis.

4. Olah data

Data dan informasi telah terkumpul, maka peserta selanjutnya peserta mulai
menganalisis dan mengolah data.

5. Pembuktian

Hasil dari pengolahan data kemudian dilakukan pengecekan dan pemeriksaan secara
cermat. Lalu peserta bisa menghubungkan dengan hipotesis awal. Apakah hipotesis
telah sesuai dengan data temuan? Atau sebaliknya, ditemukan jawaban lain.

6. Generalisasi

Tahapan terakhir adalah generalisasi. Peserta menarik kesimpulan dan bisa dijadikan
prinsip umum pada semua kejadian atau masalah yang sama.

Adapun menurut Siti Khasinah (2021). Sintak atau Langkah-langkah kegiatan discovery
learning 1. Stimulation Pemberian rangsangan,2. roblem statement Identifikasi masalah,3.
Data collection Pengumpulan Data,4.Data Processing Pengolahan Data,5.Verificatio
Pembuktian,6. Generalization Menarik kesimpulan.
Kelebihan dan Kekurangan

Model pembelajaran yang beragam tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan


yang berdeda pula, kelebihan discovery learning yakni:

a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-


keterampilan dan proses-proses kognitif.
b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.
d) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di
dalam situasi diskusi.
h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti,i). Siswa akan mengerti konsep
dasar dan ide-ide yang lebih baik.
i) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar
yang baru.

Adapun kelemahan dari model discovery learning adalah sebagai berikut:

a) Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar bagi
siswa yang mempunyai hambatan akademik akan mengalami kesulitan abstrak atau
berpikir, mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b) Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini akan kacau jika berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d) Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.

Teknik Muddiest Point

Teknik merupakan cara sistematis mengerjakan sesuatu atau suatu siasat, kiat,atau cara
yang digunakan untuk menyempurnakan suatu tujuan langsung. Pada proses pembelajaran,
teknik dimaknai sebagai cara yang dilakukan dalam rangka menerapkan suatu model secara
spesifik karena teknik sendiri bersifat implementatif yang terjadi dalam ruang kelas. Guru
bisa memakai teknik yang berlainan walau dengan model yang serupa tergantung pada
lingkungan, sarana-prasarana, keadaan siswa, dan kecakapan guru dalam memanfaatkan
teknik pembelajaran tertentu.

Teknik harus konsisten sesuai dengan model pembelajaran. Teknik pengajaranyang


diterapkan bersangkutan dengan penentuan model pembelajaran. Model pembelajaran yang
baik namun tidak dengan teknik pengajaran yang memadai dapat berakibat fatal.
Kemampuan guru amat menentukan dalam memilih teknikpembelajaran yang akan
digunakan agar tujuan pembelajaran terlaksana dengan baik.

Penilaian atau evaluasi adalah kegiatan mengukur ketercapaian program pendidikan,


perencanaan suatu program pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya,
pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi
pendidikan secara menyeluruh. Penilaian hasil belajar merupakan salah satu kemampuan
atau kompetensi yang harus dikuasai dan diterapkan guru dalam proses pembelajaran.
Kompetensi guru dalam menilai hasil belajar siswa adalah kemampuan mengukur atau
menilai perubahan tingkah laku siswa dan kemahiran dirinya saat proses pembelajaran serta
merancang program pembelajaran.

Teknik penilaian berbasis kelas merupakan suatu pendekatan yang dirancang untuk
menolong guru dalam memahami apakah siswa belajar selama proses pembelajaran
berlangsung dan bagaimana sebaiknya mereka mempelajarinya. Teknik penilaian berbasis
kelas adalah cara sederhana yang dapat digunakan guru untuk mengumpulkan balikan
(feedback) lebih awal dan seringkali tentang bagaimana sebaiknya siswa belajar mengenai
hal-hal yang telah dibelajarkan.

Penggunaan teknik penilaian berbasis kelas yang menyatu dalam proses pembelajaran,
akan memberikan dampak positif pada guru yang membelajarkan dan siswa dalam belajar.
Apabila penilaian kelas dilaksanakan secara kontinu dan tepat guna dalam setiap kegiatan
pembelajaran, maka asesmen kelas mampu memperbaiki kualitas pembelajaran dan kualitas
belajar siswa

Rendahnya hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kurang komprehensifnya tipe teknik penilaian yang dilaksanakan. Melakukan teknik
penilaian berbasis kelas (Classroom Assessment Techniques/CATs) dapat menjadi solusi
dalam menilai tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Muddiest point adalah salah satu
CATs paling sederhana untuk membantu menilai siswa mana yang mengalami kesulitan.
Muddiest point lebih menitikberatkan kepada menanyakan bagian yang belum dipahami
dari pembelajaran tersebut.

Muddiest point adalah teknik penilaian yang awalnya dikembangkan oleh Fredrick
Mosteller. Muddiest point ini adalah salah satu teknik penilaian kelas yang paling sering
digunakan karena mudah beradaptasi. Muddiest point membantu guru memahami apa yang
siswa temukan menjadi hal yang paling jelas atau malah paling membingungkan dalam
pembelajaran, penugasan atau topik yang sedang dipelajari.

Teknik muddiest point yang umumnya dilakukan pada tahap akhir pembelajaran
digunakan untuk meningkatkan penyampaian informasi, mengetahui topik dan latihan yang
belum dikuasai siswa yang kemudian dibahas pada pertemuan berikutnya. Teknik muddiest
point telah dipraktikkan selama beberapa dekade dan merupakan teknik penilaian yang
digunakan untuk menilai pembelajaran siswa dan memicu intervensi akademik.

Tahapan teknik muddiest point sebagai berikut:

1) Guru menetapkan umpan balik mengenai apa yang akan dilakukan dan memberikan
pertanyaan.
2) Siswa ditugaskan menulis pertanyaan mereka yang belum dijawab atau informasi
penting yang belum dikuasai pada selembar kertas dan diberi batasan waktu dalam
menuliskan tanggapan.
3) Kertas yang telah ditulis oleh siswa kemudian dikumpulkan dan diperiksa oleh guru
dengan sekilas untuk tahu akan persoalan siswa.
4) Siswa diberi tugas untuk mempelajari hal-hal yang belum dipahami untuk dibahas
pada pertemuan selanjutnya.

Teknik muddiest point adalah salah satu teknik penilaian berbasis kelas yang sederhana
dan efisien karena memberikan pengembalian informasi yang tinggi dengan waktu dan
energi yang rendah. Teknik ini menginformasikan apa yang tidak jelas atau
membingungkan siswa mengenai pelajaran atau topik tertentu. Sehingga guru mengetahui
topik yang sulit dipahami dan membimbing siswa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Teknik ini menekankan upaya guru untuk membantu siswa menguasai materi dan biasanya
menghasilkan pemahaman materi yang berefek positif pada kehadiran dan pembelajaran
mereka.

Penggunaan teknik muddiest point mampu mengkondisikan siswa agar dapat


mengungkapkan hal-hal yang sudah dimengerti dan yang belum dipahami dari apa yang
dipelajari dalam setiap tatap muka. Hal tersebut melatih siswa untuk lebih percaya diri
mengungkapkan kesulitan dan kemampuan dalam belajar mereka. Hal ini menggambarkan
bahwa suatu teknik penilaian yang dilakukan pada setiap akhir pembelajaran dapat
menggali ketercapaian dan ketidaktercapaian hasil belajar siswa yang biasanya hanya
diukur dengan menggunakan soal tes akhir atau tes formatif saja.

Namun, teknik muddiest point mengharuskan siswa dengan cepat mengidentifikasi dan
menuliskan hal-hal yang mereka tidak mengerti atau masih belum jelas. Sementara waktu
yang digunakan untuk penilaian ini sangat singkat. Kemungkinan siswa kesulitan dalam
menuliskan hal-hal yang belum dipahami atau hal yang paling tidak dimengerti oleh siswa.
Ketika siswa tidak menuliskan hal yang tidak dipahami maka akan memengaruhi informasi
yang dikumpulkan guru mengenai hal-hal yang harus diperbaiki pada proses pembelajaran.
Sehingga yang seharusnya dapat diperbaiki menjadi tidak diperbaiki karena siswa tidak
memberikan informasiyang dibutuhkannya. Siswa merasa bingung ketika harus berfokus
pada hal yang tidak dimengerti mengakibatkan tidak utuhnya informasi yang sampai ke
guru, sehingga guru hanya dapat menyampaikan sesuai dengan analisis dari kartu muddiest
point yang terkumpul.

Sintak model PDL yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa 1.Identifikasi masalah
2. Mengembangkan kemungkinan solusi (hipotesis) 3. Pengumpulan data 4. Analisis dan
interpretasi data 5. Uji kesimpulan(Anitah,2009).
C. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Keterampilan peroses sains merupakan teknik bahwa anak-anak yang menggunakan
dalam mendapatkan informasi secara pengalaman pertama dari aktivitas atau kegiatan
belajar siswa. Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat memebrikan pengalaman belajar
adalah kegiatan praktikum.

Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan kemampuan peserta didik dalam


menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan Sains serta menemukan
Ilmu Pengetahuan. Keterampilan Proses Sains sangat penting bagi setiap peserta didik
sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains untuk
memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang dimiliki.
Keterampilan proses juga merupakan pendekatan proses dalam pengajaran ilmu.

Keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini ada tujuh aspek, yaitu
keterampilan melakukan observasi, mengelompokkan (klasifikasi), mengajukan hipotesis,
merencanakan percobaan, menginterpretasi data, menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil (Samatowa, 2016: 101-102 & Rustaman, 2003: 4)

Indikator keterampilan proses sains adalah cara untuk mengukur sejauh mana siswa atau
individu telah mengembangkan kemampuan dalam menjalankan proses sains. Proses sains
melibatkan serangkaian langkah yang digunakan dalam penelitian ilmiah dan eksperimen.
Berikut adalah beberapa indikator umum keterampilan proses sains:

1. Observasi: kemampuan untuk mengamati fenomena atau objek dengan cermat,


mencatat detail penting, dan mengidentifikasi pola atau perubahan yang mungkin
terjadi.
2. Perumusan Hipotesis: Kemampuan untuk merumuskan pernyataan yang dapat diuji
sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian atau masalah yang diajukan.
3. Eksperimen: kemampuan untuk merancang dan menjalankan eksperimen yang
sesuai, mengumpulkan data dengan benar, dan menganalisis hasil eksperimen.
4. Pengumpulan dan Interpretasi Data: kemampuan untuk mengumpulkan data dengan
akurat, mengorganisasi data, dan menginterpretasikan hasil dengan benar.
5. Pengembangan Kesimpulan: Kemampuan untuk mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan menjawab pertanyaan penelitian.
6. Komunikasi Ilmiah: Kemampuan untuk menyampaikan temuan dan hasil penelitian
dalam bentuk laporan ilmiah yang jelas dan terstruktur.
7. Penggunaan Konsep Ilmiah: Kemampuan untuk menggunakan konsep ilmiah yang
relevan dalam menjelaskan fenomena alam atau peristiwa yang diamati.
8. Keterampilan Pemecahan Masalah: Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah,
merencanakan strategi pemecahan masalah, dan mengimplementasikan solusi.

Keterampilan proses sains memiliki banyak manfaat, antara lain:

1) Pemahaman yang Lebih Baik: Keterampilan ini membantu seseorang memahami


dunia secara lebih mendalam, karena melibatkan observasi, pengukuran, dan
analisis data untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ilmiah.
2) Pemecahan Masalah: Keterampilan proses sains membantu dalam mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah, baik dalam konteks ilmiah maupun kehidupan
sehari-hari.
3) Kritis dan Analitis: Membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis
dan analitis. Seseorang belajar untuk menguji hipotesis dan menyelidiki fenomena
dengan pendekatan yang objektif.
4) Pengambilan Keputusan: Keterampilan ini membantu dalam pengambilan
keputusan yang lebih baik dengan dasar data dan bukti empiris.
5) Penemuan Ilmiah: Melalui metode ilmiah, orang dapat membuat penemuan baru dan
memberikan kontribusi pada pengetahuan manusia.
6) Literasi Sains: Membantu dalam memahami dan menyebarkan berita, informasi, dan
klaim ilmiah, yang semakin penting di dunia modern yang penuh dengan informasi.
7) Pengembangan Teknologi: Keterampilan proses sains berkontribusi pada
pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
8) Karir: Banyak profesi yang memerlukan pemahaman dan penerapan keterampilan
proses sains, termasuk ilmuwan, insinyur, dokter, dan banyak lainnya.
9) Oleh karena itu, keterampilan proses sains merupakan dasar penting dalam
pendidikan dan kehidupan sehari-hari, membantu individu menjadi lebih terampil
dalam berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang berdasarkan
bukti.

Ada beberapa karakteristik pembelajaran yang dapat mendukung pembekalan


keterampilan proses sains (KPS) dengan efektif:

1. Pendekatan Berbasis Inkuiri : Pembelajaran inkuiri mengajak siswa untuk bertanya,


menyelidiki, dan mencari jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaan ilmiah. Ini
melibatkan eksperimen, observasi, dan analisis data.
2. Aktivitas Praktikum : Praktikum atau eksperimen praktis adalah cara yang efektif
untuk melibatkan siswa dalam proses sains. Mereka dapat mengamati fenomena,
mengukur data, dan mencoba hipotesis mereka sendiri.
3. Kolaborasi : Pembelajaran kolaboratif memungkinkan siswa bekerja sama dalam
kelompok untuk memecahkan masalah atau menjalankan eksperimen. Ini
mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi.
4. Pembelajaran Berbasis Masalah : Memberikan siswa tantangan atau masalah ilmiah
yang mereka harus selesaikan menggunakan KPS mereka. Ini mendorong pemikiran
kritis dan pemecahan masalah.
5. Refleksi : merangsang siswa untuk memikirkan apa yang mereka pelajari dan
bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka. Ini membantu dalam
pemahaman konsep dan metode yang mereka gunakan.
6. Koneksi dengan Dunia Nyata : Menyediakan konteks dunia nyata untuk
pembelajaran KPS. Contohnya adalah menghubungkan pembelajaran dengan
masalah lingkungan atau kesehatan global.
7. Penggunaan Teknologi : Mengintegrasikan teknologi seperti perangkat lunak
simulasi atau perangkat berbasis komputer untuk membantu siswa memahami
konsep sains dan melibatkan mereka dalam eksperimen virtual.
8. Pembimbingan Guru : Guru berperan penting dalam mendukung pembelajaran KPS
dengan memberikan arahan, merangsang pertanyaan, dan memberikan umpan balik
yang konstruktif.
9. Penilaian Formatif : Penilaian yang berkelanjutan dan formatif membantu siswa
melacak kemajuan mereka dan memahami di mana mereka perlu meningkatkan
keterampilan KPS.
10. Fleksibilitas : Memberikan kejutan dalam metode pembelajaran untuk memenuhi
berbagai gaya belajar dan tingkat pemahaman siswa.
11. Konteks Multidisiplin : Mengintegrasikan proses sains dalam konteks multidisiplin,
seperti hubungan antara sains, matematika, dan teknologi.Kombinasi dari
karakteristik-karakteristik ini dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang
mendukung perkembangan keterampilan proses sains yang kuat pada siswa.

Teknik pengukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur KPS, antara lain:

a) Tes Tertulis: Tes ini mencakup pertanyaan-pertanyaan tertulis yang memeriksa


pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang suatu subjek. Contohnya
termasuk ujian pilihan ganda, esai, atau tes tujuan lainnya.
b) Tes Keterampilan: Ini melibatkan pengujian keterampilan praktis, seperti
keterampilan laboratorium dalam sains atau keterampilan teknis dalam bidang
seperti pemrograman komputer.
c) Observasi : Penilaian melalui pengamatan langsung seseorang saat melakukan
tugas atau aktivitas tertentu. Umumnya digunakan untuk mengukur
keterampilan praktis atau keterampilan interpersonal.
d) Portofolio: Seseorang dapat mengumpulkan bukti pekerjaan atau proyek yang
mereka kerjakan selama jangka waktu tertentu. Portofolio ini dapat
mencerminkan perkembangan dan prestasi seseorang seiring berjalannya waktu.
e) Penilaian Peer: Melibatkan rekan sebaya dalam mengukur KPS seseorang,
seperti peer review dalam proyek kelompok atau penilaian teman sekelas.
f) Ujian Lisan: Ujian ini melibatkan pertanyaan dan diskusi langsung antara siswa
dan pengajar atau penguji.
g) Penilaian Diri: Siswa dapat menilai kemampuan mereka sendiri dan
mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan.Pemilihan teknik
pengukuran atau penilaian tergantung pada tujuan pembelajaran dan tingkat
pendidikan yang sedang diterapkan. Kombinasi beberapa teknik mungkin
diperlukan untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang KPS
seseorang.

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa melalui penerapan model
pembelajaran Discovery Learning pada materi zat aditif dan adiktif. Indikator keterampilan
proses sains yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Merumuskan hipotesis; (2)
Menggunakan alat dan bahan; (3) Menyajikan data pengamatan; (4) Menganalisis data; (5)
Menyimpulkan; dan (6) Mengkomunikasikan (A,Riyanti,2023).

D. Model PDL untuk Meningkatkan KPS


kegiatan pembelajaran dalam model PDL sangat sesuai untuk melatih dan membekalkan
indikator KPS, didalam Discovery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang mendorong siswa untuk aktif mengeksplorasi dan menggali pengetahuan sendiri
melalui observasi, eksperimen, dan penyelidikan. Pendekatan ini dapat membantu melatih
dan membekali indikator Kemampuan Proses Sains (KPS) siswa dengan cara berikut:

a) Kemampuan Observasi: Discovery learning mengharuskan siswa untuk mengamati,


mencatat, dan menganalisis data atau informasi yang mereka temukan. Hal ini dapat
melatih kemampuan siswa dalam mengamati dan mengumpulkan data dengan teliti,
salah satu indikator KPS.
b) Kemampuan Menyelidiki: Siswa diajak untuk menyelidiki pertanyaan atau masalah
yang menarik bagi mereka, lalu mencari jawaban atau solusi melalui eksperimen
atau penyelidikan. Ini membantu melatih kemampuan siswa dalam merancang
percobaan atau penelitian, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

c) Kemampuan Berpikir Kritis: Discovery learning memerlukan siswa untuk


menganalisis data, membuat hipotesis, dan menghasilkan hasil. Ini dapat membantu
melatih kemampuan berpikir kritis, yang merupakan indikator KPS penting.
d) Kemampuan Berkomunikasi: Siswa sering diminta untuk berbagi hasil penelitian
mereka dengan teman-teman atau guru. Hal ini membantu melatih kemampuan
berkomunikasi ilmiah, yang juga termasuk dalam indikator KPS.
e) Kemampuan Kolaborasi: Saat siswa bekerja sama dalam kelompok untuk
mengeksplorasi konsep atau masalah tertentu, mereka dapat mengembangkan
kemampuan kolaborasi yang diperlukan dalam dunia ilmiah.
f) Kemampuan Mencipta Solusi: Melalui pembelajaran penemuan, siswa diajak untuk
mencari solusi kreatif untuk masalah yang mereka temui, yang juga merupakan
salah satu aspek dari indikator KPS.
Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran penemuan secara efektif, guru dapat
membantu siswa mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
memenuhi indikator Kemampuan Proses Sains (KPS) dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan.

Tabel 2.1 Matrik Hubungan Antara Aktivitas Pembelajaran


Model PDL dan Indikator KPS

Sintak Model PDL Aktivitas Pembelajaran Indikator KPS


1. Pertanyaan Guru menyampaikan tema  Keterampilan
Mendasar dan permasalahan umum mengobservasi/
terkait materi zat aditif dan mengamati,
adiktif. Selanjutnya guru  Keterampilan mengajukan
memberikan pertanyaan: pertanyaan berdasarkan
a. Dapatkah kalian hasil observasi
menemukan salah satu
bentuk zat aditif dan
adiktif tempat tinggalmu?
b. Lakukan pengamatan
pada zat aditif dan adiktif.
Setelah melakukan
pengamatan,Permasalahan
apa saja yang ditimbulkan
dari percemaran itu?
c. Dapatkah kalian
merancang dan membuat
sebuah produk sederhana
dari bahan alami yang
dapat digunakan untuk
mengatasi salah satu
permasalahan yang
muncul? (Lakukan dalam
kelompokmu)

Peserta didik menjawab


pertanyaan dan
melakukan aktivitas
sesuai instruksi guru

2. Mendesain Peserta didik berdiskusi  Keterampilan mengajukan


Produk menyusun rencana pembuatan pertanyaan
proyek pemecahan masalah  Keterampilan
meliputi pembagian tugas, memprediksi
persiapan alat, bahan, media,  Keterampilan
sumber yang dibutuhkan merencanakan alat dan
bahan
 Keterampilan bekerja
sama
3. Menyusun Siswa menyusun jadwal
Jadwal pembuatan produk dan
Pembuatan pembagian kerja, serta
Produk menetapkan batas akhir
pembuatan produk, pengujian
produk, dll
4. Melakukan Siswa membuat produk nyata  Keterampilan
Pembuatan berdasarkan desain produk Menggunakan Alat dan
Produk yang telah dirancang Bahan
sebelumnya  Keterampilan
Menerapkan Konsep
5. Memonitor Guru dan peserta didik
Keaktifan dan memonitor keaktifan dan
Perkembangan perkembangan capaian
Proyek proyek
6. Menguji Produk Peserta didik menerapkan  Keterampilan
produk yang telah dihasilkan Merencanakan Percobaan
untuk memecahkan masalah  Keterampilan
Menerapkan Konsep
 Keterampilan Melakukan
Pengukuran
7. Kesimpulan dan Setiap peserta didik  Keterampilan
Evaluasi memaparkan laporan, peserta Berkomunikasi
Pengalaman didik yang lain memberikan  Keterampilan Membuat
Belajar tanggapan, dan bersama guru Kesimpulan
menyimpulkan hasil proyek.
E. Konsep zat aditif dan adiktif
Konsep utama Zat aditif berdasarkan fungsi terdiri dari pewarna alami dan
buatan,pengawet terdiri dari kimiawi dan fisika ,pemanis terdiri dari alami dan buatan
sedangkan zat adiktif berdasarkan asalnya narkotika dibagi 3 golongan ,psikotopika terdiri
dari 3 golongan dan zat psiko aktif lainya.

Zat aditif merupakan bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan
minuman dalam jumlah kecil saat pembuatan makanan untuk meningkatkan kualitas,
memperbaiki penampilan, memperpanjang daya simpan, cita rasa, tekstur, aroma, dan
kemenarikan suatu makanan dan minuman. Selain itu pemambahan zat aditif juga dapat
meningkatkan nilai gizi makan dan minuman, seperti penambahan protein, mineral, dan
vitamin.

Zat adiktif merupakan zat-zat yang apabila dikonsumsi dapat menimbulkan


ketergantungan (adiksi) atau ingin menggunakannya secara terus menerus (ketagihan) bagi
penggunanya. Zat adiktif alami yang biasa dikonsumsi adalah kafein yang ada dalam kopi,
dan theine yang ada dalam teh. Setelah meminum kopi, biasanya orang akan merasa lebih
segar disebabkan oleh kerja kafein. Orang yang terbiasa meminum kopi, kemudian tidak
minum kopi akan merasa pusing. Gejala tersebut menunjukkan seseorang telah mengalami
ketergantungan.

Untuk melatih keterampilan proses sains siswa,dalam materi zat aditif dan adiktif dengan
menyusun aktivitas pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen,
mengamati, bertanya, dan mengajukan hipotesis. Berikut ini beberapa aktivitas yang akan
digunakan dalam pembelajaran:

1. Identifikasi Zat Aditif dalam Makanan:


Bawalah contoh makanan dan minuman yang umumnya mengandung zat aditif.
Mintalah siswa untuk membaca label dan mengidentifikasi zat aditif yang ada di
dalamnya. Diskusikan tujuan penggunaan zat aditif tersebut dalam produk tersebut.
2. Eksperimen Pemisahan Zat Aditif:
Buat eksperimen di mana siswa dapat mencoba menghilangkan atau menghilangkan
zat aditif dari makanan atau minuman tertentu. Ini dapat melibatkan penggunaan
teknik sederhana seperti penyaringan atau pemanasan.
3. Analisis Dampak Zat Aditif:
Diskusikan dengan siswa tentang dampak kesehatan dan lingkungan dari
penggunaan zat aditif dalam makanan. Mintalah mereka untuk mencari bukti ilmiah
dan data yang relevan untuk mendukung argumen mereka.
4. Penelitian Mengenai Zat Adiktif:
Ajak siswa untuk melakukan penelitian tentang zat-zat adiktif seperti kafein atau
nikotin. Mereka dapat memahami bagaimana zat ini mempengaruhi tubuh manusia
dan bagaimana mereka dapat menyebabkan kecanduan.
5. Proyek Kesadaran Zat Aditif:
Izinkan siswa berkolaborasi untuk merancang kampanye kesadaran tentang
penggunaan zat aditif dalam makanan. Mereka dapat membuat poster, brosur, atau
presentasi untuk membagikan informasi kepada teman-teman sekelas atau
masyarakat.
6. Analisis Produk Makanan:
Berikan siswa beberapa produk makanan dengan label zat aditif yang berbeda-beda.
Minta mereka untuk memilih satu produk dan menganalisis apakah penggunaan zat
aditif tersebut sesuai dengan tujuan dan keamanan makanan.
7. Diskusi Etika:
Ajak siswa untuk berdiskusi tentang etika penggunaan zat aditif dalam makanan.
Diskusikan apakah produsen makanan memiliki tanggung jawab moral terhadap
konsumen. Dan Pastikan untuk memfasilitasi diskusi terbuka dan mendukung
pertanyaan-pertanyaan siswa dalam rangka mengembangkan pemahaman mereka
tentang zat aditif dan aditif dalam konteks sains dan kesehatan.

F. Penelitian Relavan
Judul Penelitian: pengaruh/dampak penerapan model PDL terhadap peningkatan KPS siswa
Nama peneliti : MILZEN ADRIATASPEN
Tahun Penelitian/Publikasi: 2023
Hasil penelitian: Terdapat pengaruh penerapan model PDL terhadap peningkatan KPS
siswa

G. Kerangka Pikir Penelitian


 Paragraf 1-2 : karakteristik variabel independen yaitu model PDL Discovery
learning merupakan model pembelajaran yang secara intensif di bawah pengawasan
dan bimbingan guru yang digunakan untuk menjawab dan memecahkan masalah.
Guru dituntut lebih kreatif dalam menciptakan situasi yang membuat siswa dapat
belajar aktif untuk menemukan pengetahuan sendiri. Bruner menganjurkan agar
siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengenai konsep-konsep dan prinsip
yang dapat menambah pengalaman dan condong pada kegiatan eksperimen
 Paragraf 3-4 : Keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini ada tujuh
aspek, yaitu keterampilan melakukan observasi, mengelompokkan (klasifikasi),
mengajukan hipotesis, merencanakan percobaan, menginterpretasi data, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil (Samatowa, 2016: 101-102 &
Rustaman, 2003: 4) Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan kemampuan
peserta didik dalam menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan
Sains serta menemukan Ilmu Pengetahuan. Keterampilan Proses Sains sangat
penting bagi setiap peserta didik sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah
dalam mengembangkan sains untuk memperoleh pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Keterampilan proses juga merupakan
pendekatan proses dalam pengajaran ilmu.
 Paragraf 5-6 : hubungan atau pertautan antara karakteristik model PDL dan KPS,
didalam Discovery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
mendorong siswa untuk aktif mengeksplorasi dan menggali pengetahuan sendiri
melalui observasi, eksperimen, dan penyelidikan. Pendekatan ini dapat membantu
melatih dan membekali indikator Kemampuan Proses Sains (KPS) siswa

 Paragraf ke 7 : Jika model PDL diterapkan secara tepak pada pembelajaran, maka
dapat meningkatkan KPS siswa. Hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh
penerapan model PjBL terhadap peningkatan KPS siswa.
Variabel X (ModelPDL)
Variabel Y (KPS)
Karakteristik mengeksplorasi
dan memecahkan masalah Katakteristik pengamatan
dan mengkomunikasikam

Pertautan Variabel X (Model PjBL) dan Variabel Y


(KPS), terdapat hubungan antara PDL dan KPS

Pernyataan Kerangka Pikir dan Hipotesis


Jika model PDL diterapkan dalam
pembelajaran, maka dapat
meningkatkan KPS siswa.
Hal ini berarti bahwa terdapat
pengaruh penerapan model PDL
terhadap peningkatan KPS siswa
r
X ------------> Y

Gambar 3.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian


H. Hipotesis
Terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model PDL terhadap peningkatan KPS siswa
SMPN X Kota Bengkulu pada Mapel IPA Konsep zat aditif dan adiktif.
Catatan :
Hipotesis tersebut akan diuji menggunakan uji beda dua rerata dua sampel independent, jika
dari hasil pengujian diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan
KPS siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen maka dapat disimpulkan “terdapat
pengaruh yang signifikan penerapan model PjBL terhadap peningkatan KPS siswa”,
dan sebaliknya jika dari hasil pengujian diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara KPS siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen maka dapat disimpulkan
“tidak terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model PjBL terhadap
peningkatan KPS siswa”.

Anda mungkin juga menyukai