Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Fisika di SMA


Belajar menurut Gagne merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)
stimulasi yang berasal dari lingkungan,dan (ii) proses kognitif yang dilakukan
oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,
menjadi kapabilitas baru (Dimyati dan Mudjiono, 2009).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
dimanapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
yang mempelajari tentang gejala-gejala alam dari segi materi dan energi
(Sutrisno, dkk., 2007). Domi Severinus (2013) menyebutkan bahwa pada
hakikatnya fisika dibangun atas tiga dimensi yaitu dimensi proses, dimensi
produk (pengetahuan), dan dimensi sikap. Pada dimensi proses, fisika
dipandang sebagai serangkaian kegiatan penemuan gejala-gejala alam yang
runtut, analistis, cermat, dan lengkap yang disebut dengan metode ilmiah.
Sedangkan pada dimensi produk (pengetahuan), fisika merupakan kumpulan
prinsip, teori, hukum, konsep, model dan fakta yang didapatkan melalui

7
8

kegiatan eksperimen yang valid dan sesuai dengan metode ilmiah.


Selanjutnya,. dimensi sikap memandang fisika sebagai cabang ilmu yang
menekankan pada pembentukan sikap ilmiah.
Rizky Nilmala (2016) menyatakan bahwa pembelajaran fisika sulit
dilakukan di sekolah karena menuntut peserta didik untuk mampu berpikir
kritis dalam memahami gejala-gejala dan konsep-konsep fisika di alam.
Sementara itu, fisika adalah substansi yang penting serta harus diajarkan di
sekolah sehingga dapat membentuk peserta didik yang menguasai konsep
(pengetahuan), memiliki sikap ilmiah dan keterampilan proses (Mundilarto,
2012). Ilmu fisika akan memberikan informasi tentang alam, hukum-hukum
serta penemuan konsep-konsep penting dalam perkembangan ilmu sains. Oleh
sebab itu, pembelajaran fisika harus diarahkan pada kegiatan yang mendorong
peserta didik aktif dalam setiap hal, baik secara fisik (keterampilan), mental-
intelektual (pengetahuan), maupun sosial (proses).
Pembelajaran fisika akan lebih cepat dipahami apabila diajarkan sesuai
dengan hakikat fisika, yaitu melalui pendekatan saintifik yang berbasis pada
eksperimen. Akan tetapi fisika tidak hanya sekedar pelaksanaan eksperimen
semata, kemampuan multi representasi akan mendorong peserta didik untuk
mampu memahami materi fisika dengan lebih mudah. Guru dan peserta didik
memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran fisika dapat tercapai dengan sempurna (Mundilarto, 2012).
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa pada tingkat
SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata
pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain
memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika
dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang
berguna untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Kedua,
mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan
yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi
serta mengembangkan ilmu dan teknologi (Depdiknas, 2008).
9

2.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme


Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali
dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan
Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa
“mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti
bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika Ia dapat menjelaskan unsur-
unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997).
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil
konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan
lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005) bahwa
konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi
pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah
dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari
interaksi dengan lingkungannya.
Konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan
pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat
diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan
akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan
lingkungannya (Karli dan Yulia, 2003).
Wadsworth (1989) menyatakan bahwa konstruktivisme dibedakan
dalam dua tradisi besar yaitu konstruktivisme psikologis (personal) dan sosial.
Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget)
dan yang lebih sosial (Vygotsky) sedangkan konstruktivisme sosial berdiri
sendiri (Kukla). Piaget menekankan aktivitas individual, melalui assimilation
dan accommodation dalam pembentukan pengetahuan; sedangkan Vygotsky
menekankan pentingnya masyarakat dalam mengkonstruksi pengetahuan
ilmiah.
Dalam pandangan Piaget (Wadsworth, 1989), proses konstruksi
pengetahuan terdiri dari 4 tahap, yaitu:
10

1. Schematic
Proses schematic akan menghasilkan skema-skema yaitu suatu
struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema akan
beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skema
bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian
proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik
dan tidak dapat dilihat. Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan
mental, konstruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan
naluri.
2. Assimilation
Assimilation adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Assimilation
dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang
telah ada. Setiap orang selalu secara terus menerus mengembangkan
proses asimiliasi. Proses assimilation bersifat individual dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
sehingga pengertian orang berkembang.
3. Accommodation
Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang
tidak dapat melakukan proses assimilation pada pengalaman baru dengan
skema yang telah dipunyai. Dalam keadaan seperti ini mereka akan
mengadakan accommodation, yaitu (1) membentuk skema baru yang
cocok dengan rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi skema yang
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak
mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat.
Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang
pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia datang ke kebun binatang, di mana
ada puluhan bahkan ratusan binatang yang jumlah kakinya ada yang lebih
11

dari empat atau bahkan tanpa kaki. Anak tadi mengalami bahwa skema
lamanya tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia
mengadakan accommodation dengan membentuk skema baru bahwa
binatang dapat berkaki dua, empat atau lebih bahkan ada yang tanpa kaki
namun semua disebut binatang.
4. Equilibrium
Proses assimilation dan accommodation perlu untuk perkembangan
kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang diperlukan
keseimbangan antara assimilation dengan accommodation. Proses ini
disebut equilibrium, yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses assimilation dan accommodation. Proses tersebut
berjalan terus dalam diri individu melalui assimilation dan
accommodation. Equilibrium membuat seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema). Bila terjadi
ketidakseimbangan, maka seseorang terpacu untuk mencari keseimbangan
dengan jalan assimilation atau accommodation.

Selanjutnya, Suparno (2001) menyatakan bahwa secara garis besar


prinsip-prinsip konstruktivisme adalah :
a. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri, baik secara personal
maupun secara social, berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah
ada sebelumnya;
b. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali dengan
keaktifan peserta didik sendiri untuk bernalar;
c. Peserta didik aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah;
d. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi peserta didik berjalan mulus.
12

2.1.3 Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) sebagai Perangkat Belajar


Unit Kegiatan Belajar Mandiri merupakan satuan pelajaran yang kecil
yang disusun secara berurutan dari yang mudah sampai ke yang sukar. UKBM
sebagai perangkat belajar bagi peserta didik untuk mencapai kompetensi
pengetahuan dan keterampilan pada pembelajaran dengan menggunakan
Sistem Kredit Semester (SKS). Isi UKBM mengutamakan pemberian stimulus
belajar yang memungkinkan tumbuhnya kemandirian dan pengalaman peserta
didik untuk terlibat secara aktif dalam penguasaan kompetensi secara utuh
melalui pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student active).
Melalui UKBM kita juga dapat mengembangkan strategi pembelajaran mandiri
yang membantu peserta didik mencapai ketuntasan belajar. Untuk itu, UKBM
sangat penting untuk dikembangkan oleh guru mata pelajaran pada sekolah
penyelenggara SKS.
Seorang guru yang disekolahnya menerapkan SKS dituntut untuk
mampu menyediakan UKBM (Unit Kegiatan Belajar Mandiri) yang bersumber
dari BTP (Buku Teks Pelajaran) dan berbasis KD (Kompetensi Dasar) yang
telah ditentukan. Dalam penerapan pembelajaran dikelas, guru sepenuhnya
menjadi fasilitator utama sehingga dibutuhkan kreativitas masing-masing guru
untuk membuat UKBM yang berguna menarik peserta didik dalam belajar.
UKBM didefinisikan dan disusun secara berurutan dari tingkat mudah hingga
sukar untuk membantu peserta didik belajar mandiri agar mencapai ketuntasan
dan hasil belajar yang telah ditentukan.
Pemerintah merancang UKBM sebagai penunjang proses belajar
mengajar dan sebagai perangkat pembelajaran yang utuh dengan Sistem Kredit
Semester (SKS). Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan
dalam Satuan Kredit Semester yang harus ditempuh tiap peserta didik. SKS
yang merupakan bentuk pengembangan penyelenggaraan pendidikan dirancang
untuk melayani peserta didik menyelesaikan beban belajar sesuai dengan
kemampuan, minat, bakat dan kecepatan belajarnya. Melalui UKBM dalam
SKS ini, peserta didik diharapkan dan dimungkinkan dapat menyelesaikan
13

program pendidikannya lebih cepat dari periode belajar pada umumnya yang
telah ditetapkan dalam setiap satuan pendidikan.
Satuan Kredit Semester dengan metode UKBM mulai diterapkan secara
bertahap pada kelas VII pada SMP/MTs atau kelas X pada
SMA/MA/MAK/SMK di tahun ajaran 2017/2018. Peraturan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 tahun 2014 tentang Satuan Kredit
Smester (SKS) terdapat kebijakan baru berupa penggunaan UKBM sebagai
perangkat belajar peserta didik diharapkan dapat membantu peserta didik agar
lebih aktif dan lebih mandiri dalam pembelajaran.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem kredit semester yang pertama
adalah fleksibel; yaitu peserta didik dapat mengatur dan menentukan sendiri
belajar secara mandiri. Peserta didik difasilitasi oleh fleksibilitas dalam
memilih mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar. Prinsip kedua
adalah keunggulan, yaitu peserta didik memperoleh kesempatan belajar yang
sesuai dengan minat, kecepatan belajar, bakat serta kemampuan masing-
masing sehingga pembelajaran dan kemandirian dapat optimal. Prinsip ketiga
adalah maju berkelanjutan, yaitu peserta didik tanpa harus peserta didik yang
lain dapat langsung mengikuti mata pelajaran, muatan atau program lebih
lanjut sesuai dengan kecepatan belajar yang dimiliki. Prinsip terakhir yaitu
harus memiliki keadilan, peserta didik harus mendapatkan kesempatan
belajaran dan perlakuan sesuai dengan kapasitas belajar yang dimiliki.
Adanya UKBM diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik dalam
mengembangkan potensinya berdasarkan memampuan dan minat bakatnya
sesuai dengan fungsi pendidikan yaitu dimana pendidikan merupakan proses
sistematik untuk meningkatkan martabat manusia serasa holistik yang
memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif dan psikomotor) berkembang
secara optimal. Hal ini juga sejalan denga fungsi UKBM yang dijelaskan pada
buku Panduan UKBM yang diterbitkan oleh direktorat pembinaan sekolah
menengah atas Kemendikbud yatu UKBM mengutamakan pemberian stimulus
belajar guna memungkinkan tumbuhnya kemandirian, pengalaman peserta
pendidik agar terlibat secara aktif dan penguasaan kompetensi secara utuh
14

melalui pembelajaran student active atau pembelajaran yang berpusat pada


peserta didik sehingga dapat mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi.
(Panduan Pengembangan UKBM, 2017).
Menurut Muhammad Fadillah (2014), berdasarkan empat prinsip SKS
tersebut, UKBM dirancang untuk memenuhi pembelajaran mandiri setiap
peserta didik secara efisien dan efektif, sehingga dapat membantu untuk
memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Perlu diketahui, penerapan UKBM
didasarkan pada salah satu prinsip dalam pembelajaran kurikulum 2013 yaitu
peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta
didik.
UKBM dengan bahan ajar berbasis bahan ajar secara garis besar
memiliki karakteristik yang sama, hanya saja dalam UKBM isi lebih padat dan
rinci serta mengutamakan kemandirian peserta didik. Menurut Depdiknas
(2008:6), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan yang tidak
tertulis. Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching
atau mengajar dan material atau bahan. Untuk menghasilkan bahan ajar yang
mampu meningkatkan motivasi dan efektifitas penggunaannya, maka bahan
ajar harus memiliki beberapa karakteristik, yaitu Self Instructional, Self
Contained, Stand Alone, Adaptive, User Friendly (Depdiknas, 2008), yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Self Instructional
Merupakan karakteristik yang penting dalam bahan ajar, dengan karakter
tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung
pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka bahan ajar
harus:
1) Membuat tujuan yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
15

2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan


yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas.
3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan
materi pembelajaran.
4) Terdapat soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan peserta didik.
5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas
atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran
8) Terdapat instrument penilaian, yang memungkinkan peserta didik
melakukan
penilaian sendiri (self assessment)
9) Terdapat umpan balik atas peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi.
10) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang
mendukung materi pembelajaran.
b. Self Contained
Bahan ajar dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam bahan ajar tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi
pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas ke dalam satu
kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi
dari satu standar kompetensi, harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan keluasan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta
didik.
c. Stand Alone
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik bahan ajar yang
tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau tidak harus digunakan
bersama-sama dengan media lain. Sehingga peserta didik tidak perlu
menggunakan bahan ajar lain untuk mempelajari bahan ajar tersebut. Jika
16

peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar selain bahan
ajar yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak termasuk sebagai bahan
ajar yang berdiri sendiri.
d. Adaptive
Bahan ajar hendaknya memiliki adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptive jika bahan ajar tersebut
dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta fleksibel/luwes.
e. User Friendly
Bahan ajar juga hendaknya memenuhi kaidah user friendly atau
bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi
yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk
kemudahan pemakaian dalam merespon dan mengakses sesuai dengan
keinginan. Bahan ajar disusun dengan menggunakan kalimat aktif dengan
bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang
umum digunakan.
Panduan Pengembangan UKBM ini secara khusus berlandaskan pada
ketentuan sebagai berikut : 1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kelulusan; 2) Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi; 3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses; 4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian; 5) Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi
Dasar; 6) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun
2014 tentang Sistem Kredit Semester; 7) Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kredit Semester yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2017.
(Direktorat Pembinaan SMA Kemendikbud, 2017).
17

Jika merujuk pada karakteristik bahan ajar, karakteristik dalam UKBM


telah dijelaskan secara rinci yang didasarkan pada buku panduan
pengembangan UKBM yang meliputi:
a. Berbasis KD
b. Kelanjutan atau pengembangan terhadap penguasaan BTP (Buku Teks
Pelajaran)
c. Dapat mengukur ketuntasan serta pencapaian kompetensi setiap mata
pelajaran
d. Bentuk kegiatan pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student
active) dengan menggunakan metode ataupun model pembelajaran yang
menggunakan pendekatan saintifik (berbasis proses keilmuan) ataupun
pendekatan lain yang sesuai dan relevan.
e. Memanfaatkan teknologi pembelajaran sesuai dengan konsep dan prinsip
Techno Pedagogical Content Knowledge (TPACK).
f. Kegiatan pembelajaan mendidik dan dialogis yang bermuara pada
berkembangnya kecakapan hidup abad 21 atau dikenal dengan 4C
( Critical thinking, Creativity, Collaboration, Communication) atau
berpikir kritis, bertindak kreatif, bekerjasama, dan berkomunikasi. Serta
tumbuhnya HOTS (High Order Thinking Skills) atau Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi, yang tidak dapat dilepaskan dari LOTS (Lower
Order Thinking Skills) atau Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah. Oleh
karena itu, seluruh proses berpikir harus dikembangkan dalam suatu
kesatuan proses psikologis-pedagogis secara utuh. 7. Bersifat terapan pada
tingkat berpikir analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6).
g. Dapat mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya sebagai pembelajar yang aktif dan cepat.
h. Suasana dan proses kegiatan pembelajaran merupakan kondisi yang
menentukan keberhasilan UKBM, oleh karena itu pembelajarannya harus
dirancang secara menarik, merangsang, dinamis, menginspirasi serta
meyakinkan peserta didik bahwa kompetensi yang sedang dipelajarinya
18

dapat difahami secara mudah, dikuasai secara sederhana dan bermakna


untuk kehidupan.
i. Penampilan UKBM menarik minat belajar peserta didik.
(Panduan Pengembangan UKBM, 2017)

Begitupun dalam proses penyusunan bahan ajar. Menurut Lestari


(2013), sebuah bahan ajar yang baik harus mencakup: petunjuk belajar
(petunjuk guru serta peserta didik), kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, latihan-latihan serta petunjuk kerja yang dapat berupa lembar kerja
(LK) ataupun evaluasi. Jika didasarkan pada bahan ajar, penyusunan UKBM
harus disesuaikan juga dengan prinsip-prinsip acuan UKBM. Berikut adalah
Prinsip-prinsip UKBM:
a) Matery Learning (Pembelajaran Tuntas)
UKBM sangat mengutamakan prinsip ketuntasan belajar secara mandiri
dan individual sehingga menpersyaratkan peserta didik menguasai secara
tuntas seluruh materi pembelajaran dengan KI dan KD mata pelajaran
sesuai dengan kecepatan belajar peserta didik baik pembelajar cepat,
normal ataupun lambat.
b) Proses pembelajaran UKBM berlangsung secara interaktif,
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk membangun karakter,
pengetahuan, sikap, serta keterampilan melalui transformasi pengalaman
belajar melalui pembelajaran tatp muka, mandiri dan terstruktur.
c) Berbasis KD, UKBM dibuat untuk memfasilitasi peserta didik secara
bertahap dan berkelanjutan dalam memahami pembelajaran dan
menguasai unit-unit pembelajaran dalam suatu pembelajaran yang telah
disusun. Dengan demikian, masingmasing peserta didik dapat menguasai
kompetensi sesuai dengan gaya dan kecepatan gaya belajarnya.
d) UKBM dirancang untuk dapat digunakan untuk di segala kegiatan
pembelajaran baik pembelajaran klasikal, kelompok maupun individual
sesuai dengan peserta didik yang kebutuhannya bervariasi.
e) UKBM memuat tujuan pembelajaran untuk mencapai KD.
19

f) UKBM mampu mengevaluasi ketercpaian KD. UKBM disusun dan


dikembangkan berbasis KD oleh karena itu UKBM mempresentasikan
pencapaian KD.
g) Setiap UKBM diakhiri dengan adanya tes dan penilaian formatif sebagai
tanda tuntas UKBM satu sehingga berlanjut ke UKBM selanjutnya.
h) Bersifat komunikatif sehingga masing - masing peserta didik baik secara
individu maupun kelompok dapat berinteraksi dengan UKBM.
i) Berbasis kegiatan, pengembangan UKBM pada prinsipnya memyediaan
pembelajaran dengan pelayanan yang utuh kepada peserta didik baik
secara individu ataupun kelompok yang dapa dipelajari secara mandiri atas
prakarsa sendiri.
j) UKBM bersifat hangat, cerdas dan ramah. Hangat sebab UKBM harus
disusun menarik minat belajar peserta didik, membangun rasa penasaran
dan terbuka. Cerdas sebab UKBM ddisusun bervariasi sehigga dapat
mencerdaskan peserta didik, fokus pembelajarannya jelas, aktivitasnya
jelas, dan tujuan pembelajarannya jelas. Ramah sebab UKBM bahasanya
mudah dipahami, dan menarik untuk selalu menyisakan pertanyaan yang
perlu ditindaklanjuti oleh peserta didik.

Berdasarkan segi prinsip dan karakteristik penyusunannya, UKBM


dapat digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran matematika dapat
dirancang untuk memenuhi pembelajaran peserta didik dalam implementasi
SKS (Sistem Kredit Semester) karrena secara garis besar UKBM memiliki
banyak persamaan dengan bahan ajar lainnya dan sangat relevan untuk
mengasah kemandirian peserta didik. (Direktorat Pembinaan SMA
Kemendikbud, 2017).

2.1.4 Komponen Unit Kegiatan Belajar Mandiri


Implementasi UKBM didasarkan pada beberapa komponen yang menjadi
dasar dalam setiap proses penyusunan UKBM. Berdasarkan buku panduan
20

pengembangan unit kegiatan belajar mandiri yang diterbitkan oleh direktorat


pembinaan sekolah menengah atas kemendikbud komponen pengembangan
UKBM meliputi Buku Teks Pelajaran (BTP) sebagai sumber belajar utama yang
dapat diperkaya dengan sumber-sumber yang lebih aktual dan relevan,
kompetensi inti (KI) dan komponen dasar (KD), tugas dan pengalaman belajar
sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, dan alat evaluasi diri. Komponen ini
hampir sama dengan apa yang dijelaskan oleh Ovanda dalam membuat bahan ajar
belajar individu, komponen tersebut meliputi:
a. Self-assesment of needs (penilaian kebutuhan individu), bahan ajar yang
digunakan harus mampu memfasilitasi peserta didik dalam
mengidentifikasi kompetensi dasar yang akan dipelajari sehingga dari hal
tersebut peserta didik mengetahui kegiatan belajar yang paling tepat untuk
mereka.
b. Content delivery (penyampaian konten), penyampaian konten dalam bahan
ajar harus secara rinci dan menarik seperti penggunaan flip-chart, sistem
video, paket komputer dan lain-lain.
c. Sources for further investigation (sumber untuk identifikasi lebih lanjut),
peserta didik harus mempunyai beberapa bahan atau sumber untuk
memperluas, memverifikasi atau untuk menganalisis konten dari
prespektif yang berbeda.
d. Individual study guide (panduan belajar individu), bahan ajar harus
memiliki bebrapa pertanyaan reflektif dalam rangka membimbing peserta
didik dalam mengerjakan bahan ajar sesuai dengan isi konten yang
diberikan.
e. Collaborative group learning guide (panduan belajar kelompok), bahan
ajar yang digunakan harus memberikan stimulus kepada peserta didik
dalam berkolaborasi untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait
dengan topik yang sedang dipelajari. Selain itu, dengan adanya bahan ajar
mampu meningkatkan kemampuan intrapersonal guru sehingga mampu
mengoptimalkan kondisi emosi peserta didik.
21

f. Performance products (kinerja produksi), terdiri dari serangkaian saran


yang akan memandu peserta didik dalam merancang dan melaksanakan
proyek atau kegiatan yang dapat menggambarkan kemampuan mereka.
g. Evaluation (evaluasi), memberi kesempatan peserta didik dalam
mengevaluasi penerapan bahan ajar tujuannya untuk menilai efektivitas
semua komponen dalam setiap menggunakan bahan ajar pembelajaran
individu.

Merujuk pada komponen UKBM, hal yang perlu diperhatiakan adalah


pemetaan konsep dasar KD. Fadillah mendefinisikan kompetensi dasar sebagai
kemampuan peserta didik untuk mencapai komopetensi inti yang harus
diperoleh dalam proses pembelajaran. Sementara dalam permendikbud no. 24
tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam sistem
pembelajaran kurikulum 2013 menyatakan kompetensi dasar sebagai
kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik
untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang
mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi dasar yang terdapat dalam UKBM
merupakan indikator yang harus dicapai oleh peserta didik dalam memenuhi
ketuntasan belajar, sehingga dapat tercapai stadar kompetensi lulusan yang
diharapkan.

2.1.5 Implementasi Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)


Sebelum memahami implementasi UKBM, harus mencermati alur
pengembangannya terlebih dahulu. Pada alur pengembangan UKBM ini akan
diuraikan tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika ingin megembangkan
UKBM. Ada sebelas tahapan yang harus dilakukan dalam pengembangan
UKBM diantaranya (1) Pemetaan KD; (2) Prota; (3) Prosem; (4) Penyusunan
Silabus; (5) Penyusunan RPP; (6) Penentuan Jumlah UKBM; (7) Pengkodean
UKBM; (8) Pengembangan UKBM; (9) Penilaian UKBM; (10) Implementasi
UKBM; dan (11) Penilaian Hasil. Alur pengembagan UKBM dapat anda ikuti
pada gambar berikut.
22

PEMETAAN KD PROTA PROSEM PENYUSUNAN


SILABUS

PENGEMBANGAN PENGKODEAN PENENTUAN PENYUSUNAN


UKBM UKBM JUMLAH UKBM RPP

PENILAIAN UKBM IMPLEMENTASI PENILAIAN HASIL


UKBM BELAJAR

Gambar 2.1 Alur Pengembangan UKBM

Berikut adalah keterangan langkah-langkah alur pengembangan UKBM


a. Pemetaan KD dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Memetakan KD atau mengatur linierisasi/kerunutan pasangan KD setiap
mata pelajaran. Menata urutan logis (logical sequence) KD-KD disetiap
mata pelajaran agar memudahkan dalam pengembangan UKBM.
Menghitung jumlah pasangan KD setiap mata pelajaran pada semester
1,2,3,4,5 dan 6. Perlu diingatkan bahwa pemetaan KD harus sesuai dengan
peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 24
tahun 2016 tentang inti dan kompetensi dasar.
b. Program Tahunan/prota dan program semester/prosem.
Prota minimal memuat pasangan KD hasil dari pemetaan KD, materi pokok,
materi pembelajaran dan alokasi waktu. Perincian dari program tahunan
selama satu semester adalah prosem yaitu memuat pasangan KD, materi
pokok, materi pembelajaran, perkiraan jumlah pertemuan berdasarkan
jumlah pekan efektif pada semester berjalan, alokasi waktu sesuai dengan
perencanaan program tahunan, dan rincian penyajian materi setiap mata
pelajaran setiap minggu setiap bulan dalam satu semester berjalan.
23

c. Penyusunan silabus. Silabus disusun berdasarkan perencanaan yang tertuang


pada prota dan prosem. Komponen silabus mengacu pada peraturan menteri
pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 22 tahun 2016
tentang standar proses minimal memuat identitas sekolah, identitas mata
pelajaran, KI (perumusan KI mengutib dari peratuiran menteri pendidikan
dan kebudayaan republik indonesia nomor 21 tahun 2016 tentag standar isi),
KD (pasangan KD merujuk pada permendikbud nomor 24 tahun 2016
tentang kompetensi isi dan kompetensi dasar), menteri pokok, pembelajaran,
penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
d. Penentuan Jumlah UKBM. melalui langkah pertama yaitu menghitung
jumlah KD tiap mata pelajaran di setiap semester. Kemudian menghitung
jumlah RPP berdasarkan jumlah KD dan kompleksitas materi pembelajaran
pada KD, menghitung jumlah pekan efektif setiap semester sesuai Struktur
Kurikulum 2013, yaitu semester 1 sampai dengan semester 6.
e. Pengkodean UKBM. Setelah menentukan jumlah UKBM setiap mata
pelajaran mulai semester 1 hingga semester 6 maka langkah selanjutnya
yaitu memberi kode UKBM. Pengkodean penting untuk mengorganisasikan
UKBM dalam pembelajaran. Kode UKBM melibatkan singkatan nama mata
pelajaran, nomenklatur pasangan KD, letak semester kurikulum, kode RPP
dan urutan UKBM.
f. Pengembangan UKBM. Pengembangan UKBM ini dilakukan setelah
langkah a hingga e dapat dilalui dengan baik. UKBM dikembangkan
berdasarkan RPP yang telah disusun.
g. Penilaian UKBM. Untuk memastikan UKBM yang dikembangkan telah
memenuhi prinsip dan karakteristik UKBM, maka perlu diadakan penilaian
UKBM dengan menggunakan lembar telaah UKBM.
h. Implementasi UKBM. Implementasi UKBM dapat berjalan baik apabila
UKBM yang dikembangkan memenuhi kriteria serta manajemen kelas yang
baik.
i. Penilaian Hasil Belajar Berbasis UKBM. Untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi layanan utuh pembelajaran melalui UKBM maka dilakukan
24

penilaian. Penilaian dilaksanakan untuk setiap UKBM. Hasil penilaian


digunakan sebagai pertimbangan untuk melanjutkan ke UKBM selanjutnya.

Berikut tahapan implementasi UKBM :

Dokumen Utama Panduan Rancangan


Kurikulum : BTP PROTA
Penyelanggaraan SKS Pembelajaran/RPP
PROSEM

Pengembangan
Revisi UKBM Uji Coba UKBM
UKBM

Penerapan UKBM
Hasil Revisi UKBM
Secara Adaptif

Gambar 2.2 Mekanisme Penyusunan UKBM

Penjelasan Gambar 2.2 tentang mekanisme penyusunan UKBM.


a. Komponen utama kurikulum yang harus digunakan sebagai acuan dalam
menyusun dan mengembangkan UKBM yang selanjutnya digunakan
sebagai media belajar peserta didik adalah Buku Teks Pelajaran (BTP) yang
ditetapkan oleh Pemerintah, Dinas Pendidikan, atau penyelenggara
pendidikan. BTP ini merupakan sumber belajar utama yang selanjutnya
diperluas dan/atau diperdalam untuk memberikan pengalaman belajar
peserta didik melalui berbagai tugas dan kegiatan belajar.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP disusun sebagai rancangan
mengenai kegiatan yang akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran atau menggambarkan prosedur dan pengorganisasian belajar
dan pembelajaran untuk mencapai penguasaan kompetensi suatu KD
melalui UKBM. Dengan RPP guru dapat melaksanakan kegiatan belajar dan
pembelajaran lebih terarah dan berjalan lebih efektif dan efisien.
Penyusunan RPP mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan
25

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar


Proses.
c. Pengembangan UKBM mengacu kepada pedoman Penyelenggaraan SKS
2017.
d. Uji coba UKBM merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
mutu dari hasil desain UKBM yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini untuk
mengetahui efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan
desain UKBM agar dapat dibuktikan dan diamati secara langsung dan dapat
diukur secara ilmiah.
e. Revisi UKBM dilakukan apabila dalam penerapan UKBM terdapat
kekurangan. Dalam uji pemakaian UKBM, sebaiknya guru selalu
mengevaluasi kinerja dari UKBM tersebut.
f. Hasil revisi UKBM selanjutnya divalidasikan kepada ahli untuk
menghasilkan UKBM yang sesuai dengan karakteristik dan prinsip UKBM
sebagaimana dimaksudkan dalam naskah ini.
g. Penerapan UKBM secara adaptif. Setelah dilakukan revisi terhadap
kekurangan UKBM, maka UKBM dapat diterapkan secara kosisten dalam
pelaksanaan layanan utuh pembelajaran dengan SKS.

Pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) tentu memiliki


format dalam penyusunannya. Kemendikbud telah mengeluarkan Panduan
Pengembangan Unite Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) yang diharapkan dapat
memudahkan para guru untuk membuat UKBM. Berikut contoh sistematika Unit
Kegiatan Belajar Mandiri berdasarkan Panduan Pengembangan UKBM yang telah
diterbitkan oleh Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 2017 (satuan pendidikan dapat mengembangkan
sistematika lain tetapi harus tetap mengacu kepada karakteristik dan prinsip
UKBM) sebagai berikut :
26

Gambar 2.3 Sistematika format UKBM

(Panduan Pengembangan UKBM, 2017)

2.1.6 Higher-Order Thinking Skills


Dewasa ini, perkembangan ekonomi dan teknologi semakin pesat.
Perkembangan ekonomi dan teknologi mengubah bentuk masa depan yang
harus dihadapi peserta didik hari ini. Sekolah-sekolah harusnya mulai
27

melakukan penanaman keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) untuk


memenuhi tuntutan zaman abad ke-21. Hal ini sesuai dengan karakteristik
skills masyarakat abad ke-21 menurut partnership of 21st century skills yang
mengidentifikasikan bahwa pelajar pada abad ke-21 harus mampu
mengembangkan keterampilan kompetitif yang diperlukan pada abad ke-21
yang terfokus pada pengembangan HOTS (Basuki, dkk., 2014).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan tingkat berpikir yang
harus diterapkan dalam proses pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk
menunjang kemampuan peserta didik khususnya dalam bidang sains yang
masih dibawah rata-rata internasional. Sejalan dengan itu, dalam bidang sains
pada mata pelajaran fisika dianggap sulit dan tidak menarik bagi kebanyakan
peserta didik. Padahal banyak sekali kegunaan dan kaitannya dengan
kehidupan manusia. Menurut Tjokrosujono (dalam Maryandi, dkk., 2014) hal
ini dimungkinkan karena peserta didik hanya dihadapkan pada materi-materi
dengan rumus-rumus dan persamaan yang ternyata peserta didik masih kurang
mampu mengaplikasikan dan menganalisisnya. Peserta didik tidak paham apa
yang dipelajari, tapi tidak mengerti dengan baik.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan tingkat berpikir pada
tingkatan yang lebih tinggi pada hirarki kognitif. menurut Quelmalz (dalam
Taghreed A. H and Fakhri Khader, 2015) higher order thinking skills adalah 4
bentuk penalaran yaitu analysis (analisis), comparison (perbandingan),
inference (inferens) dan evaluation (evaluasi). Selain itu, menurut tinjauan
dalam filsafat, Lewis dan Smith berpendapat bahwa HOTS terjadi ketika
seseorang mendapat informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam
memori saling berhubungan, tertata kembali dan meluaskan informasi ini untuk
mencapai tujuan atau menemukan kemungkinan jawaban dalam situasi yang
membingungkan (Richland and Simms, 2015). Namun kenyataannya,
kebanyakan sekolah tidak mengajarkan peserta didik untuk berpikir tingkat
tinggi atau memecahkan masalah yang kompleks. Buku-buku teks memuat
fakta-fakta yang menuntut peserta didik hanya untuk mengingat, kemudian
kebanyakan tes evaluasi kemampuan peserta didik hanya sebatas untuk
28

menghafal fakta-fakta tersebut (Zohar and Dori, 2003). Kemampuan berpikir


level mengingat ini berdasarkan taksonomi Bloom masih tergolong kepada
berpikir tingkat rendah atau disebut dengan Lower Order Thinking (Anderson
& Krathwohl, 2001). Oleh karena itu, perlu adanya perubahan ke level yang
lebih tinggi yang disebut HOTS.
Menurut A.Thomas & G. Thorne, HOTS adalah tingkat berpikir yang
lebih tingi dari menghafal fakta-fakta atau mengatakan kembali sesuatu yang
didengar dan diketahui. Ketika peserta didik mengingat dan memberi informasi
kembali tanpa berpikir tentang hal tersebut disebut memori hafalan. Singkatnya
HOTS adalah berpikir pada level yang lebih tinggi dari mengulang fakta-fakta.
HOTS menuntut untuk melakukan sesuatu dengan fakta. Peserta didik harus
mengerti, menyimpulkan, menghubungkan fakta dengan fakta lain dan konsep,
mengkategorikan, memanipulasi, menyatukan dalam bentuk baru, dan
menerapkannya seperti mencari solusi baru untuk masalah yang baru ditemui
(Thomas and Thorne, 2009).
Zoller (dalam Aksela, 2005) juga menyatakan keterampilan menanya,
pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan evaluasi
merupakan HOTS. Menurut Domin keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat
dicontohkan ke dalam tiga keterampilan yaitu menyimpulkan, merencanakan,
dan menilai. Marland, Patching, and Putt (dalam Aksela, 2005) mengatakan
ketika mempelajari distance education, mengklasifikasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi kedalam keterampilan-keterampilan seperti analisis, antisipasi,
perbandingan, meta-kognisi, penguatan, perencanaan, dan transformasi.
Menurut Newman dan Wehlage (Widodo, 2013) dengan high order
thinking skills peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara
jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu
mengkontruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal
kompleks menjadi lebih jelas.
Meskipun adanya teori yang berbeda dan masing-masing peneliti
memiliki kerangka kerja yang berbeda untuk menggambarkan HOTS dan
29

bagaimana memperolehnya, semua kerangka kerja adalah kesepakatan umum


mengenai kondisi dimana penelitian mereka berhasil.
Dalam penelitian ini, kerangka keterampilan berpikir Quellmalz yang
digunakan untuk memfokuskan karena banyaknya taksonomi lain dari
keterampilan berpikir. Edys Quellmalz adalah seorang psikolog pendidikan
yang menghasilkan sebuah kerangka berpikir keterampilan berpikir terintegrasi
untuk membantu guru dan pelajar memahami strategi dan proses
penggunakannya dalam pemecahan masalah. Dia melakukan pendekatan dari
filsafat-filsafat seperti Ennis, Psikolog Guilford dan Sternberg, dan taksonomi
Bloom (Moseley, et al., 2005).
Kerangka Quellmalz mengumpulkan semua element umum untuk
banyak struktur taksonomi lainnya (Stiggins dan Conklin, 1992). Empat proses
kognitif yaitu analisis, perbandingan, inferensi dan evaluasi yang secara
keseluruhan disebut HOTS. Ini adalah empat daerah yang dipertimbangkan
dalam penelitian ini.
Berikut penjabaran kerangka kerja Quellmalz. Ada 5 macam bentuk
penalaran.

Tabel 2.1 Kerangka Kerja Quellmalz


Bentuk Kata Kerja
Deskripsi
Penalaran Operasional
 Defenisikan
 mendaftarkan
Mengingat atau mengenal fakta-fakta  menamakan
kunci, defenisi, konsep; Mengulang  menyebutkan
Mengingat
persis kata demi kata atau menafsir  memperkenal kan
(Recall)
informasi yang telah diberikan ke  mengulang
peserta didik  Siapa
 Apa
 Kapan
Analisis Memahami hubungan antara  Menganalisa,
(Analysis) keseluruhan dan bagian komponennya menguraikan
dan antara sebab dan akibat;  Hubungan
Memisah-misahkan (menyorting),  Memecahkan
menggolongkan (mengkategorikan)  Bagaimana sesuatu
Memahami bagaimana sesuatu bekerja
30

bekerja dan bagaimana bagian-bagian


tersebut satu sama lain saling terkait
Memahami hubungan kausal  Bagaimana
Memperoleh informasi dari menggunakan
grafik, diagram, peta.  Memberi sebuah
Analisis yang lebih dari contoh
mengulang hafalan tanpa berpikir
Membangun pengetahuan dengan
cara yang baru
Menjelaskan bagaimana sesuatu
sama atau berbeda. Membandingkan
antara dua hal, sederhana ataupun
rumit. Perbandingan sederhana
didasarkan pada beberapa sifat yang  Membanding
lebih nyata. Perbandingan rumit kan
Perbandingan membutuhkan pengujian yang luas  Membedakan
(Comparison) dari sejumlah karakteristik antara dua  Mempertentangkan
atau lebih suatu hal yang ingin  Berlawanan
dibandingkan. Perbandingan dimulai  Sama/serupa
dengan keseluruhan/ sebagian yang
berhubungan dengan kategori analisis
dan membawanya ketahap
selanjutnya.
Menjelaskan secara induktif atau  Hipotesis
deduktif.  Sintesis
Dalam tugas deduktif, peserta  bukti
didik memberi alasan dari umum ke  menerapkan aturan
khusus dan diminta untuk mengenali  generalisasi
Kesimpulan dan menjelaskan bukti atau fakta-  Mencipta
(inference) fakta.  Apa jika
Dalam tugas induktif, peserta  kesimpulan
didik diberi bukti atau rincian dan  dugaan/prediksi
diminta untuk menghubungkan dan  memecahkan
memadukan informasi menjadi bentuk  menyimpulkan
umum.  menerapkan
Mengungkapkan dan
mempertahankan pendapat.  menilai
Tugas penilaian meminta peserta  mengevaluasi
didik untuk
Penilaian  solusi terbaik
mempertimbangkankualitas,
(Evaluation)  membenarka
kredibilitas, harga dan praktikalitas
menggunakan kriteria yang ditetapkan  membela
dan menjelaskan kriteria tersebut  Mengkritik
cocok atau tidak.
(Diadaptasi dari Stiggins and Conklin, 1992)
31

Dari Tabel 2.2 tergambar lebih rinci kerangka kerja keterampilan


berpikir dari Quellmalz. Kerangka kerja keterampilan berpikir Quellmalz yang
tergolong complex skills atau dikenal Higher-Order Thinking Skills adalah 4
bentuk penalaran yaitu analisis, perbandingan, kesimpulan dan penilaian
terkecuali mengingat (recall) yang tergolong basic cognitif skills (Hamdan, A.
Taghreed and Khader, F., 2015).

2.1.7 Materi Fluida Statis


Berdasarkan kurikulum 2013, kompetensi dasar dan peta konsep materi
pelajaran fisika untuk SMA kelas XI untuk materi fluida statis yaitu:

Kompetensi Dasar (KD)


3.3 Menerapkan hukum-hukum fluida statik dalam kehidupan sehari-hari.
4.3 Merencanakan dan melakukan percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat
fluida statis, berikut presentasi hasil dan makna fisisnya.

Peta Konsep
Pada pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) pada
materi pokok fluida statis diuraikan materi-materi yang akan diajarkan
atau dimuat dalam UKBM. Materi fluida statis berdasarkan silabus
kurikulum 2013 revisi 2016 dibagi menjadi beberapa submateri
diantaranya yaitu: (1) Tekanan Hidrostatis dan Hukum Pokok Tekanan
Hidrostatis serta penerapannya; (2) Hukum Pascal dan Penerapannya;
(3) Hukum Archimedes atau gaya angkat ke atas dan penerapannya; (4)
Tegangan Permukaan, Kapilaritas dan Hukum Stokes (Viskositas) serta
penerapannya dalam kehidupan. Peta konsep materi fluida statis
disajikan pada bagan dibawah ini.
32

Fluida Statis

Tekanan Hukum Pascal Hukum Archimedes Tegangan


Hidrostatis Permukaan,
menyatakan menyatakan Kapilaritas
memenuhi adanya adanya dan Hukum
Stokes

Hukum Pokok Tekanan Gaya angkat ke


Tekanan diteruskan ke atas
Hidrostatis segala arah
contoh

contoh
Hidrometer
Kapal Laut
Pompa Hidrolik Kapal Selam
Balon Udara

Gambar 2.4 Peta Konsep Fluida Statis

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Adanya Unit Kegiatan Belajar Mandiri sebagai sumber belajar diharapkan
dapat memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan potensinya dan juga
terlatih untuk belajar mandiri. Dalam penelitian tentang program UKBM
didapatkan hasil bahwa pelaksanaan program Unit Kegiatan Belajar Mandiri
(UKBM) masih perlu dikembangkan dan diperbiki agar program yang
dilaksanakan dapat memberikan manfaat bagi guru dan peserta didik. (Vicky Adi
Primajaya, 2019 : Ely Umiyah, 2019)
Hasil studi peringkat pencapaian sains untuk Indonesia berada pada urutan
71 dari 79 negara yang mengikuti studi PISA tahun 2018, dengan rincian sebagai
berikut: skor literasi matematika pelajar Indonesia adalah 379 dan berada
diperingkat 73. Skor literasi membaca 371 dengan ranking 74 dan skor literasi
33

sains 396 diperingkat 71. Hal ini menunjukkan prestasi belajar peserta didik masih
rendah. Prestasi yang sedemikian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi (Higher-Order Thinking) peserta didik Indonesia perlu untuk digali.
Nurhijjah Tiru (2019) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa
ditemukan ketidaksesuaian keadaan dengan kenyataan yang diharapkan.
Ditemukan bahwa guru telah menerapkan pembelajaran berbasis HOTS tetapi
belum sepenuhnya maksimal. Soal-soal yang diberikan pada peserta didik yang
termuat dalam LKS sekolah, hanya 14% yang memuat tingkat koognitif C4
sampai C6. Selanjutnya, Meri Yani (2019) dalam penelitiannya mendapatkan
hasil bahwa persentase berpikir tingkat tinggi peserta didik sebesar 35%, sehingga
dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi
peserta didik masih rendah. Hal ini disebabkan oleh dalam pembelajaran soal-soal
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tinggat tinggi peserta didik yang
diberikan guru masih sedikit.
Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal HOTS masih kurang
baik. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya soal-soal HOTS yang diajarkan
guru dalam prosespembelajaran. (Elyana, 2017 : Adli Ikhsan, 2019)

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian pengembangan UKBM berbasis HOTS materi pokok fluida statis


kelas XI SMA yang digunakan adalah penelitian berbasis Research and
Development (R&D) dengan model 4D. Pengembangan model ini terdiri dari 4
tahap, yaitu define, design, develop, and disseminate. Namun, penelitian ini hanya
sampai pada tahan ketiga.
Sebagian besar peserta didik merasa kesulitan bahkan tidak memahami
konsep-konsep fisika dan mengganggap bahwa pembelajaran fisika hanya
berorientasi pada penggunaan rumus saja. Selain itu, fisika juga salah satu mata
pelajaran yang menakutkan dan membosankan. Kedua alasan yang sangat melekat
ketika seorang peserta didik ditanya mengenai kesan pembelajaran fisika selama
ini. Indikator lain yang menyebabkan peserta didik kesulitan memahami konsep
34

fisika adalah kurangnya kontribusi peserta didik secara aktif dalam menemukan
dan memecahkan konsep-konsep yang dipelajari dalam pembelajaran fisika.
Ketika peserta didik kurang berkontribusi dalam pembelajaran maka peserta didik
cenderung hanya akan mengingat tanpa memahami konsep fisika secara
sempurna. Kemudian bahan ajar yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran masih sedikit memuat soal-soal HOTS yang menyebabkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih rendah. Oleh karena itu, perlu
adanya pengembangan bahan ajar yang dapat melatih kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.
Selanjutnya, penerapan kurikulum 2013 menuntut sekolah untuk
menerapkan sistem berbasis Sistem Kredit Semester yang termuat dalam
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 tahun 2014 tentang
Satuan Kredit Semester (SKS) terdapat kebijakan baru berupa penggunaan
UKBM sebagai perangkat belajar peserta didik diharapkan dapat membantu
peserta didik agar lebih aktif dan lebih mandiri dalam pembelajaran.
Hasil PISA Indonesia mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan prestasi siswa yang
mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa perlu untuk
dilatih dan ditingkatkan. Kurangnya bahan ajar yang memuat soal-soal HOTS
juga menjadi salah satu permasalahan sehingga kemampuan berpikir tigkat tinggi
siswa masih rendah.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dikembangkan media
pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang
secara mandiri siswa mampu untuk melakukannya. Kurikulum 2013 menuntut
siswa untuk mampu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, salah satu
media pembelajaran yang diharapkan mampu untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut adalah pengembangan UKBM berbasis HOTS.
Pengembangan media pembelajaran mengacu pada teori yang mendukung
dalam pengembagan UKBM yang dipadukan dengan teori belajar
konstruktivisme. Kemudian, UKBM dikembangkan mulai dari aspek penyajian,
isi, kebahasaan dan kegrafikan yang memuat indikator-indikator HOTS. Sehingga
35

dihasilkan sebuah produk berupa UKBM berbasis HOTS pada materi fluida statis
untuk SMA kelas XI dengan model pengembangan 4D. Jadi, dari pemaparan
diatas maka dihasilkan produk yang valid dan layak digunakan. Bagan ini adalah
bagan dari kerangka berpikir.

Pembelajaran Fisika

Permasalahan :
Implementasi sistem SKS di sekolah.
Tingkat kemandirian dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran
masih rendah.
Hasil PISA Indonesia masih rendah sehingga mengalami penurunan.
Soal-soal HOTS yang diajarkan disekolah masih rendah.

Media Pembelajaran

Teori UKBM
Penilaian kebutuhan individu Teori Konstruktivisme
Penyampaian konten Schematic
Sumber untuk identifikasi lebih Assimilation
lanjut Accomodation
Panduan belajar individu dan Equilibrium
kelompok
Evaluasi

Pengembangan UKBM Fluida Statis berbasis HOTS

Model Pengembangan 4D

Validitas

Gambar 2.4 Kerangkan Berpikir

Anda mungkin juga menyukai