TINJAUAN TEORI
11
12
ilmiah terhadap alam sekitar yang dapat mempengaruhi pola pikir dan
pemahaman siswa ke arah yang lebih baik yang dapat dikembangkan ketika
siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi atau kegiatan di lapangan.
Hamalik (2005: 36) menjelaskan bahwa belajar adalah proses
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup.
Belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman. Gagne (1977) dalam Siregar (2010: 5)
mengemukakan pengertian belajar yaitu suatu perubahan perilaku yang
relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari
pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan.
Pertanda seseorang telah belajar salah satunya adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Sebagaimana dalam The Guidance of
Learning Activities, WH Bruton (1984) dalam Siregar (2010: 5) mengatakan
bahwa belajar adalah proses perubahan individu karena adanya interaksi
antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya
sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sukmadinata (2009: 155) menjelaskan bahwa belajar selalu berkenaan
dengan perubahan-perubahan pada diri seseorang yang belajar, apakah
mengarah ke arah yang lebih baik ataupun yang kurang baik, hal lain yang
terkait dalam belajar adalah pengalaman, pengalaman yang terkait
berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Perubahan
sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang
ada pada individu tersebut, (Sudjana, 2010: 22).
Slameto (2010: 54) mendefinisikan belajar dalam tiga macam
rumusan diantaranya rumusan secara intitusional belajar dipandang sebagai
proses validasi atau pengabsahan tehadap penguasaan siswa atas materi-
materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa
telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-
pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar
13
dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada
beberapa faktor yang mempengaruhi dalam belajar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya
yaitu lingkungannya. Faktor-faktor yang ada dalam individu diantaranya
menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu. Keberhasilan
belajar juga sangat dipengaruhi oleh di luar diri siswa, baik faktor fisik
maupun sosial maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Aspek jasmaniah mencakup kondisi kesehatan jasmani dari individu.
Selain itu kelengkapan indra dan kesehatan indra juga mempengaruhi dalam
belajar. Aspek psikis atau rohaniah menyangkut kondisi kesehatan psikis,
kemampuan intelektual. Kondisi intelektual ini mencakup tingkat
kecerdasan dan bakat. Selain itu minat dan motivasi juga mempengaruhi
dalam belajar. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keluarga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar,
misalnya dukungan dari orang tua dalam memotivasi kegiatan belajar,
(Slameto, 2010: 54)
Definisi mengenai sains dan belajar diatas dapat diambil maksud dari
hakikat belajar sains yaitu suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku dan sikap dari sesuatu
yang berkaitan dengan makhluk hidup dan lingkungannya dengan
menggunakan dan menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
B. Literasi Sains
Program for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan
literasi sains yaitu the capacity to use scientific knowledge, to identify questions
15
PISA 2015 menilai tingkat literasi sains dapat dilakukan melalui 4 aspek,
diantaranya pengetahuan sains, konteks sains, kompetensi sains dan sikap.
PISA memilih aspek pengetahuan untuk dijadikan salah satu penilaian tingkat
literasi sains siswa bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana siswa dapat
menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan
kehidupan mereka sendiri. Pengetahuan dinilai dan dipilih dari bidang utama
fisika, kimia, biologi, bumi dan ruang ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Aspek pengetahuan sains mengalami pengembangan pada PISA 2015
yaitu adanya pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik. Pengetahuan
prosedural merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah kegiatan ilmiah
yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. Pengetahuan
epistemik adalah pengetahuan tentang konstruksi dan mendefinisikan aspek
penting dalam proses pembangunan pengetahuan ilmiah dan peranannya dalam
membenarkan pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan, (OECD,
2013: 20).
PISA 2015 menetapkan komponen kompetensi sains dalam penilaian
literasi sains yaitu mengidentifikasi isu-isu ilmiah, menjelaskan fenomena
ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah, (OECD, 2013: 15). Kompetensi sains
mengidentifikasi masalah yang berorientasi ilmiah, menjelaskan atau
memprediksi fenomena berdasarkan pengetahuan ilmiah, menafsirkan bukti
dan kesimpulan, dan menggunakan bukti ilmiah untuk membuat keputusan dan
berkomunikasi. Kompetensi sains merujuk pada proses mental yang terlibat
ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti
mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan.
Konteks sains merupakan situasi dalam kehidupan sehari-hari yang
menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Konteks
sains meliputi tiga cakupan yaitu konteks pribadi, lokal atau nasional dan
global. Kategori dalam penilaian literasi sains pada aspek konteks sains
diantaranya mengenai kesehatan, sumber daya alam, kualitas lingkungan,
resiko dan batas-batas sains serta teknologi. Kategori tersebut merupakan ranah
dimana ilmu pengetahuan memiliki nilai khusus bagi individu dan masyarakat
dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup.
17
Tujuan dari pendidikan sains bagi siswa salah satunya adalah untuk
mengembangkan sikap yang membuat mereka cenderung menghadapi isu-isu
ilmiah dan selanjutnya untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan ilmiah
dan teknologi untuk kepentingan pribadi, sosial, dan global. Penilaian PISA
2015 mengevaluasi sikap siswa terhadap ilmu pengetahuan pada tiga bidang
yaitu minat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran lingkungan dan
menilai pendekatan ilmiah yang dianggap point penting dalam membangun
literasi sains, (OECD, 2013: 36).
menguasai suatu materi pelajaran adalah penting, selain aspek psikomotor dan
afektif.
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat melatih
kepedulian siswa terhadap lingkungan di sekitarnya, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Poedjiadi (2010: 124) bahwa tujuan model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya. Pembelajaran dengan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) mengembangkan materi dalam lingkup yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Sains
Teknologi Masyarakat
Gambar 2.1 Bagan Hubungan antara Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains
(Poedjiadi, 2010, 124)
Penilaian dapat diberikan berupa tes tertulis atau pertanyaan secara lisan,
(Poedjiadi, 2010: 127).
Keunggulan dari pembelajaran STM ini diantaranya dapat meningkatkan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah. Pembelajaran STM menekankan
bagaimana cara belajar yang baik yang mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Tidak hanya itu pembelajaran STM ini juga menekankan sains
dalam keterpaduan diantara bidang studi. Dalam kegiatan pembelajaran, STM
menekankan bahwa guru bukan sumber utama informasi untuk mengetahui
konsep pengetahuan akan tetapi setiap individu berusaha menggali konsep
berdasarkan temuannya dan pemikirannya, (Adang, 2012: 56).
Kesulitan dan kendala pembelajaran dengan menggunakan STM
diantaranya memakan waktu lebih lama bila dibandingkan dengan model-
model lain. Bagi guru tidak mudah untuk mencari isu atau masalah pada tahap
pendauluan yang terkait dengan topik yang dibahas, sehingga memerlukan
adanya wawasan luas dari guru, (Poedjiadi, 2010: 137).
Gambar2.6
http://febrianrizkianhilanmle.blogspot.
co.id
Diantaranya:
- Pemanasan Global
- Perubahan Iklim
- Peningkatan Gas Rumah Kaca
3) Aplikasi Konsep
Pembuatan poster yang berkaitan dengan perubahan lingkungan.
Gambar 2.8 Pembuangan Gambar 2.9 Limbah Gambar 2.10 Aktifitas manusia
Sampah sembarangan. Pembuatan Batu Alam ke penyebab ikan mati
http://m.tribunnews.com aliran sungai di Desa Bobos http://liputan6.com
E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Feri Wahyuni dengan judul penelitiannya yaitu
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Imtaq pada
Konsep Ekosistem di SMA Daya Utama. Dalam penelitiannya hasil belajar
siswa SMA Daya Utama meningkat. Uji hipotesisnya menyatakan bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan melalui pembelajaran STM
diterima. Respon positif siswa terhadap model pembelajaran STM diperoleh
sebanyak 99,97 % siswa menyatakan bahwa proses belajar mengajar dengan
STM dirasakan dapat menigkatkan hasil belajar pada materi ekosistem.
Penelitian dari Agustini (dkk) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Terhadap
Penguasaan Materi dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA di MTs. Negeri Patas, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah
antara siswa yang mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat
dan model pembelajaran langsung. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
direkomendasikan bahwa model pembelajaran sains teknologi masyarakat
dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan
penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah.
Berdasarkan suatu penelitian yang telah dirancang oleh Holden (2012:
108) dengan judul jurnal Predictors Of Students' Attitudes Toward Science
Literacy dimana teknik pengumpulan datanya dengan metode survei yang
bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap literasi sains. Jurnalnya
menyatakan bahwa mayoritas siswa yang disurvei setuju bahwa menjadi
seorang yang melek sains adalah syarat untuk tanggung jawab sebagai warga
negara yang siap menghadapi perkembangan zaman. Berdasarkan beberapa
penelitian tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian yang terfokus
untuk melihat peningkatan literasi sains melalui pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM).