Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang dapat terjadi pada manusia muda,
dewasa, atau tua baik laki-laki maupun perempuan. Perilaku menyimpang ini tidak mengenal
pangkat atau jabatan dan tidak juga tidak mengenal waktu dan tempat. Penyimpangan bisa terjadi
dalam skala kecil maupun skala besar.

Menurut Bruce J Cohen (dalam buku terjemahan Sahat Simamora), Perilaku menyimpang
didefinisikan sebagai perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Batasan perilaku menyimpang ditentukan
oleh norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suatu tindakan yang mungkin
pantas dan dapat diterima di satu tempat mungkin tidak pantas dilakukan di tempat yang lain

Menurut Robert M.Z Lawang, perilaku menyimpang adalah suatu tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam suatu system social.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku manusia yang bertentangan
atau tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Sumber : Niniek Sri wahyuni dan Yusniati, Manusia dan Masyarakat Pelajaran Sosiologi untuk
Kelas 1 SMU, Ganexa Exact
Diterbitkan di: 30 Januari, 2011   

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2109514-pengertian-perilaku-
menyimpang/#ixzz1PKXTrC6T

Teori Behavioristisme, Kognitif dan


Konstruktivisme serta Implikasi ketiga teori
tersebut dalam pembelajaran
Jul 29

Posted by dian75

1. Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang


belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses
(Gage, Berliner, 1984).

Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat
menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan
dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

2. Teori Kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-
1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan
untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan
diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya—
dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita
membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori
ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.
Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses
belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu
sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila
pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian

Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan,
guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke
kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual
siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

3. Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari
realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari
konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan
skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.

Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan,
sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia,
sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu
pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan atau fenomena yang sesuai.

Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses
yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan
dalam mengembangkan pengetahuannya.

Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan
teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap
organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup,
demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman,
gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu,
manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan,
menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu,
pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:

1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus
mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga
berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang,
dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep
awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak
cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang
dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui
asimilasi dan akomodasi.

Implikasi teori belajar dalam pembelajaran

1. Teori Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila
ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka
betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai
Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam
membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia
menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu
dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus
dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam
rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat
atau bacaan, sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan
siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat).
Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement)
maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila
uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement.
Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat
belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley &
Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):

 Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif
didalamnya
 Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang
logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
 Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat
mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
 Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan.
Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan
negatif

Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:

 Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang
bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang
sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam
tempo seketika.
 Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner,
Thorndike, Hull, dan Guthrie.

2. Teori Kognitif

Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu


1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada
hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil
tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa
untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud,

2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made
knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan
dengan lingkungan,

3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. Teori
Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang
sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus
melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu
ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal,

4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan –
gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat
diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

3. Teori konstruktivisme

Implikasi teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :


a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya
namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang
diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi
kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali.
Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada
siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-
betul memahami suatu materi yang diajarkan.

b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun
atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat
secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka
kognitifnya.

c.  Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan
para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat
para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d.  Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep
materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya
sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang
membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f.  Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan
dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif
untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan
Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu
berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif
dan refleksi dan interpretasi.
3) Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.

Anda mungkin juga menyukai