Anda di halaman 1dari 42

KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PERTEMUAN IPA I (PERTAMA)

SENIN, 4 SEPTEMBER 2017

Pada pertemuan pertama mata kuliah belajar dan pembelajaran, saya tidak bisa mengikuti
kuliah karena kesehatan saya terganggu (sakit). Namun, saya mendapat info dari teman hari
pertama kuliah hanya sebatas perkenalan dan pemberian buku pegangan untuk kuliah yang
ditulis oleh bapak prof wahab sendiri. Pembelajaran dimulai dengan membahas tentang sains,
sains identik dengan IPA. Natural sains terdiri dari biologi, fisika dan kimia. Kualitas pendidikan
atau hasil belajar pendidikan IPA dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu kurikulum
yang berlaku, guru, peserta didik dan lingkungan. Guru harus berwawasan luas, memiliki
kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan
berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus
menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan
banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu
saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit terwujud. Kurikulum
harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada
pencapaian target penyampaian materi). Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar
peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik
(mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan
elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model
pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN II (KEDUA)
SENIN, 11 SEPTEMBER 2017

Pertemuan kedua ini, dimulai dengan materi mengenai Teori Tentang Belajar Dan
Pembelajaran. Proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran TPS (Think, Phair, and
Share), dimana kami berdiskusi dengan teman duduk sebelah kami, lalu membaca buku
mengenai Teori Belajar Tingkah Laku dan pendapat teori belajar tingkah laku menurut John
Watson, Edward Thorndike, dan B. F. Skinner, setelah itu menyampaikan atau
mengkomunikasikan apa yang telah kami diskusikan, dan waktu berdiskusinya adalah 5 menit.
Teman diskusi saya saat itu adalah Nurul Fauziah.
Setelah proses diskusi selesai, masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya.
Berdasarkan orientasinya, teori belajar dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu antara lain: 1)
teori yang berorientasi pada tingkah laku (behaviourism), 2) teori yang berorientasi pada
perkembangan kemampuan kognitif manusia (kognitivism), 3) teori yang berorientasi pada
pengembangan sifat kemanusiaan (humanism), dan 4) teori yang berorientasi pada pola belajar
antar sesame manusia (socialism). Diskusi pertama mengenai teori belajar tingkah laku
(behaviourism). Menurut teori belajar tingkah laku, belajar merupakan perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan sudah mengalami
proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus yang berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang
diberikan oleh pebelajar. Pendukung teori belajar tingkah laku yaitu John Watson, Edward
Thondike dan B.F Skinner. Meskipun mereka mendukung teori belajar tingkah laku, namun ada
beberapa hal mereka memiliki pendapat yang berbeda.
John Watson menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi stimulus dan respon. Dalam hal ini, Watson berpendapat bahwa hanya
tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable dan Watson lebih
memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur, meskipun tetap mengakui
bahwa semua hal itu cukup penting.
Sedangkan, Thorndike berpendapat bahwa ada tiga hukum pokok yang berlaku dalam
proses belajar manusia yaitu: 1) hukum kesiapan, 2) hukum akibat, dan 3) hukum latihan.
Hukum kesiapan (Law of Readiness) menyatakan adanya hubungan antara stimulus dan respon
yang mudah terbentuk dan lebih kuat. Contohnya dalam proses pembelajaran, sebelum memulai
pembelajaran siswa diberikan apersepsi untuk “membangunkan” ingatan yang ada di dalam otak
siswa mengenai materi tersebut. Sehingga dengan adanya apersepsi siswa menjadi lebih siap
dalam menerima materi selanjutnya dan pikiran siswa menjadi lebih terfokus pada materi
tersebut.
Hukum akibat (Law of Effect) menyatakan jika respon terhadap stimulus memberikan
pengaruh yang baik, maka besar kemungkinan respon tersebut akan diulang lagi oleh peserta
didik pada saat memperoleh stimulus yang sejenis begitupun sebaliknya jika respon terhadap
stimulus memberikan pengaruh yang kurang baik, maka besar kemungkinan respon tersebut
tidak akan diulang lagi oleh peserta didik. Contohnya adalah ketika guru ingin siswanya dapat
memahami suatu materi pembelajaran, ia meminta siswanya untuk memperhatikan, membaca,
dan mengaplikasikan apa yang sudah dipelajarinya maka akan mendapatkan penghargaan,
dengan begitu siswa akan merasa senang dan akan terus mengulang dan mengulanginya lagi.
Berdasarkan konsep hukum akibat dapat disimpulkan bahwa siswa akan mengulangi suatu
kegiatan dengan perasaan senang jika diberikan stimulus yang baik sedangkan siswa tidak akan
mengulangi suatu kegiatan dengan perasaan kurang senang jika diberikan stimulus yang kurang
baik, agar siswa dapat merespon dengan baik maka guru diharapkan mampu untuk memodifikasi
stimulus ke dalam bentuk lain yang lebih efektif.
Hukum latihan (Law of Exercise) menyatakan adanya hubungan antara stimulus dan
respon akan menjadi lebih kuat dengan adanya latihan yang berkelanjutan sebaliknya hubungan
antara stimulus dan respon akan menjadi lemah jika latihan tidak berkelanjutan. Artinya dalam
proses pembelajaran terutama pelajaran IPA, materi pembelajaran harus berguna dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Perbedaan antara teori belajar John Watson dan Edward Thorndike, yaitu sikap yang
diamati dan tidak diamati, dimana menurut John Watson hanya perubahan tingkah laku yang
dapat diamati dan dipelajari, sedangkan menurut Edward Thorndike perubahan tingkah laku
berwujud sebagai sesuatu yang dapat diamati dan tidak dapat diamati.
Diskusi kedua mengenai teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif merupakan teori-
teori yang berorientasi pada aspek kognitif manusia yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar. Beberapa ahli yang mendukung teori belajar kognitif antara lain ialah Jean
Piaget, Benyamin S. Bloom, David Ausubel dan Jerome Bruner.
Teori Piaget terfokus pada perkembangan pola berpikir mulai dari bayi sampai dewasa.
Jean Piaget membagi fase perkembangan kognitif menjadi empat tahap yaitu:
1. Tahap sensorimotor yang dimulai sejak lahir sampai dengan usia 2 tahun. Pada tahap ini,
anak mempelajari lingkungannya melalui gerakan dan perasaan serta mempelajari objek
secara permanen.
2. Tahap praoperasional berlangsung dari usia 2 – 7 tahun. Dalam fase ini seorang anak akan
memiliki kemampuan berpikir magis yang lebih berkembang dan memperoleh keterampilan
motorik.
3. Tahap operasional konkrit mulai dari usia 7 – 11 tahun. Anak-anak yang berada dalam fase
ini mulai dapat berpikir secara logis tetapi kemmapuan berpikirnya sangat konkret.
4. Tahap operasional-formal mulai berlaku setelah usia 11 tahun. Dalam fase ini seorang anak
sudah dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang bersifat abstrak.
Proses belajar yang dilalui anak pada tahap sensorimotor akan berbeda dengan proses
belajar pada anak yang telah mencapai tahap praoperasional. Secara umum, semakin tinggi
tingkat perkembangan kognitif seseorang, maka akan semakin teratur dan semakin abstrak cara
berpikirnya. Dengan demikan, pendidik sudah seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
peserta didik, serta memberikan materi pelajaran dalam jumlah dan jenis sesuai dengan tahap-
tahap tersebut. Contohnya, anak yang telah mencapai tahap operasional formal mulai berlaku
setelah usia 11 tahun. Artinya pada tahap tersebut anak-anak sudah memasuki sekolah menengah
baik pertama (SMP) maupun (SMA). Sehingga, seharusnya mempertimbangkan soal-soal yang
berpikir tingkat tinggi atau dimulai dari kemampuan C4 – C6. Sehingga siswa dapat
mengembangkan kemampuan berpikir abstraknya.
Hasil diskusi kami berdua mengenai implikasi penting dari teori Jean Piaget dalam
membelajaran IPA yang dikutip oleh Slavin (1994) adalah sebagai berikut:
a) Memusatkan perhatian pada kemampuan berpikir atau proses mental peserta didik dan tidak
sekedar pada hasilnya. Artinya dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya memperhatikan
hasil akhir dari pekerjaan siswa melainkan guru juga harus memperhatikan proses yang
dilalui siswa dalam mendapatkan hasil akhir tersebut.
b) Memperhatikan peran dan inisiatif peserta didik, serta keterlibatannya dalam kegiatan
pembelajaran. Misalnya dalam proses pembelajaran guru hanya menjadi fasilitator artinya
guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mencari dan menemukan pengetahuan
melalui eksperimen dan diskusi kelompok.
c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan
intelektual. Teori piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh melalui urutan
perkembangan intelektual yang sama, akan tetapi pertumbuhan itu berlangsung dengan
kecepatan berbeda. Artinya, dalam proses pembelajaran agar tidak terjadi kesenjangan
intelektual guru dalam melakukan pembelajaran dengan pembagian kelompok dimana
peserta didik yang tingkat intelektualnya rendah satu kelompok dengan yang tingkat
intelektualnya tinggi sehingga dapat terjadi interaksi.
Piaget menyatakan bahwa proses belajar berlangsung melalui tiga tahap yaitu asimilasi
(assimilation), akomodasi (accommodation) dan penyeimbangan (equilibration). Asimilasi
adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak peserta didik atau dengan kata lain tahap asimilasi merupakan tahap menyerap
informasi. Akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif/mental pada karakteristik
atau kejadian objek yang dipikirkannya atau dengan kata lain tahap akomodasi merupakan tahap
menyimpan informasi. Terakhir, tahap equilibrasi merupakan penyesuaian yang
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi atau proses mencampurkan/menggabungkan
antara pengetahuan awal dan pengetahuan baru.
Kegiatan diskusi dan perkuliahan di hari kedua ini telah berakhir. Untuk pertemuan
selanjutnya yaitu membaca dan membuat power point bab 3 hakekat belajar dan prinsip
pembelajaran dan dipersentasikan dengan teman kelompok.

KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN KETIGA (III)


SENIN, 18 SEPTEMBER 2017
Pertemuan ketiga, proses pembelajaran dimulai dengan kegiatan presentasi. Presentasi
seharusnya dilakukan oleh semua kelompok, tetapi karena waktu yang tidak cukup, sehingga
kelompok yang persentasi hanya kelompok 1 dan kelompok 3. Materi yang dibahas pada
presentasi pertama mengenai hakikat belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran. Kegiatan
presentasi pertama dilakukan oleh kelompok 1 dengan materi yang dimulai dari pengertian
belajar, hakikat belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan terakhir mengenai proses
pengembangan kemampuan berpikir.
1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut beberapa ahli antara lain:
a) Cronbach menyatakan bahwa belajar ditunjukkan oleh adanya perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman dalam proses belajar (learning is shown by a change in
behavior as a result experinces).
b) Spears mendefinisikan belajar sebagai kegiatan mengobservasi, membaca, mengimitasi,
mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti perintah (learning is to observe, to read, to
imitate, to try something, to listen and to follow instruction).
c) Geoch menyatakan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan dan keterampilan sebagai
hasil dari praktik yang dilakukan oleh seorang (learning is a change in performance as a
result of practice).
d) Skinner mengartikan belajar sebagai suatu proses yang berlangsung secara progresif dalam
mengadaptasi atau menyesuaikan tingkah laku dengan tuntutan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar meliputi adanya
perkembangan pengetahuan, keterampilan sikap dan tingkah laku pada diri peserta didik yang
terjadi sebagai dari akibat dari kegiatan mengobservasi, mendengar, mencontoh dan
mempraktekan langsung suatu kegiatan. Jadi, seseorang dapat dikatakan belajar jika telah terjadi
perubahan tingkah laku pada diri seseorang setelah mengalami proses pembelajaran. Belajar juga
sering dimaknai sebagai adanya perolehan tingkah laku pengetahuan dan keterampilan baru yang
terintegrasi dengan apa yang sudah dimiliki sebelumnya.

2. Hakikat Belajar
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kegiatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU. No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
dikatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diarahkan kepada
perkembangan peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik, antara peserta didik denga
tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Permendikbud No. 103
Tahun 2014). Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan
kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya
bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks
pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran
(learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran
(lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan
sebagai agen pembelajaran (PP No.19 tahun 2005), dimana guru bertindak sebagai seorang
planner, organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun
seyogyanya didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensi
yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-
centered) dalam bingkai model dan strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh
peran guru sebagai fasilitator belajar.

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Menurut Bruce Weil (1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses
pembelajaran. Pertama, proses pembelajaran membentuk kreasi lingkungan yang dapat
mengubah struktur kognitif peserta didik. Pengaturan lingkungan belajar dimaksudkan untuk
membentuk pengalaman belajar yang dapat memfasilitasi perkembangan kognitif peserta didik.
Artinya struktur kognitif akan tumbuh dengan baik apabila peserta didik memiliki pengalaman
belajar yang bermakna. Oleh karena itu, dalam melaksanakan proses pembelajaran guru harus
kreatif dalam menggabungkan berbagai metode sehingga peserta didik mempunyai pengalaman
belajar yang bermakna. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari.
Ada tiga tipe pengetahuan yaitu pengetahuan fisik, sosial dan logika. Pengetahuan fisik
merupakan pengetahuan akan sifat-sifat fisik dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar,
berat serta bagaimana objek itu berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan fisis diperoleh
melalui pengalaman indera secara langsung. Dalam hal ini, kurikulum 2013 menekankan pada
pendekatan sainstifik dimana peserta didik mencoba atau mempraktikan sendiri apa yang
diperlajari sehingga peserta didik dapat menarik kesimpulan dari apa yang diamati dan
dipraktekkan. Pengetahuan logika berhubungan dengan kemampuan berpikir matematis yaitu
pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu.
Pengetahuan logika didapatkan dari proses abstraksi berdasarkan pengalaman objek.
Pengetahuan logis hanya akan berkembang apabila peserta didik berhubungan dan bertindak
sebagai objek, walaupun objek yang dipelajarinya tidak memberikan informasi atau menciptakan
pengetahuan matematis. Pengetahuan ini dibentuk oleh pikiran individu itu sendiri sedangkan
objek yang dipelajarinya hanya bertindak sebagai media. Ketiga, dalam proses pelaksanaan
pembelajaran guru harus melibatkan peran lingkungan sosial. Melalui pergaulan dan hubungan
sosial, peserta didik akan belajar lebih efektif jika dibandingkan dengan proses belajar yang
menjauhkan peserta didik dari lingkungan sosialnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka proses pembelajaran harus diarahkan pada upaya untuk
mengantarkan peserta didik agar mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam
kehidupan yang cepat berubah melalui sejumlah kompetensi yang harus dimiliki. Makna belajar
bukan hanya mendorong peserta didik agar mampu menguasai sejumlah materi pelajar akan
tetapi bagaimana agar peserta didik memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu menghadapi
rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan pola kehidupan bermasyarakat.
Pembelajaran disekolah merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar dan harus
direncanakan dengan baik. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru,
walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan tetapi mereka bisa dianggap menjadi guru,
asalkan paham tentang materi pelajaran yang akan disampaikan. Pandangan-pandangan seperti
ini sangat tidak benar karena apabila pembelajaran hanya digunakan sebagai penyampaian
pembelajaran saja. Karena, mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran
saja tetapi bagaimana mengubah perilaku siswa sesuai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengoptimalisasikan berbagai strategi
pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat sesuai dengan taraf perkembangan
siswa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu merancang pembelajaran yang mendidik (Raka
Joni, 2005) yakni pembelajaran yang memiliki karakteristik:
a) Menekankan proses membelajarkan cara belajar (learning how to learn)
b) Mengutamakan strategi pembelajaran yang mendukung proses belajar yang bermakna
c) Membantu peserta didik agar cakap dalam memikirkan dan memilih jawaban atas persoalan
yang dihadapkan kepadanya.
d) Peserta didik tidak banyak menyampaikan informasi langsung kepada peserta didik.

Makna dari pembelajaran yang mendidik dalam konteks standar pendidikan di Indonesia
ditunjukkan oleh beberapa prinsip yakni 1) pembelajaran sebagai pengembangan kemampuan
berpikir, 2) pembelajaran untuk pengembangan fungsi otak dan 3) proses belajar berlangsung
sepanjang hayat.

1. Proses Pengembangan Kemampuan Berpikir


Belajar pada dasarnya merupakan proses untuk membantu peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skill). Kemampuan seseorang untuk dapat
berhasil dalam kehidupannya terutama dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah kehidupan
yang dihadapinya ditentukan oleh keterampilan berpikir yang dimilikinya.
Johnson (2002) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi
berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisir dengan baik
dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan
menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan, berpikir
kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli, konstruktif dan menekankan
pada aspek intuitif serta rasional.
Dalam proses pembelajaran, La Costa (1985) mengklasifikasikan pembelajaran berpikir
menjadi tiga kriteria yaitu teaching of thinking, teaching for thinking dan teaching about
thinking. Teaching of thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan
keterampilan mental tertentu, misalnya keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Pembelajaran jenis ini lebih menekankan kepada aspek tujuan pembelajaran. Teaching for
thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar
yang mendorong perembangan kemampuan kognitif. Jenis pembelajaran ini lebih menitik
beratkan pada proses menciptakan situasi dan lingkungan tertentu, contohnya menciptakan
suasana keterbukaan, demokratis dan menyenangkan sehingga memungkinkan peserta didik
berkembang secara optimal. Teaching about thinking adalah pembelajaran yang diarahkan pada
upaya untuk membantu peserta didik menjadi lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Jenis
pembelajaran ini lebih menekankan pada metode pembelajaran yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
Selanjutnya, presentasi kedua dilanjutkan kelompok 3 mengenai materi proses
pengembangan potensi otak, pembelajaran sepanjang hayat dan kondisi pembelajaran.
2. Proses Pengembangan Potensi Otak
Pembelajaran harus dikembangkan untuk mengoptimalkan perkembangan potensi otak
peserta didik secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian yaitu
otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak memiliki kekhususan fungsi dalam
mengendalikan kemampuan-kemampuan tertentu. Belahan otak kiri berperan dalam mengontrol
kemampuan yang bersifat logis, skuensial, linier dan rasional meskipun juga berperan dalam
penafsiran abstrak dan simbolik. Otak merupakan bagian organ tubuh manusia yang menjadi
segala daya kekuatan untuk hidup dan merespon segala stimulus dari luar. Otak manusia terbagi
dalam 2 bagian, sebelah kiri dan sebelah kanan. Masing-masing bagian otak manusia memiliki
tanggung jawab dalam proses berfikir, mempunyai spesialisasi kemampuan-kemampuan tertentu,
meski tetap ada persilangan kemampuan antar kedua belahan otak.
a) Otak Reptil
Otak reptil terletak pada dasar otak. Bagian otak ini sama persis dengan bagian otak yang
dimiliki reptil, seperti kadal atau buaya. Karenanya, ia disebut otak reptil. Adapun fungsi atau tugas otak
reptil adalah sebagai berikut:
 Mengendalikan fungsi-fungsi motor sensorik, yakni untuk mengetahui rangsangan yang berasal
dari panca indera.
 Mempertahankan hidup secara naluriah, yang terfokus pada makanan, tempat tinggal,
perkembangbiakan, dan perlindungan diri. Ketika Anda mengaiami suatu bahaya, misalnya,
otak reptil ini memberikan komando kepada anggota tubuh Anda yang lain untuk menghadapi
atau lari dari situasi berbahaya tersebut.
b) Sistem limbik
Sistem limbik terletak di sekeliling otak reptil, berada di bagian tengah otak Anda. Bagian ini
dimiliki oleh semua jenis mamalia. Karenanya, ia disebut otak mamalia. Ada pun fungi atau tugas
otak mamalia adalah sebagai berikut:
 Sebagai tempat menyimpan memori Anda.
 Mengendalikan bioritme Anda, seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, detak jantung, gairah
seksual, temperatur, kimia tubuh, rrietabolisme, dan sistem kekebalan.
 Sebagai pusat perasaan atau emosi. la dapat mengendalikan semua bagian anggota tubuh Anda.
Karenanya, keadaan emosi Anda sangat berpengaruh terhadap kesehatan Anda. Segala sesuatu
yang datang dari indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba masuk ke otak ini,
kemudian didistribusikan ke "otak pemikir" atau neokorteks.
c) Neokorteks
Neokorteks terbungkus di sekitar bagian atas dan sisi-sisi otak mamalia. la merupakan
80% dari seluruh Tiateri otak Anda. Neokorteks terdiri dari sel-sel saraf, yang disebut neuron.
Bentuknya seperti selimut setebal 3 mm dan memiliki 6 lapisan. Masing-masing lapisan:ersebut
memiliki tugas yang berbeda-beda.
Tugas neokorteks adalah berpikir, berbicara, melihat, ian mencipta. Otak ini merupakan
tempat kecerdasan. Di otak ini pula bersemayam kecerdasan yang lebih tinggi intuisi. Intuisi
adalah kemampuan menerima informasi yang tidak dapat iiterima oleh panca indra.

Proses pendidikan dan pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan potensi


semua bagian otak. Apabila proses pembelajaran mampu memfasilitasi perkembangan
neokorteks maka tentu saja otak reptil dan sistem limbik juga akan ikut berkembang. Sedangkan
pembelajaran yang hanya menyentuk otak limbik dan otak reptil saja belum tentu dapat
mendukung perkembangan potensi neokorteks.
Selama ini praktek pembelajaran di semua jenjang pendidikan di Indonesia masih
cenderung mengagungkan aspek intelektualitas dan lebih mementingkan hasil belajar domain
kognitif. Akibatnya, persoalan nilai, sikap, minat, kreativitas seringkali terabaikan. Masih banyak
pendidik yang berpegang pada paradigma berpikir konvensional yang menjelaskan bahwa
keberhasilan seseorang peserta didik lebih sering dikaitkan dengan kemampuan intelektual yang
diukur dengan kecerdasan intelektual atau intelectual quotient (IQ). Padahal menurut beberapa
penelitian, IQ hanya menyumbang 20% dari keberhasilan seseorang sedangkan 80%
keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EQ).
Pengembangan EQ lebih mungkin dilakukan karena memang faktor tersebut terbukti
dapat ditingkatkan. Sebaliknya, IQ tidak dapat ditingkatkan karena merupakan bawaan sejak
dilahirkan. Oleh karena itu, sifat-sifat manusia yang terkait dengan EQ perlu diintegrasikan
dengan proses pembelajaran agar mampu memfasilitasi peserta didik untuk berkembang menjadi
manusia yang mampu berkompetensi dalam persaingan global.
Oleh karena itu, maka proses pembelajaran tidak boleh hanya berorientasi pada aspek
kognitif semata yang sangat mementingkan kemampuan belahan otak kiri. Kemampuan belahan
otak kanan juga perlu dikembangkan dalam proses belajar mengajar agar kita dapat
mempersiapkan peserta didik menjadi generasi muda yang cerdas dan kreatif.

3. Pembelajaran Sepanjang Hayat


Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang
dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia
selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau
pengalaman yang telah dialami. Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia,
semua manusia baik yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena
cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa,
bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena
hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang
dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia
yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain
turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.
Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni:

a) Learning to know (belajar untuk mengetahui)


Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh
pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki
kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long
education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan
dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan
dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia
untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati
manusia. Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita
mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri
sendiri menyadari, bahwa:
 Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga
manusia meninggal.
 Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini
untuk belajar.
 Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas
kehidupan

Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki
tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas
bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk
anak negeri ini di masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat
perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya, dan
memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam
pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap
dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi
individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai
berikut:
 Guru berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang
baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar
berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.
 Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran.
 Guru sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan
pembelajaran, yaitu:
a. Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c. Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan
diberikan reinforcement.
d. Penguasaan secara penuh.
e. Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
 Guru sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa
lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
 Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
 Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga harus
memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.

 Guru sebagai Evaluator


Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).

b) Learning to do (belajar untuk menerapkan)


Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi
kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk
mendukung dan memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat industri
tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan
kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring,
designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit
yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil
dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk
mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do”
dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Lingkungan disini dibagi
menjadi dua yaitu:
 Lingkungan sosial
Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-
teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang lebih
banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
 Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-
faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa (Muhibbin Syah,
2004:138). Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat
sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa
bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan
masalah.

c) Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)


Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa
global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat
manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik
nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh
ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan
dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan
bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang
lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran
bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan.
Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan
jiwa perdamaian.

d) Learning to be (belajar untuk menjadi)


Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi
dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan
masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila
ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-
masing peserta didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk
hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari
proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai
proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma
dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Makna pilar ke empat ini adalah muara akhir dari tiga pilar pendidikan diatas. Dengan pilar ini,
peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan mandiri
(Aezacan, 2011).
Berdasarkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3)
Learning to live together, dan (4) Learning to be dapat disimpulkan bahwa pilar-pilar pendidikan
tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan tujuan yang sangat bagus pula. Dengan
mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia
termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik. Namun masih banyak aspek penghalang dalam
pelaksanaan tersebut, baik mengenai SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
Persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, karenanya tentu secara bersama-
sama pula kita mencari alternative pemecahannya. Mudah-mudahan ke empat pilar tersebut
dapat kita realisasikan dan akan nampak hasinya. Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana
kita sudah melakukan yang terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap persoalan
pendidikan yang melilit negeri ini. Satu harapan kita semua, agar dunia pendidikan di Indonesia
bisa menjadi lebih baik dan berkualitas. Hal tersebut juga diperkuat pernyataan dosen Pengampu
bahwa seorang guru harus sadar diri.

4. Kondisi Pembelajaran
Kondisi pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal peserta didik. Faktor internal dapat berupa pola berpikir dalam menyelesaikan tugas-
tugas dan kemampuan lain yang sudah dipelajari sebelumnya. Kapasitas internal inilah yang
berperan lebih banyak dalam mendukung pembelajaran yang efektif. Sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang timbul dari luar individu peserta didik seperti sekolah, sifat kurikulum
yang kurang fleksibel, terlalu berat beban belajar, teman pergaulan serta guru.
a) Faktor internal yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain: Pertama, pengaruh fisik
atau kesehatan peserta didik berpengaruh terhadap proses belajarnya. Tubuh yang sehat akan
membuat lebih nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran. Kedua, pengaruh psikis.
Proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi dan
kepribadian individu. Perkembangan identitas diri, pola hubungan antar anggota keluarga,
teman, guru dan lainnya. Contoh pengaruh psikis yaitu perhatian, minat dan bakat.
b) Faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain: Pertama, lingkungan
baik itu lingkungan fisik, sosial dan kultural. Lingkungan fisik meliputi cuaca, keadaan udara
ruangan, cahaya, kesehatan lingkungan dan waktu belajar. Sedangkan lingkungan sosial
meliputi pergaulan siswa dengan orang disekitarnya. Kedua, instrumental merupakan alat
atau sarana yang digunakan dalam proses belajar dan pembelajaran.
Ada empat tipe peserta didik menurut Orlich dkk (1998) yaitu:
1) Pebelajar pelihat-pemikir (seeing-thinking) adalah pebelajar yang berpikir praktis, bekerja
berdasarkan fakta dan berorientasi pada kerja.
2) Pebelajar pelihat-perasa (seeing-feeling) yaitu pebelajar yang cenderung bersifat simpatik
dan bersahabat serta berusaha atau bekerja atau keharmonisan kelompok.
3) Pebelajar intuitif-pemikir (intuitive-thinking) yaitu orang yang berorientasi pada teori dan
pengetahuan intelektual.
4) Pebelajar intuitif-perasa (intuitive-feeling) yaitu peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu,
imajinasi dan kreativitas yang baik.

Masing-masing tipe peserta didik memerlukan pola pembelajara tertentu yang


mendukung gaya belajarnya. Jika guru dapat menyesuaikan model pembelajaran dengan gaya
belajar peserta didik dan jika peserta didik belajar menyesuaikan gaya belajarnya dengan tugas-
tugas yang diberikan, maka sikap peserta didik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru
dan perolehannya dalam belajar akan dapat meningkat.
Setelah presentasi dilanjutkan dengan tahap diskusi dengan pertanyaan pertama mengenai
bagaimana peran kita sebagai guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi?
Serta

KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN IV (KEEMPAT)


SENIN, 25 SEPTEMBER 2017

Pada pertemuan ke empat, perkuliahan dimulai dengan pertanyaan tentang apa perbedaan
antara pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diarahkan kepada perkembangan peserta didik
untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat bangsa dan negara. Sedangkan,
dalam permendikbud No. 103 tahun 2014 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi antar peserta didik, antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dalam proses pembelajaran dikelas, perlu dikembangkan cara membelajarkan siswa
dengan menerapkan 4 pilar pendidikan yaitu learning to know (belajar untuk mengetahui),
learning to do (belajar dengan melakukan), learning to be (belajar menjadi) dan learning to live
together (belajar dengan bekerja sama).
Setelah pendahuluan dengan mereview apa yang telah dipelajari kemarin, pembelajara
dilanjutkan dengan materi hasil belajar dan tujuan pembelajaran pada bab 4. Dalam memperoleh
hasil dan tujuan pembelajaran, pastinya ada kompetensi yang dicapai oleh peserta didik.
Komptensi adalah karakteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu
kriteria efektif atau kecakapan terbaik seseorang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang terkait pekerjaannya. Jadi seseorang berkompetensi mempunyai kriteria atau kecakapan
baik kecakapan dalam hal pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Dalam dunia pendidikan
dikenal istilah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM merupakan kriteria minimal untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun ajaran oleh
satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau
beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan
pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Adapun fungsi KKM antara lain:
a. Sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai dengan
Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran atau Kompetensi Inti (KI).
b. Sebagai acuan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti pembelajaran
c. Sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan KI/KD – nya.
d. Sebagai salah satu instrumen dalam melakukan evaluasi pembelajaran.
e. Sebagai “kontrak” pedagogik antara pendidik, peserta didik dan masyarakat (khususnya
orang tua dan wali murid).
Dalam menetapkan KKM melalui beberapa tahapan antara lain:
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga
aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik. Hasil penetapan
KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran.
2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala
sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta
didik, orang tua, dan dinas pendidikan
4. KKM dicantumkan dalam laporan hasi belajar atau rapor pada saat hasil penilaian dilaporkan
kepada orang tua/wali peserta didik
Jadi yang menjadi pertimbangan dalam menentukan KKM adalah kompleksitas, daya
dukung, dan intake. Kompleksitas mengacu pada tingkat kesulitan Kompetensi Dasar yang
bersangkutan. Daya dukung meliputi kelengkapan mengajar seperti buku, ruang belajar,
laboratorium (jika diperlukan) dan lain-lain. Sedangkan Intake merupakan kemampuan penalaran
dan daya pikir peserta didik.
Di dalam proses pendidikan, kompetensi peserta didik dijabarkan dalam bentuk indicator
ketercapaian kompetensi yan diperoleh melalui pengalaman belajar, serta dirumuskan sebagai
tujuan pembelajaran yang dinilai dan dapat diukur ketercapaiannya melalui proses evaluasi hasil
belajar. Gagne (1992) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang dapat teramati dalam
diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas. Ada 5 kategori kapabilitas, yaitu:

1. Keterampilan intelektual.
Keterampilam intelektual merupakan jenis keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan dalam konteks symbol dan koseptualisme.
2. Strategi kognitif.
Strategi kognitif merupakan kemampuan yang mengarahkan seseorang umtuk mengatur cara
belajarnya, cara mengingat, dan tingkah laku berpikir.
3. Informasi verbal
Informasi verbal adalah jenis pengetahuan ang dapat dinyatakan secara verbal. Peserta didik
umumnya sudah banyak memiliki informasi yang didapatkan dari proses belajar.
4. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik adalah hasil belajar berupa kemampuan yang direfleksikan dlam bentuk
kecepatan seseorang dalam rangka melakukan tugas tertentu.
5. Sikap
Sikap merupakan sikap peserta didik dalam belajar yang harus baik.

Hasil Belajar Ranah Kognitif


Ranah kognitif dari hasil belajar menurut Bloom meliputi penguasaan konsep, ide,
pengetahuan faktual, dan berkenaan dengan keterampilan intelektual. Kebanyakaan pendidik
lebih menitikberatkan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar kognitif. Tujuan
pembelajaran terkait ranh kognitif ini secara umum dirumuskan dengan mendiskripsikan perilaku
peserta didik. Adapun kategori hasil belajar kognitif:
a. Pengetahuan (knowledge)
Hasil belajar kognitif pada karakteristik pengetahuan ini adalah yang paling rendah akan tetapi
menjadi prasyarat pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi. Hal ini berlaku dalam segala bidang
ilmu. Tujuan pembelajaran untuk mengembangkan hasil belajar dalam kategori ini, biasanya
dirumuskan dengan menggunakan kata-kata kerja operasional seperti: memilih, mendifinisikan,
melengkapi da mendiskripsikan menuliskan. Sebagai contoh:
 Siswa dapat mendefinisikan fotosentesis dengan kalimatnya sendiri.
 Jika dihadapkan dengan gambar kerangka, siswa dapat menuliskan nama pada beberapa
bagian yang ditentukan.

b. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman diekspresikan dalam bentuk kemampuan mamahami informasi,
memanfaatkan pengetahuan dalam koteks baru, menjelaskan makna, menginterpresitasi fakta,
dan mengekstrapolasi pengetahuan tersebut untuk dimanfaatkan dalam situasi lain.
Kata kerja operasional yang digunakan untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada kategori
ini: mengubah, mengelompokan, menjelaskan, merangkum, dan memprediksi. Sebagai contoh,
yaitu:
 Siswa mampu memprediksi criteria yang direkomendasikan untuk menguji hipotesis tertentu.
 Siswa dapat menjelaskan fungsi bagian-bagian tertentu dari mikroskop.

c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan atau abstraksi yang
dimiliki pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi dapat berupa ide, teori, metode,
konsep, da pedoman. Aplikasi berulangkali dilakukan pada situasi lama akan beralih menjadi
pengetahuan hafalan atau keterampilan. Kata kerja operasional yang digunakan untuk
merumuskan kategori ini: menerapkan, menghitung, melakukan, mendemontraksikan, menyusun
rencana, menunjukkan dan menggunakan. Sebagai contoh tujuan pembelajaran dalam kategori
ini:
 Siswa dapat mendemontraksikan cara mencari bayangan objek pada mikroskop dengan
berbagai tingkat pembesaran.
 Siswa dapat mendiskusikan tiap-tiap tahap dalam pembelajaran.

d. Analisis (analysis)
Analisis adalah usaha memilah suatu konsep atau struktur menjadi unsur-unsur sehi ngga
jelas hierarki atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks yang
memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe hasil belajar sebelumnya. Bila kecakapan analisis
telah dikuasi siswa maka siswa akan dapat mengaplikasikan nya pada situasi baru secara kreatif.
Kata kerja yang sesuai untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada kategori ini: mengnalisis,
menguraikan, membedakan, mengilustrasikan, membadingkan, memilah dan menghubungkan.
Sebagai contoh rumusan tujuan pembelajaran pada kategori ini yaitu:
 Siswa mampu mengilustrasikan tiap-tiap tahapan proses mitosis.
 Siswa membedakan antara aksioma, ekuivalen, dan simetris.

e. Sintesis (syinthesis)
Sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur-unsur kedalam satu kesatuan yang utuh.
Berpikir berdasarkan pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan analisis dipandang sebagai berpikir
konvergen, sedangkan kemampuan,mensintesis digunakan sebagai salah satu aspek berpikir
divergen. Dalam berpikir divergen penyelesaian masalah atau jawaban terhadap masalah
memang belum dapat dipastikan. Berpikir sintesis merupakan darana untuk mengembangkan
berpikir kreatif. Kata kerja yang relevan untuk mengembangkan kemampuan mensistensis yaitu
mengatur, merancang, menulis kembali, merangkum, mensintesis, dan menceritakan. Adapun
contoh rumusan kalimat tujuan pembelajaran untuk kategori ini:
 Siswa dapat menulis petunjuk pelaksanaan tugas sederhana dengan jelas.
 Siswa mampu mengusulkan metode yang tepat untuk menderteminasi sifat suatu larutan
yang belum dikenalnya.

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kategori hasil belajar kognitif yang tertinggi. Evaluasi meliputi
kemampuan memberi keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, gagasan,
metode dan materi. Kemampuan mengevaluasi memerlukan pengetahuan, pemahaman, analisis
dan sintesis. Adapun kata kerja yang relevan untuk kategori ini: mendeterminasi, mendukung,
menilai dan mengevaluasi. Contoh rumusan tujuan pembelajaran untuk kemampuan
mengevaluasi:
 Siswa mampu mendetermisi gambar terbaik yang memenuhi kriteria tertentu.
 Siswa mampu mengambil keputusan berdasarkan alasan yang sesuai.

Secara umum hasil belajar tingkat pengetahuan, pemahaman, dan penerapan sering
disebut sebagai kmampuan berpikir tingkat rendah, sedangkan analisis, sintesis, dan evaluasi
tergolong sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Hasil Belajar Ranah Afektif


Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang oleh Krathwohl, Bloom, dan Maisa
seperti dikutip oleh Callahan, et al (1996). Dibedakan menjadi 5 aspek, yakni penerimaan,
jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Penilaian hasil belajar afektif kurang
mendapatkan perhatian dari guru karena dalam penilaian hasil belajar siswa para guru lebih
banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif. Kategori hasil belajar domain afektif:
a. Penerimaan (receiving)
Meliputi kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang dating ke dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, atau kejadian. Dalam kejadian ini termasuk kesadaran untuk menerima
stimulasi, keinginan untuk melakukan kotrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar. Sebagai
contoh rumusan pembelajarannya yaitu siswa memberikan perhatian penuh pada petunjuk yang
memeperkaya aktivitas.
b. Merespon (responding)
Merespon adalah reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang dating
dari luar. Hal ijni mencakup tetetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasan merespon dan
tamnggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulasi dari luar yang datang pada
dirinya.Sebagai contoh rumusan pembelajarannya siswa mampu mengembangkan perhatian
setelah membaca bacaan ekstra.
c. Menilai (valuing)
Kemampuan menilai berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau
stimulasi yang diterima olej peserta didik. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai,
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilia tersebut. Contoh kalimat
tujuan pembelajaran pada aspek ini yaitu siswa mampu mengenal nilai-nilai tertentu yang
penting bagi kebebasan pers.
d. Mengorganisasi (organization)
Kemampuan mengorganisasi yakni kemampuan mengembangkan nilai-nilai ke dalam
suatu system termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, serta pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh rumusan tujuan pembelajaran yang relevan yaitu
siswa mampu membentuk perilaku sesuai dengan norma-norma sekolah.

e. Internalisasi nilai (characterization by value)


Internalisasi nilai yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Contoh tujuan pembelajaran terklait
aspek ini yaitu siswa dapat bekerja sama secara teratur dalam kelompoknya.

Hasil Belajar Ranah Psikomotor


Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar yang diekspresikan dalam bentuk
keterampilan menyelesaikan tugas-tugas manual dan gerakan fisik atau kemampuan bertindak.
Hasil belajran dalam ranah ini juga mencakup aspek social seperti keterampilan berkomunikasi
dan kemampuan mengoperasikan alat-alat tertentu. Kategori hasil belajar domain psikomotorik:
a. Imitasi
Imitasi mempunyai karakteristik yaitu dapat mengembangkan model keterampilan.
b. Manipulasi
Manipulasi mempunyai karakteristik yaitu dapat melaksanakan keterampilan secara independen.
c. Ketepatan
Ketepatan mempunyai karakteristik yaitu mempraktekkan keterampilan dengan tepat.
d. Artikulasi
Artikulasi mempunyai karakteristik yaitu mengintegrasikan gerakan secara benar.
e. Naturalisasi
Naturalisasi mempunyai karakteristik yaitu mempraktekkan keterampilam secara alami. Dalam
kaitan dengan tujuan pembelajaran, Callahan merangkum klasifikasi aspek-aspek domain
psikomotorik dari Dave menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Gerakan.
Contoh rumusan tujuan pembelajaran, contoh yaitu siswa dapat mendemontraksikan
keterampilan loncat tali dengan tanpa kesalahan.
b. Manipulasi
Contoh rumusan tujuan pembelajaran, contoh yaitu siswa dapat membuat model sel.
c. Komunikasi
Contoh rumusan tujuan pembelajaran, contoh yaitu siswa mampu mendiskripsikan perasaannya
mengenai sesuatu masalah.
d. Mengkreasi
Contoh rumusan tujuan pembelajaran, contoh yaitu siswa mampu menulis dan membuat
komposisi music.
Hasil belajar yang dikemukakan diatas tidaklah berdiri sendiri-sendiri tetapi selalu
berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Apabila seseorang peserta didik
yang mengalami perubahan tingkat kognisi, maka dalam kadar tertentu akan mengalami pila
perubahan pada sikap dan perilakunya.
Berdasarkan catatan di atas,.maka dapat disimpulkan bahwa menurut Robert Gadne, ada
lima kategori kapabilitas manusia yaitu: 1). Keterampilan intelektual, 2). Strategi kognitif, 3).
Informasi verbal, 4). Keterampilan motorik, 5). Sikap. Sedangkan Benyamin S. Bloom (1964)
adalah salah seorang ahli pendidikan yang pahamnya banyak dipergunakan oleh kalangan
pendidik secara luas. Bloom mengelompokkan hasil belajar kedalam tiga ranah atau domain
yaitu: (1). Kognitif, (2). Afektif, (3). Psikomotorik. Adapun tujuan pembelajaran dan alat
evaluasi hasil belajar pada semua jenjang pendidikan selalu berorientasi pada pencapaian
komponen hasil belajar kognitif yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis
dan evaluasi. Selain itu, aspek afektif dan psikomotorik yang berkembang pada diri siswa
sebagai dampak dari proses pembelajaran harus selalu diperhatikan oleh setiap pendidik atau
guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran pada tiap-tiap bidang kajian.
Setelah diskusi berakhir, dosen pengampu memberikan tugas untuk merumuskan tujuan
pembelajaran dari 2 Kompetensi Dasar yaitu KD 3 dan 4 mata pelajaran IPA untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP).

KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN V (KELIMA)


SENIN, 2 OKTOBER 2017

Perkuliahan pada pertemuan kelima ini, pembelajaran dimulai dengan mahasiswa


mengumpulkan tugas yang dibuat yaitu merumuskan tujuan pembelajaran pada mata pelajaran
IPA SMP. Selanjutnya, dosen memeriksa tugas mahasiswa satu per satu ternyata tugas tersebut
masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan dosen pengampu. Sebagian besar rumusan
tujuan pembelajaran masih belum sesuai dengan materi yang akan dipelajari.
Sebelum merumuskan tujuan pembelajaran, guru harus mengetahui beberapa hal antara
lain: 1) apa yang harus diketahui oleh siswa? Artinya sebelum merumuskan tujuan pembelajaran
guru harus menanyakan pada diri sendiri dulu, apa yang harus diketahui siswa. Apakah itu
meliputi kemampuan C1 – C6. Selanjutnya, 2) guru harus menguasai materi. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, guru terlebih dahulu harus betul-betul menguasai materi yang
akan diajarkan. Semakin banyak guru menguasai materi maka semakin banyak tujuan
pembelajaran yang dapat dirumuskan. Akan tetapi, materi yang bersifat tekstual atau bisa
dipelajari sendiri oleh siswa tidak perlu diajarkan, cukup materi yang penting-penting saja yang
diajarkan sehingga tidak memakan waktu yang banyak. Terakhir, 3) apa yang harus atau dapat
dilakukan siswa? Artinya, keterampilan seperti apa yang harus dikuasai oleh siswa, sehingga
dalam merumuskan tujuan pembelajaran, keterampilan yang benar-benar ingin dicapai bisa
terwujud karena adanya tujuan pembelajaran yang jelas. Selain itu juga, guru harus mengetahui
isu-isu sains terkait dengan materi yang akan diajarkan. Sehingga pada saat ini, dalam
merumuskan tujuan pembelajaran guru harus mengacu pada PISA (Programme International for
Student Assesment).
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi literasi yang
bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP
dan Kelas I SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan
sains (scientific literacy).
Studi PISA yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation &
Development) dan Unesco Institute for Statistics itu mengukur kemampuan siswa pada akhir usia
wajib belajar untuk mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan masyarakat-pengetahuan
(knowledge society) dewasa ini. Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa
depan, yaitu menguji kemampuan anak muda itu untuk menggunakan keterampilan dan
pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, tidak semata-mata
mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah.
Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan
atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta
menerangkan kesimpulan PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian
literasi sains, yaitu:
1) Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah, seperti
mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.
2) Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini melibatkan
identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu
penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
3) Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan
kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
4) Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan secara tepat kesimpulan
yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
5) Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan
menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.
Dari hasil akhir proses sains ini, siswa diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep
sains dalam konteks yang berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA memandang pendidikan
sains untuk mempersiapkan warganegara masa depan, yang mampu berpartisipasi dalam
masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan teknologi, perlu
mengembangkan kemampuan anak untuk memahami hakekat sains, prosedur sains, serta
kekuatan dan keterbatasan sains. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sains, kemampuan untuk memperoleh pemahaman sains dan kemampuan untuk
menginterpretasikan dan mematuhi fakta. Alasan ini yang menyebabkan PISA tahun 2003
menetapkan 3 komponen proses sains berikut ini dalam penilaian literasi sains.
1) Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2) Memahami penyelidikan sains
3) Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.
Diakhir diskusi, mahasiswa diberikan tugas oleh dosen pengampu yaitu menganalisis
kompetensi dasar 3 dan 4 yang telah dibuat pada tugas kemarin. Tugas disajikan dalam bentuk
peta konsep seperti gambar dibawah ini:

Materi yang Materi yang


ingin dicapai ingin dicapai
KKO KKO
an
Pen
gala ga la m
Kompetensi Dasar 3
Bela man Pen elajar
jar dan 4 B
KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN KEENAM (VI)
SENIN, 9 OKTOBER 2017

Pada kuliah di pertemuan ke enam ini, pembelajaran dimulai dengan presentasi tugas
yang telah diberikan minggu lalu mengenai menganalisis kompetensi dasar yang dibuat dalam
bentuk bagan. Dari hasi presentasi tersebut, dosen pengampu menyimpulkan bahwa belum ada
ketajaman dalam menganalisis tingkat berpikir siswa. Untuk mempertajam dalam menganalisis
tingkat berpikir siswa, mahasiswa harus mengetahui terlebih dahulu dimensi pengetahuan yang
dikemukakan oleh Krathwohl.
Krathwohl memandang domain kognitif sebagai interaksi antara dimensi proses kognitif
dengan dimensi pengetahuan. Meskipun kedua dimensi tersebut sebenarnya merupakan langkah-
langkah hirarkis, tetapi perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas. Misalnya, semua
pengetahuan prosedural tidak selalu bersifat abstrak dibandingkan dengan pengetahuan
konseptual, dan tujuan pembelajaran yang meliputi analisis ataupun evaluasi akan membutuhkan
keterampilan berpikir yang tidak lebih kompleks dari yang menjadi bagian dari mengkreasi.
Sesungguhnya aspek keterampilan berpikir tingkat rendah berperan sebagai pondasi bagi
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dimensi pengetahuan diklasifikasikan menjadi empat tipe
pengetahuan yang diharapkan dapat diperoleh atau dikembangkan oleh peserta didik, mulai dari
yang bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Tipe dan Sub-sub dari Dimensi Pengetahuan
Pengetahuan Konkrit Pengetahuan Abstrak
Faktual Konseptual Prosedural Metakognisi
 Pengetahuan  Pengetahuan  Pengetahuan  Pengetahuan
mengenai klasifikasi dan mengenai strategis
terminologi kategori keterampilan  Pengetahuan
 Pengetahuan  Pengetahuan khusus dan tentang tugas
mengenai detail mengenai prinsip algoritma kognitif termasuk
dan elemen dari dan generalisasi  Pengetahuan kecocokan
suatu objek  Pengetahuan tentang teknik dan konteks dan
tentang teori, metode kondisi
model dan struktur  Pengetahuan  Pengetahuan
tentang cara tentang diri
menerapkan sendiri
prosedur tertentu

Dimensi proses kognitif lebih merupakan suatu kontinum (rangkaian yang sinambung)
seiring dengan kompleksitasnya mulai dari yang konkrit yang merupakan indikator berpikir
tingkat rendah (lower order thinking skill) kearah indikator berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking). Jadi dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, harus mengacu
pada standar pisa mengenai literasi sains sains.
Contoh pengetahuan faktual pada mata pelajaran fisika yaitu menyebutkan berbagai jenis
alat ukur yang sesuai standar internasional dan bagaimana karakteristik dari masing-masing alat
ukur tersebut. Untuk pengetahuan konseptual, contohnya mendefinisikan prinsip hambatan pada
kawat penghantar. Sedangkan untuk pengetahuan prosedural, membuat rangkaian listrik pada
rumah dengan menerapkan konsep rangkaian listrik seri maupun paralel. Terakhir untuk
pengetahuan metakognisi, contohnya mengaplikasikan atau menerapkan hukum pascal dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan metakognisi merupakan kemampuan mampu menciptakan
sesuatu lebih dari apa yang diperintahkan.
Pembahasan selanjutnya mengenai domain afektif atau hasil belajar ranah afektif. Ranah
afektif berkaitan dengan sikap dan nilai-nilai, perasaan dan emosi, karakter, falsafah pribadi,
konsep diri, tingkat penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu dan kesehatan mental yang
melekat dan membentuk kepribadian. Agar mampu memfasilitasi perkembangan sikap dan nilai-
nilai positif pada peserta didik, maka setiap pendidik perlu mengembangkan kompetensi efektif
dengan cara: 1) membantu peserta didik untuk memahami sikap dan nilai-nilai (menunjukkan
kecintaan pada pelajaran dan penghargaan pada sesama, membantu siswa menjauhi sikap
negative dan tidak percaya diri); 2) mengembangkan suasana kelas/sekolah yang kondusif bagi
terlaksananya pembelajaran yang berpusat pada siswa (mendorong semua siswa berpartisipasi,
bekerjasama positif, menghindarkan siswa dari kompetensi yang tidak sehat); 3) menunjukkan
adanya perhatian dan kecintaan pada peserta didik (berusaha mengenali kepribadian dan
membantu siswa mengembangkan jati dirinya); 4) memberikan dorongan semangat kepada
seluruh peserta didik untuk mengembangkan konsep diri yang positif.
Krathwohl, Bloom dan Maisa seperti dikutip oleh Callahan, dkk (1992) mengelompokkan
hasil belajar afektif ke dalam 5 aspek yakni penerimaan, jawaban atau respon, penilaian,
organisasi dan internalisasi. Secara umum kategori afektif dan karakteristik perilaku yang
terekpresikan pada peserta didik adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2. Kategori Hasil Belajar Domain Afektif


Level Bentuk atau Karakteristik
Menerima  Keinginan untuk mendengarkan hal-hal
yang penting
Merespon  Keinginan untuk memilih atau menyeleksi
Menilai  Keinginan untuk mengekspresikan perilaku
yang menunjukkan komitmen untuk
berpartisipasi
Mengorganisasi  Keinginan untuk menghubungkan dan
mempertahankan nila
Mengkarakterisasi  Keinginan berperilaku sesuai dengan norma

1. Menerima (Receiving)
Meliputi kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk gagasan, masalah, situasi, materi ataupun kejadian-kejadian tertentu.
Dalam tipe ini, termasuk kesadaran (awareness) akan pentingnya materi pelajaran, kemauan
untuk mendengarkan (willingness to hear) dan keinginan untuk mengontrol dan menyeleksi
informasi yang tidak bermanfaat. Contoh indikator menerima ialah: mendengarkan perkataan
guru dan temannya dengan respek, mendengar dan berusaha mengingat nama orang lain. Kata
kerja yang relevan untuk aspek ini dapat berupa: bertanya, memilih, menyeleksi, menggunakan
dan melakukan. Contoh rumusan tujuan pembelajarannya adalah:
 Siswa memilih alternative yang penting dan relevan dengan tugas.
 Siswa mendemonstrasikan kepekaan terhadap masalah orang lain.
 Siswa mendengar dengan cermat dan penuh perhatian pada saat guru berbicara.
2. Merespon (Responden)
Merespon adalah reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang
dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalam perasaan, kepuasan merespon dan
tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
Contoh indikator merespon adalah partisipasi dalam diskusi, menanyakan konsep, prinsip yang
penting, memahami dan mentaati aturan. Kata kerja yang dapat digunakan untuk rumusan tujuan
pada aspek ini antara lain: menjawab, mengapersiasi, menulis, membantu, menunjukkan,
memainkan. Contoh kalimat tujuan pembelajaran adalah:
 Siswa mampu mengembangkan perhatian setelah membaca bacaan ekstra.
 Siswa mampu berpartisipasi secara antusias dalam kegiatan diskusi.
 Siswa mampu menyeleksi jenis music berdasarkan langgamnya.
3. Menilai (Valuing)
Kemampuan menilai berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus yang diterima oleh peserta didik. Dalam hal ini termasuk kesedian menerima nilai, latar
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Contoh
indikator kemampuan menilai antara lain: mendemonstrasikan kepercayaan pada proses
demokrasi, menghargai perbedaan individu dan budaya, menunjukkan kemampuan mengatasi
masalah. Kata kerja yang dapat dipakai dalam merumuskan tujuan pembelajaran kategori ini
termasuk: mendemonstrasikan, mengenal, mengapresiasi. Contoh kalimat tujuan pembelajaran
pada aspek ini sebagai berikut:
 Siswa mampu mendemonstasikan kepekaan terhadap isu-isu sensitif.
 Siswa mampu mengenal nilai-nilai tertentu yang penting bagi kebebasan pers.

4. Mengorganisasi (Organizing)
Kemampuan mengorganisasi yakni kemampuan mengembangkan nilai-nilai ke dalam
suatu sistem termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, serta pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh indikator mengorganisasi ialah: penerimaan pada
standar etika professional, merancang cita-cita sesuai dengan kemampuan, minat dan
kepercayaan dan menghargai waktu. Kata kerja yang dapat digunakan antara lain: mengatur,
mempersiapkan, memodifikasi, menghubungkan, mendiskusikan dan menyeimbangkan. Contoh
rumusan tujuan pembelajaran yang relevan antara lain:
 Siswa mampu memodifikasi perilaku standar untuk mengembangkan perilakunya sendiri.
 Siswa mampu membentuk perilaku (tanggung jawab, jujur) yang sesuai dengan norma-
norma sekolah.
 Siswa memilih nilai yang tepat atau penting untuk dirinya.

5. Internalisasi nilai (characterization by value)


Internalisasi nilai yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Aspek ini merupakan
domain afektif yang paling tinggi dan pada tingkat ini perilaku pebelajar sudah konsisten dengan
nilai-nilai internal yang dimilikinya. Contoh indikator untuk aspek kemampuan
menginternalisasi nilai antara lain: menunjukkan kemandirian bila diberi tugas mandiri,
berpartisipasi aktif mengerjakan tugas kelompok, bersedia menerima pendapat orang lain dan
mereview dan mengubah keputusan/kesimpulannya jika ada bukti yang kuat. Kata kerja yang
dipakai untuk merumuskan tujuan pembelajaran yang terkait dengan aspek ini adalah: bertindak,
mendengar, merevisi, menyelesaikan, mempraktikan. Contoh kalimat tujuan yang relevan antara
lain:
 Siswa dapat bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas kelompoknya.
 Siswa dapat menyelesaikan pekerjaannya secara independen.
 Jika menghadapi kata atau istilah baru, siswa antusias untuk menemukan maknanya.

Diskusi pada pembelajaran ini selesai, dosen pengampu menekankan bahwa pada
pertemuan ini lebih focus kepada bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran yang baik dan
mampu mengembangkan berpikir kreatif siswa. Untuk pertemuan selanjutnya membahas
mengenai Bab 6 Pendidikan Sains di Sekolah Dasar dan Menengah yang akan dipresentasikan
oleh kelompok 2 dan 4.
KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN KETUJUH (VII)
SENIN, 16 OKTOBER 2017

Pada kuliah di pertemuan ke tujuh ini, proses pembelajaran dimulai dengan kegiatan
persentasi dilakukan oleh dua kelompok, yaitu Kelompok 2 dan Kelompok 4 dimana membahas
mengenai “Bab 6 Pendidikan Sains Di Sekolah Dasar Dan Menengah”.
Sains menurut tim pakar Universitas California Amerika Serikat (2014) beberapa hal
yang penting untuk dimaknai dan dipikirkan oleh seorang pendidik tentang sains mencakup
batang tubuh dan proses ilmu pengetahuan (Science is both of knowledge and a proses). Dimana
sains dapat dipelajari sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan dalam bentuk fakta, konsep,
generalisasi, dan teori-teori yang dituangkan dalam buku teks pelajaran. Terkait dengan pelajaran
sains di SD, SMP dan SMA tertuang dalam lampiran permendikbud Nomor 58 tahun 2014 yang
menyatakan bahwa IPA sebagai mata pelajaran, diberikan mulai dari jenjang sekolah dasar
sampai jenjang sekolah menengah atas. Konsep keterpaduan IPA di SMP ditunjukkan dalam KI
dan KD , dimana konsep-konsep fisika, kimia, biologi dan ilmu pengetahuan bumi dan antariksa
(IPBA) telah dipadukan. Dalam permendikbud nomor 58 tahun 2014 , dinyatakan bahwa mata
pelajaran IPA dijenjang sekolah menengah pertama (SMP/MTs) ditujukan agar peserta didik
menguasai kompetensi inti (KI 1, Ki 2, KI 3 dan KI 4). Dijelaskan juga tujuan fisika, biologi dan
kimia yang tertuang dalam permendikbud nomor 59 tahun 2014 tentang kurikulum 2013
Semua sudah dijelaskan oleh kelompok 2 termasuk dimensi dari sains dan pelajaran
sains di SD, SMP dan SMA, dilanjutkan dengan sesi diskusi. Moderator memberikan
kesempatan bagi tiga orang untuk bertanya.
1. Baiq Uswatul Khasanah: terkait dengan pelajaran sains disekolah, untuk lebih dipahami oleh
peserta didik perlu diberikan contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Apa sajakah
contoh sehari-hari pelajaran sains yang dapat dijelaskan kepada peserta didik agar mudah
dipahami? Bisa dari segi fisika, kimia ataupun biologi?
2. Mahdi Abdurrahman: Bagaimana keterkaitan pendidikan sains dari SD, SMP sampai SMA.
3. Wawan: Bagaimana alternatif pembelajaran terbaik menurut kemendikbud no.22 tahun 2016
tentang standar proses menurut anda yang pernah mengajar?

Pertanyaan pertama dari Baiq Uswatul Khasanah dijelaskan oleh Tirmayasari bahwa
contoh dalam kehidupan sehari pembelajaran sains anak , misalnya perpindahan kalor salah
satunya adalah radiasi, disana dijelaskan bahwa benda yang hitam akan menyerap kalor dan
menyimpann kalor, sehingga peserta didik dapat dianjurkan tidak menggunakan baju warna
hitam, sebaiknya siang hari gunakan baju putih, selain radiasi perpindahan kalor secara
konduksi misalnya ketika memasak, sebaiknya peserta didik memberitahu orangtuanya bahwa
memasak dengan panci dari stainless lebih cepat panas ketimbang memasak dengan
menggunakan panci dari gerabah. Contoh dari segi biologi misalnya dalam sistem pencernaan,
ketika mengunyah makanan paling tidak makanan dikunyah 33 kali dengan tujuan agar
makanan lebih lunak saat diterima oleh lambung , perlu juga bagi wanita mejaga kebersihan
untuk menghindari penyakit servik . Jawaban ini dilengkapi oleh Agive, Huurun iin dan Mulyati.
Pertanyaan Mahdi Abdurrahman, ditanggapi oleh Samsul Hakim : keterkaitan
pendidikan sain SD, SMP dan SMA, ditanggapi pak samsul hakim, pembelajran IPA khusus SD
masih sesuai dengan tema tentang materi yang dipelajari , pelajarannya masih bersifat umum
dan mendasar, misalnya pengukuran di SD hanya mengkonversi dari besaran meter ke
centimeter, kalau di SMP lebih spesifik lagi pengukuran yang lebih komplek yaitu pengukuran
waktu, massa, panjang, kalau di SMA ditambah lagi dengan adanya dimensi dari besaran ,
apakah mengukur itu bagian dari IPA, di SMP bagaimana melakukan pengukuran. Muliyati :
pelajaran IPA di SD, SMP dan SMA maupun perguruan tinggi pada dasarnya materinya sama
yang berbeda hanya kedalamannya saja,sesuai dengan karakteristik dari peserta didik, jadi
mengenai pengukuran, di SD ada, di SMP ada di SMA juga ada, misalnya di SD dasarnya itu jadi
prasyarat pengukuran di SMP, prasyaratnya ke SMA jadi berkesinambungan. Ditambahkan oleh
Tirmayasari: dilihat dari KD nya di SD pada pengukuran lebih tertema, hanya mengenalkan
pengukuran entah itu dengan jengkal, penggaris tetapi tidak dispesifikkan untuk mengukur ini
panjang, ini waktu, di SMP sdh spesifik untuk mengukur panjang beserta satuannya, diawali
dengan prasyarat ketika di SD,di SMP belum diperkenalkan dimensi besaran atau tentang
karakteristik zat, di SD cukup membedakan zat itu dari zat padat, cair dan gas, dari bentuk
fisiknya, di SMP lebih ke bentuk partikelnya,seperti apa gaya tarik menarik, di SMA lebih lanjut
lagi ke unsur senyawa dan campurannya.

Selanjutnya presentasi dilanjutkan oleh kelompok 4 mengenai karakteristik peserta didik


bahwa karakteristik peserta didik yang dirilis oleh Tim Pakar Universitas Berkeley (2015).
Siswa kelas 1 dan 2 SD dengan rentang umur 6-8 tahun, baru mulai berlatih mengembangkan
kemampuan untuk mendekati dunia nyata secara logis. Menurut Piaget, anak-anak berusia 6-8
tahun sedang berada pada fase transisi antara berpikir pra-operasional dengan fase berpikir
konkrit operasional. Siswa kelas 3,4,5 dan 6 berusia antara 8 sampai 12 tahun. Siswa
menjelaskan ide-idenya , dan mereka sudah dapat bekerja dalam kelompok untuk mengekplorasi
dan melakukan diskoveri. Seiring dengan pertambahan usianya , siswa kelas 4 memiliki rasa
ingin tahu secara intelektual, tetapi mungkin kurang imajinatif, cara kerja suatu benda/mahluk
dan mengmbangkan rasa ingin tahu tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. Pada usia
ini anak dapat dilibatkan dalam melakukan eksplorasi ilmiah melalui pelajaran IPA. pada usia
kelas 5 siswa mulai tertarik untuk belajar tentang informasi faktual, dan umumnya memiliki daya
ingat yang baik. Anak-anak yang berada di kelas 6. Rata-rata masih seperti karakteristik siswa
kelas dibawahnya , kecuali beberapa diantaranya ada yang sudah mulai tumbuh lebih matang,
dan lebih menghargai gurunya sebagai nara-sumber dan pemimpinnya.
IPA atau Sains merupakan pelajaran yang berorientasi pada fakta, konsep, prinsip,
generalisasi, hukum, teori tentang alam yang menarik untuk dikaji, bermanfaat, selalu
berkembang, dan berlaku global. Pada saat ini, guru jarang mengembangkan pembelajaran yang
menerapkan sains sebagai proses. Sains sebagai proses dapat diwujudkan melalui pendekatan
ilmiah yang meliputi mengamati. Pada kegiatan mengamati sesuatu harus menimbulkan rasa
ingin tahu pada peserta didik yang diwujudkan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan tersebut
harus berupa pertanyaan ilmiah. Pertanyaan ilmiah merupakan pertanyaan yang jawabannya
dapat dicari dan ditemukan dengan kegiatan ilmiah atau melalui percobaan. Setelah peserta didik
mencoba sehingga mendapatkan data maka selanjutkan mengasosiasi atau mengelolah data
sehingga peserta didik dapat menarik kesimpulan dari pertanyaan ilmiah tersebut dan dapat
dikomunikasikan baik dalam tulisan maupun lisan.

KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPA PERTEMUAN KEDELAPAN (VIII)


SENIN, 23 OKTOBER 2017

Pada kuliah di pertemuan ke delapan ini, proses pembelajaran dimulai dengan


mengerjakan dua buah soal, kemudian kami menjawabnya di dalam selembar kertas double folio
yang sudah dibagikan sebelumnya. Adapun pertanyaan yang diberikan adalah :
1. Tuliskan sebanyak mungkin apa yang Anda ketahui tentang Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (HOTS).
Jawaban :
Yang saya ketahui mengenai Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (High Order Thinking
Skill / HOTS) adalah proses berpikir siswa secara ilmiah berdasarkan prosedur atau langkah-
langkah ilmiah. Keterampilan berpikir itu sendiri berkaitan dengan 3 istilah yang berbeda,
yaitu :
a. Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-
proses berpikir yang terjadi dalam short term memory dan berkaitan dengan taksonomi
Bloom, dimana menurut Bloom berpikir tingkat tinggi meliputi analitis, sintesis, dan
evaluasi.
b. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan-tahapan tau
bagian-bagian.
c. Berpikir kritis adalah salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik
sedangkan lawannya adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen yang bersifat
menyebar ke satu titik.
Kesemua keterampilan berpikir ini, harus dimiliki oleh siswa karena berkaitan dengan proses
kognitif siswa terhadap proses berpikir khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Berpikir tingkat tinggi menurut Resnick dalam Nur (2011) adalah :
a. Bersifat nonalogritmik
b. Cenderung kompleks
c. Menghasilkan multi solusi
d. Melibatkan pertimbangan seksama dan interpretasi
e. Melibatkan penerapan multi kriteria
f. Melibatkan ketidakpastian karena tidak semua hal dapat dipahami dengan mudah
g. Melibatkan pengaturan diri dalam proses berpikir
h. Melibatkan penggalian makna dan penemuan pola dalam ketidakteraturan
i. Melibatkan kerja mental besar-besaran diperlukan elaborasi dan pemberian pertimbangan
Keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat
dari kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal berpikir tingkat tinggi,
sehingga berkaitan dengan hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Menurut Bloom
penguasaan konsep, ide, pengetahuan faktual, dan berkenaan dengan keterampilan intelektual
adalah bagian-bagian dari hasil belajar. Bloom memberikan definisi sederhana untuk setiap
kategori hasil belajar domain kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan
dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah sedangkan analisis, sintesis, dan
evaluasi dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Krathwohl memodifikasi
taksonomi Bloom dengan mengemukakan 6 kategori, yaitu :
a. Pengetahuan diganti dengan Mengingat
b. Pemahaman diganti dengan Memahami
c. Aplikasi tetap digunakan tetapi dalam bentuk kata kerjanya Menerapkan
d. Analisis tetap digunakan tetapi dalam bentuk kata kerjanya Menganalisis
e. Evaluasi tetap digunakan tetapi dalam bentuk kata kerjanya Mengevaluasi
f. Sintesis tidak lagi digunakan, melainkan diganti dengan Mengkreasi, karena sintesis
sudah masuk menjadi satu kesatuan dengan evaluasi
Krathwohl memandang domain kognitif interseksi antara dimensi proses kognitif dengan
dimensi pengetahuan, diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu :
a. Faktual
b. Konseptual
c. Prosedural Mulai dari bersifat konkret ke bersifat abstrak
d. Metakognisi
Sesuatu yang bersifat konkret merupakan indikator berpikir tingkat rendah sedangkan sesuatu
yang bersifat abstrak merupakan indikator berpikir tingkat tinggi.
2. Deskripsikan pendapat Anda tentang “Sains sebagai proses” ilmu pengetahuan. Berikan
contoh dan uraian mengapa hal ini penting dikembangkan dan dilaksanakan dalam proses
pembelajaran IPA di sekolah.
Jawaban :
Pendapat saya mengenai “Sains sebagai proses” adalah meliputi serangkaian proses
pencarian dan penemuan (inquiry-discovery) yang memungkinkan siswa untuk mampu
menghubungkan dan mengintegrasikan fakta-fakta ke dalam suatu koheren dan pemahaman
yang komprehensif tentang alam semesta. Berdasarkan konteks tersebut, maka dalam
mempelajari IPA atau Sains siswa diharapkan mempelajarinya melalui proses-proses ilmiah
agar dapat mengembangkan keterampilan proses sainsnya, seperti mengamati, merumuskan
masalah, menganalisis data, mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang logis.
Dalam Permendikbud No. 58 Tahun 2013 tentang Kurikulum 2014 SMP/MTs menyatakan
bahwa IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia
melalui pemecahan masalah-masalah yang dihadapi di lingkungan fisik maupun lingkungan
social. Selain itu juga, IPA diartikan berbeda menurut sudut pandang ilmuwan dan filsuf
dimana menurut ilmuwan, IPA didefinisikan sebagai sekumpulan informasi ilmiah dan
sebagai suatu metode untuk menguji hipotesis, sedangkan menurut filsuf, IPA dipandang
sebagai cara bertanya tentang kebenaran dari apa yang kita ketahui. Para ilmuwan IPA dalam
mempelajari gejala-gejala alam menggunakan proses ilmiah dan sikap ilmiah, dimana proses
ilmiah yang dimaksudkan adalah pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional
sedangkan sikap ilmiah yang dimaksud adalah objektif dan jujur dalam melakukan
serangkaian proses ilmiah. Contoh sikap ilmiah yang penting dikembangkan melalui
pembelajaran IPA adalah objektif, jujur, dan teliti dalam melakukan pengamatan,
mengumpulkan dan menginterpretasikan data. Tujuan pendidikan sains di sekolah dasar dan
menengah ada 3, yaitu :
a. Untuk mempersiapkan siswa mempelajari sains pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
b. Untuk mempersiapkan siswa memasuki tantangan dunia kerja atau menjalankan tugas
dalam bidang kerjanya.
c. Untuk mempersiapkan siswa menjadi anggota masyarakat yang melek sains.
Selain ketiga tujuan tersebut, adapun tujuan yang lainnya adalah untuk mengantar siswa lebih
mengenal lingkungan fisik, bilogis, dan kimia dalam alam sekitarnya, serta mengenali
berbagai sumber daya yang menjadi keunggulan wilayah Nusantara. Dalam Permendikbud
No. 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa mata pelajaran IPA di jenjang SMP/MTs ditujukan
agar peserta didik menguasai kompetensi yang meliputi :
1) Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan materi,
kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan sehingga bertambah
keimanannya.
2) Menunjukkan perilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
sikapnya.
3) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan guna memupuk
sikap ilmiah.
4) Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan, mengajukan, dan menguji hipotesis
hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
5) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip IPA.
6) Menguasai konsep dan prinsip IPA serta keterampilan mengembangkan pengetahuan dan
sikap percaya diri.
IPA di jenjang SMA dibagi menjadi 3 mata pelajaran spesifik, yaitu Biologi, Fisika, dan
Kimia yang menjadi bagian dari mata pelajaran bidang peminatan. Dalam Permendikbud No.
59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMA/MA dinyatakan tujuan ketiga mata pelajaran
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mata Pelajaran Biologi
1) Menumbuhkan kesadaran terhadap kompleksitas, keteraturan, keindahan
keanekaragaman hayati dan bioproses, serta penerapan biologi untuk mengungkapkan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2) Membentuk skema pengetahuan biologi peserta didik berupa pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural serta metakognisi dalam ranah konkret dan abstrak.
3) Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains dan teknologi yang bermanfaat serta
pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.
4) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pada metode ilmiah dan aspek
keselamatan kerja dengan mempraktikkan metode ilmiah melalui tahapan
pengamatan dan percobaan atau eksperimen.
5) Menumbuhkan hard skill dan soft skill dalam bidang biologi secara seimbang untuk
membekali peserta didik menjadi pribadi yang memiliki kemampuan kolaboratif,
komunikatif, kreatif, dan inovatif serta melek media.
6) Membentuk sikap yang positif terhadap ilmu biologi
b. Mata Pelajaran Kimia
1) Membangun kesadaran tentang keteraturan dan keindahan alam sebagai wujud
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah dan bekerjasama dengan orang lain.
3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau
eksperimen secara lisan dan tertulis.
4) Meningkatkan kesadaran terhadap aplikasi ilmu kimia yang bermanfaat dan mungkin
merugikan.
5) Memahami konsep-konsep kimia dan keterkaitannya.
6) Menerapkan konsep-konsep kimia untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan teknologi.
7) Membentuk sikap positif terhadap kimia.

c. Mata Pelajaran Fisika


1) Menambah keimanan peserta didik dengan menyadari hubungan keteraturan,
keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam jagad raya terhadap kebesaran Tuhan
yang menciptakan.
2) Menunjukkan perilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
sikap ilmiah dalam melakukan percobaan dan berdiskusi.
3) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan.
4) Memupuk sikap ilmiah.
5) Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam hasil
percobaan secara lisan dan tertulis.
6) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif
menggunakan konsep dan prinsip fisika.
7) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mengembangkan keterampilan
pengetahuan dan sikap percaya diri.
Setelah selesai menjawab kedua soal tersebut, Pak Prof. Wahab melihat dan membaca
sekilas jawaban-jawaban kami. Untuk soal nomor 1 menurut Pak Prof. Wahab, masih banyak
jawaban yang terlalu umum dan dimulai dengan “definisi HOTS”, baru kemudian kaitannya
dengan taksonomi Bloom, dan sebagainya. Tetapi dirasa sudah cukup baik, walaupun mungkin
masih ada yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan Pak Prof. Wahab.
Untuk soal nomor 2 menurut Pak Prof. Wahab, banyak sekali yang tidak sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh isi pertanyaan tersebut. Tetapi ada beberapa orang yang sudah bagus
dan sesuai dengan apa yang diinginkan soal. Saya merasa jika salah satu jawaban yang
dibacakan oleh Pak Prof. Wahab adalah jawaban saya, sehingga saya merasa jawaban saya
sangat jauh dari yang diinginkan soal. Untuk itu saya bertekad di pertemuan-pertemuan
selanjutnya jika ada soal seperti ini lagi, saya akan memahami maksud soal dengan baik, teliti,
dan berpikir lebik kritis lagi.
Sebelum perkuliahan diakhiri, Pak Prof. Wahab memberikan kami tugas, yaitu
mempresentasikan BAB 7 LITERASI DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS untuk
Kelompok 1 dan Kelompok 3.

Anda mungkin juga menyukai