Anda di halaman 1dari 68

BOOK CHAPTER

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

(Tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran)

Dosen Pengampu : Yosi Laila Rahmi, M.Pd.

Oleh:

Elsa Nanda Fitrian

19031072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PADANG

2020

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………….... 2

BAB I…………………………………………………………………………. 3

BAB II………………………………………………………………………... 13

BAB III……………………………………………………………………….. 24

BAB IV……………………………………………………………………….. 33

BAB V………………………………………………………………………... 45

BAB VI……………………………………………………………………….. 51

BAB VII………………………………………………………………………. 54

Daftar Pustaka………………………………………………………………… 65

2
BAB I

HAKIKAT BELAJAR, MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN

Dalam kegiatan belajar dan mengajar, peserta didik adalah subjek dan
objek dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, makna dari proses pengajaran
adalah kegiatan belajar peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran.
Tujuan pengajaran akan dicapai apabila peserta didik berusaha secara aktif untuk
mencapainya. Keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga
dari segi kejiwaan. Belajar pada hakikatnya adalah suatu “perubahan” yang
terjadi dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas belajar
Belajar menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang
disadari atau disengaja. Aktivitas ini menunjuk pada keaktifan seseorang dalam
melakukan aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.
Dengan demikian, dapat dipahami juga bahwa suatu kegiatan belajar dikatakan
baik apabila intensitas keaktifan jasmani maupun mental seseorang semakin
tinggi. Sebaliknya meskipun seseorang dikatakan belajar, namun jika keaktifan
jasmaniah dan mentalnya rendah berarti kegiatan belajar tersebut tidak secara
nyata memahami bahwa dirinya melakukan kegiatan belajar.
Kegiatan belajar juga dimaknai sebagai interaksi individu dengan
lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini adalah objek-objek lain yang
memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan,
baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh
atau ditemukan sebelumnya tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu
tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.
A. HAKIKAT BELAJAR
1) Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut para ahli


a. Belajar sebagai suatu proses menciptakan hubungan antara sesuatu
(pengetahuan) yang baru dan sesuatu (pengetahuan) yang sudah
dipahami (Trianto, 2009:15).
b. Belajar adalah suatu proses dimana organisme berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman dan upaya untuk

3
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap
(Sagala, 2012:13).
c. Jerome Bruner: Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa
membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada
pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya.
d. Dalam pandangan konstruktivisme ‘Belajar’ bukanlah semata-mata
mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar
lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan
pengalaman yang baru. Proses pembangunan ini bisa melalui
asimilasi atau akomodasi (Sagala, 2012:14).
e. Lindgren: Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku yang
relatif permanen dan perubahan tersebut disebabkan adanya
interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya.
f. Belajar adalah proses aktivitas pengembangan pengetahuan,
keterampilan atau sikap sebagai interaksi seseorang dengan
informasi dan lingkungannya sehingga dalam proses belajar
diperlukan pemilihan, penyusunan dan penyampaian informasi
dalam lingkungan yang sesuai dan melalui interaksi pemelajar
dengan lingkungannya (Heinich, 1999).
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada
individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena
pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik
disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu,
menuju pada suatu perubahan dalam diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu.
Jadi, belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku
tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham,
dari kurang terampil menjadi terampil dan dari kebiasaan lama menjadi

4
kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu
sendiri.
2) Ciri-Ciri Belajar
Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita
bahwa belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan
tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu. Kedua pengertian
terakhir tersebut memusatkan perhatiannya pada tiga hal.
a. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada
diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek
pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan
nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).
b. Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan
perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi
antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa
interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan mengetahui bahwa api
itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Di
samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut
dapat diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak
akan berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang
yang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut
terbentuk karena adanya interaksi individu dengan lingkungan.
c. Perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat
obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat
dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang
dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena
minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar.
Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku
akibat belajar akan bersifat cukup permanen.
3) Jenis-Jenis Belajar
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa,
Gagne (1985) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis
belajar tersebut adalah:

5
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya
berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang
mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai
sepeda motor di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah
menyala.
2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena
ada rangsangan dari luar. Misalnya, menendang bola ketika ada
bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari
karena mendengar suara anjing menggonggong di belakang, dan
sebagainya
3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses
stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga
melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep
merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan
sebagainya.
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah
mengetahui sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang
bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik atau kereta
api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan
kesiangan.
5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi terjadi bila individu berhadapan
dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba
membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu. Misalnya,
membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya, suku bangsa

6
menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat
kemajuannya.

6. Belajar Konsep (Concept Learning)


Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi berbagai
fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu
pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan
dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-negara yang maju
termasuk developed-countries; aturan-aturan yang mengatur
hubungan antar-negara termasuk hukum internasional.
7. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan
beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu
atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau menarik
kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya,
ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu
tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi
di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan,
dan sebagainya.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu
menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu
pertanyaan, misalnya, mengapa harga bahan bakar minyak naik,
mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses
pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling
berkaitan.
4) HAKIKAT MENGAJAR
1. Pengertian Mengajar
Pengertian mengajar menurut beberapa ahli :
a. Mengajar adalah membantu (mencoba membantu) seseorang untuk
mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu

7
tidak ada kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar.
Artinya mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa
sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar (Sagala,
2012:9).
b. Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkan dengan
anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar
sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk
berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu
diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan
anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik
maupun mental. Pengertian mengajar seperti ini memberikan
petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah
menyediakan pembelajaran yang kondusif dalam upaya
menemukan dan memecahkan masalah (Sardiman, 2012:48).
c. Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam
kegiatan belajar mengajar. Atau dapat pula dikatakan bahwa
mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan
dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran
sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa
(Sardiman, 2012:48)
d. Mengajar adalah menyajikan ide, problem, atau pengetahuan dalam
bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa
(J.S. Bruner dalam Usman,2000: 5).
e. Mengajar merupakan suatu perubahan atau pekerjaan yang bersifat
unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena berkenaan dengan
manusia yang belajar, yakni siswa dan guru yang mengajar serta
bertalian erat dengan manusia di dalam masyarakat. Dikatakan
sederhana karena mengajar dilaksanakan secara praktis dalam
dalam kehidupan sehari-hari dan mudah dihayati oleh siapapun
(Usman, 2000: 5)

8
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwa
mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung
jawab moral, maka berhasilnya pendidikan siswa secara formal terletak
pada tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas mengajar.
5) HAKIKAT PEMBELAJARAN
1. Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang sering
digunakan di dunia pendidikan Amerika Serikat. Istiah ini cenderung
dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik dimana siswa
sebagai sumber dari kegiatan. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :
a. Pembelajaran adalah usaha seorang guru untuk mengarahkan
interaksi siswanya dengan sumber belajar (membelajarkan
siswanya) untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto,
2009:17).
b. Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus untuk
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran
merupakan subset khusus dari pendidikan (Sagala, 2012:61).
c. Terdapat beberapa karakteristik dalam istilah pembelajaran yaitu
pembelajaran berarti membelajarkan siswa yang berlangsung
dimana saja serta berorientasi pada pencapaian tujuan. Proses
pembelajaran dapat berlangsung dimana saja, dengan kata lain
bahwa siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran
(Sanjaya,2005:79).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar

9
yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.Secara Nasional,
pembelajaran dipandang sebagai suatu proses interaksi yang
melibatkan komponen-komponen utama, yaitu peserta didik, pendidik,
dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar,
maka yang dikatakan dengan proses pembelajaran adalah suatu sistem
yang melibatkan satu kesatuan komponen yang saling berkaitan dan
saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara
optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dari uraian tersebut, maka terlihat jelas bahwa pembelajaran itu
adalah interaksi dua arah dari pendidik dan peserta didik, diantara
keduanya terjadi komunikasi yang terarah menuju kepada target yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu, makna pembelajaran merupakan
tindakan eksternal dari belajar, sedangkan belajar adalah tindakan
internal dari pembelajaran.
2. Komponen-komponen Pembelajaran
Pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem, karena
pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang memiliki tujuan,
yaitu membelajarkan siswa. Sebagai suatu sistem, tentu saja
kegiatan belajar mengajar mengandung komponen.

Berikut ini adalah uraian dari komponen-komponen dalam


pembelajaran:
a. Guru dan Siswa

10
Guru adalah pelaku utama yang merencanakan,
mengarahkan, dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
terdapat dalam upaya memberikan sejumlah ilmu pengetahuan
kepada peserta didik di sekolah. Seorang guru haruslah
memiliki kemampuan dalam mengajar, membimbing dan
membina peserta didiknya dalam kegiatan pembelajaran.
Sama halnya dengan guru, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa
yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
tentunya memerlukan perlakuan yang berbeda. Sikap dan
penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain
yang mempengaruhi proses pembelajaran. Oleh sebab itu,
peran siswa juga sangat mempengaruhi guru dalam proses
pembelajaran, begitupun sebaliknya.
b. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah faktor yang sangat penting
dalam proses pembelajaran. Dengan adanya tujuan, maka guru
memiliki pedoman dan sasaraan yang akan dicapai dalam
kegiatan mengajar.
Jika dilihat dari sisi ruang lingkupnya, tujuan
pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Tujuan yang dirumuskan secara spesifik oleh guru yang
bertolak dari materi pelajaran yang akan disampaikan

2) Tujuan Pembelajaran Umum, yaitu tujuan pembelajaran


yang sudah tercantum dalam garis-garis besar pedoman
pengajaran yang dituangkan dalam rencana pengajaran
yang disiapkan oleh guru. Tujuan khusus yang dirumuskan
oleh seorang guru harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:

1. Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai

2. Membatasi dalam keadaan mana pengetahuan perilaku


diharapkan dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku)

11
3. Secara spesifik menyatakan criteria perubahan perilaku
dalam arti menggambarkan stanndar minimal perilaku
yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.

c. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah substansi yang akan
disampaikan dalam proses belajar mengajar. Materi pelajaran
merupakan satu sumber belajar bagi siswa. Materi yang disebut
sebagai sumber belajar ini adalah sesuatu yang membawa
pesan untuk tujuan pembelajaran. Suharsimi Arikunto
memandang bahwa materi pelajaran merupakan unsur inti yang
ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena bahan pelajaran
itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh siswa.
d. Media Pembelajaran
Merupakan alat atau wahana yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian
pesan pembelajaran. Media pembelajaran berfungsi
meningkatkan peranan strategi pembelajaran.
e. Evaluasi
Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat
keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga
berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam
pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat
kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem
pembelajaran.

12
BAB II

JENIS, CIRI-CIRI, DAN PRINSIP BELAJAR

A.Jenis-jenis Belajar
1. Belajar Bagian (Part learning, fractioned learning)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia
dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya
mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat.
Dalam hal ini individu memecahkan seluruh materi pelajaran menjadi
bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.
2. Belajar dengan wawasan (Learning by insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh
psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971.Sebagai suatu konsep,
wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan
psikologi belajar dan proses berfikir.
3. Belajar Diskriminatif (Discriminatif learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih
beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai
pedoman dalam tingkah laku.
4. Belajar global / keseluruhan (Global whole learning)
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang
sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar
ini sering disebut metode Gestalt.
5. Belajar Insidental (Incidental learning)
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu
berarah tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental pada individu
tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Belajar insidental ini
merupakan hal yang sangat penting.
6. Belajar istrumental (Instrumental learning)
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang
diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa
tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal.

13
7. Belajar intensional (Intentional learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupkan lawan dari belajar insidental.
8. Belajar laten (Latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang
terlihat tidak terjadi secara segera.
9. Belajar mental (Mental learning)
Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara
melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan
gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
10. Belajar produktif (Productive learning)
R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai
belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar disebut produktif bila
individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam
satu situasi ke situasi lain.
11. Belajar verbal (Verbal learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan
melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam
eksperimen klasik dari ebbinghaus (Slameto: 2010).
Jenis-jenis belajar yang disebutkan oleh Djamarah (2011: 27-37)
diantaranya yaitu :
1. Belajar Arti Kata-Kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
2. Belajar Kognitif
Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya
yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat non materiil. Objek-objek
yang bersifat materiil misalnya orang, binatang, bangunan, kendaraan,
perabot rumah tangga, dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat
non materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan,
pembanguan, dan sebagainya.

14
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan materi verbal dalam
ingatan, sehingga nantinya dapat diingat kembali secara harfiah, sesuai
dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental
untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang nantinya suatu
waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
4. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan
fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental. Sehingga
dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem-problem,
seperti terjadi dalam bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep dibedakan atas konsep
konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah
pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik.
Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah,
mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah
konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada
realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan.
Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu,
saudara kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya,
adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan
dengan mikroskop sekalipun.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran
intelektual (intellectual skill), yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar
kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain,
terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan.
7. Belajar Berpikir
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir
divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar

15
atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu
masalah. Berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda,
akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.
8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu,
dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan
secara terpadu.
9. Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan
dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang keesenian.
Dilihat dari tujuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar,
para ahli umumnya mengemukakan jenis belajar berikut (Saodih & Surya,
1971; Syah 1995; Effendi & Praja, 1993).
1. Belajar Abstrak (Abstract Learning)
Belajar abstrak pada dasarnya adalah belajar dengan menggunakan
cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya ialah memperoleh pemahaman serta
pemecahan yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak
peranan akal atau rasio sangatlah penting. Begitu pula penguasaan atas
prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Termasuk dalam jenis ini, misalnya,
belajar tauhid, astronomi, kosmografi, kimia, dan amtematika.
2. Belajar Keterampilan (Skill Learning)
Belajar keterampilan merupakan proses belajar yang bertujuan
memperoleh keterampilan tertentu dengan menggunakan gerakan-gerakan
motorik. Bentuk belajar keterampilan ini disebut juga latihan atau training.
3. Belajar Sosial (Social Learning)
Belajar sosial adalah belajar yang bertujuan memperoleh
keterampilan dan pemahaman terhadap masalah-masalah sosial,
penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial dan sebagainya.
4. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar untuk
memperoleh keterampilan atau kemampuan memecahkan berbagai

16
masalah secara logis dan rasional. Tujuannya ialah memperoleh
kemampuan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara
tuntas.
5. Belajar Rasional (Rational Learning)
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan
berpikir secara logis atau sesuai dengan akal sehat. Tujuannya ialah
memperoleh beragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan
konsep-konsep. Jenis belajar ini berkaitan erat dengan belajar pemecahan
masalah.
6. Belajar Kebiasaan (Habitual Learning)
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan baru
untuk perbaikan kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar individu
memperoleh sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan lebih
positif, dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu atau bersifat
kontekstual.
7. Belajar Apresiasi (Appreciation Learning)
Belajar apresiasi pada dasarnya adalah belajar mempertimbangkan
nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya agar individu memperoleh
dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (effective skills), dalam hal ini
kemampuan menghargai secara tepat, arti penting objek tertentu, misalnya
apresiasi sastra, apresiasi music, dan apresiasi seni lukis.
8. Belajar Pengetahuan (Study)
Belajar pengetahuan dimaksudkan sebagai belajar untuk
memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian, informasi, dan sebagainya.
Belajar pengetahuan juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar
terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan
investigasi atau penelitian dan eksperimen.
Berdasarkan cara atau proses yang ditempuh dalam belajar,
Nasution M. A., seperti dikutip Effendi & Praja (1993), menyebutkan lima
jenis belajar berikut:
1. Belajar Berdasarkan Pengamatan (Sensory Type of Learning)

17
Jenis belajar ini adalah belajar berdasarkan pengamatan sensoris
terhadap objek-objek dunia sekitar dengan berbagai alat indra untuk
melihat, mendegar, meraba, mengecap, dan sebagainya.

2. Belajar Berdasarkan Gerak (Motor Type of Learning)


Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar
motoris.
a. Mengetahui tujuan dengan jelas dan yakin terhadap faedah tujuan itu
baginya.
b. Mempunyai tanggapan yang jelas tentang kecakapan yang dipelajari.
c. Pelaksanaan yang tepat pada taraf permulaan.
d. Latihan untuk mempertinggi kecepatan.
e. Metode keseluruhan atau bagian.
f. Dalam belajar motoris pada umumnya metode keseluruhan lebih
efisiensi daripada metode bagian.
g. Latihan seperti dalam situasi hidup/dalam situasi sebenarnya.
h. Latihan (Belajar motoris) lebih efektif bila perhatian tidak terlampai
dipusatkan pada gerakan itu sendiri.
i. Tidak banyak kritik, terutama pada proses belajar permulaan.
j. Analisis kecakapan.
k. Bentuk dan teknik
3. Belajar Berdasarkan Menghafal (Memory Type of Leaning)
Beberapa petunjuk tentang menghafal adalah berikut ini.
a. Apa saja yang dihafalkan terlebih dahulu harus dipahami/dimengerti
benar-benar.
b. Hal yang dihafal harus jelas kaitannya antara satu masalah dan
masalah lainnya, sehingga merupakan suatu kerangka keseluruhan.
c. Menggunakan hal – hal yang dihafal secara fungsional dalam situasi
tertentu.
d. Menggunakan memo teknik. Misalnya: Repelita.
e. Mengulangi hafalan (Aktive recall dan review).

18
4. Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah (Problem Solving Type of
Learning)
Langkah – Langkah dalam problem solving, antara lain:
a. Memahami masalah atau problema
b. Mengumpulkan keterampilan atau data
c. Merumuskan hipotesis
d. Menilai/mengkaji hipotesis
e. Mengadakan eksperimen atau percobaan
f. Membentuk kesimpilan
5. Belajar Berdasarkan Emosi (Emotional Type of Leaning)
Belajar berdasarkan emosi bertujuan menanamkan aspek – aspek
kepribadian, misalnya, ketekunan, ketelitian, kebersihan, sikap yang sehat
terhadap pekerjaan, minat yang luas, dan sebagainya. Jadi, belajar tidak
semata-mata dititik beratkan pada “How to make a living”, tetapi juga
“how to live”.
B.Ciri-ciri Belajar
Syaifull Bahri Djamarah, mengemukakan ciri-ciri belajar  sebagai
berikut :
a. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri
individu.
b. Perubahan yang terjadi secara sadar.
c. Perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional.
d. Perubahan dalam belajar yang bersifat positif dan aktif.
e. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
f. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
g. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
h. Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman.
i. Perubahan tersebut relatif tetap.
Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

19
 Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan
disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-
hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya
telah terjadi perubahan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada
dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang
telah diperoleh sebelumnya.
3. Perubahan yang fungsional
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan
masa sekarang maupun masa mendatang.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan
ke arah kemajuan.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif
berupaya melakukan perubahan.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung
menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin
dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh
pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam
sikap dan keterampilannya.
C.Prinsip-Prinsip Belajar
Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal
A.B. (1961) adalah :

20
1. Prinsip Kesiapan (Readinees)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan siswa. Yang dimaksud dengan
kesiapan siswa ialah kondisi yang memungkinkan ia dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai
kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan.
3. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah interpertasi tentang situasi yang hidup. Setiap
individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang
lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu.
4. Prinsip Tujuan
Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para
pelajar pada saat proses terjadi. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak
dicapai olehs eseorang.
5. Prinsip Perbedaan Individual
Proses pengajaran semestinya memperhatikan perbedaan
individual dalam kelas dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan
belajar setinggi-tingginya.
6. Prinsip Transfer dan Retensi
Apapun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan
digunakan dalam situasi yang lain.Proses tersebut dikenal sebagai proses
transfer. Kemampuan sesesorang untuk menggunakan lagi hasil belajar
disebut retensi.
7. Prinsip Belajar Kognitif
Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan
konsep,penemuan masalah dan keterampilan memecahkan masalah
yangselanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, bernalar, menilai dan
berimajinasi.
8. Prinsip Belajar Afektif
Proses belajar afektif, seseorang menemukan bagaimana ia
menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru. Belajar afektif
mencakup nilai emosi,dorongan, minat dan sikap.

21
9. Prinsip Belajar Evaluasi
Jenis cakupan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses
belajar saat ini dan selanjutnya pelaksanaan latihan evaluasi
memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian
tujuan.
10. Prinsip Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia
mampumengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor
mengandung aspekmental dan fisik.
Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk
1. Prinsip efek kepuasan ( law of effect )
Jika sebuah respon menghasilkan efek jembatan yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus-Respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin
tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus-Respon.
2. Prinsip pengulangan ( law of exercise )
Bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak pernah dilatih.
3. Prinsip kesiapan ( law of readiness )
Bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme
itu berasal dari pendayagunaan suatu pengantar (conduction unit) dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
4. Prinsip kesan pertama ( law of primacy )
Prinsip yang harus dipunyai pendidik untuk menarik perhatian
peserta didik.
5. Prinsip makna yang dalam ( law of intensity )
Bahwa makna yang dalam akan menunjang dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu pembelajaran maka akan
semakin efektif sesuatu yang dipelajari.
6. Prinsip bahan baru ( law of recentcy )

22
Bahwa dalam suatu pembelajaran diperlukan bahan baru untuk
menambah wawasan atau pengalaman suatu peserta didik.
7. Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip
pengulangan )
Bahwa hubungan antara Stimulus-Respon akan semakin kuat dan
bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin lemah dan berkurang
jika jarang atau tidak pernah dilatih.

23
BAB III

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

A. Pengertian dan Tokoh-Tokoh Teori Behavioristik


Teori behavioristik memaparkan, belajar merupakan sebuah
perubahan yang terjadi pada tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984). Belajar disebut sebagai akibat karena adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Jika seseorang
berhasil menunjukkan perubahan pada perilakunya, maka orang tersebut
dianggap telah belajar sesuatu. Menurut teori behavioristik, input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon adalah hal penting dalam
belajar. Stimulus dapat diartikan sebagai apa saja yang diberikan oleh guru
kepada siswa, sedangkan respon merupakan bentuk reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut.
Faktor lainnya yang disebut-sebut penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement). Respon yang diberikan akan
semakin kuat apabila penguatan ditambahkan (positive reinforcement).
Dan sekalipun respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement)
respon yang diperoleh tetap akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2)Primary and Secondary
Reinforcement;(3)Schedules of Reinforcement; (4)Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6)The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984). Tokoh aliran
behaviorisme diantaranya adalah Ivan Petrovich Pavlov, Thorndike,
Waston, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner.
1. Edward LeeThorndike

24
Edward Lee Thorndike adalah seorang berkebangsaan Amerika
yang berprofesi sebagai pendidik dan sekaligus psikolog . Penelitian
Edward pada awalnya hanya berhubungan tentang perilaku binatang
sebelum akhirnya Edward tertarik pada psikologi manusia dan untuk
pertama kalinya ia mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan
respon dengan menggunakan kucing melalui prosedur yang sistematis.
(dalam Smith, 2010:75). Ekseperimen yang dilakukan Edward yaitu:
a. Seekor kucing dalam kondisi lapar dimasukkan ke dalam kotak
kerangkeng (puzzle box) yang dilengkapi pembuka bila
disentuh.
b. Di luar kotak diletakkan daging. Kucing yang berada dalam
kerangkang bergerak kesana kemari,berusaha mencari jalan
keluar, tetapi gagal. Kucing terus melakukan usaha dan namun
akhirnya gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus.
c. Tak lama kemudian, tanpa sengaja kucing tersebut menekan
tombol yang membuat pintu kotak kerangkeng terbuka dan
kucing pun akhirnya dapat memakan daging di depannya.
Percobaan Thorndike ini dilakukan secara berulang-ulang dan
pola gerakan yang ditunjukkan kucing sama saja, hanya masalah waktu
sampai kucing dapat membuka pintunya. Usahanya yang dilakukan
kucing makin sedikit namun efisien. Dari apa yang dilakukan kucing
tadi terlihat adanya kemajuan-kemajuan pada tingkah lakunya. Kucing
yang dimasukkan dalam box akhirnya berhasil menyentuh tombol
pembuka (sekali usaha, sekali terbuka), yang menyebabkan pintu
terbuka.
2. Burrhus Frederic Skinner
Skinner lahir di Susquehanna Pennylvania, Amerika Serikat
pada tanggal 20 Mei 1904. Pada tahun 1928, Skinner meraih gelar
sarjana muda di Hamilton Colladge, New York, dalam bidang sastra
Inggris. Skinner melanjutkan studinya dengan memasuki kuliah
psikologi di Universitas Harvard dan mengkhususkan diri pada bidang
tingkah laku hewan hingga akhirnya pada tahun 1931, ia meraih gelar

25
doktor.
Skinner adalah seorang tokoh behavioris yang meyakini
bahwasanya perilaku individu dikontrol melalui proses operant
conditioning dimana lewat proses ini seseorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme lain melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Skinner memberi pengertian pada menajemen kelas sebagai
sebuah usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses
penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat atau
tidak sesuai dengan apa yang dinginkan. Operant Conditioning adalah
suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan pengulangan kembali perilaku atau menghilang
sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut skinner, berdasarkan percobaanya terhadap
tikus dan burung merpati, unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan,baik
itu penguatan positif maupun penguatan negatif

Memberi hadiah, perilaku, atau penghargaan, merupakan


beberapa bentuk dari penguatan positif . Sedangkan bentuk penguatan
negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner memaparkan ketidaksetujuannya pada asumsi yang
dikemukakan Guthrie yang menyatakan bahwa hukuman memegang
peranan penting dalam proses pelajar. Sedangkan menurut skinner
sendiri (dalam Budiningsih,2005:25-26) :
a. Pengaruh yang diberikan hukuman terhadap perubahan tingkah
laku sifatnya hanya sementara.
b. Kemungkinan bisa menimbulkan dampak psikologis yang
buruk (menjadi bagian dari  jiwa terhukum) bila hukuman
berlangsung lama.

26
c. Hukuman memberi dorongan pada si terhukum untuk mencari
cara lain (meskipun salah dan buruk) agar  ia terbebas dari
hukuman.
d. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal
lain yang     kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan
pertama yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan
(sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan
respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)
harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seseorang siswa dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
setelahnya siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka
hukumannya harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak
disukai siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk
memperbaiki kesalahnnya, maka inilah yang disebut penganut negatif.
Lawan dari penganut negatif adalah penguat positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan
penganut negatif adalah pengurangan yang dilakukan untuk
memperkuat respon(dalam Budiningsih,2005:25-26).
3. Edwin Ray Guthrie
Sebagai seorang penemu teori kontinguiti, yaitu teori yang
merupakan gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan,
pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang
sama, Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan menimbulkan perubahan pada situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan

27
hanya sekedar untuk melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Menurut teori guthrie, hubungan stimulus dan respon hanya
bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, penting
bagi peserta didik untuk terus diberi stimulus agar hubungan stumulus
dan respon menjadi lebih kuat dan menetap. Guthrie pun meyakini
bahwa  hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Eksperimen percobaannya terhadap kucing yang dimasukkan
ke dalam kotak puzle menjadi salah satu eksperimen yang dilakukan
Guthrie untuk mendukung teori kontiguitas. Kemudian kucing tersebut
berusaha untuk keluar. Kotak tersebut dilengkapai dengan alat yang
apabila disentuh menyebabkan kotak puzle terbuka. Selain itu, kotak
juga telah dilengkapi dengan alat yang dapat merekam gerakan-
gerakan kucing di dalam kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa
kucing telah belajar mengulang gerakan-gerakan sama yang
diasosiasikan dengan gerakan-gerakan sebelumnya ketika dia dapat
keluar dari kotak tersebut.
4. Jhon Broadus Waston
Menurut waston, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dalam
bentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat
diukur. Dengan kata lain, walupun ia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses pembelajaran,
namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam benak siswa itu merupapan hal yng penting. Namun semua itu
justru tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau
belum karena tidak dapat diamati(dalam Budiningsih,2005:22).
Waston adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau

28
biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh yang dapat diamati dan diukur. Waston berasumsi bahwa,
hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan
perubahan-perubahan apa yang akan terjadi setelah seseorang
melakukan tindakan belajar. Biasanya para tokoh aliran behaviorisme
cenderung tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan
tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi
ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu
penting (dalam Budiningsih,2005:22).
5. Clark Hull
Hull menunjukkan sikap teguh bahwa tingkah laku itu
berfungsi menjaga agar organisasi tetap bertahan hidup. Fokus dalam
teorinya berkisar pada kebutuhan biologis dan pemuas kebutuhan, hal
yang penting bagi kelangsungan hidup. Hull, mengkonsepkan
kebutuhan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur,
hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus
dorongan dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu mendorong
timbulnya tingkah laku. Sebagai contoh, stimulus yang dikaitkan
dengan rasa nyeri, seperti bunyi alat pengebor gigi, dapat
menimbulkan rasa takut, dan takut itu mendorong timbulnya tingkah
laku.
Teori Hull ini, memiliki beberapa prinsip (Zalyana, 2010:126),
yaitu:
a. Dorongan merupakan hal yang penting untuk menimbulkan
terjadinya respon (siswa harus memiliki keinginan untuk belajar).
b. Stimulus dan respon harus dapat diketahui oleh organisme agar
menjadi suatu kebiasaan (siswa harus mempunyai perhatian).
c. Respon harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif).
d. Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat melalui
kebutuhan (belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa).
B. Kelebihan dan Kekurangan dalam Teori Pembelajaran Behaviorisme
a) Kelebihan

29
Teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviourisme
memiliki beberapa kelebihan (dalam Kamalfachri: 2010) di antaranya :
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi   belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar  mandiri. Jika menemukan kesulitan baru
ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-
bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian
b) Kekurangan.
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori
behaviourisme terdapat beberapa kelemahan (Zalyana, 2010:27-
128)di antaranya :
1. Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung,
padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf
manusia yang tidak terlihat kecuali melalu gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga
terkesan seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai
kemampuan self control yang bersifat kognitif, sehingga, dengan
kemampuan ini, manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak
sesuai dengan dirinya.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat
sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok
antara hewan dan manusia.
Prinsip – prinsip belajar menurut teori belajar Behavioristik

30
Prinsip – prinsip belajar menurut teori belajar Behavioristik yaitu
(dalam Muhibbin:2003) :

1. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan; Agar


klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut
hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan
secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku
klien.
2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak
diinginkan;
3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan
mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak
diinginkan;
4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian
contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata
langsung);
5. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah
laku yang diinginkan dengan sistem kontrak.
C. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Biologi
Pengaplikasian teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan bersifat obyektif, pasti,
tetap, dan tidak mengalami perubahan.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
memperoleh pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan,
menyalurkan, atau menyampaikan pengetahuan (transfer of knowledge) ke
orang yang sedang belajar atau pembelajar. Mind atau pikiran berfungsi
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan
dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Diharapkan nantinya pembelajar akan memiliki

31
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang telah diajarkan.
Artinya, apa yang dipahami oleh guru itulah yang harus dipahami oleh
murid. Teori behavioristik ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai
dan proses yang dilakukan.
Teori ini menyebutkan, segala tingkah laku manusia
menjadi suatu prilaku berbahasa yang menjadi manifestasi stimulus dan
respon yang dilakukan terus-menerus menjadi suatu kebiasaan.
Berdasarkan teori ini, pembelajaran bahasa dilakukan dengan
mendahulukan pengenalan keterampilan mendengar dan berbicara,
pemberian latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara aktif dan
berkelanjutan, penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif,
penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa mendengar
dan berinteraksi dengan penutur asli, pembiasaan motivasi sehingga
berbahasa asing menjadi sebuah kebiasaan (dalam Fachrurrazi,2010:38)
Kritik terhadap
behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori
behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang
dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini,
sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar
sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik. Teruntuk bagi
anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran dari orang dewasa,
suka melalukan pengulangan dan butuh pembiasaan, suka meniru dan
senang apabila diberikan penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian, metode behavioristik merupakan metode yang sangat cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak berkarakter seperti yang demikian.
Kesalahan dalam penerapan teori behaviroristik dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu ketika seorang guru yang
berperan sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung
secara satu arah, guru memberi latihan dan menentukan apa yang harus

32
dipelajari murid. Guru memandang muridnya sebagai individu yang pasif ,
membutuhkan motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru. Murid cukup mendengarkan dengan tertib penjelasan
yang diberikan oleh guru dan menghafalkan apa yang didengar, lalu cara
itu dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Menghindari penggunaan
hukuman bagi para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.

BAB IV

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN KONTRUKTIVIS

A. Teori Belajar Kognitif


1. Pengertian
“Cognitif” berasal dari kata “Cognition” sepadan dengan kata
“Knowing”, memiliki arti mengetahui. Lebih luasnya, cognition
(kognisi) artinya adalah perolehan, penataan dan penggunaan penge-
tahuan (Neissser, 1976). Kognitif merupakan salah satu ranah dalam
taksonomi pendidikan. Kognitif secara umum diartikan sebagai
potensi intelektual yang terdiri dari tahap-tahap diantaranya;
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi
(evaluation). Kognitif sendiri menyangkut pada persoalan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Dalam teori kognitif, proses belajar lebih diutamakan dari pada
hasilnya. Bagi para penganut aliran ini belajar bukan hanya sekedar
hubungan antara stimulus dan respon saja, model belajar kognitif
sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif
mengatakan bahwa persepsi dan pemahaman seseorang tentang situasi
yang ada hubungannya dengan tujuan belajarnya. akan menenetukan
bagaimana tingkah lakunya. Belajar merupakan bentuk perubahan

33
pada persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang nampak.
2. Tokoh-Tokoh Teori Kognitif
a. Piaget

Belajar menurut Piaget (dalam Alfallahu, 2013) merupakan


suatu proses penyesuaian, pengembangan dan pengintegrasian
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang sebelumnya. Proses belajar perlu disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif diantaranya, yaitu :

1) Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)


2) Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3) Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4) Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)

Biasanya, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka


cara berfikir orang tersebut akan semakin teratur dan juga semakin
abstrak. Karena itu guru perlu untuk memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif anak didiknya, berikut juga berperan untuk
memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan
tahap-tahap tersebut. Piaget menambahkan bahwa proses belajar
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang
dilalui siswa.

b. Jarome Bruner

Bruner menjelaskan bahwa proses belajar akan berlangsng


dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori,
definisi, dan sebagainya) berdasarkan pada contoh-contoh yang
menggambarkan aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini
“belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan).

Bruner (dalam Alfallahu, 2013) menyebutkan 3 tahapan


dalam perkembangan kognitif, yaitu:

34
1) Enaktif : usaha/kegiata mengenali dan memahami lingkungan
melalui observasi, dan pengalaman terhadap suatu realita
2) Ikonik : siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan
visualaisasi verbal.
3) Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan
symbol.
c. Ausebel

Menurut Ausebel (dalam Alfallahu, 2013) siswa bisa


belajar dengan baik jika materi pelajarannya didefinisikan,
kemudian dipresentasikan atau dijelaskan dengan baik dan tepat
kepada siswa tersebut(Advanced Organizer), hal ini akan
berpengaruh pada pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer merupakan suatu konsep atau informasi umum yang
mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa.

d. Robert M. Gagne

Gagne (dalam Alfallahu, 2013) memandang belajar


sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, kemudian
informasi tersebut diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :

1) Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan


dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan
simbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
2) Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) :
menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi
yang membentuk suatu kebulatan perceptual.
3) Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung
hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Memori
jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja,

35
memiliki kapasitas yang sangat terbatas, waktu penyimpanan
yang relatif pendek.
4) Long Term memory (memori jangka panjang) : menampung
hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek.
5) Response generator (pencipta respon) : menampung informasi
yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan
mengubahnya dalam bentuk reaksi jawaban.
3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
1) Kelebihan teori kognitif
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
c. Dapat meningkatkan motivasi
d. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah
e. Dapat membantu guru untuk mengenal siswa secara individu
sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa
f. Dapat mempelajari materi pembelajaran yang rumit untuk
memecahkan dan untuk menciptakan kreasi atau ide baru
g. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia
lebih menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan
pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap
individu.
h. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu
memberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan untuk
pengembangan dan kelanjutannya, diserahkan pada peserta
didik, dan pendidik hanya perlu memantau, menjelaskan dari
alur pengembangan materi yang telah diberikan.
i. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk
mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya

36
ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi
yang telah diberikan.
j. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau
membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari
itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa
mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi
hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
k. Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah
banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam segala
tingkatan.

2) Kekurangan Teori Belajar kognitif


a. Teori ini dianggap dekat dengan psikologi belajar daripada
teori belajar, sehingga dalam proses belajar menjadi tidak
mudah.
b. Teori ini dianggap sulit dipraktekkan secara murni karena
seringkali merasa bingung. untuk memahami unsur-unsur
kognitif menjadi bagian-bagian yang jelas.
c. Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
d. Teori ini sulit dipraktekkan khususnya ditingkat lanjut.
e. Beberapa dari teori ini sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.
f. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada
kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi
di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu
mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak
dibeda-bedakan.
g. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara
peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya,

37
karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki
cara yang berbeda-beda.
h. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode
kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti
sepenuhnya materi yang diberikan .
i. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode
kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta
didik akan kesulitan dalam praktik kegiatan atau materi.
j. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu
diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan
suatu materi yang telah diterimanya.

4. Penerapan Teori Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran


Teori kognitif menjelaskan hakekat belajar sebagai suatu
aktifitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi
perseptuala, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang
berlamdaskanpada teori kognitif ini sudah banyak diaplikasikan.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar
menjadi hal yang di perhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi
siswa.
Para tokoh kognitif yaitu Piaget, Bruner dan Ausebel umumnya
memiliki pandangan yang sama dimana keterlibatan siswa secara aktif
dalam belajar dianggap lebih penting. Menurut Piaget,
mengoptimalkan keaktifan siswa dalam belajar akan membantu proses
asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman. Bruner
akhirnya memberikan lebih banyak memberikan kebebasan kepada
siswa untuk belajar sendiri melalui aktifitas menemukan (discovery).
Berbeda dengan Bruner, Ausebel lebih mementingkan struktur disiplin
ilmu.
B. Teori Belajar Konstruktivistik
1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik

38
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) “konstruktivistik adalah
proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur
kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah pemberi
informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di kelas”
Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) “konstruktivistik
memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan
kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep,
kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk
mengumpulkan informasi atau fakta saja”.
Menurut faham konstruktivis
pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang
mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri
tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak:
skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk
pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno,
1997).

Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan


berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata
(Trianto, 2010: 113).
2. Tokoh Teori Belajar Konstruktivistik
a. Dewey

Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar


intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim & Nur, 2004).
Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey menyampaikan

39
pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat
yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk
memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey
menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat
dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu
mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Dewey juga menyatakan bahwa
pembelajaran disekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari
pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik
dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok kecil
untuk menyelesaikan proyek yang  menarik dan pilihan mereka
sendiri.

b. Piaget dan Vygotsky


Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas
pandangan konstruktivis kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004).
Pandangan ini banyak didasarkan teori Piaget. Piaget
mengemukakan bahwa pebelajar dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan adalah
konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang (Suparno,
1997). Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus berevolusi.
Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa
perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman ini (Ibrahim & Nur, 2004). Untuk memperoleh
pemahaman individu mengaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan awal yang telah dimiliki.
Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan
intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial
dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky memberi tempat
lebih pada aspek sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi

40
sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual pembelajar. Implikasi dari
pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa
pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan pembelajar
dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari pembelajar
atau teman sejawat yang lebih mampu, pebelajar bergerak ke
dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran
baru terjadi.
c. Bruner
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan
dan psikologi belajar kognitif. Ia telah mengembangkan suatu
model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh yang disebut
dengan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan  hasil yang lebih baik.
Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna (Dahar, 1998).

3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik


1) Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik
a. Berfikir artinya, Dalam proses membina pengetahuan baru
murid diajarkan berfikir untuk menyelesaikan masalah atau
sebuah studi kasus dan dapat mengembangkanya menjadi
sebuah ide atau membuat keputusan.
b. Faham artinya, Dalam proses pembelajaran murid harus terlibat
langsung dalam mengembangkan sebuah pengetahuan baru,
sehingga peserta didik akan lebih faham dan boleh
mengaplikasikannya dalam sebuah situasi.
c. Daya ingat artinya, pada dasarnya dalam proses belajar murid
harus terlibat secara langsung dengan aktif, sehingga mereka
akan ingat lebih lama semua konsep yang ada yakni dengan
cara murid melakukan pendekatan membina sendi kehafaman

41
mereka. Dengan cara itu mereka akan yakin dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d. Kemahiran sosial artinya, dalam proses belajar kemahiran
sosial diperoleh apabila seorang murid berinteraksi dengan
guru dan rekan dalam membina pengetahuan baru.
e. Seronok artinya, dalam proses belajar yang benar peserta didik
pastinya akan terlibat secara terus menerus dan semakin lama
mereka akan faham, ingat, dan lebih yakin dalam memutuskan
sebuah pengetahuan baru. Apabila peserta didik melakukan
interaksi secara sehat dengan guru atau rekan, maka mereka
akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
2) Kekurangan Teori Belajar Konstrutivistik
a. Kadang guru itu tidak memperhatikan muridnya secara
keseluruhan misalkan guru tidak pernah memberi kesempatan
pada peserta didiknya untuk menyelesaikan suatu masalah atau
berdiskusi sehingga peserta didik hanya mendapat
pembelajaran yang itu-itu saja, jadi pola pikir peserta didik
tidak berkembang.
b. Tidak semua guru atau pendidik itu mempunyai karakter atau
sifat yang sama, pada dasarnya guru hanya memberi penjelasan
saja saat pembelajaran sehingga peserta didik dituntut untuk
hanya memahami saja tanpa terlibar secara langsung dalam
mengaplikasikan sebuah situasi baru.
c. Membahas tentang sifat seorang guru, guru seharusnya tidak
berperan sebagai orang yang kaku dan harus ditakuti, guru
seharusnya berperan sebagai teman bagi peserta didiknya
sehingga peserta didik dapat beriteraksi dengan baik dalam
membina pengetahuan baru.
d. Pada dasarnya guru itu dijadikan sebuah panutan bagi peserta
didiknya maka dari itu guru tidak diwajibkan memberi contoh
yang negatif kepada peserta didiknya, kadang ada guru yang
memiliki sifat yang buruk yaitu sering berkata kotor atau kasar

42
di depan peserta didiknya, itu sangat dilarang dalam aturan
etika seorang guru, karena apabila itu dihadapkan pada anak
usia sekolah dasar sangat tidak pantas untuk dilakukan.
e. Apabila peserta didik tidak dilibatkan dalam pembelajaran
praktik maka daya ingat dan pengetahuan peserta didik tidak
akan berkembang dengan baik, dan apabila diberi materi baru
pasti materi sebelumnya akan dilupakan
4. Penerapan Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Biologi
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari
yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-
konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan
mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila
guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang
dimaksud disini adalah suatu proses belajar.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi
yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang baru (Budiningsih, 2005: 59).
Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru
tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan,
namun mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong)
siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan
permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba
untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar.
Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada
ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai
tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan

43
penerapan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori
bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan
temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi,
penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan
kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan
saling mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau
miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa
dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka; metode ini
tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi
juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh
siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya
hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat
berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang
terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu
permasalahan bahkan akan lebih muda dipecahkan.
Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1. Apersepsi. : Pada tahap ini dilakukan kegiatan
menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat.
2. Eksplorasi : Pada tahap ini siswa mengungkapkan
dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipelajari.
Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan
sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara
yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui
manipulasi benda langsung.
3. Diskusi dan Penjelasan Konsep : Pada tahap ini siswa
mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya,

44
pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam
menampung dan membantu siswa membuat
kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan
pendapat kelompok lain serta memotivasi siswa
mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut
melalui kegiatan tanya jawab.
4. Pengembangan dan Aplikasi : Pada tahap ini guru
memberikan penekanan terhadap konsep-konsep
esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui
bimbingan guru dan menerapkan pemahaman
konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran
saat itu melalui pengerjaan tugas.

BAB V
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pengertian Teori Belajar Humanisme ( Humanistik)
Teori humanisme ialah suatu konsep belajar yang lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Lebih fokus
pada potensi manusia untuk mencari, menggali dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut.
Prinsip-prinsip progresif dan mendapat stimulan dari
eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran guru
yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif, dan
sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokratis intinya fokus teori
humanisme adalah perilaku seseorang. Teori belajar humanistik sifatnya
sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses pembelajaran itu
sendiri.
B. Tokoh Teori Pembelajaran Humanisme
1. Arthur Combs (1912-1999)

45
Combs dan kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin
memahami perlaku orang lain maka kita harus mencoba memahami
dunia persepsi orang itu. Selanjutnya Combs dan kawn-kawanya
mengatakan juga bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain
halnya dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru
mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi unuk melakukan
sesuatu, ini sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai
motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu.
Apabila guru itu membeikan aktivitas yang lain, ada kemungkinan
siswa akan memberikan reaksi yang positif.
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-
perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang
lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia
orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya.
Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus
mengubah persepsinya. Sesungguhnya para ahli psikologi humanisme
melihat dua bagian belajar, yaitu diperoleh informasi baru dan
personalisasi informasi baru tersebut.
a. Pemerolehan informasi baru
Peserta didik akan tertarik dan bersemangat untuk belajar
jika apa yang dipelajari akan menjadi suatu informasi baru yang
bermakna dan bermanfaat bagi dirinya.
b. Personalisasi informasi baru
Informasi baru yang dipahami peserta didik itu bukan hasil
transfer langsung dari guru ke peserta didik. Peserta didik
sendirilah yang mencerna dan mengolah apa yang disampaikan
oleh guru menjadi sesuaidan bermakna. Atrinya informasi itu
diperolehnya sendiri dan peserta didik menjadi pemilik informasi
tersebut. Peran guru disini adalah sebagai pembimbing yang
mengarahkan.
2. Kolb
Pada tahap awal para peserta didik hanya sekedar mengikuti
suatu kejadian, tanpa mengetahui untuk apa dan mengapa kejadian itu
terjadi. Pada tahap kedua, para peserta didik mulai memikirkan dan
memahami kejadian tersebut. Tahap selanjutnya peserta didik mulai
bisa memahami sesuatu hal atau kejadian tersebut dengan mulai bisa
memberikan contoh mengenai kejadian tersebut. Pada tahap terakhir,
para peserta didik sudah mampu mengaplikasikan kejadian atau
sesuatu hal tersebut.
3. Honey, Mumford, dan Hobermas

46
Peserta didik digolongkan ke dalam empat golongan, yaitu
peserta didik aktivis, peserta didik reflector, peserta didik teoritis, dan
pserta didik pragmatis. Peserta didik aktivis adalah peserta didik yang
senang terlibat dan berpatisipasi dalam hal-hal baru. Peserta didik
reflector adalah peserta didik yang berhati-hati dalam mengambil suatu
keputusan. Peserta didik teoritis adalah peserta didik yang berfikir
kritis dan sangat menutamakan berfikir secara rasional. Peserta didik
pragmatis adalah peserta didik adalah peserta didik yang menyukai
hal-hal yang praktis tidak suka bertele-tele.
4. Abraham Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri


individu ada dua hal :

1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang.


2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus
diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
5. Carl Ransom Rogers

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:


a. Kognitif (kebermaknaan)
b. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam


pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk
memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan
kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh
6. Habermas
a. Technical Learning ( Belajar Teknis )
Siswa belajar berinteraksi dan berusaha menguasai dan
mempelajari alam sekelilingnya.
b. Practical Learning ( Belajar Praktis )
Siswa berinterksi dengan orang-orang di sekelilingnya.
c. Emancipatory Learning ( Belajar Emansipatoris )

47
Siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan cultural dari suatu lingkungan.
7. Carl Rogers
a. Hasrat untuk belajar: disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia
yang terus-menerus terhadap dunia sekelilingnya.
b. Belajar bermakna: seseorang yang beraktivitas akan selalu
menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna
bagi dirinya.
c. Belajar tanpa hukuman: belajar yang bebas dari ancaman hukuman
akan membuat anak bebas melakukan apa saja, mengadakan
eksperimentasi hingga menemukan sesuatu yang baru.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri: menyiratkan tingginya motivasi
internal yang dimiliki.
e. Belajar dan perubahan: siswa harus belajar untuk dapat menghadapi
kondisi dan situasi yang terus berubah.
C. Kekurangan dan kelebihan teori humanisme

Beberapa kelebihan dalam teori humanisme yaitu :


1) Teori humanisme lebih cocok untuk diterapkan dalam materi pelajaran
yang bersifat pembentukan karakter.
2) Teori ini dinyatakan berhasil apabila siswa bersemangat dalam
mengikuti proses pembelajaran. Contoh kongkritnya siswa bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.
3) Teori ini mengharapkan siswa untuk menjadi manusia yang bebas,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4) Teori ini mendorong guru untuk dapat lebih mengenali peserta
didiknya.
5) Teori ini memberikan dampak yang signifikan terhadap proses
perkembangan anak dilihat dari sisi kepribadianya.
6) Teori ini lebih mengedepankan aspek memanusiakan manusia dan
pembentukan karakter.

Adapun kekurangan teori humanisme adalah sebagai berikut:


1) Siswa yang tidak menyadari dan memahami potensi dirinya akan
ketinggalan dalam proses belajar.
2) Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri
dalam proses belajar.

48
3) Proses pembelajaran lebih difokuskan kepada pengembangan potensi
yang dimiliki siswa, sehingga pengembangan intelektual siswa tidak
terasah.
D. Aplikasi Teori Pembelajaran Humanisme Terhadap Pembelajaran
Siswa
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman,
serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan langkah-
langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh
langkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru
adalah :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.


2. Menentukan materi pelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa
secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.

Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran


itu dapat kita lihat dengan beberapa model pembelajaran yang telah
digunakan pada beberapa lembaga pendidikan. Dalam makalah ini penulis
hanya memaparkan tiga model pembelajaran yang berkaitan dengan
implementasi teori humanisme, yaitu:

1) Confluent Education

Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan


atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan
belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus
sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan
pelajaran.

Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan


tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah Qishoh yang
berjudul “Abu Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya

49
diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga
memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan
guru membahas nilai-nilai yang terkandung dalam qishoh tersebut.
Sehingga siswa tahu bagaimana seharusnya bersikap dalam
kehidupan sehari-hari.

2) Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut
Walberg dan Tomas(1972), Open Education itu memiliki delapan
kriteria, yaitu:
a) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang
diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di
sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada
pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya
menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-
masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi
dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
c) Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa
memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d) Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun
buku kerja.
e) Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara
individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
f) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya
guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan
teman sekerjanya.
g) Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa
untuk memantau kegiatan mereka.
h) Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana
kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.

50
i) Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada
para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan
memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru
tetap diperlukan.
3) Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan
fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa.
Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga
karakteristik:
a. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang
anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
b. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari
bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas
kelompok.
c. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

BAB VI
TEORI BELAJAR SOSIAL
A. Pengertian Teori Belajar Sosial
Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang
hendak dicapai. Sedangkan sosial memiliki makna sempitnya berarti
kemasyarakatan, dimana sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran
orang lain.
Belajar sosial adalah suatu proses tingkah laku dimana kita

51
mengamati, bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain(masyarakat)
yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, tujuannya ialah untuk memperoleh
ketrampilan dan pemahaman terhadap masalah-masalah sosial,
penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial dan sebagainya ( Sorbur,
Alex,2003). Teori ini dikemukakan oleh Albert Bandura yang
menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa
ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social
mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.Ketika siswa
belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasfer informasi.
B. Tokoh Teori Belajar Sosial
Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada,
pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa
kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau
mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan
psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada
tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D).
Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik,
setelah lulus ia bekerja di Standford University. Beliau banyak terjun
dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia
dan tertarik pada nilai eksperimen. Pada tahun 1964 Albert Bandura
dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American
Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution
pada tahub 1980.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial
(Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang
menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan
evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar sosial
atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru
seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan
oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta
factor pelakumemainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor
kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan,
faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.
Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial.
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.
Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang
terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan

52
lingkungan.Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi
lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person
Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan
personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi,
keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)
memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat
ini adalah self-efficasy atau efikasi diri. Reivich dan Shatté (2002)
mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri
sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini dirisendiri mampu berhasil dan sukses.
Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan
masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi
yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994),
individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam
menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki
kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut
Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari
kegagalan yang ia alami.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap
orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura
menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar
social jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di
dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi,
atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu tidak baik.
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosial
1) Kelebihan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar
sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku
seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks
atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya
conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain
itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini
berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak-anak,
faktor sosial dan kognitif.

53
2) Kekurangan Teori Belajar Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika
diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik
pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan
ada kalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau
membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan
(modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan
teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negatif,
termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
D. Penerapan ( Implementasi) Teori Belajar Sosial.
1. Peserta didik sering belajar hanya dengan mengamati tingkah laku
oran lain, misalkan tingkah laku gurunya.
2. Menggambarkan konsekuensi perilaku yang secara efektif dapat
meningkatkan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan dan
menurunkan/ menghilangkan sesuatu perilaku yang tidak pantas.
3. Peniruan (modeling) menyediakan alternatif untuk membentuk
perilaku baru untuk belajar. Di dalam mempromosikan model yang
efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial
harus ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi.
4. Guru dan orangtua harus menjadi mode perilaku yang sesuai dan
berhati-hati agar peserta didik tidak meniru perilaku yang tidak pantas.
5. Peserta didik harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan
tugas-tugas sekolah, sehingga guru dapat meningkatkan rasa percaya
diri peserta didik dengan memperlihatkan pengalaman orang lain yang
sudah sukses atau menceritakan pengalaman kesuksesan guru itu
sendiri.
6. Guru harus membantu peserta didik dalam menetapkan harapan yang
realistis untuk prestasi akademiknya. Guru juga harus memastikan
bahwa target prestasi peserta didik tidak lebih rendah dari potensi
peserta didik yang bersaungkutan.
BAB VII
TEORI BELAJAR SIBERNATIK
A. Pengertian Teori Belajar Sibernetik

Istilah sibernetika/sibernetik atau dalam bahasa Inggris disebut


cybernetics berasal dari bahasa Yunani Kuno, kybernetes yang berarti
pilot, juru mudi, kemudi atau gubernur, akar kata yang sama dengan
pemerintah (Umpleby 2006; Uno, 2010). Istilah ini pertama kali
digunakan dalam bahasa Inggis tahun 1945 oelh Nobert Wiener, seorang

54
ilmuwan dari Massachussets Institute of Technology (MIT), dalam buku
berjudul Cybernetics untuk menggambarkan kecerdasan buatan (artificial
intelligence). Nobert Wiener mendefinisikan cybernetics sebagai, “control
and communication in animal and machine” (Umpleby, 2006; Malik,
2014). Sejumlah devinisi telah diberikan oleh para ahli. Stafford Beer
mendefinisikan sibernetik sebagai “science of effective organitization.”
Gregory Bateson mengatakan bahwa sibernetik lebih merupakan bentuk
daripada substansi. Gordon Pask mendefinisikan sibernetik sebagai “the
art of manipulating defensible metaphoros”. Para ahli organisasi
menganggap bahwa teori sibernetik sebagai sebuah ilmu tentang
pemrosesan informasi, pengambilan keputusan, pembelajaran, adaptasi,
dan organisasi yang terjadi pada individu, kelompok, organisasi, negara,
atau mesin (umpleby 2006). Istilah sibernetik digunakan untuk
menggambarkan cara bagaimana umpan balik (feedback) memungkinkan
untuk berlangsungnya proses komunikasi.
Menurut Capra (2002) sistem cybernetic terwujud dalam berbagai
bidang, yaitu:
1. Bidang ekonomi yang dikenal dengan konsep invisible hands,
2. Dalam bidang kekuasaan, yang terwujud dalam konsep check and
balances di konstitusi,
3. Bidang berfikir, yang terwujud dalam cara berfikir Hegel, yaitu tesis-
antitesis dan seintesis.

Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada


komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan antar
sistem, pengontol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan
lingkungan. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya
“perbedaan”, bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang
lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu.
Pembelajaran digambarkan sebagai: INPUT – PROSES – OUTPUT
(Malik, 2014).
Teori sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang telah dibahas sebelumnya.
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi (Uno, 2010). Menurut teori belajar sibernetik, belajar adalah
mengolah informasi (pesan pembelajaran), proses belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi (Kosmiyah, 2002). Sekilas, teori
sibernetik mempunyai persamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses belajar dibandingkan hasil belajar. Proses belajar
memang penting dalam teori sibernetik, namun lebih penting lagi adalah
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi

55
inilah yang akan menentukan proses (Budiningsih, 2012).
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan
informasi. Proses belajar memang memegang peranan penting, namun
yang lebih penting lagi adalah pengolahan sistem informasi. Dengan kata
lain, sistem informasi dipandang sangat memegang peranan penting dalam
memudahkan penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan
kepada siswa. Asumsi lain dari teori sibernatik adalah bahwa tidak ada
satu proses belajar manapun ynag ideal untuk segala sesuatu dan cocok
untuk semua siswa, karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi (Suciati & Prasetya, 2001; Budiningsih, 2012). Menurut teori
belajar sibernetik, pebelajar menggunakan jenis-jenis memori yang
berbeda selama belajar karena situasinya berbeda-beda.
Teori Pemosesan Informasi
Menurut Suminar (2010) model proses pengolahan informasi
memandang memori manusia seperti computer yang mengambil dan
mendapatkan informasi, mengolah dan mengubahnya dalam bentuk dan isi
kemudian menyimpan dan menampilkan informasi pada saat dibutuhkan.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada asumsi
1) Bahwa antar stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan
pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan
dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
2) Stimulus akan mengalami perubahan bentuk ataupun isi.
3) Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Ketiga asumsi tersebut menjadi dasar pengembangan teori tentang
komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi.
Komponen pemrosesan informasi berdasarkan perbedaan fungsi,
bentuk, kapasitas, bentuk informasi dan proses terjadinya lupa
dijelaskan melalui 3 komponen berikut (Baharuddin & Wahyuni,
2008 ; Suminar, 2010; Budiningsih,2012)
1. Sensory Memory/ Sensory Register/Sensory Receptor (SM/SR)
Merupakan komponen utama dalam sistem informasi. Sensory
informasi menerima informasi atau stimuli dari lingkungan (Sinar,
udara, bau, panas, warna, dan lain-lain ) terus menerus melalui alat-alat
penerima (reseptor) atau alat indera.
2. Working memory (WM) dan Short Term Memory (STM)

Merupakan bagian dari memori manusia, komponen kedua


yang menangkap yang diberi perhatian oleh individu dan
menyimpanan informasi menjadi pikiran-pikiran. Informasi yang
masuk dari Short Term Memory (STM) berasal dari Sensory Memory
(SM) dan dapat pula dari Long Term Memory.

56
3. Long Term Memory (LTM)
Merupakan bagian dari sistem memory manusia yang
menyimpan informasi untuk sebuah periode yang cukup lama. Long
Term Memory (LTM) diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat
besar dan sangat lama untuk menyimpan informasi, namun hanya
sedikit saja yang diaktifkan, dikarenakan hanya informasi yang ada
dan sedang dipikirkan dan dikerjakan oleh ingatan atau memory. Long
Term Memory (LTM) diasumsikan berisi
a) Semua pengetahuan yang dimiki individu.
b) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
c) Sekali informasi disimpan pengetahuan tersebut tidak akan hilang
atau terhapus. Persoalan lupa pada tahapan ini dikarenakan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan informasi yang diperlukan.

Kondisi Internal dan Eksternal Siswa


Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi
dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal. Sehubungan hal tersebut, Menurut Suminar (2010)
pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut
pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan
kondisi internal dan eksternal. Mengacu pada pendapat Suminar
(2010) uraian masing-masing kondisi internal dan eksternal siwa
adalah sebagai berikut.
1. Kondisi Internal

Kondisi internal siswa mempengaruhi proses belajar


melalui proses pengolahan informasi, dan sangat penting untuk
diperhatikan oleh guru dalam mengelola pembelajaran antara lain
(Suminar, 2010):
a. Kemampuan awal siswa
Kemampuan awal siswa adalah pengetahuan atau
keterampilan yang telah dimiliki siswa, merupakan prasyarat
sebelum mengikuti pembelajaran. Tanpa adanya kemampuan
awal (prasyarat) maka siswa tidak akan mampu mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal siswa
dapat diukur melalui tes awal, interview atau cara lain yang
cukup sederhana.
b. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang
menyebabkan adanya tingkah laku kearah tujuan tertentu.
Motivasi instrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan
lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat instrinsik

57
relative stabil, karena ini berorientasi pada tugas-tugas belajar
yang memberikan tantangan.
c. Perhatian
Perhatian merupakan strategi untuk menerima dan memilih
stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara
sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat
mengarahkan diri ke tugas yang diberikan, melihat masalah-
masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus
pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal
lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup:
minat, kelelahan dan karakteristik pribadi, sedangkan faktor
eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru,
keragaman stimulus, warna, gerak, dan penyajian stimulus
secara berkala dan berulang-ulang.
d. Persepsi
Persepsi adalah tindakan menyusun, mengenali dan
menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran
dan pemahaman tentang lingkungan (Scachter,2011). Persepsi
merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan
orang dapat menerima atau meringkas informasiyang diperoleh
dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur
kognitif seseorang. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap
dengan meningkatnya pengalaman.
e. Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima,
menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi. Ingatan
sangat selektif, terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik,
ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang (relative
permanent). Penyimpanan informasi jangka panjang dilakukan
dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus,
gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak.
Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh
siswa.
f. Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan
didalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan
informasi yang telah diperoleh karena beberapa hal, yaitu:
1) Tidak ada informasi yang menarik perhatian
2) Kurang pengulangan atau tidak ada pengelompokan
informasi yang diperoleh.

58
3) Mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi
tersimpan.
4) Ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak.
5) Ingatan tidak pernah dipakai.
6) Materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai.
7) Adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang
menghambatnya untuk mengingat kembali.
g. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat
kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan
lupa. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi
yang dipelajari pada permulaan (original learning), melajar
melebihi penguasaan (overlearning), dan pengulangan dengan
interval waktu (spaced review).
h. Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah
dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari
materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti
aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, sikap atau respon-respon lain dari satu situasi ke
situasi lain.
2. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal yang sangat berpengaruh terhadap proses
belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain (Suminar,
2010):
a. Kondisi Belajar

Kondisi belajar,merupakan masukan yang dapat


menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat
dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Gagne
mengklasifikasikan ada 5 macam hasil belajar, yakni:
1) Keterampilan intelektual atau pengetahuan procedural yang
mencakup belajar diskriminasi, konsep,prinsip dan
pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang
disajikan dalam pembelajaran dikelas.
2) Strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-
masalah baru dengan jalan mengatur proses internal
masing-masing individu dalam memperhatikan belajar,
mengingat dan berfikir.
3) Informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan
sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-
informasi yang relevan.

59
4) Keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan
dan mengkordinasi gerakan-gerakan yang berhubungan
dengan otot.
5) Sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi
perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan
serta faktor intelektual.
b. Tujuan Belajar

Tujuan belajar merupakan komponen sistem


pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-komponen
lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang
hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang
dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar,
dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat
meningkatkan motivasi belajar.
c. Pemberian Umpan Balik

Pemberian umpan balik, merupakan suatu hal yang


sangat penting bagi siswa, karena memberikan informasi
tentang keberhasilan, kegagalan dan tingkat kompetensi.
B. Tokoh Teori Belajar Sinestik
a. Teori Belajar Menurut Lada

Salah satu penganut aliran sibernatik adalah Lev N. Landa. Ia


membedakan ada dua macam proses berfikir, yaitu prose berpikir
algoritmik dan proses berpikir heuristik. Uraian dari masing-masing
proses berfikir tersebut.
1. Proses Berfikir Algoritmik

Merupakan Proses berfikir sistematis, tahap demi tahap,


linier, konvergen, lurus menuju satu target tujuan tertentu. Landa
menyebutkan bahwa proses algoritmik proses yang terdiri dari
serangakaian operasi yang elementer yang terbentuk secara
seragam dan regular dibawah kondisi yang didefinisikan untuk
memecakan berbagai masalah.
2. Cara Berfikir Heuristik

Merupakan cara berfikir devergen, menuju beberapa target


atau tujuan sekaligus. Memahami suatua konsep yang
mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seorang
untuk menggunakan cara berfikir heuristik.

60
b. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott

Gordon Pask sebenarnya adalah seorang yang kehidupan


karirnya berkisar di dunia seni. Kontribusi utamanya adakah mengenai
“aesthetically-potent environments” yang diartikan sebagai “karya seni
yang merupakan sebuah sistem yang berevolusi secara independen
atau dengan melibatkan interaksi”. Pask mengatakan lingkungan
estetis potensial adalah suatu lingkungan yang dirancang
menyenangkan. Hal ini berarti bahwa untuk menggali potensi ataupun
dalam aktivitas belajar, lingkungan sekitar harus sedemikian rupa agar
menjadi lingkungan yang menyenangkan, sehingga memudahkan
seseorang untuk belajar.
Gordon Pask mendalami sibernetik bersama koleganya
Bernard Scott. Teori belajar Pask dan Scott termasuk dalam rumpun
teori pemrosesan informasi, dimana proses belajar sangat ditentukan
dengan sistem informasi yang dipelajari. Menurut teori pemrosesan
informasi, suatu informasi akan mengalami tahapan diterima, disandi,
disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan. Informasi diterima
disensori reseptor, kemudian disandi di working memory, dan disimpan
di long term memory. Informasi yang tersimpan di LTM tidak akan
terhapus atau hilang.
Teori belajar menurut teori Pask dan Scott yaitu agar
siswa mampu mengkaji materi yang telah dipelajari dan yang telah
didapati dari gurunya, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari hari. Menurut Pask dan Scott, ada 2 macam cara berpikir, yaitu
cara berpikir serialis dan cara berpikir menyeluruh.
1. Serialis
Pendekatan serialis yang dikemukakan Pask dan Scott memiliki
kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Siswa tipe serialis cenderung
berpikir secara algoritmik terutama dalam mempelajari bidang eksakta
seperti matematika. Seorang yang memiliki gaya serialis memilih
belajar dengan berproses dalam langkah langkah kecil yang logis,
berusaha untuk mendapatkan kejelasan pada setiap bagian sebelum
melangkah lanjut, mengejar jalur linear dalam tugas pembelajaran serta
menghindari penyimpangan. Siswa yang menggunakan strategi
penggunaan langkah langkah yang telah ditetapkan secara hirarkis
merupakan pembelajaran yang memiliki gaya pengajaran serialis.
2. Wholist
Cara berpikir menyeluruh wholist adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah

61
sistem informasi. Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung
mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak
ke yang lebih khusus atau lebih detail. Seorag wholist memilih untuk
belajar dalam cara cara yang berbeda, dan mendekati ide ide dari sudut
pandang yang berbeda pula. Pembelajar yang menggunakan strategi
pengajaran yang fleksibel dan kontekstual, tidak terikat oleh langkah
langkah hirarkis pentahapan pembelajaran merupakan pembelajar yang
memiliki gaya pengajaran holostik.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolahan informasi
menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek, ingatan
jangka panjang, dan sebagainya yang berhubungan dengan apa yang
terjadi pada otak kita dalam proses pengelolahan informasi. Namun,
menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal
mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tapi
juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itupun perlu
diketahui. Dari model ini dikembangkan prinsip belajar seperti proses
mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan bermakna, proses
mental mampu menyandi informasi secara bermakna, dan bermuara
pada pengorganissian dan pengaktualisasian informasi.
Teori Pask dan Scott selain dikembangkan dari teori sibernetik
juga dikembangkan dari conversation theory. Teori ini menganggap
sosial system as symbolic, dimana orientasinya pada system Bahasa
yang tanggapannya bergantung pada penafsiran seseorang atau salah
satu perilaku orang lain, dan makna tersebut disepakati melalui
percakapan. Teori tersebut juga menjelaskan interaksi antara dua atau
lebih sistem kognitif, seperti guru dan siswa atau perspektif berbeda
dalam satu individu.
Conversation memiliki beberapa kategori sebagai berikut:
a. Monolog, conversation yang lebih kepada proses internal pada diri
individu
b. Dialoge, digunakan untuk mencari mufakat
c. Dialektic, percakapan untuk mendapatkan kebenaran dari argument
logis yang berfokus pada pemikiran analitika dan informasi factual
d. Contruction, percakapan digunakan untuk membuat sesuatu yang
baru
Dampak pengiring kegiatan pembelajaran berlandaskan teori
Pask dan Scott sebagai berikut :
a. Sikap positif, guru yang menguasai teori ini tidak semata-mata
menilai hasil akhir melainkan proses berpikir siswa sehingga akan
membuat siwa lebih dihargai. Hal ini juga akan merubah pemikiran

62
mereka bahwa materi itu sulit menjadi materi itu mengasyikkan,
serta membuat siswa mau dengan tekun mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan sesegera mungkin
b. Kemandirian, kemandirian siswa akan terbentuk dari cara siswa
menuangkan sendiri hasil membaca buku materi dan dengan
dibantu oleh guru saat mereka mengalami kesulitan. Jadi guru tidak
secara terus mendikte siswa dalam menyelesaikan masalah
melainkan membimbing mereka sesuai dengan kesulitan mereka.
c. Kreativitas, pemberian kesempatan kepada siswa untuk memahami
materi dengan membaca dari buku teks dan mencoba sendiri
terlebih dahulu memecahkan masalah dengan pemahamannya
menjadikan siswa kreatif dalam berpikir.
Implementasi teori belajar Pask dan Scott dalam kegiatan
pembelajaran ialah dengan memproses informasi yang menitik
beratkan pada sistem informasi belajar. Teori Pask dan Scott
menghendaki siswa memproses informasi secara sistematik, linear,
konvergen, dan menuju satu tujuan. Siswa dapat menyelesaikan
permasalahan mulai dari pengertian awal, diteruskan sampai
mendekati hasil dan menarik kesimpulan. Menghendaki siswa untuk
mampu berpikir melompat kedepan dan langsng kegambaran lengkap
adalah maksud lain teori Pask dan Scott.
C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sibernetik
a. Kelebihan Teori Belajar Sibernetik
1) Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol;
2) Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis;
3) Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap;
4) Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang
ingin di capai;
5) Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya, kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai
dengan irama masing-masing individu.
6) Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan.
b. Kelemahan Teori Belajar Sibernetik
Terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan
kuran memperhatikan bagaimana proses belajar. Teori sibernetik
dikritik sebab tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga
hal ini menyulitkan penerapannya. Jika teori humani lebih dekat
kedunia filsafat, teori sibernetik ini lebih dekat ke psikologi dan
informasi. Selain itu pemahaman kita terhadap mekanisme kerja otak

63
masih terbatas mengakibatkan pengetahuan tentang bagaimana
informasi diolah menjadi sangat terbatas.
D. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran Biologi
Aplikasi teori belajar sibernetik sebagaimana yang dikemukakan
oleh Suciati dan Prasetya Irwan (Thobroni, 2015) kegiatan pembelajaran
dapat diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran;
2. Menentukan materi pembelajaran;
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran;
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut (apakah algoritmik atau heuristik);
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya;
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran
Implementasi teori sibernetik dalam pembelajaran yang
dikembangkan oleh beberapa tokoh salah satunya adalah dengan
pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang
dikembangkan oleh  Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan
Tennyson yaitu bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan
dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan
penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan
kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam
ingatan (retrieval).
Alur Pembelajaran Sibernetik teori-praktik menurut Simundza,
langkah langkah Sibernetik teori-praktik adalah:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam
bekerja secara matematik menggunakan teknologi komputer.
2. Mengorganisasikan siswa kedalam beberapa kelompok kerja dan
masing masing berjumlah 2-3 orang.
3. Menyajikan informasi berupa teori  dan latihan melalui LKS.
4. Membimbing kelompok belajar dan bekerja siswa dalam
menyelesaikan LKS.
5. Mengarahkan siswa dalam melakukan manipulasi-manipulasi
matematis dengan menggunakan software pembelajaran untuk
memahami konsep matematika secara utuh.
6. Mendiskusikan hasil manipulaasi tersebut dan dijadikan sebagai bahan
untuk mengonstruksi pengetahuan konseptual matematika.
7. Memberi penghargaan kepada kelompok yang telah mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.

64
DAFTAR PUSTAKA
Belajar dan Pembelajaran. https://akademik.uhn.ac.id/ diakses (28 Januari)
Pane, Aprida dan Muhammad Darwin Dasopang. 2017. Jurnal Kajin Ilmu-Ilmu
Keislaman : Belajar dan Mengaja. Vol.03 No.2 Desember 2017.
Sumatera Utara : IAIN Padang Sidumpuan.
Sastra, Area. 2012. Pengertian dan Hakikat Mengajar.

65
http://kotekarea.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-hakikat-
mengajar.html _Unhalu. Sulawesi Tenggara. dikases (28 Januari)
https;//digilib.uinsby.ac.id diakses (28 Januari)
R Kalradema.2017. BAB II Kajian Pustaka : Hakikat Belajar, Mengajar dan
Pembelajaran. Jambi : UNJA.
Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Drs. Alex Sobur, M. Si. Psikologi Umum. Jakarta: (Hal 240 – 244)
Kartadinata, Sunaryo dkk. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung:
Depdikbud.

Paulina, Panen. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : UT.


Purwanto, Ngalim. 1990 . Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.
Rajawali.
Budiningsih, Asri.2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Rinika
Cipta.
Fachrurrazi, Aziz dkk.2010.Pembelajaran Bahasa asing.Jakarta: Bania Publising
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Chicago: Rand Mc.
Nally.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon.
Smith, Mark K. Dkk. 2010. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta:
Mirza Media Pustaka.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan
Aplikasi.
Jakarta: Pakar Raya.
Zalyana. 2010. Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab. Pekanbaru:  Almujtahadah
Pres.
Husamah, Pantiwati, Y., Restian, A., & Sumarsono, P. 2018. Belajar dan
Pembelajaran. Malang: UMM Press.

66
Sukmadina. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Makasar : Fakultas Tarbiyah
dan
Keguruan, UNHAS.
Eson, M.E (1972) Psychological Foundation, N.Y : Holt, Rinehart and Winston,
Inc . Part 2 and 3.
Omroed, Jeanne. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa
Tumbuh Berkembang . Jakarta: Erlangga.
Sukmadina. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Makasar : Fakultas Tarbiyah
dan

Keguruan, UNHAS.

Eson, M.E (1972) Psychological Foundation, N.Y : Holt, Rinehart and Winston,

Inc . Part 2 and 3.

Omroed, Jeanne. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa

Tumbuh Berkembang . Jakarta: Erlangga.

Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.

Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta : UT

Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality: Principles and Implication of


Cognitive

Psycology. San Fransisco: Freman and Company.

Sutiah. 2003. Buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Negeri

Malang.

Syah, Muhibbin. 1996.  Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja : Rosdakarya.

67
68

Anda mungkin juga menyukai