Anda di halaman 1dari 20

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN

DALAM ORGANISASI
DIBENTANG OLEH:
ZAKARIA ABD HAMID
MUHAMAD SYAHRUL NIZAM BIN ISMAIL

DIAKHIR PEMBENTANGAN, TUAN PUAN


MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI :
1. TEORI TEORI PEMBELAJARAN
2. KONSEP PEMBELAJARAN DALAM ORGANISASI
3. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM ORGANISASI

TEORI TEORI PEMBELAJARAN


1. Teori Behavioris
2. Teori Kognitif
3. Teori Sosial
4. Teori Humanisme
5. Teori Piaget
6. Teori Vygotsky
7. Teori Ausubel
8. Teori Konstruktivisme

Teori Behavioris
Teoribehaviorisyang diperkenalkan olehIvan Pavlovdan dikembangkan
olehThorndikedanSkinner,berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan
dengan perubahan tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya
dihasilkan dengan. Mereka menumpukan ujian kepada perhubungan antara
rangsangan dan gerakbalas yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Ujian ini
bisa bersifat sebagai suatu usaha yang dapat merubah tingkah laku orang agar bisa
lebih baik. Maka perubahan inilah yang di sebut pembelajaran. Secara umumnya
memang teori behavioris menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran akan
mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku pelajar sama ada baik atau
sebaliknya. Teori ini juga menjelaskan bahwa tingkah laku pelajar dapat
diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah ke hal positif atau negative.

Teori Kognitif
Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu
proses pendalaman yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat
diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli psikologi
kognitif seperti Bruner dan Piaget menjelaskan kajian kepada berbagai
jenis pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan akal
berdasarkan berbagai peringkat umur dan kecerdasan pelajar. Teoriteori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada cara
pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah,
penemuan dan pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki
struktur kognitif, dan semasa proses pembelajaran, otak akan
menyusun segala pernyataan di dalam ingatan.

Teori Sosial
Teori sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan
menggabungkan teori behavioris bersama dengan kognitif. Teori ini juga
dikenal sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura, seorang tokoh
teori sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran akan dapat
dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan
permodelan. Beliau menjelaskan lagi, bahwa aspek pemerhatian
pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan
juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
menarik kepada kepahaman pelajar. Sehingga dalam pembelajaran
perlu ada obyek belajar sehingga seorang guru dapat mempraktekkan
materinya untuk lebih dipahami siswa dengan obyek tadi.

Teori Humanisme
Teori humanis juga berpendapat pembelajaran manusia bergantung
kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli teori ini, Carl Rogers
menyatakan bahwa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang
berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu, strategi dan
pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah
dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi
pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahwa setiap individu
mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai aktualisasi diri.
Maka, guru hendaknya menjaga psikologi pelajar dan memberi
bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap
maksimal.

Teori Piaget
Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap- tahap
tersebut berdasarkan umur seorang anak. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada
stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya,
tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki
dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya.
2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7
tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain,
sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah ketidakmampuannya
membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anakanak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata.
3. Tahap Concrete (7-11 thn)
Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah
bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak seegosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya
mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif
dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).
4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi
serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan
semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.
Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari penerimaan pembelajaran yang baik dan mengembangkan potensi diri yang sempurna.

Teori Vygotsky
Vygotskyadalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek
internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek ling-kungan sosial pembelajaran.Vygotskyyakin bahwa
pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada
dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal(zone of proximal
development).
Sumbangan teoriVigotskyadalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi
ketika siswa bekerja dalam zona perkembangan proksima(zone of proximal development). Zona perkembangan proksima adalah
tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika pembelajaran berlaku.
Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan denganzona per-kembangan proksima adalah jarak
antara tingkat per-kembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan sesungguhnya
adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya yang lebih mampu. Oleh yang
demkian, maka tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui model pembelajaran koperatif. Ide penting lain juga
diturunkanVygotskyialah konsep pemenaraan (scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa pada
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih
tanggung jawab sekadar yang mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah
pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri.

Teori Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar 1996) bahan subyek yang dipelajari siswa haruslah
bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
disiswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam
pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada kemampuan siswa dalam
mengambil peranan pada kumpulannya. Untuk melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara langsung daripada guru,
sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote
learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna bila siswa mengaitkan informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan
fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi tidak hanya sebagai konsep-konsep
yang perlu dihapal dan diingat hanya pada saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana siswa mampu menghubungkan
pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis.

Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu faham bahwa siswa membina sendiri
pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan
menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru. Mengikut Briner
(1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan
berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada, mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan
pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakala mengikut Mc Brien dan Brandt (1997),
konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar.
Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada
orang lain.
Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa membina makna tentang dunia dengan
mensintesis pengalaman baru pada apa yang mereka telah faham sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui
cerminan tentang tindak balas mereka dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang
tak bermakna pada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasikan apa yang mereka lihat supaya sesuai dengan
peraturan yang telah dibentuk atau disesuaikan dengan peraturan agar dapat menerangkan informasi baru. Dalam teori
konstruktivisme, penekanan diberikan pada siswa lebih daripada guru. Ini karena siswalah yang bertindak balas dengan bahan dan
peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri konsep dan
membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori menekankan pada siswa untuk mencari cara sendiri untuk
setiap penyelesaian masalah. Sehingga dapat ditemukan cara yang sesuai dengan dirinya.

KONSEP PEMBELAJARAN DALAM ORGANISASI

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM ORGANISASI

1. MODEL SENGE
2. MODEL MARQUARDT
3. MODEL WATKINS DAN MARSICK
4. MODEL DUFOUR
5. MODEL HORD
6. MODEL HIPP DAN HUFFMAN

MODEL SENGE
https://dameriasinaga.wordpress.com/2012/03/19/hello-world/
Peter Senge (1990: 3) learning organizations are:
organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of
thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together.
Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang
mereka inginkan, dimana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti
untuk melihat segala hal secara bersama-sama.
Menurut Peter Senge ada Lima disiplin (lima pilar) yang membuat suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar.
1. Personal Mastery (Penguasaan Pribadi) belajar untuk memperluas kapasitas personal dalam mencapai hasil kerja yang paling diinginkan, dan
menciptakan lingkungan organisasi yang menumbuhkan seluruh anggotanya untuk mengembangkan dirimereka menuju pencapaian sasaran dan
makna bekerja sesuai dengan harapan yang mereka pilih.
2. Mental Models (Model Mental) proses bercermin, sinambung memperjelas, dan meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia luar, dan
melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan kita.
3. Shared Vision (Visi bersama) membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan mengembangkan gambaran bersama tentang masa
depan yang akan diciptakan, prinsip dan praktek yang menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan tersebut.
4. Team Learning (Belajar beregu) mentransformasikan pembicaraan dan keahlian berfikir (thinking skills), sehingga suatu kelompok dapat
secara sah mengembangkan otak dan kemampuan yang lebih besar dibanding ketika masing-masing anggota kelompok bekerja sendiri.
5. System Thinking (Berpikir sistem) cara pandang, cara berbahasa untuk menggambarkan dan memahami kekuatan dan hubungan yang
menentukan perilaku dari suatu system. Faktor disiplin kelima ini membantu kita untuk melihat bagaimana mengubah sistem secara lebih
efektif dan untuk mengambil tindakan yang lebih pas sesuai dengan proses interaksi antara komponen suatu sistem dengan lingkungan alamnya.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan
diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk
meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk
beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan.

Sambungan
KEPAKARAN INDIVIDU
(PERSONAL MASTERY)

PEMIKIRAN SISTEM
(SYSTEMS THINKING)

MODEL MENTAL
(MENTAL MODEL)

LIMA DISIPLIN
PEMBELAJARAN
PEMBELAJARAN
SECARA BERKUMPULAN
(TEAM LEARNING)

PERKONGSIAN VISI
(SHARED VISION)

MODEL MARQUARDT
Marquardt (1996:19) adalah:
A learning organization is an organization which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It
empowers people within and outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both learning and productivity.
Organisasi yang mau belajar secara kuat dan kolektif serta secara terus-menerus meningkatkan dirinya untuk memperoleh, mengatur, dan menggunakan pengetahuan demi keberhasilan bersama.
Organisasi belajar juga memberdayakan sumber daya manusia di dalam dan di sekitarnya, dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan proses belajar dan produktivitasnya.
Secara sistematik Marquardt (1996 : 19) memberikan penjelasan tentang pengertian Learning Organization sebagai berikut :
A Learning Organization is an organization which learns powerfully and collectiviely and is continually transforming itself to better collect, manage and use knowledge for corporate success. It
empowers people within and outside the company to learn as they work.Technology isutilized to optimized both learning and productivity.
Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan bersama-sama,dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan
menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka
bekerja.Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.
Menurut Marquardt (1996:1-2) kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh keberadaan suprastruktur yaitu sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur berupa
iklim organisasi. Organisasi akan beradaptasi secara cepat bila memiliki SDM yang sensitif terhadap perubahan diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila
organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri, organisasi, orang, pengetahuan, dan
teknologi. Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar
yang terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan
dialog.
Marquardt mengidentifikasi ciri organisasi belajar:
1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;
3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;
4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning;
5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,
6) Dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan keberhasilan organisasi;
7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar;
8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar;
10) Mudah bergerak cepat dan fleksibel;
11) Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus;
12) Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi;
13) Memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan
14) Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.

MODEL WATKINS DAN MARSICK


Model organisasi tersebut menggariskan tujuh dimensi organisasi pembelajaran iaitu
membina peluang untuk belajar secara berterusan, menggalakan inkuiri dan dialog,
menggalakan kerjasama dan belajar dalam kumpulan, menurunkan kuasa ke arah visi kolektif,
mengukuhkan sistem untuk menentukan perkongsian pembelajaran, menghubungkan
organisasi kepada persekitaran dan menyediakan kepimpinan strategic.
Model organisasi pembelajaran Watkins dan Marsick (1996) mengukuhkan bahawa organisasi
pembelajaran mempunyai kapasiti untuk mengintegrasikan manusia dan struktur yang
membawa organisasi ke arah pembelajaran berterusan dan perubahan. Untuk itu organisasi
perlu mewujudkan budaya yang menggalakkan pembelajaran. Budaya kolektivism mempunyai
hubungan yang positif dengan organisasi pembelajaran dan oleh itu ia perlu ditingkatkan.
Manakala budaya menghindari ketidakpastian, jurang kuasa dan maskuliniti mempunyai
hubungan yang negatif juster ia perlu dipastikan ketiga-tiga dimensi budaya tersebut berada
pada tahap yang rendah untuk merealisasikan organisasi pembelajaran.

MODEL DUFOUR

MODEL HORD

MODEL HIPP DAN HUFFMAN

Anda mungkin juga menyukai