Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

a. Hakikat Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada

semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan

dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa

seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku

dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan

yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor)

maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Slameto (2013:13) menyatakan “belajar merupakan suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Untuk mendapatkan

sesuatu seseorang harus melakukan usaha agar apa yang di inginkan

dapat tercapai. Usaha tersebut dapat berupa kerja mandiri maupun

kelompok dalam suatu interaksi.

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar

berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu

12
13

situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-

ulang dalam suatu situasi.

Gagne (Sagala, 2011: 20-22) mengemukakan delapan tipe belajar

yang membentuk suatu hirarki dari paling sederhana sampai paling

kompleks yaitu:

1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) merupakan


isyarat atau signal yang menimbulkan perasaan tertentu, merupakan
isyarat yang menimbulkan perasaan sedih atau senang dan
sebagainya.
2) Belajar hubungan stimulus-respons (Stimulus Respons-Learning)
dimana respons bersifat spesifik, tidak umum dan kabur.
3) Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning)
tipe ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan
dengan keterampilan motorik.
4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Asociation),
tipe belajar ini bersifat asosiatif tingkat tinggi, karena biarpun
asosiasi memegang peranan, tetapi fungsi nalarlah yang
menentukan.
5) Belajar membedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning)
suatu tipe belajar yang menghasilkan kemampuan membeda-
bedakan berbagai gejala.
6) Belajar konsep-konsep (Concept Learning) yaitu corak belajar
yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada
dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.
7) Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning), tipe belajar ini
terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang
kemudian tersusun dalam macam-macam aturan.
8) Belajar memecahkan masalah (Problem Solving), tipe belajar ini
menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks,
karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama
penggunaan aturan-aturan yang ada disertai proses analisis dan
penyimpulan.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Gagne, bahwa terdapat

delapan hierarki tipe belajar yang dilakukan oleh individu. Tipe belajar

ini dimulai dari hal yang sederhana menuju kompleks. Dari belajar tanda-

tanda atau isyarat hingga belajar pemecahan masalah. Diantara tipe


14

belajar tersebut ada saat dimana individu belajar mengenai konsep-

konsep. Belajar konsep ini, berarti seseorang belajar menamai serta

mengelompokkan hal-hal yang ditemui dalam kehidupannya.

b. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan

kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat

seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,

walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi

kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada

orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2011:

62) “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar”.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran


15

adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.

Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2011: 61) adalah

suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola

untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi

tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

Dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari

guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah

laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan

didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative

lama dan karena adanya usaha.

c. Hakikat Pembelajaran IPA

1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris

yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Berhubungan dengan alam atau bersangkut-paut dengan alam,

sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam.

Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Menurut Susanto (2012: 167) menyatakan bahwa:

Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam


semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran
16

sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Ilmu pengetahuan


alam (IPA) merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari
fenomena alam. Ilmu pengetahuan alam (IPA) didefinisikan
sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan
ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen
dengan menggunakan Model ilmiah.

Wahyana (Trianto, 2010: 136) mengatakan bahwa:

IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara


sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai
oleh adanyakumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah
dan sikap ilmiah.

Sedangkan menurut Asy’ari (2006: 12) mengungkapkan bahwa:

IPA sebagai proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan suatu masalah, yang meliputi kegiatan cara
mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang
lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan.

Dapat disimpulkan bahwa IPA atau sains merupakan ilmu

pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan dalam bentuk fakta,

konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu

rangkaian kegiatan dalam Model ilmiah.

2. Tujuan Pembelajaran IPA

Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh

tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan

pembelajaran IPA di SD dalam Kurikulum KTSP (Departemen

Pendidikan Nasional, 2006) adalah:


17

(a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha


Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaann-Nya,
(b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari,
(c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,
(d) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,
(e) Meningkatkan kesadaran untuk selalu berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
(f) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Sedangkan menurut Asy’ari (2006: 12) bahwa Tujuan

Pembelajaran IPA di SD yaitu sebagai berikut:

(a) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains,
teknologi masyarakat.
(b) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
(c) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
(d) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam.
(e) Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan Tuhan.

Tujuan dari pembelajaran IPA di Sekolah Dasar disamping

untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari, juga untuk mengembangkan keterampilan dalam menyelidiki

alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan

tersebut dicapai dengan cara mengajarkan IPA yang mengacu pada


18

hakikat IPA dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung

untuk mengembangkan kompetensi peserta didik. Pembelajaran IPA

harus berpusat pada peserta didik serta memberi kesempatan pada

peserta didik untuk dapat lebih mengembangkan ide atau gagasan,

mendiskusikan ide atau gagasan dengan peserta didik lain serta

membandingkan antara ide mereka dengan konsep ilmiah dan hasil

pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan

yang akhirnya peserta didik menemukan sendiri apa yang dipelajari.

d. Hakikat Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menekankan pada pemberian

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pembelajaran IPA di SD merupakan proses kegiatan untuk

membelajarkan siswa agar menjadikan peristiwa atau fenomena di

lingkungannya sebagai suatu gejala yang patut dipelajari. Pendidikan IPA

bertujuan agar siswa memiliki minat yang besar terhadap alam sekitar.

Siswa diarahkan agar peduli terhadap lingkungan. Dengan mempelajari

dan memahami konsep-konsep yang ada di lingkungan sekitar, siswa

diharapkan dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan

masalah yang timbul berkaitan dengan fenomena alam dalam

kehidupannya.
19

Banyak fenomena di alam semesta yang dapat menjadi bahan

penerimaan dan pengamatan konsep siswa. Siswa diajak untuk dapat

menyimpulkan penyebab suatu fenomena itu terjadi. Fenomena yang

terjadi di alam ini merupakan suatu peristiwa yang ada sebabnya

sehingga terjadi dan sebab itu dapat dijelaskan secara ilmiah (logis dan

empiris). Fenomena-fenomena tersebut membentuk suatu rangkaian peta

konsep yang saling mempengaruhi dan berkaitan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Yuliariatiningsih dan

Irianto (2008: 5) bahwa :

Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa :


memahami konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses,
mempunyai minat mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah,
mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-
gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan
keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka pembelajaran
pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak
terlalu akademis dan verbalistik.
Menurut Sulistyorini (2007: 8) mengatakan bahwa:

Pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh


(active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan
pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik
untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari,
menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai
pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan mata pelajaran IPA tersebut

mengindikasikan bahwa pembelajaran IPA tidak hanya memberikan

pengetahuan secara kognitif kepada siswa yakni memahami konsep-

konsep IPA. Disebutkan juga bahwa mata pelajaran IPA ditujukan agar
20

siswa memiliki suatu keterampilan proses yang terdiri dari keterampilan

proses yang bersifat empirik dan analitik. Mencintai alam sekitar dan

menyadari keagungan Tuhan pun diajarkan agar pendidikan moral dapat

tetap sejalan dengan pendidikan kognitif.

Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman

langsung kepada siswa yakni terjadi by doing science di mana mereka

yang belajar bukan menjadi penonton, melainkan aktif terlibat dalam

pengalaman nyata. Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA

dengan kehidupan sehari-hari dan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide, dan membangun

rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) dalam

pembelajaran IPA melibatkan siswa dalam meramalkan suatu fenomena

yang terjadi di alam dalam kehidupan sehari-hari, melakukan observasi

melalui demonstrasi atau eksperimen, dan akhirnya menjelaskan hasil

demonstrasi dan ramalan mereka sebelumnya. Pembelajaran dengan

model POE (Predict-Observe-Explain) terkait dengan dilakukannya

penelitian sederhana yang memungkinkan siswa memperoleh

pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan

sederhana. Model pembelajaran yang seperti itu dapat menumbuhkan

sikap ilmiah siswa yang dapat melatih sikap berpikir kritis melalui

pembelajaran IPA.
21

2. Model Pembelajaran

a. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran

yang tergambar dari awal samapai akhir. Dengan kata lain, model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu

pendekatan, metode, dan teknik pembelajaranmpai akhir yang disajikan

secara khas oleh guru. Joyce dan Weil (Rusman, 2012: 136) berpendapat

bahwa

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat


digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
Pendidikannya.

Sedangkan Suprijono (2010: 54-55) mengemukakan bahwa Model

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran dapat diartikan

sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran

dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas

pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat

rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan


22

pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di

tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran.

b. Model - Model Pembelajaran

1) Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh White dan

Gunstone pada tahun 1992 (Warsono dan Hariyanto, 2012: 93)

bahwa :

Model ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan siswa


dalam melakukan prediksi secara individual. Saat ini banyak
dikembangkan melalui implementasi pembelajaran kolaboratif.
POE adalah model pembelajaran yang banyak dikembangkan
dalam pendidikan sains, termasuk kimia. Teknik ini akan
berhasil dengan baik jika para siswa diberi kesempatan untuk
mengamati demonstrasi baik yang dilakukan oleh guru atau
oleh temannya sendiri yang ditunjuk oleh guru.

Model ini dilandasi oleh teori pembelajaran konstruktivisme

yang beranggapan bahwa melalui kegiatan melakukan prediksi,

observasi dan menerangkan sesuatu hasil pengamatan, maka struktur

kognitifnya akan terbentuk dengan baik. Anggapan yang lain adalah

bahwa pemahaman siswa saat ini dapat ditingkatkan melalui

interaksinya dengan guru atau dengan rekan sebayanya dalam kelas.

2) Model Pembelajaran Kooperatif

Robert Slavin (Solihatin dan Raharjo, 2007: 4) mengatakan

bahwa :

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana


siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6
orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Keberhasilan belajar dalam kelompok tergantung pada
23

kemampuan dan aktifitas anggota kelompok, baik secara


individual maupun secara kelompok.

Model pembelajaran cooperatif lerning merupakan suatu model

pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan

pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kebutuhan di masyarakat,

sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama

anggoata kelompok akan meningkatkan motivasi, produktifitas dan

perolehan belajar.

3) Model Pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw adalah (Model Tim Ahli) yang

dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di

Universitas Texas. Rusman (2012: 217) mengemukakan bahwa :

Pada dasarnya, model ini guru membagi satuan informasi yang


besar menjadi komponen-komponen yang lebi kecil.
Selanjutnya guru membagi siswa kedalam kelompok belajar
koopertif yang terdiri dari beberapa siswa sehingga setiap siswa
bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-
baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertangung
jawab pada subtopik yang sama membentuk kelompok lagi
yang terdiri dari tiga atau empat siswa.

Model pembelajaan ini sangat menarik untuk digunakan jika

materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan

materi tersebut tidak megharuskan urutan penyampaian. Sehingga

seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya

terhadap seluruh materi yang dtugaskan oleh guru. Dengan demikian

setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara

keseluruhan.
24

4) Model Pembelajaran TAAPS (Thinking Aloud Pair Problem

Solving)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Lochhead dan

Whimbey pada tahun 1987 (Warsono dan Hariyanto, 2012: 92).

Bahwa “Model pembelajaran yang berlandaskan pada

pembelajaran kolaboratif ini sebagai suatu cara untuk

mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang harus

dipecahkan”. Dalam hal ini, siswa dibagi dalam pasangan-pasangan

yang satu berperan sebagai pemecah masalah (problem solver),

yang satunya lagi berperan sebagai pendengar (listener).

Jadi kesimpulannya, dengan menggunakan model

pembelajaran TAAPS siswa dilatih kerjasama dan kekompakannya

dalam menyelesaikan suatu masalah dalam pembelajaran, serta

mampu mengatasi solusinya. Dimana sang problem solver saling

bekerjasama dengan listener.

5) Model Pembelajaran Kuantum

Model pembelajaran kuantum dicetuskan oleh seorang

pendidik berkebangsaan Bulgaria Georgi Lozanov yang melakukan

uji coba tentang sugesti dan pengaruhnya terhadap faktor belajar,

teorinya yang terkenal disebut suggestology. Menurut Lozanov

(Sa’ud, 2008: 125) pada prinsipnya sugesti itu mempengaruhi hasil

belajar. Teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif

dalam belajar diantaranya yaitu mendudukkan siswa secara


25

nyaman, memasang musik di dalam kelas atau lapangan,

meningkatkan partisipasi siswa, menggunakan poster-poster dalam

menyampaikan suatu informasi, dan menyediakan guru-guru yang

berdedikasi tinggi.

Pembelajaran kuantum sebagai salah satu model, strategi dan

pendekatan pembelajaran khususnya menyangkut keterampilan

guru dalam merancang, mengembangkan dan mengelola sistem

pembelajaran sehingga guru mampu menciptakan suasana

pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki

keterampilan hidup

c. Hakikat Model Pembelajaran POE (Predict-Observ-Explain)

1) Pengertian Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh White dan

Gunstone pada tahun 1992 (Warsono dan Hariyanto, 2012: 93)

bahwa :

Model ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan siswa


dalam melakukan prediksi secara individual. Saat ini banyak
dikembangkan melalui implementasi pembelajaran kolaboratif. POE
adalah model pembelajaran yang banyak dikembangkan dalam
pendidikan sains, termasuk kimia. Teknik ini akan berhasil dengan
baik jika para siswa diberi kesempatan untuk mengamati
demonstrasi baik yang dilakukan oleh guru atau oleh temannya
sendiri yang ditunjuk oleh guru.

Model ini dilandasi oleh teori pembelajaran konstruktivisme

yang beranggapan bahwa melalui kegiatan melakukan prediksi,

observasi dan menerangkan sesuatu hasil pengamatan, maka struktur


26

kognitifnya akan terbentuk dengan baik. Anggapan yang lain adalah

bahwa pemahaman siswa saat ini dapat ditingkatkan melalui

interaksinya dengan guru atau dengan rekan sebayanya dalam kelas.

Manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi model

pembelajaran menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 93) ini antara

lain:

(a) Dapat digunakan untuk mengungkap gagasan awal siswa


(b) Memberikan informasi kepada guru tentang pemikiran siswa
(c) Membangkitkan diskusi
(d) Memotivasi siswa agar berkeinginan untuk melakukan
eksplorasi konsep
(e) Membangkitkan keinginan untuk menyelidiki

Asusmsi dasar yang menjadi dasar implementasi model

pembelajaran ini menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 93) adalah

sebagai berikut:

(a) Jika siswa sejak awal diminta untuk memprediksi yang akan
terjadi untuk pertama kali, mereka akan berusaha melakukan
observasi dengan cermat.
(b) Dengan menuliskan prediksinya terlebih dahulu, siswa akan
termotivasi untuk mengetahui apa jawaban sesungguhnya dari
fenomena yang diamati.
(c) Dengan meminta siswa untuk menjelaskan alasannya dalam
memberikan prediksi semacam itu, guru dapat mengetahui
kemampuan teoritis siswa tersebut. Hal ini sangat bermanfaat
untuk mengungkap adanya kesalahan konsep dari para siswa
mengenai teori yang bersangkutan, serta mengembangkan
pemahaman para siswa. Hal ini dapat dipergunakan oleh guru
sebagai bahan pertimbangan menyusun rencana pembelajaran
selanjutnya.
(d) Dengan cara menjelaskan dan melakukan evaluasi terhadap
prediksinya sendiri serta mendengarkan prediksi rekannya
yang lain, para siswa dapat menilai sendiri pembelajaran serta
mengkonstruksi makna baru.
27

2) Langkah-langkah Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-

Explain)

Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain)

menggali pemahaman konsep IPA siswa melalui tiga langkah utama,

menurut Indrawati dan Setiawan (2009: 45) ketiga langkah utama

dalam model pembelajaran POE diuraikan sebagai berikut :

(a) Predict (Membuat Prediksi) merupakan suatu proses membuat


dugaan terhadap suatu peristiwa atau fenomena. Siswa
memprediksikan jawaban dari suatu permasalahan yang
dipaparkan oleh guru, kemudian siswa menuliskan prediksi
tersebut beserta alasannya. Siswa menyusun dugaan awal
berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki.
(b) Observe (Mengamati) merupakan suatu proses siswa
melakukan pengamatan mengenai apa yang terjadi. Siswa
melakukan pengamatan baik secara langsung maupun tidak
langsung , siswa mencatat apa yang mereka amati, mengaitkan
prediksi mereka sebelumnya dengan hasil pengamatan yang
mereka peroleh.
(c) Explain (Menjelaskan) merupakan suatu proses siswa
memberikan penjelasan mengenai kesesuaian antara dugaan
dengan hasil pengamatan yang telah mereka lakukan dari tahap
observasi.

Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 94-95)

langkah-langkah model pembejaran POE (Predict-Observe-Explain)

adalah sebagai berikut:

(a) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berkisar antara


3-8 orang bergantung pada jumlah siswa dalam kelas serta
tingkat kesukaran materi ajar. Semakin sukar semakin
diperlukan jumlah siswa yang lebih besar dalam kelompok
tersebut agar diperoleh buah pikiran yang lebih variatif.
(b) Siapkan peralatan demonstrasi yang terkait dengan topik yang
akan dipelajari. Upayakan agar kegiatan ini dapat
membangkitkan minat siswa, sehingga mereka akan berupaya
melakukan observasi dengan cermat.
(c) Jelaskan pada siswa yang sedang Anda lakukan.
Langkah 1: Melakukan prediksi (predict)
28

(1) Mintalah kepada para siswa secara perorangan


menuliskan prediksinya tentang apa yang akan terjadi.
(2) Tanyakanlah kepada mereka tentang apa yang mereka
pikirkan terkait apa yang akan mereka lihat dan mengapa
mereka berpikir seperti itu.
Langkah 2: Melakukan observasi (observe)
(1) Laksanakan sebuah demonstrasi .
(2) Sediakan waktu yang cukup agar mereka dapat fokus
pada observasinya.
(3) Mintalah para siswa menuliskan apa yang mereka amati.
Langkah 3: Menjelaskan (explain)
(1) Mintalah siswa memperbaiki atau menambahkan
penjelasan kepada hasil observasinya.
(2) Setelah setiap siswa siap dengan makalah untuk
penjelasan, laksanakan diskusi kelompok.

Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran POE oleh Tytler

(Wahyudi, 2011: 56) secara singkat adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa
Tahap
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Pembelajaran
Memprediksi Menjelaskan tujuan, alat Orientasi siswa kepada
dan bahan yang fenomena yang akan
(Predict)
diperlukan, memotivasi terjadi
siswa agar dapat
menduga apa yang akan
terjadi terhadap kegiatan
yang akan dilakukan
guru
Pengamatan Guru membimbing Siswa melakukan
siswa dalam melakukan percobaan dan
(Observe)
kegiatan percobaan mengamati hasil
percobaan yang
dilakukan
Menjelaskan Guru membimbing Siswa menjelaskan apa
siswa dalam yang terjadi selama
(Explain)
mengemukakan hasil percobaan berlangsung
percobaan yang dan mengemukakan
dilakukan hasilnya
29

3) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran POE (Predict-

Observe-Explain)

Sama seperti model-model pembelajaran yang lain, model

pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) juga memiliki

kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan model POE

menurut Yupani, Garminah, dan Mahadewi (2013: 3) adalah sebagai

berikut :

(a) Kelebihan model pembelajaran POE (Predict-Observe-


Explain)
(1)Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khususnya
dalam mengajukan prediksi.
(2)Dengan melakukan eksperimen untuk menguji prediksinya
dapat mengurangi verbalisme.
(3)Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, sebab peserta
didik tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati
peristiwa yang terjadi melalui eksperimen.
(4)Dengan cara mengamati secaralangsung peserta didik
memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori
(dugaan) dengan kenyataan. Dengan demikian peserta didik
akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran
Kekurangan model pembelajaran POE.

(b) Kekurangan model pembelajaran POE (Predict-Observe-


Explain)
(a) Memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama
berkaitan penyajian persoalan pembelajaran IPA dan
kegiatan eksperimen yang dilakukan untuk membuktikan
prediksi yang diajukan peserta didik.
(b)Untuk kegiatan eksperimen, memerlukan peralatan, bahan-
bahan dan tempat yang memadai.
(c) Untuk melakukan kegiatan eksperimen, memerlukan
kemampuan dan keterampilan yang khusus bagi guru,
sehingga guru dituntut untuk bekerja secara lebih
profesional.
(d)Memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk
keberhasilan proses pembelajaran peserta didik.
30

4) Karakteristik Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-

Explain)

Karakteristikik model pembelajaran POE (Predict-Observe-

Explain) mengacu pada teori belajar konstruktivis. Menurut

Yuliariatiningsih dan Irianto (2008: 30) pembelajaran konstruktivis

memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah sebagai berikut:

(a) Menekankan pada pengetahuan awal siswa yang diperoleh dari


luar bangku sekolah melalui interaksi sosial dan interaksi
dengan lingkungannya,
(b) Pada saat belajar ditekankan pada kegiatan minds-on dan
hands-on,
(c) Ada perubahan konseptual saat belajar yang menjembatani
antara konsepsi awal siswa dan pengetahuan baru,
(d) Siswa secara aktif membangun pengetahuannya sehingga
siswa harus terlibat dalam proses pembelajaran,
(e) Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi sosial antara siswa
dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

Dimana esensi dari model pembejaran POE (Predict-Observe-

Explain) adalah siswa membangun pengetahuan awalnya sendiri dan

dengan bantuan guru dalam pembelajaran mereka berusaha

menemukan hal baru dan akhirnya mampu mengkonstruksi

pengetahuan sesuai dengan hasil pembelajaran yang diperoleh.

Model POE (Predict-Observe-Explain) ini bagus diterapkan

bagi siswa kelas V ke atas. Para siswa yang lebih muda akan

mengalami kesulitan dalam menuliskan hasil pengamatan, apalagi

dalam melakukan penjelasan teoritis hasil pengamatan. Model ini

tidak cocok diterapkan untuk semua pokok bahasan. Pokok bahasan


31

yang tidak bersifat pengalaman langsung (hands-on) sulit atau tidak

dapat menggunakan model ini.

Adaptasi dari model ini antara lain adalah daripada melakukan

demonstarsi sendiri, guru dapat meminta siswa atau kelompok siswa

untuk melakukan demonstrasi. Memang guru akan lebih sulit dalam

memantau pelaksanaan demonstrasi tetapi para siswa akan dapat

melakukan observasi lebih dekat dan nyaman. Dalam pembelajaran

matematika sebagai ganti kegiatan observasi, siswa dapat melakukan

kegiatan penyelidikan, sehingga kegiatannya menjadi predict-

investigate-explain. Namun, sementara itu ada ahli yang

mengembangkannnya menjadi empat langkah menjadi PEOE

(predict, explain, observe, explain).

3. Hakikat Pemahaman

a. Pengertian Pemahaman

Pemahaman berarti mengerti benar atau mengetahui benar.

Pemahaman dapat juga diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.

Karena itu, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna

dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,

sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi.

Sudjana (2011: 24) mengemukakan bahwa:

Pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta didik dapat


menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang
dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang
32

telah dicontohkan guru dan menggunakan petunjuk penerapan


pada kasus lain.

Sedangkan menurut Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44)

mengemukakan bahwa:

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap


makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan
dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau mengubah
data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Kesimpulannya yaitu pemahaman merupakan kemampun diri

dalam mengerti atau mengetahui dengan benar terhadap sesuatu.

Kemampuan memahami ini menjadi bagian penting dalam

mengetahui atau mempelajari sesuatu. Belajar dengan mengharapkan

sesuatu hasil yang baik, tidak cukup hanya sebatas kemampuan

mangetahui.

Seseorang memiliki pengetahuan atau mengetahui tentang

sesuatu, namun belum pasti ia memahaminya. Tetapi, seseorang yang

memiliki pemahaman, sudah tentu ia mengetahuinya. Jadi, taraf

pemahaman masih lebih tinggi tingkatannya daripada taraf

pengetahuan.

Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti

apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan,

dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk

menghubungkan dengan hal-hal yang lain. Karena kemampuan siswa

pada usia SD masih terbatas, tidak harus dituntut untuk dapat

mensintesis apa yang dia pelajari.


33

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman

Pemahaman sebagai bagian dari tipe hasil belajar yang

merupakan objek penilaian guru karena berkaitan dengan kemampuan

para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1) Faktor internal: faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, yaitu:

a) Faktor jasmaniah: faktor kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat,

motivasi, kematangan, dan kesiapan.

c) Faktor kelelahan

2) Faktor eksternal: faktor yang ada diluar individu.

a) Faktor keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antar

anggota keluarga, suasana ramah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang

kebudayaan.

b) Faktor sekolah: kurikulum, kemampuan guru dalam

merancang proses pelaksanaan pembelajaran, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,

alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas

ukuran, keadaan gedung dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat: keadaan siswa dengan masyarakat, mass

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.


34

Selain faktor internal dan eksternal diatas, faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor pendekatan belajar

(approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi

strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

mempelajari materi-materi pelajaran.

Dari sekian banyak faktor diatas, maka untuk mencapai hasil

belajar siswa pada tingkat pemahaman, salah satunya dapat

dipengaruhi oleh faktor guru. Dimana guru harus mampu merancang

pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyusun perencanaan, proses

pelaksanaan pembelajaran, menentukan metode, model, strategi,

media, dan alat evaluasi. Untuk itu guru harus melakukan upaya-

upaya dalam proses pembelajaran, bagaimana menentukan

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang

disesuaikan dengan kondisi siswa agar mencapai tingkat pemahaman

yang optimal dalam memahami suatu materi yang diajarkan.

c. Indikator Pemahaman

Menurut Bloom (Anderson, et al, 2001: 70-76) terdapat 7

indikator yang dapat dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif

pemahaman (Understand). Adapun katagori dan proses kognitif

pemahaman, indikator dan definisinya dapat ditunjukan seperti pada

tabel berikut:
35

Tabel 2.2
KATAGORI DAN PROSES KOGNITIF PEMAHAMAN
Katagori dan Proses
kognitif (Categories
Indikator Definisi (definition)
& Cognitive
Processes)
Pemahaman Membangun makna berdasarkan tujuan pembelajaran,
(Understand) mencakup, komunikasi oral, tulisan dan
grafis(Construct meaning from instructional messages,
including oral, written, and graphic communication)
1. Interpretasi  Klarifikasi (Clarifying) Mengubah dari bentuk
(interpreting)  Paraphrasing (Prase) yang satu ke bentuk yang
 Mewakilkan lain (Changing from one
(Representing) form of representation to
 Menerjemahkan another )
(Translating)
2. Mencontohkan  Menggambarkan Menemukan contoh
(exemplifying) (Illustrating) khusus atau ilustrasi dari
 Instantiating suatu konsep atau prinsip
(Finding a specific
example or illustration of
a concept or principle)
3. Mengklasifikasikan  Mengkatagorisasikan Menentukan sesuatu
(classifying) (Categorizing ) yang dimiliki oleh suatu
 Subsuming katagori (Determining
that something belongs to
a category )
4. Menggeneralisasika  Mengabstraksikan Pengabstrakan tema-tema
n (summarizing) (Abstracting) umum atau poin-poin
 Menggeneralisasikan utama (Abstracting a
(generalizing ) general theme or major
point(s))
5. Inferensi (inferring)  Menyimpulkan Penggambaran
(Concluding) kesimpulan logis dari
 Mengektrapolasikan informasi yang disajikan
(Extrapolating ) (Drawing a logical
 Menginterpolasikan conclusion from
(Interpolating ) presented information)
 Memprediksikan
(Predicting)
6. Membandingkan  Mengontraskan Mencari hubungan antara
(comparing) (Contrasting) dua ide, objek atau hal
 Memetakan (Mapping) hal serupa (detecting
 Menjodohkan correspondences between
36

(Matching) two ideas, objects, and


the like )
7. Menjelaskan  mengkontruksi model Mengkontruksi model
(explaining) (Constructing models) sebab akibat dari suatu
sistem (Constructing a
cause and effect model of
a system )

Dari indikator-indikator yang dikembangkan Bloom dalam

Anderson tersebut. Hanya beberapa indikator saja yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa kelas V SDN

Jatiraga II pada materi perubahan sifat benda. Indikator-indikator

tersebut antara lain adalah:

1) Mencontohkan,

2) Mengklasifikasikan, dan

3) Menjelaskan.

Indikator-indikator tersebut dipilih atas dasar pertimbangan

tingkat kompetensi dalam SK dan KD serta karakteristik materi

pelajaran, dan karakteristik siswa kelas V SD.

Standar Kompetensi (SK) dalam penelitian ini yang menjadi

fokus utama adalah memahami hubungan antara sifat bahan dengan

penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil dari suatu

proses. Kemudian dengan Kompetensi Dasar (KD) yaitu

menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda baik

sementara maupun tetap. SK dan KD tersebut memang menuntut

siswa agar mampu memahami dan menyimpulkan tentang perubahan

sifat benda baik sementara maupun tetap, sehingga indikator yang


37

disusun perlu sesuai yang mana dapat menggambarkan pemahaman

siswa dalam materi perubahan sifat benda.

Materi pelajaran ini tergolong sulit dikarenakan siswa hanya

melaksanakan pembelajaran melalui materi tertulis yang tercantum

pada buku bahan belajar tanpa adanya praktik. Kemudian karakteristik

siswa kelas V SD dengan usia antara 10-11 tahun yang tergolong

dalam tahap operasional konkrit, dijelaskan oleh Piaget (Asri, 2012:

38-39) yaitu:

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah


mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan
ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki
kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan
untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam
dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses
transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya
lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan
menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan
tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.

Berdasarkan pemaparan diatas, setelah dipertimbangkan segala

aspek. Maka peneliti menggunakan indikator tersebut dalam penelitian

ini.
38

B. Hasil Penelitian yang Relevan

 Sudiadnyani (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Terhadap Pemahaman

Konsep IPA Siswa Kelas IV SD di Kelurahan Banyuasri” di SD No. 1

Banyuasri dan SD No. 4 Banyuasri, Kelurahan Banyuasri Kabupaten

Buleleng Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman

konsep IPA kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model

pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) berada pada kualifikasi

sangat baik (M = 64,86; SD = 4,56), sedangkan pemahaman konsep IPA

kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional berada pada kualifikasi baik (M= 54,94; SD = 4,17).

 Devi (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model

Pembelajaran Predict Observe Explain Terhadap Aktivitas dan Pemahaman

Konsep” di SMP Wiyatama Bandar Lampung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat di setiap aspek

dengan rata-rata 70,83. Penggunaan model pembelajaran POE dapat

meningkatkan pemahaman konsep oleh siswa dengan rata-rata N-gain

sebesar 73,05. Peningkatan pemahaman konsep oleh siswa secara signifikan

terjadi pada indikator aspek kognitif C4. Namun, tidak signifikan terjadi

pada indikator C2 dan C3.

 Dinanti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model POE

(Prediction Observation Explanation) Untuk Meningkatkan Pemahaman

Siswa Pada Konsep Cahaya” di SDN Sukamanti, Kecamatan Cileunyi


39

Kabupaten Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan

dapat dilihat pada setiap siklus terhadap aspek-aspek yang diukur.

Pemahaman konsep siswa pada siklus I 47,66, siklus II 60,72 dan siklus III

74,06. Dengan demikian model POE dapat dijadikan sebagai salah satu

solusi dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran

IPA.

Dari berbagai penelitian di atas peneliti belum menemukan penelitian

yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu

“Penerapan Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk

Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pembelajaran IPA. (Penelitian

Tindakan Kelas Pada Materi Perubahan Sifat Benda di Kelas V SDN

Jatiraga II Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka Tahun Ajaran 2015-

2016)”.

C. Kerangka Berpikir

Tujuan dari pembelajaran IPA di Sekolah Dasar disamping

untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga

untuk mengembangkan keterampilan dalam menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan

cara merancang dan melaksanakan pembelajaran IPA yang mengacu pada

hakikat IPA dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi peserta didik. Pembelajaran IPA harus berpusat


40

pada peserta didik dan bukannya berpusat pada guru serta memberi kesempatan

pada peserta didik untuk dapat lebih mengembangkan ide atau gagasan,

mendiskusikan ide atau gagasan dengan peserta didik lain serta

membandingkan antara ide mereka dengan konsep ilmiah dan hasil

pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang

akhirnya peserta didik menemukan sendiri apa yang dipelajari. Hal itu karena

dalam pembelajaran IPA bukan hanya sekedar sekumpulan penguasaan fakta-

fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip namun perlu adanya suatu proses

penemuan. Dengan demikian bahwa ketika siswa menemukan fakta-fakta,

konsep-konsep, dan prinsip-prinsip dari berbagai aktivitas belajarnya, siswa

akan lebih mampu memaknai hasil belajar yang telah diperolehnya.

Ketika pembelajaran IPA yang seharusnya lebih menekankan pada

aktifitas siswa dalam belajar, namun pada kenyataan cara-cara konvensional

masih membudaya dan masih belum mampu berinovasi ke arah yang lebih

baik. Hal ini dikhawatirkan dapat berakibat pada tingkat pemahaman siswa

yang kurang sehingga akhirnya dapat berimplikasi pada ketuntasan belajar

yang diharapkan tidak tercapai. Oleh karena itu, upaya-upaya yang dapat

dilakukan guru untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman

siswa harus selalu diusahakan sebaik mungkin dengan menerapkan cara-cara

pembelajaran yang tepat dan baik sesuai materi pembelajaran agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) merupakan suatu

model yang efisien untuk menciptakan diskusi para siswa mengenai konsep
41

ilmu pengetahuan. Pembelajaran dengan menggunakan model POE (Predict-

Observe-Explain) sesuai dengan karakteristik siswa SD yakni senang bermain,

bergerak, bekerja dalam kelompok, dan merasakan atau melakukan atau

meragakan sesuatu secara langsung. Pembelajaran ini memungkinkan siswa

berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok,

mengandung unsur permainan, serta memberikan kesempatan kepada siswa

untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Sagala (2011: 62) mengemukakan

bahwa “kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran

merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator

suksesnya pelaksanaan pembelajaran”.

Pada pembelajaran dengan model POE (Predict-Observe-Explain), siswa

diberi kebebasan untuk memprediksi, mengamati, menganalisis dan menarik

kesimpulan sendiri. Selain itu, siswa juga dilatih untuk menyelidiki konsep

yang belum dipahami dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu

fenomena atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini yang menerapkan model

pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk meningkatkan

pemahaman siswa dapat digambarkan sebagai berikut:


42

Pembelajaran
Konvensional
Guru kurang Siswa menjadi tidak
Pemahaman Siswa dalam
mengoptimalkan antusias untuk mengkuti
pembelajaran IPA masih
kegiatan siswa di kelas pembelajaran
rendah dibawah KKM

Diterapkan Model POE pada


pembelajaran IPA

Kelebihan model POE


1. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khususnya dalam
mengajukan prediksi.
2. Dengan melakukan eksperimen untuk menguji prediksinya dapat
mengurangi verbalisme.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, sebab peserta didik tidak
hanya mendengarkan tetapi juga mengamati peristiwa yang terjadi
melalui eksperimen.
4. Dengan cara mengamati secaralangsung peserta didik memiliki
kesempatan untuk membandingkan antara teori (dugaan) dengan
kenyataan. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini
kebenaran materi pembelajaran Kekurangan model pembelajaran POE.

Kegiatan belajar Pemahaman siswa dalam Siswa lebih antusias


lebih aktif dan pembelajaran IPA di kelas dalam pemelajaran
bermakna V meningkat di atas KKM

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

Arikunto (2010: 110) mengemukakan bahwa “hipotesis dapat diartikan

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”. Adapun kegunaan


43

dari hipotesis yaitu untuk menguji kebenaran dari jawaban permasalahan yang

diteliti, apakah terbukti atau tidak.

Sesuai dengan kajian teori, maka dalam penelitian tindakan kelas ini

diajukan hipotesis yaitu “Penerapan Model Pembelajaran POE (Predict-

Observe-Explain) dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi

perubahan sifat benda di kelas V SDN Jatiraga II”.

Anda mungkin juga menyukai