PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara
sengaja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik. Proses belajar dan pembelajaran
merupakan dua istilah yang selalu berkaitan. Adanya kemampuan untuk belajar dapat
memberikan banyak manfaat bagi perkembangan peradaban manusia baik secara
individual maupun kelompok (masyrakat). Secara individual, kemampuan belajar dapat
mengantarkan seseorang pada perkembangan pribadi yang mengarah pada tebentuknya
pola kecakapan intelektual, kecakapan hidup, serta penguasaan keterampilan-
keterampilan tertentu. Bagi masyarakat, kegiatan belajar memainkan peranan penting
dalam proses pewarisan nilai-nilai budaya antar generasi. Hasil yang diperoleh dari
proses belajar baik berupa temuan-temuan ilmiah maupun hasil percobaan yang
berlangsung terus menerus dari waktu ke waktu selalu terwariskan dan terus
berkembang dari generasi ke generasi. Hal inilah yang menjadikan masyarakat manusia
selalu berkembang secara dinamis.
Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar peserta didik, berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian
rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik.
Istilah pembelajaran ini lebih dipengaruhi oleh perkembangan teknologi untuk
kebutuhan belajar, dimana peserta didik difasilitasi untuk dapat berkreativitas secara
individual maupun kelompok dalam proses pembelajaran. Melalui perkembangan
teknologi yang sangat pesat, semakin mempermudah peserta didik dalam belajar.
Kemajuan teknologi harus mampu dimanfaatkan guna meningkatkan hasil belajar, tanpa
melupakan prinsip-prinsip belajar. Untuk menciptakan dan menghasilkan kegiatan
belajar yang menyenangkan, perlu diketahui berbagai landasan yakni prinsip-prinsip
maupun teori belajar. Prinsip ini dijadikan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran,
baik bagi peserta didik maupaun bagi guru dalam upaya mencapai hasil yang
diinginkan.
C. JENIS-JENIS BELAJAR
1. Menurut Robert M. Gagne
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar.
Karena itu banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada
delapan tipe belajar:
a. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi
sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam
konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang
memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan
diangkat kemudian diturunkan.
b. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap
stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement)
sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru
memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang
kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru memberi pertanyaan kemudian murid
menjawab.
c. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat
gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam
urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal
membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
2. Menurut Bloom
Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal sebagai
pencetus konsep taksonomi belajar. Taksonomi Belajar adalah pengelompokkan tujuan
berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga domain belajar yaitu
:
a. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau
nalar. Kawasan ini tediri dari:
1) Pengetahuan (Knowledge).
2) Pemahaman (Comprehension).
3) Penerapan (Aplication).
4) Penguraian (Analysis).
5) Memadukan (Synthesis).
6) Penilaian (Evaluation).
b. Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya. Kawasan ini terdiri dari:
1) Penerimaan (receiving/attending).
2) Sambutan (responding).
3) Penilaian (valuing).
4) Pengorganisasian (organization).
3. Menurut UNESCO
UNESCO telah mengeluarkan kategori jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar
dalam kegiatan belajar ( A. Suhaenah Suparno, 2000 ) :
a. Learning to know
Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar, dalam hal ini ada
tiga aspek: apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang belajar.
b. Learning to do
Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu mempersiapkan
diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi, dalam hal ini menekankan
perkembangan keterampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.
c. Learning to live together
Belajar ini ditekankan seseorang atau pihak yang belajar mampu hidup bersama,
dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu berinteraksi
dengan orang lain secara harmonis.
d. Learning to be
Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara maksimal. Setiap
individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Dengan learning
to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan kelemahanya
dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah
sebagai
berikut:
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah Masalah
itu diperjelas dan dibatasi.
b. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
c. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian
hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau
ditolak.
d. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku
sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada
kesimpulan.
e. Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai
berikut.
1. Kesadaran akan adanya masalah.
2. Merumuskan masalah.
3. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
4. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
5. Menerima hipotesis yang benar.
E. Pengertian Prinsip Belajar
Prinsip Belajar Menurut Gestalt Adalah suatu transfer belajar antara pendidik
dan peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar
mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan
mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan
pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies adalah suatu komunikasi terbuka
antara pendidik dengan peserta didik sehingga peserta didik termotivasi belajar yang
bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan
pendidik lewat metode yang menyenangkan peserta didik.
10 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
Dalam proses pembelajaran, guru di tuntut untuk mampu mengembsngkan
potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya
perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang
yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalaagi dalam waktu yang sangat
singkat. Meskipun demikian, indikator terjadinya perubahan ke arah perkembangan
kepada peserta didik dapat dicerrmati melalui instrumen-instrumen pembelajaran yang
dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran harus
mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-potensi anak tersebut.
Agar aktifitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada
upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip maka pembelajaran harus
dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan
internal siswa untuk belajar. Berdasarkan Pendapat para Ahli, disimpulkan bahwa
Prinsip Belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar
Proses Belajar dan Pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan
peserta didik.
11 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
didik perlu dibangkitkan perhatiannya. Di samping perhatian, motivasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan
dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372). “Motivation is
the concept we use when we describe the force action on or whitin an organism yo
initiate and direct behavior”
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat
merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan
salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa peserta didik tertarik dalam
kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya
yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik dalam bidang pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Peserta didik yang memiliki
minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan
dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya.
Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan
motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan
dengan minat peserta didik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Sikap peserta didik, seperti halnya motif menimbulkan dan mengarahkan
aktivitasnya. Peserta didik yang menyukai matematika akan merasa senang belajar
matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya.
Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri
peserta didik terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik
adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai
contoh, seorang peserta didik yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata
pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan
motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya
tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, peserta didik belajar sungguh-sungguh
12 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh
keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah
penyerta dari keberhasilan belajar.
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan.
Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu
objek.Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya
akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian
peserta didik terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu
objek dapat diakibatkan oleh dua hal:
a. Orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya
umpamanya dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
b. Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang
lain dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Dari uraian kedua hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa,
1) Belajar dengan pernah perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan
hasilnya akan lebih baik.
2) Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap
pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau
minat peserta didik.
b) Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya
penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat
belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
2. Keaktifan Belajar
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk
yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan
dan aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri. Mon Dewey mengemukakan bahwa “belajar adalah menyangkut apa
yang harus dikerjakan peserta didik untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang
dari peserta didik sendiri.” Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916.
dalam Dak ks, 1937:3 1).
13 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
Dalam setiap proses belajar, peserta didik selalu menampakkan keaktifan.
Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita
amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh
kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain. Seperti yang telah
dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan
emosional. Bila ada peserta didik ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung,
akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu,
Pada hakikamya peserta didik tersebut tidak ikut belajar. Oleh karena itu guru jangan
sekali-kali membiarkan ada peserta didik yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari
sekedar mengaktifkan peserta didik belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar
aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas
belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar
lain. Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar
aktivitas belajar peserta didik, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah
satu mata pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan
belajar yang bagaimana yang harus peserta didik anda lakukan, supaya kadar aktivitas
belajair mereka relatif tinggi. Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan
deingan guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program.
3. Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dikatakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh peserta
didik yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut
pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik tidak
sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang
belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsng dalam
perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati
14 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara
pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey
dengan “leaming by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung.
Belajar harus dilakukan oleh peserta didik secara aktif, baik individual maupun
kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan peserta didik di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik
semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional,
keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan,
dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat,
dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh
teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal,
merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-
daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi
tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan
menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi
Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari
salah satu hukum belajarnya “law of exercise“, ia mengemukakan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Seperti kata pepatah “latihan menjadikan sempurna” (Thomdike, 1931b:20. dari
Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51). Psikologi Conditioning yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan
pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons
akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan.
15 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya peserta
didik berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti
ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat
dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau
respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang
sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu
oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar
walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-
daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar
adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat
dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih
relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan
latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang
menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).
5. Sifat Merangsang Dan Menantang Dari Materi Yang Dipelajari
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam,
situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi
belajar peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat
hambatan yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi
hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu
telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan
baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang Kuat
untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah menantang.tantangan yang
dihadapi dalam bahan belajar membuat peserta didik bergairah untuk mengatasinya.
Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu
dipecahkan membuat peserta didik tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang
memberi kesempatan pada peserta didik untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan peserta didik berusaha mencari dan
16 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar
yang telah mendan saja kurang menarik bagi peserta didik.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan
bagi peserta didik untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan
positif maupun negatif juga akan menantang peserta didik dan menimbulkan motif
untuk memperoleh gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
6. Pemberian Balikan Atau Umpan Balik Dan Penguatan Belajar
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama
ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori
conditioning yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning
yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar adalah law of effect – nya
Thomdike. Peserta didik akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan
yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namum
dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984:
272).
Peserta didik belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam
ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang
baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak
yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik
kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk
dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat.
Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini peserta didik mencoba menghindar dari
peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut escape
conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode
penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan
terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh peserta didik setelah
belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat peserta didik terdorong
untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
17 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
BAB III
KESIMPULAN
18 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin dan Esa. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media Pustaka.
Dimyati, dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:PT Rineka Cipta.
19 | B E L A J A R D A N P E M B E L A J A R A N