Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran Sains


1. Hakekat Belajar Sains
Sains bermula timbul dari rasa ingin tahu manusia, dari rasa
keingintahuan tersebut membuat manusia selalu ingin mengamati terhadap
gejala-gejala alam yang ada dan mencoba memahaminya. Ilmu pengetahuan
alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau Sains yang
semula berasal dari bahasa inggris Science. Kata “Science” juga berasal dari
kata dalam bahasa latin “ scientia” yang berarti saya tahu, (Trianto, 2011:
136).
Aly (2013: 18) menjelaskan bahwa sains adalah suatu pengetahuan
teoritis yang diperoleh dengan cara yang khas seperti melakukan observasi,
eksperimentasi, penyimpulan dan penyusunan teori serta menuntut adanya
sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka dan jujur. Dapat disimpulkan
bahwa sains merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang
diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa
metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang
bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.
Toharudin (2011: 28) mengemukakan hakikat sains yaitu sains
sebagai produk, sains sebagai proses dan sains sebagai sikap. Sains
dipandang sebagai produk karena isi dari sains tersebut merupakan hasil
kegiatan empiris dan analitis yang dilakukan oleh para ahli. Produk sains
berisi tentang fakta-fakta, prinsip-prinsip, hukum-hukum, konsep-konsep
dan teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau memahami alam
serta fenomena-fenomena yang terjadi didalamnya.
Sains sebagai proses identik dengan keterampilan proses sains
(Science Proccess Skill). Proses sains merupakan sejumlah keterampilan
untuk mengkaji fenomena-fenomena alam melalui cara tertentu untuk
memperoleh ilmu serta perkembangan ilmu selanjutnya. Proses sains harus
diarahkan dalam pembelajaran agar siswa tidak hanya memahami sesuatu
melainkan mampu mengajarkan sesuatu. Sains sebagai sikap berarti sikap

11
12

ilmiah terhadap alam sekitar yang dapat mempengaruhi pola pikir dan
pemahaman siswa ke arah yang lebih baik yang dapat dikembangkan ketika
siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi atau kegiatan di lapangan.
Hamalik (2005: 36) menjelaskan bahwa belajar adalah proses
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup.
Belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman. Gagne (1977) dalam Siregar (2010: 5)
mengemukakan pengertian belajar yaitu suatu perubahan perilaku yang
relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari
pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan.
Pertanda seseorang telah belajar salah satunya adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Sebagaimana dalam The Guidance of
Learning Activities, WH Bruton (1984) dalam Siregar (2010: 5) mengatakan
bahwa belajar adalah proses perubahan individu karena adanya interaksi
antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya
sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sukmadinata (2009: 155) menjelaskan bahwa belajar selalu berkenaan
dengan perubahan-perubahan pada diri seseorang yang belajar, apakah
mengarah ke arah yang lebih baik ataupun yang kurang baik, hal lain yang
terkait dalam belajar adalah pengalaman, pengalaman yang terkait
berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Perubahan
sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang
ada pada individu tersebut, (Sudjana, 2010: 22).
Slameto (2010: 54) mendefinisikan belajar dalam tiga macam
rumusan diantaranya rumusan secara intitusional belajar dipandang sebagai
proses validasi atau pengabsahan tehadap penguasaan siswa atas materi-
materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa
telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-
pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar
13

dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada
beberapa faktor yang mempengaruhi dalam belajar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya
yaitu lingkungannya. Faktor-faktor yang ada dalam individu diantaranya
menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu. Keberhasilan
belajar juga sangat dipengaruhi oleh di luar diri siswa, baik faktor fisik
maupun sosial maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Aspek jasmaniah mencakup kondisi kesehatan jasmani dari individu.
Selain itu kelengkapan indra dan kesehatan indra juga mempengaruhi dalam
belajar. Aspek psikis atau rohaniah menyangkut kondisi kesehatan psikis,
kemampuan intelektual. Kondisi intelektual ini mencakup tingkat
kecerdasan dan bakat. Selain itu minat dan motivasi juga mempengaruhi
dalam belajar. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keluarga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar,
misalnya dukungan dari orang tua dalam memotivasi kegiatan belajar,
(Slameto, 2010: 54)
Definisi mengenai sains dan belajar diatas dapat diambil maksud dari
hakikat belajar sains yaitu suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku dan sikap dari sesuatu
yang berkaitan dengan makhluk hidup dan lingkungannya dengan
menggunakan dan menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.

2. Hakikat Pembelajaran Sains


Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, (Sagala,
2011: 61). Pembelajaran merupakan prosedur dan metode yang ditempuh
oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan
14

pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh


individu untuk memperolah suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dan
lingkungannya.
Hakikatnya pembelajaran sains tidak hanya belajar produk saja, tetapi
juga harus belajar aspek proses dan sikap agar siswa dapat benar-benar
memahami sains secara utuh. Pembelajaran sains merupakan sesuatu yang
harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan pada siswa.
Pembelajaran sains menuntut siswa untuk belajar aktif yang terimplikasikan
dalam kegiatan secara fisik ataupun mental, tidak hanya mencakup aktivitas
hands-on tetapi juga minds-on. Penting sekali bagi setiap guru memahami
sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar dapat memberikan
bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi
siswa, (Hamalik, 2005: 36).
Nilai-nilai sains yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran sains
antara lain sebagai berikut: (1) Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur
dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah, (2) Keterampilan
dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat
eksperimen untuk memecahkan masalah, (3) Memiliki sikap ilmiah yang
diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan
pelajaran sains maupun dalam kehidupan, (Trianto, 2011: 142).
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka pendidikan sains disekolah mempunyai tujuan-tujuan
tertentu, yaitu: (1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia
tempat hidup dan bagaimana bersikap, (2) Menanamkan sikap hidup ilmiah,
(3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan, (4) Mendidik
siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para
ilmuwan penemunya, (5) Menggunakan dan menerapakan metode ilmiah
dalam memecahkan permasalahan, (Trianto, 2011: 142).

B. Literasi Sains
Program for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan
literasi sains yaitu the capacity to use scientific knowledge, to identify questions
15

and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make


decisions about the natural world and the changes made to it through human
activity. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia, (OECD, 2013: 3 ).
Literasi sains memandang literasi sains bersifat multidimensional, bukan
hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu.
Penilaian literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran
tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman
terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan
pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik,
baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta warga dunia.
National Science Teacher Association (NSTA) dalam Poedjiadi (2010:
102) mengemukakan bahwa seseseorang yang memiliki literasi sains adalah
seseorang yang menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses
sains untuk dapat menilai dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab
dalam kehidupan sehari-hari dalam berhubungan dengan orang lain dan
lingkungannya. Seseorang yang literasi sains akan memahami interaksi antara
sains, teknologi dan masyarakat sehingga akan mengetahui bagaimana
masyarakat mempengaruhi sains dan teknologi serta bagaimana sains dan
teknologi mempengaruhi masyarakat.
Terdapat beberapa point seputar literasi sains yaitu: (1) pengetahuan
ilmiah dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tersebut untuk
mengidentifikasi masalah, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan
fenomena ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang
berhubungan dengan isu-isu sains; (2) memahami karakteristik utama
pengetahuan yang dibangun; (3) peka terhadap bagaimana sains dan teknologi
membentuk material, lingkungan intelektual dan budaya; (4) adanya kemauan
untuk terlibat dalam isu dan ide yang berhubungan dengan sains.
16

PISA 2015 menilai tingkat literasi sains dapat dilakukan melalui 4 aspek,
diantaranya pengetahuan sains, konteks sains, kompetensi sains dan sikap.
PISA memilih aspek pengetahuan untuk dijadikan salah satu penilaian tingkat
literasi sains siswa bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana siswa dapat
menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan
kehidupan mereka sendiri. Pengetahuan dinilai dan dipilih dari bidang utama
fisika, kimia, biologi, bumi dan ruang ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Aspek pengetahuan sains mengalami pengembangan pada PISA 2015
yaitu adanya pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik. Pengetahuan
prosedural merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah kegiatan ilmiah
yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. Pengetahuan
epistemik adalah pengetahuan tentang konstruksi dan mendefinisikan aspek
penting dalam proses pembangunan pengetahuan ilmiah dan peranannya dalam
membenarkan pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan, (OECD,
2013: 20).
PISA 2015 menetapkan komponen kompetensi sains dalam penilaian
literasi sains yaitu mengidentifikasi isu-isu ilmiah, menjelaskan fenomena
ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah, (OECD, 2013: 15). Kompetensi sains
mengidentifikasi masalah yang berorientasi ilmiah, menjelaskan atau
memprediksi fenomena berdasarkan pengetahuan ilmiah, menafsirkan bukti
dan kesimpulan, dan menggunakan bukti ilmiah untuk membuat keputusan dan
berkomunikasi. Kompetensi sains merujuk pada proses mental yang terlibat
ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti
mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan.
Konteks sains merupakan situasi dalam kehidupan sehari-hari yang
menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Konteks
sains meliputi tiga cakupan yaitu konteks pribadi, lokal atau nasional dan
global. Kategori dalam penilaian literasi sains pada aspek konteks sains
diantaranya mengenai kesehatan, sumber daya alam, kualitas lingkungan,
resiko dan batas-batas sains serta teknologi. Kategori tersebut merupakan ranah
dimana ilmu pengetahuan memiliki nilai khusus bagi individu dan masyarakat
dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup.
17

Tujuan dari pendidikan sains bagi siswa salah satunya adalah untuk
mengembangkan sikap yang membuat mereka cenderung menghadapi isu-isu
ilmiah dan selanjutnya untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan ilmiah
dan teknologi untuk kepentingan pribadi, sosial, dan global. Penilaian PISA
2015 mengevaluasi sikap siswa terhadap ilmu pengetahuan pada tiga bidang
yaitu minat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran lingkungan dan
menilai pendekatan ilmiah yang dianggap point penting dalam membangun
literasi sains, (OECD, 2013: 36).

C. Sains Teknologi Masyarakat


Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “Science Technology Society (STS)” yaitu suatu usaha untuk
menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata.
Pembelajaran STM dikembangkan untuk meningkatkan literasi sains siswa
agar siswa mengerti bagaimana sains, teknologi dan masyarakat berpengaruh
satu sama lain. Pembelajaran STM dapat meningkatkan kemampuan
menggunakan pengetahuan dalam membuat keputusan, dengan demikian setiap
siswa dapat menghargai sains dan teknologi dalam masyarakat dan mengerti
keterbatasnnya, (Toharudin, 2011: 90).
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan
pendekatan terpadu antara sains teknologi dan isu yang ada di masyarakat,
diharapkan siswa mendapatkan pengetahuan baru yang dapat diterapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Yager (1996) dalam Gusfarenie (2013: 24)
mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model STM di dalamnya
mengandung unsur pembelajaran konstruktivisme dimana siswa dituntut untuk
membangun suatu konsep atau pengertian berdasarkan perspektif mereka yang
diperoleh dari pengalaman orang lain yang dihubungkan dengan pengalaman
pribadi siswa itu sendiri sehingga konsep tersebut dapat lebih mudah
dimengerti oleh siswa.
Domain konsep dalam model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) mendorong siswa melihat pengetahuan sebagai hal yang berguna bagi
dirinya sendiri. Model pembelajaran ini memperhatikan aspek kognitif yang
merupakan kemampuan intelektual seseorang. Aspek-aspek kognitif dalam
18

menguasai suatu materi pelajaran adalah penting, selain aspek psikomotor dan
afektif.
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat melatih
kepedulian siswa terhadap lingkungan di sekitarnya, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Poedjiadi (2010: 124) bahwa tujuan model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya. Pembelajaran dengan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) mengembangkan materi dalam lingkup yang dapat
digambarkan sebagai berikut :

Sains

Teknologi Masyarakat
Gambar 2.1 Bagan Hubungan antara Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains
(Poedjiadi, 2010, 124)

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan masyarakat sangat


erat hubungannya. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial (masyarakat),
lingkungan alam (dipelajari dengan sains), dan lingkungan buatan (teknologi).
Teknologi ini diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Teknologi dan sains saling melengkapi sebab sains merupakan pengetahuan
yang sistematis tentang alam sedangkan teknologi merupakan metode
sistematis yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Poedjiadi (2010: 123) memaparkan bahwa pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM) pada umumnya memiliki karakteristik diantaranya
identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan
dampak, keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi yang
dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari,
fokus kepada dampak sains dan teknolog, penekanan pada kesadaran karir
yang berkaitan dengan sains dan teknologi, kesempatan bagi siswa untuk
berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan isu-isu
19

yang telah diidentifikasi dan identifikasi bagaimana sains dan teknologi


berdampak dimasa depan.
Poedjiadi (2010:125) menjelaskan dalam bukunya mengenai
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) bahwa Sains Teknologi
Masyarakat (STM) merupakan pembelajaran yang memiliki tahapan-tahapan
yang harus dilalui, diantaranya yaitu tahap pendahuluan atau disebut juga
dengan inisiasi atau invitasi, tahap pembentukan atau pengembangan konsep,
tahap aplikasi konsep dalam kehidupan (penyelesaian masalah atau analisis
isu), tahap pemantapan konsep dan tahap penilaian.
Poedjiadi (2010:125) menjelaskan bahwa tahap pertama dari
pembelajaran STM adalah tahap invitasi yaitu merupakan tahap mengawali,
memulai, mengundang. Tahap invitasi bertujuan untuk mengarahkan perhatian
peserta didik kepada materi yang akan dibahas. Kekhasan dari pembelajaran
STM ini adalah dikemukakannya isu-isu atau masalah di masyarakat yang
dapat digali dan diamati oleh siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan yang
memici terjadinya diskusi diantara peserta didik. Tahap invitasi juga biasa
disebut dengan tahap inisiasi, apersepsi atau eksplorasi, (Toharudin, 2011: 71).
Tahap kedua yaitu tahap pembentukan konsep dimana guru dapat
melakukan berbagai pendekatan dan metode, misalnya pendekatan
keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode
demonstrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok, dan lain-lain.
Hasil dari tahap pembentukan konsep diharapkan siswa mampu memahami
apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap masalah yang
dikemukakan diawal pembelajaran telah menggunakan konsep-konsep sains
atau belum, (Poedjiadi, 2010: 125).
Tahap ketiga yaitu tahap aplikasi konsep yaitu tahap dorongan kepada
siswa agar mampu mengaplikasikan konsep yang telah dipahami. Konsep yang
telah ditemukan pada tahapan sebelumnya dan telah dipahami oleh siswa
kemudian diaplikasikan kedalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tahap
keempat adalah tahap pemantapan konsep yaitu penyampaian konsep-konsep
secara ringkas untuk menghindari miskonsepsi siswa. Tahap terakhir adalah
tahap penilaian yang dilakukan setelah guru melakukan pemantapan konsep
20

Penilaian dapat diberikan berupa tes tertulis atau pertanyaan secara lisan,
(Poedjiadi, 2010: 127).
Keunggulan dari pembelajaran STM ini diantaranya dapat meningkatkan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah. Pembelajaran STM menekankan
bagaimana cara belajar yang baik yang mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Tidak hanya itu pembelajaran STM ini juga menekankan sains
dalam keterpaduan diantara bidang studi. Dalam kegiatan pembelajaran, STM
menekankan bahwa guru bukan sumber utama informasi untuk mengetahui
konsep pengetahuan akan tetapi setiap individu berusaha menggali konsep
berdasarkan temuannya dan pemikirannya, (Adang, 2012: 56).
Kesulitan dan kendala pembelajaran dengan menggunakan STM
diantaranya memakan waktu lebih lama bila dibandingkan dengan model-
model lain. Bagi guru tidak mudah untuk mencari isu atau masalah pada tahap
pendauluan yang terkait dengan topik yang dibahas, sehingga memerlukan
adanya wawasan luas dari guru, (Poedjiadi, 2010: 137).

D. Analisis Materi Perubahan Lingkungan di SMA


1. Tinjauan Konsep Perubahan Lingkungan
Materi Perubahan Lingkungan merupakan materi pembelajaran yang
terdapat dikelas X semester 2. Berdasarkan Kurikulum 2013, materi ini
berada pada kompetensi dasar 3.10 yaitu menganalisis data perubahan
lingkungan dan dampak dari perubahan-perubahan tersebut bagi kehidupan
dan 4.10 yaitu memecahkan masalah lingkungan dengan membuat desain
produk daur ulang limbah dan upaya pelestarian lingkungan. Pemilihan
materi perubahan lingkungan untuk dijadikan materi dalam penelitian
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) ini dengan alasan bahwa
siswa sebagai bagian dari masyarakat diharapkan memiliki wawasan
lingkungan.
Sejak tiga dasawarsa terakhir, para pakar dari berbagai bidang ilmu
telah sampai pada kesimpulan yang sama yaitu bahwa lingkungan
kehidupan di planet bumi ini telah mengalami berbagai gangguan dengan
dampak yang mengkhawatirkan karena mengancam keberlanjutan hidup.
Berdasarkan paparan Suprihatin (2013: 112) yang mengatakan bahwa
21

ketidakseimbangan lingkungan atau dengan kata lain disequilibrium


merupakan masalah lingkungan yang sedang dihadapi.
Pratiwi (2010: 131) telah melakukan penelitian mengenai pencemaran
limbah pada industri tekstil yang dialirkan ke sungai didaerah Cilacap, hal
tersebut membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran air yang
menyebabkan dampak yang mengkhawatirkan. Purnomo (2015: 41) juga
dalam penelitiannya memaparkan bahwa pengelolaan lahan yang salah tidak
dibarengi dengan usaha konservasi tanah dan air, ternyata telah
menimbulkan munculnya ketidakseimbangan lingkungan dan
mengakibatkan kemerosotan produktivitas lahan yang akhirnya menjadi
lahan kritis.
Berdasarkan berbagai kondisi yang telah dikemukakan diatas, peneliti
mencoba untuk memulai langkah awal dengan mengajak siswa untuk lebih
berpikir kritis dan kreatif sehingga terasah kemampuan literasi sainsnya.
Materi perubahan lingkungan yang dijadikan sebagai materi penelitian
bertujuan untuk membangun literasi sains siswa. Pembelajaran STM pada
materi pencemaran lingkungan, menuntut siswa mampu menginterelasikan
antara sains, pengaruh teknologi terhadap masyarakat yang berkaitan
dengan lingkungan. Melalui pembelajaran STM siswa memiliki kompetensi
sains, dimana kompetensi sains ini merupakan dimensi untuk membangun
literasi sains.
Kompetensi sains yang dimaksud adalah siswa mampu
mengidentifikasi isu-isu lingkungan, menjelaskan fenomena ilmiah yang
berkaitan dengan lingkungan dan menggunakan bukti ilmiah yang berkaitan
dengan lingkungan dengan pengetahuan sains yang dimilikinya. Tidak
hanya mengetahui seputar pencemaran lingkungan, perubahan lingkungan
dan kerusakan lingkungan, akan tetapi siswa juga mampu mengaplikasikan
konsep sains yang berkaitan dengan lingkungan kedalam permasalahan
lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti pengelolaan limbah atau
pemanfaatan limbah yang juga menjadi bahasan dari materi pencemaran
lingkungan ini.
22

2. Kajian Konsep Perubahan Lingkungan


UU No. 23 Tahun 1977 memaparkan mengenai lingkungan hidup
yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia beserta mahluk hidup lannya.
Keseimbangan lingkungan merupakan keadaan ketika terjadi keseimbangan
antara jumlah energi yang masuk dan keluar, bahan makanan yang terbentuk
dan yang digunakan, serta keseimbangan antara komponen abiotik dan
biotiknya. Keseimbangan lingkungan akan terganggu jika terjadi gangguan
pada salah satu komponennya.
Berdasarkan suatu sistem lingkungan terdapat dua daya, yaitu daya
lenting dan daya dukung. Daya lenting adalah kemampuan lingkungan
untuk kembali pada keseimbangan lingkungan, sedangkan daya dukung
lingkungan adalah kemampuan lingkungan dalam memberikan sumber daya
alam kepada makhluk hidup yang hidup di dalamnya secara normal.
Lingkungan memiliki kemampuan yang terbatas. Pada titik tertentu akan
mencapai puncak dan terjadilah yang namanya keseimbangan lingkungan.
a. Materi Perubahan Lingkungan dalam Pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat (STM)
1) Tahap Invitasi
Penebangan hutan di Kalimantan Tengah
untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit
(22/2017)
Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan
Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar
atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap
tahunnya. Data Kementerian Kehutanan
menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan
yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar
diantaranya sudah habis ditebang.
Gambar 2.2 http://www.theepochties.com

Kawasan hutan lindung di Jalan


Takengon-Blangkejeren, Kecamatan
Pantan Cuaca, Kabupaten Gayo Lues,
Aceh yang rusak. Para perambah liar
membuka lahan dengan cara
menebang pohon di hutan dan
membakar lahan. Tindakan itu pada
gilirannya akan meningkatkan emisi
karbon dioksida yang bisa mengurangi
kandungan gizi tanaman pangan.

Gambar 2.3 http://print.kompas.com


23

Gambar 2.4 Gunung Meletus Gambar 2.5 Bencana Banjur


http://www.voaindonesia.com http://m.republika.co.id
2) Tahap pembentukan konsep
Lingkungan makhluk hidup dapat berupa lingkungan biotik
maupun lingkungan abiotik yang saling berinteraksi. Lingkungan dapat
mengalami perubahan, baik karena kegiatan manusia atau peristiwa alam.
Perubahan lingkungan tersebut berpengaruh pada makhluk hidup yang
ada dalam lingkungan tersebut. Perubahan lingkungan dapat menurunkan
mutu lingkungan, yang pada akhirnya dapat menurunkan daya dukung
lingkungan. Terdapat dua faktor yang menyebabkan perubahan
lingkungan yaitu faktor manusia dan faktor alam, (Kistinnah, 2008: 359).
Ketika penebangan hutan terjadi
maka gas buangan kendaraan atau limbah
asap industri menutupi atmosfer, apakah
dampak yang ditimbulkan?

Gambar2.6
http://febrianrizkianhilanmle.blogspot.
co.id
Diantaranya:
- Pemanasan Global
- Perubahan Iklim
- Peningkatan Gas Rumah Kaca
3) Aplikasi Konsep
Pembuatan poster yang berkaitan dengan perubahan lingkungan.

Gambar 2.7 Poster Perubahan Lingkungan http://catatanjarijari.blogspot.com


24

b. Materi Pencemaran Lingkungan dalam Pembelajaran Sains


Teknologi Masyarakat
1) Tahap Invitasi

Gambar 2.8 Pembuangan Gambar 2.9 Limbah Gambar 2.10 Aktifitas manusia
Sampah sembarangan. Pembuatan Batu Alam ke penyebab ikan mati
http://m.tribunnews.com aliran sungai di Desa Bobos http://liputan6.com

Gambar 2.11 Penggunaan Gambar 2.12 Polusi Gambar 2.13 Polusi


Pestisida Udara http://tunjuk- Suara http://pollutionon
http://republika.co.id tangan.blogspot.com myerth..weebly.com

2) Tahap Pembentukan Konsep


Pencemaran lingkungan (environmental pollution) adalah
masuknya bahan-bahan ke dalam lingkungan yang dapat mengganggu
kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Zat yang dapat mencemari
lingkungan dan dapat mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup
disebut dengan polutan. Polutan ini dapat berupa zat kimia, debu, suara,
radiasi, atau panas yang masuk ke dalam lingkungan. Pencemaran
lingkungan diantaranya pencemaran air, tanah, udara dan suara.
3) Aplikasi Konsep
Pembuatan teknologi sederhana seperti penjernihan air dan pembuatan
kompos.
25

c. Materi Pengelolaan Limbah dalam Pembelajaran Sains Teknologi


Masyarakat
1) Tahap Invitasi

Gambar 2.14 Pengolahan Limbah


Anorganik menjadi kerajinan
http://pollutiononmyerth. Gambar 2.15 Pengolahan Limbah
weebly.com Anorganik menjadi briket

2) Tahap Pembentukan Konsep


Limbah adalah sisa hasil produksi atau bahan buangan yang berasal
dari makhluk hidup. Limbah terdiri dari limbah organik dan limbah
anorganik. Limbah organik merupakan sisa-sisa bahan hidup, seperti
sampah daun, sisa-sisa bahan pertanian dan kulit atau kotoran hewan.
Limbah anorganik merupakan sisa-sisa aktifitas yang berasal dari bahan-
bahan tak hidup atau bahan sintetis, seperti minyak bumi, sisa-sisa bahan
kimia, kaleng aluminium, kaca dan besi, (Kistinnah, 2008: 375).
3) Tahap Aplikasi Konsep
Beberapa peneliti
melakukan penelitian yang
memanfaatkan limbah
organik diantaranya seperti
pengolahan konversi limbah
organik menjadi biogas,
pengolahan limbah tahu
menjadi biogas, pembuatan
bioetanol dari limbah kulit
singkong, atau pembuatan
bioethanol dari biji durian
sebagai sumber energi
alternatif.
26

E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Feri Wahyuni dengan judul penelitiannya yaitu
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Imtaq pada
Konsep Ekosistem di SMA Daya Utama. Dalam penelitiannya hasil belajar
siswa SMA Daya Utama meningkat. Uji hipotesisnya menyatakan bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan melalui pembelajaran STM
diterima. Respon positif siswa terhadap model pembelajaran STM diperoleh
sebanyak 99,97 % siswa menyatakan bahwa proses belajar mengajar dengan
STM dirasakan dapat menigkatkan hasil belajar pada materi ekosistem.
Penelitian dari Agustini (dkk) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Terhadap
Penguasaan Materi dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA di MTs. Negeri Patas, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah
antara siswa yang mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat
dan model pembelajaran langsung. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
direkomendasikan bahwa model pembelajaran sains teknologi masyarakat
dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan
penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah.
Berdasarkan suatu penelitian yang telah dirancang oleh Holden (2012:
108) dengan judul jurnal Predictors Of Students' Attitudes Toward Science
Literacy dimana teknik pengumpulan datanya dengan metode survei yang
bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap literasi sains. Jurnalnya
menyatakan bahwa mayoritas siswa yang disurvei setuju bahwa menjadi
seorang yang melek sains adalah syarat untuk tanggung jawab sebagai warga
negara yang siap menghadapi perkembangan zaman. Berdasarkan beberapa
penelitian tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian yang terfokus
untuk melihat peningkatan literasi sains melalui pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM).

Anda mungkin juga menyukai