Anda di halaman 1dari 5

KARAKTER/MORAL DI DALAM SAINS

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Devita Luluanna Siagian (1705114807)
Herlin Fajriah (1705114393)
Mia Kiki Alfinda (1705113485)
Renny Fitria (1705121987)
Ulyani Lizamil Haqqi (1705110867)

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
KARAKTER/MORAL DI DALAM SAINS
Winarti mengatakan Sains dipandang sebagai proses (Scientific Processes)
artinya sains merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan melalui sejumlah
kegiatan keterampilan proses sains dengan cara berinquiri, observasi dan
eksperimen. Sains dipandang sebagai produk (Scientific Product) artinya ilmu
pengetahuan yang sistematis berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, hukum,
teori, rumus. Sains dipandang sebagai sikap (Scientific Attitudes) artinya
bagaimana sains tersebut dapat menanamkan nilai-nilai sikap yang berkembang
setelah siswa melakukan proses ilmiah ataupun proses pembelajaran. Sains akan
menanamkan nilai-nilai sikap kepada siswa dalam pembelajaran atau selama
melakukan pendidikan sains.
Winarti mengatakan bahwa pendidikan sains merupakan salah satu aspek
pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan umumnya yakni tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan
sains khususnya, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah.
Sedangkan menurut Undang-undang no 23 tahun 2003 tentang Sisdiknas
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, terbentuknya karakter anak yang kuat dan
kokoh, hal tersebut diyakini merupakan hal penting dan mutlak dimiliki peserta
didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa depan. Maka sebenarnya tujuan
pendidikan sains juga untuk memebentuk karakter Lalu apa itu karakter? Menurut
Pusat Bahasa Depdiknas karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, temperamen, tabiat, watak. Sedangkan
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Menurut Chusnaini pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang
dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter
sejatinya dapat kita temukan di dalam berbagai pembelajaran, khususnya pada
mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral
pelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk warga negara yang
berkarakter. Pembelajaran sains dan berbagai mata pelajaran lain, dapat
memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter peserta didik, antara lain
mengenal pentingnya kerja sama, kejujuran, ketekunan, komitmen, kerja keras,
manajemen waktu, dan kesetiaan, serta berbagai karakter baik lainnya.
Pentingnya sains, bagi pengembangan karakter warga masyarakat dan
negara telah menjadi perhatian para pengembang pendidikan sains di beberapa
negara, misalnya Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) melalui PISA. Sains diyakini
berperan penting dalam pengembangan karakter warga masyarakat dan negara
karena kemajuan produk sains yang amat pesat, keampuhan proses sains yang
dapat ditransfer pada berbagai bidang lain, dan kekentalan muatan nilai, sikap,
dan moral di dalam sains.
Teori Piaget (Aiken, 1988) menunjukkan bahwa seorang anak menjadi tahu
dan memahami sains melalui interaksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Berdasarkan teori Piaget ini, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri
melalui kegiatan observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain. Pengetahuan
dibangun sendiri oleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi (dalam
Mundilarto, 2013). Asimilasi adalah proses pemahaman lingkungan menggunakan
struktur kognitif yang sudah dibangun sebelumnya tanpa mengadakan perubahan-
perubahan. Akomodasi adalah pemahaman lingkungan dengan terlebih dahulu
memodifikasi struktur kognitif yang sudah dibangun untuk membentuk struktur
kognitif yang baru berdasarkan rangsangan yang diterimanya. Implikasi-implikasi
teori Piaget terhadap pembelajaran sains, kata Sund dan Trowbridge (1973) adalah
bahwa guru harus memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk
berpikir dan menggunakan kemampuan akal. Mereka dapat melakukannya dengan
jalan terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan seperti diskusi kelas,
pemecahan soal, maupun bereksperimen. Dengan kata lain, siswa jangan hanya
dijadikan objek yang pasif dengan beban hafalan berbagai macam konsep dan
rumus-rumus sains. Hasil peneli- tian yang dilakukan oleh Widodo dan Kadarwati
(2013:161-171) pada siswa SMA di Jawa Tengah diperoleh kesimpulan bahwa
penerapan higher order thinking melalui problem based instruction dapat
meningkatkan aktivitas dan karakter siswa yang akhirnya juga meningkatkan hasil
belajar. Siswa lebih berani bertanya kepada guru, mengajukan ide, berani
menghadapi soal-soal yang tergolong sulit sehingga lebih percaya diri dalam
menghadapi ujian nasional ataupun olimpiade.
Pembelajaran sains dapat dijadikan sebagai pendekatan untuk membangun
moral, karakter dan akhlak mulia. Para filsuf pendidikan menegaskan, bahwa
esensi pendidikan mencakup tiga hal, yakni penyadaran, pemanusiaan, dan
pembebasan manusia. Melalui pendidikan sains peserta didik akan mengenal
dirinya sendiri dan Tuhannya. Pendidikan sains bukan cuma pemindahan
pengetahuan semata, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang
tersembunyi di dalamnya. Misalnya, dalam ilmu biologi, guru tidak hanya
mengajak anak menghafal anatomi tubuh, tetapi juga mengajak anak untuk
sungguh menghargai tubuh. Jika tubuh itu berharga, maka tubuh harus sungguh
dihargai dengan tidak menindik tubuh sembarangan, mengkonsumsi obat-obatan
yang merusak tubuh, atau melakukan seks yang tidak aman. Di dalam ilmu fisika,
siswa tidak hanya diajar soal hukum-hukum yang menggerakan alam, atau rumus
untuk dihafalkan oleh peserta didik; namun perlu diajarkan nilai-nilai kehidupan
yang tersembunyi di balik rumus-rumus yang ada. Misalnya ketika melihat
kerumitan alam ini, peserta didik juga diajak untuk sungguh mencintai dan
menghargai alam. Peserta didik juga diajarkan untuk melihat dirinya sebagai
bagian dari alam, bahwa ia tidak akan bisa hidup dan berkembang sebagai
manusia, jika alam tidak menopangnya. Hal yang sama bisa diajarkan melalui
pelajaran kimia. Ilmu kimia bertujuan untuk mengungkap elemen-elemen yang
menyusun alam semesta. Di dalam proses belajar kimia, para peserta didik diajak
untuk melihat alam sebagai suatu harmoni agung yang seimbang tiada tara. Alam
adalah sesuatu yang indah, yang perlu kita hargai dan cintai.
DAFTAR PUSTAKA

Chusnaini, Diana. 2013. Pendidikan Karakter Melalui Sains. Jurnal Kebijakan dan
Pengembangan Pendidikan. 1 (1): 9-13.

Mundilarto. 2013. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Sains. Jurnal


Pendidikan Karekter. III (2).

Winarti. Pembangunan Karakter dalam Pembelajaran Sains Melalui Metode


Ilmiah. UIN
Sunan Kalijaga: Pendidikan Fisika.

Anda mungkin juga menyukai