Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada
dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif
sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung
dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative
adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku
(Bell, 1981:151).
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si
belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung
jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri
dalam kehidupan kognitif siswa.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan
pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap
tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal
development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani
siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog
dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog
antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi
juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang
sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk
mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative
learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan
berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.
(Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.
Table 2
Konstruktivistik Behavioristik
Table 3
Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian,
kesemrawutan, Keteraturan, kepastian, ketertiban
Konstruktivistik Behavioristik
Konstruktivistik Behavioristik
Konstruktivistik Behavioristik
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan
sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka
terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan
intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam
lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi,
menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian
dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar
siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus
menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan
terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat
miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi
yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat
kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi
menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut
dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia
menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit
miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah
berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.
Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali
bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut
tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada
kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
1. 5. Penutup
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam
pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran behavioristik yang selama ini telah
digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan
pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi
semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pendekatan konstruktivistik
yang telah diuraikan. Pendekatan ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu,
menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
Alkitab seringkali menyebutkan berbagai cara Tuhan Yesus mengajar, ada khotbah di bukit,
berdialog dengan para ahli taurat di dalam bait Allah pada usia 12 tahun, berjalan bersama
dua orang murid ke Emaus, pada peristiwa perempuan yang melacurkan diri dan banyak lagi,
semua itu merupakan pembelajaran yang merupakan perwujudan dari pembelajaran
konstruktivistik. Pembelajaran yang membuat pebelajarnya membangun maknanya sendiri,
bukan mentranfer makna/pengetahuan.
TEORI BEHAVIORISTIK
A.Pendahuluan
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus danrespon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
B. Pembahasan
1. Teori-Teori Belajar
Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat
dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak
kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
3. Aplikasi Dasar
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
C. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik
merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon.
ADVERTISEMENT