Anda di halaman 1dari 11

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

Nama : Shania Chukwu


Nama Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Agama Kristen
Jumlah SKS : 2 sks
Semester/Tahun : 3 (ganjil)/2022
Program Studi/Program : Pendidikan Agama Kristen (S1)
Dosen Pengampu : Dr. Junihot M. Simanjuntak, M.Pd.K.

A. Cara kerjanya:
1. Berikan jawabanmu atas pertanyaan pada bagian soal yang tertera di bawah ini.
2. Dilarang bekerja sama dan mencontek.
3. Kirimkan jawaban anda melalui email paksttk@gmail.com, paling lambat hari Selasa,
29 November 2022, jam 11.00 WIB.
B. SOAL
I. Uraikan dan Jelaskan dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen berikut ini: (bernilai
25%)
a) Filosofis : Dasar ini membahas konsep filsafat; metafisika, epistemology, dan
aksiologi dalam kaitannya dengan pemikiran dan praktik Pendidikan Kristen.
b) Psikologi : Mempelajari psikologi perkembangan – kognitif, psikososial, moral dan
iman – kepribadian dan psikologi belajar.
c) Sosiologi : membahas konstruksi pemahaman dalam konteks sosial; kontekstualisasi
dan dekontekstualisasi; pengetahuan; sosiologi pendidikan dan pembelajaran.
Misalnya di mana pendidikan berlangsung? Apa nilai dalam konteks itu? Bagaimana
dinamika konteks itu?
d) Historis : pelajaran dari sejarah pemikiran dan praktik pendidikan Kristen dalam
konteks gereja di sepanjang masa.
II. Uraikan dan jelaskan Metode-metode Pendidikan menurut Aliran Filsafat berikut:
(bernilai 30%)
a) Naturalisme
Naturalisme berpandangan bahwa kenyataan dari alam adalah baik, menjadi rusak
karena tangan atau ulah manusia. Pendidikan adalah pendidikan alami dengan tujuan
mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah diberikan oleh alam, yang pada
dasarnya baik.
Metode naturalisme adalah metode induktif dari berbagai pengetahuan ilmu alam.
Inilah satu-satunya metode pendidikan dalam naturalisme, dan gurunya adalah alam.
Metode ini bergerak dari yang mudah kepada yang kompleks, dari yang diketahui
kepada yang tidak diketahui, dari konkrit kepada yang abstrak. Ekspresi, aktivitas,
dan penemuan diri sendiri adalah titik pusat metode ini. Dengan demikian, orangtua
dan pendidik tidak boleh memaksa anak agar dapat bertumbuh dan berkembang
dalam kebebasan. Sebaliknya, orang Kristen mengikuti nilai- nilai penyangkalan diri,
penguasaan diri dan disiplin, dan ekpresi dan aktivitas diri sendiri.
b) Realisme
Realisme sesungguhnya tidak mempunyai metode tertentu. Metodenya adalah
metode alam. Pendidik harus tetap berpegang pada fakta-fakta alam. Memberi kuliah
adalah satu-satunya jalan me- nyampaikan fakta-fakta alam. Tujuan utama adalah
mengarahkan pelajar untuk menyingkirkan semua penghalang subjektif dan membuka
pikiran pelajar bagi pengaruh objektif dari fakta-fakta fisik. Belajar bergantung pada
pengetahuan baik langsung maupun tidak. Metode penyampaian harus logis dan
psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme
sebagai pengikut behaviourism.
Pada umumnya penganut metode realisme sependapat bahwa filsafat pendidikan
yang ideal dan benar adalah yang diturunkan atau dijabarkan dari struktur dunia
obyektif. Oleh karena itu, tingkah laku dan pengetahuan yang benar itu didasarkan
pada kenyataan yang obyektif, sehingga tujuan utama pendidikan adalah memahami
kenyataan obyektif tersebut. Pengetahuan tentang bentuk-bentuk kenyataan obyektif
menjadi isi pendidikan. Seperti : logika, gramatika, dan matematika harus diajarkan
baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai alat untuk menghayati kenyataan
obyektif.
- Konsep Pendidikan :
1. Pendidikan bertujuan memampukan peserta didik menggunakan
penginderaannya menyelidiki alam dan hukum alam
2. guru tampil sebagai penyelidik, ilmuwan
3. studi sains sangat ditekankan; juga penelitian kuantitatif dan statistic
4. cara belajar efektif dan penyelidikan serta karya wisata dikembangkan
c) Pragmatisme
Pragmatisme, berpandangan bahwa pengetahuan dan perbuatan bersatu tak
terpisahkan, dan semua pengetahuan bersumber dari dan diuji kebenarannya melalui
pengalaman. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, dan kondisi optimum atau
tertinggi dari pertumbuhan adalah kebebasan mengadakan penelitian bersama dengan
urun pemikiran yang tidak terkekang dalam suatu sistem kerja sama yang terbuka.
Metode pemecahan masalah yang telah dikembangkan dalam ilmu sebagai
pendekatan ilmiah, juga merupakan metode belajar dalam Pendidikan
Metode pragmatisme adalah metode aktif, yakni learning by doing (belajar sambil
bekerja). Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan
masalah (problem solving method serta metode penyelidikan dan penemuan (inquin
and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar) metode ini membutuhkan guru
yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pem bimbing,
berpandangan terbuka, antusias, kreatif sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar,
bekerjasama dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat
diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
d) Idealisme
Metode idealisme adalah transcendental (bersifat rohani), bukan empirical
(bersifat pengalaman) Metode pendidikan adalah diskusi, kuliah, eksperimen yang
membantu pelajar membagikan pengalamannya dengan pendidik. Pendidik
membantu pelajar dalam pengembangan kepribadian mereka dan mendapatkan
berbagai pandangan yang lebih mendalam.
Pendidikan menurut idealisme adalah pembentukan karakter dan pengembangan
bakat insani dan kebajikan sosial. Aliran yang pandangannya hampir sama adalah
humanisme rasional, yang menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam alam
semesta ini adalah manusia dan kemanusiaan, dan oleh karena itu, rasionalitas
merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan. Oleh
karena itu, pendidikan hendaknya bertujuan mengembangkan kecerdasan, dengan
melalui latihan berfikir dan mengenali tata hukum ilmu melalui ensiklopedia atau
buku-buku besar tentang ilmu yang telah dicapai dalam kebudayaan.
Lingkungan belajar siswa harus menjadi lingkungan percontohan bagi siswa.
Apabila siswa bertindak tidak senonoh, guru akan bertanya bagaiman kalau semua
orang berperilaku seperti itu? Apakah guru dapat memberikan seperangkat contoh
untuk diikuti oleh teman-teman sekelasnya? Guru juga mungkin harus bertanya pada
dirinya sendiri apakah dia juga menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik yang
dapat ditiru oleh para siswanya. Prinsip-prinsip ini berakar pada agama atau paling
sedikit dalam pandangan yang mengatakan bahwa kehidupan ini abadi. Dengan
demikian, aliran idealisme menempatkan derajat manusia dan pendidikan sebagai
esensi yang sangat penting dalam kehidupan, sebab manakala pendidikan
dilaksanakan dengan tidak tertib, maka tatanan kehidupan manusia akan kacau.
e) Materialisme
Metode materialisme adalah semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi
(conditioning, operation conditioning, reinforcement), pelajaran ber program dan
kompetensi.
f) Eksistensialisme
Eksistensialisme, berpandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa
manusia hidup di dunia tanpa tujuan, dan kehidupan ini pada dasarnya suatu teka-teki.
Kemudian manusia mencoba mencari makna hidup di dunia, dengan jalan
mewujudkan dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, tujuan utama pendidikan
adalah membantu individu untuk mampu mewujudkan dirinya sebagai manusia.
Metode pendidikannya dengan metode penghayatan (non directive atau absortive
learning), dan metode dialog atau percakapan langsung.
Metode proses belajar mengajar dialog antara siswa, serta teknik belajar
experiment in problem solving (pengalaman pemecahan masalah). Metode
pendidikan kaum eksistensialis berpusat konsep tanpa kekerasan. Metode mereka
dianggap paling tepat untuk membantu siswa menemukan dan menjadi dirinya
sendiri. Tipe ideal metode kaum eksistensialis dapat dilihat sebagaimana pendekatan
yang dilakukan Carl Rogers dalam tulisannya Kebebasan Belajar (1969) dan A.S.
Neills di Sumerhill dalam tulisannya Sebuah Pendekatan Radikal dalam Pembelajaran
Anak (1960). Guru-guru eksistensialis tidak pernah terpusat pada pengalihan
pengetahuan kognitif dan dengan ber- bagai pertanyaan. Ia akan lebih cenderung
membantu para siswa mengembangkan berbagai kemungkinan pertanyaan.

- Konsep Pendidikan
1. menolak konsep Pendidikan idealisme, realisme dan pragmatisme
sebelumnya. Menolak keutamaan sekolah sebagai agen Pendidikan utama.
2. Pendidikan bertujuan membebaskan manusia dari tekanan dan keterikatan
sosial dan menemukan realisasi diri secara optimal
3. Pendidikan membantu anak didik menyadari dirinya sebagai pribadi yang
memilih, bebas dan bertanggung jawab
4. tugas dan peran guru sebagai pembantu menemukan makna fasilitator
5. pembelajaran sangat individual; unik bagi setiap orang. Anak didik
mengambil keputusan apa yang ingin dipelajarinya
6. kurikulum selalu berubah dan harus menjawab kebutuhan anak didik
7. pelajaran pengetahuan dasar dan humaniora ditekankan.
g) Progresivisme
Progresivisme, memandang sekolah sebagai alat untuk mempertahankan tradisi
dan lembaga kehidupan dalam garis kemajuan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu,
tugas sekolah menghasilkan dan mempertahankan suatu tingkat integrasi sosial yang
tinggi di antara berbagai aspek kehidupan masyarakat sekolah yang mengutamakan
studi masalah-masalah sosial dengan mempergunakan metode pemecahan masalah
yang sesuai dengan metode penelitian ilmiah.
Metode pendidikan progresivisme adalah: pertama, metode belajar aktif. Metode
pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang
memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk
mengembangkan bakat dan minatnya; kedua, metode memonitor kegiatan belajar.
Mengikuti proses kegiatan- kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan
tertentu apabila diperlukan, yang sifatnya memperlancar proses berlangsungnya
kegiatan belajar tersebut. Berbagai bantuan yang diberikan se- bagai campur tangan
dari luar diusahakan seminimal mungkin; ketiga, metode penelitian ilmiah.
Pendidikan progresif, yaitu dengan digunakannya metode pe- nelitian ilmiah, tertuju
pada penyusunan konsep, sedangkan metode pemecahan masalah lebih tertuju pada
pemecahan masalah kritis. keempat, pemerintahan belajar. Pendidikan progresif
merupakan belajar dalam kehidupan sekolah dalam rangka demokrasi dalam
kehidupan sekolah sehingga pelajar diberikan kesempatan untuk turut serta dalam
penyelenggaraan kehidupan di sekolah; kelima, kerjasama sekolah dengan keluarga.
Pendidikan progresif mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah dengan
keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk
dapat terekspresikannya secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan
anak; keenam, sekolah sebagai laboratorium pembaruan pendidikan. Pendidikan
progresif menganjurkan peran guru sekolah. Sekolah bukan hanya tempat belajar,
melainkan berperan pula sebagai laboratorium pe- ngembangan gagasan guru
pendidikan.
h) Perenialisme
Pendekatan metode pendidikan perenialisme adalah melalui latihan mental dalam
bentuk diskusi, analisis buku-buku yang tergolong karya besar (the great books).
Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan juga
sebagai "murid" yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru
mengembangkan semua potensi self-discovery dan melakukan moral authority
(otoritas moral) atas muridnya karena ia seorang profesional yang qualified dan
superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih dan
perfect knowledge (Mohammad Noor Syam, 1984).
i) Esensialisme
Esensialisme, berpendapat bahwa sekolah berfungsi sebagai alat untuk
memelihara warisan budaya. Sumbangan sekolah bagi perbaikan sosial tergantung
pada keberhasilan mewariskan budaya. Sedangkan perenialisme berpendapat bahwa
sekolah berfungsi sebagai suatu alat untuk memelihara dan memperbaiki masyarakat.
Tetapi tradisi saja tidak cukup, sehingga diperlukan kestabilan yang ditopang oleh
agama atau ajaran metafisika. Berbeda dengan ketiga aliran tersebut di atas,
rekonstruksionalisme lebih mengutamakan pada pencapaian tujuan pendidikan.
Tujuan sosial dalam rangka pembangunan masyarakat sekolah, tidak cukup hanya
mengembangkan kemampuankemampuan memecahkan masalah-masalah sosial saja,
tetapi lebih dari itu hendaknya mengembangkan kemampuan-kemampuan untuk
melakukan pembangunan masyarakat. Sekarang bagaimana pendekatan filsafi
terhadap pendidikan, sehingga menghasilkan konsep-konsep yang dapat digunakan
dalam rangka memperbaiki dan mengkritisi masalah-masalah pendidikan secara
empirik.
Metodenya adalah metode tradisional, menekankan pada inisiatif guru (teacher
centre). Pada umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui hal yang
diinginkan. Mereka harus dipaksa belajar. Oleh karena itu, pedagogi yang bersifat
lemah lembut harus dijauhi dan memusatkan diri pada penggunaan metode latihan
tradisional yang tepat. Metode utama adalah latihan mental, misalnya: diskusi,
pemberian tugas dan penguasaan pengetahuan seperti penyampaiaan informasi dan
membaca.
- Konsep Pendidikan
1. konsep belajar sebagai usaha keras, memerlukan kedisiplinan mental.
2. keahlian guru sebagai pengajar sangat menentukan sukses belajar.
j) Rekonstruksisme
Metode rekonstruksionisme adalah kelanjutan dari pendidikan progresif metode
aktivitas (learning by doing). Dalam hal ini, guru berusaha membantu siswa dalam
menemukan minat dan kebutuhannya, sesuai minat masing-masing siswa. Dalam
kegiatan pleno atau kelompok, mereka berusaha memecahkan masalah sosial yang
dihadapi dengan kerjasama atau sendiri.

III. Buatlah argumentasi Anda mengenai perlunya filsafat dalam pendidikan agama
Kristen ditinjau dari kosmologi, antropologi, teologi, dan ontologi! (bernilai 25%)
a) Kosmologi
Kosmologi selalu berkaitan dengan hakikat alam semesta, hakikat manusia, studi
tentang dunia) yaitu realitas ada yang diadakan atau yang disebabkan oleh penyebab
yang tidak disebabkan yaitu Allah. Kosmologi secara praktis menjadi persoalan
utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, ia miliki
dorongan kuat untuk memahami segala sesuatu yang ada 1. Perspektif filsafat
Pendidikan Kristen terhadap kosmos atau alam semesta meneguhkan bahwa kosmos
atau alam semesta adalah ciptaan Allah yang tidak disebabkan. Alam semesta dengan
segala keterbatasannya diciptakan oleh Allah yang tak terbatas. Dengan filsafat

1
Junihot M. Simanjuntak, Filsafat Pendidikan Dan Pendidikan Kristen (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2013), 97.
aksiologi, guru memahami hal yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas
pendidikan, tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.
Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakikat dunia tempat ia tinggal,
tetapi harus tahu hakikat manusia, khususnya hakikat anak2. Hal ini sangat penting
sehingga pendidik tahu cara memperlakukan anak didik dan tujuan pendidikan. Selain
itu kosmologi mampu menjelaskan tentang hakikat atau asal usul alam semesta dan
system tatanan dalamnya terikat dengan keberadaan Allah pencipta. Allah yang
menyatakan diri dalam Yesus Kristus Tuhan adalah Allah yang berkarya dan melalui
karyaNya, Allah menyatakan kemuliaan-Nya dalam dimensi terbatas yaitu dimensi
ciptaan3.
b) Antropologi
Filsafat Pendidikan Kristen berdasarkan ancangan antropologi yang menjelaskan
tentang esensi dan eksistensinya berdasarkan Alkitab4. Pendidikan yang intinya
mendidik dan mengajar ialah per- temuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta
didik sebagai subjek pula di mana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang
belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang
diberikan dunia di sekitarnya. Atas dasar pandangan filsafat yang bersifat dialogis ini,
3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya: (1) sosialitas dan (2)
individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Khusus untuk Indonesia, apabila dunia
pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari
sistem pengajaran nasional di sekolah, hal ini tentu akan memerlukan juga dasar
antropologis pelengkap, yaitu (4) religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan
sekurang- kurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai
bagian pengabdian lebih besar kepada Tuhan yang Maha Esa5
c) Teologi
Filsafat pendidikan Kristen mengacu pada ancangan teologi yang bersumber pada
Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang hakekatnya adalah firman Allah.

2
Ibid.
3
Kevin Tonny Rey, “RANCANG BANGUN FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN YANG BERCIRIKAN INJILI-PENTAKOSTA:
SEBUAH KAJIANAKSIOLOGIS PENTAKOSTALISME,” Jurnal Antusias (2012), https://www.ptonline.com/articles/how-
to-get-better-mfi-results.
4
Ibid.
5
Simanjuntak, Filsafat Pendidikan Dan Pendidikan Kristen, 98.
Pemahaman theologi akan menjauhkan guru Pendidikan Agama Kristen dari
perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah
pendidikan. Maka di sini, theologi sebagai penerang kuat bagaimana seharusnya
seorang guru Pendidikan Agama Kristen bersikap, baik terhadap dirinya maupun
siswa atau murid sehingga siswa atau murid dibawa dalam pola hidup yang benar
sesuai kebenaran yang theologi (Alkitab) ajarkan6.
d) Ontologi
Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan7. Adapun aspek
realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra
ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materiil ilmu pendidikan ialah
manusia seutuhnya, lengkap dengan semua aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang
berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia
sebagai makhluk sosial, mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri
warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).

IV. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hakikat Pendidikan Kristen, jelaskan pula
kelebihan dan perbedaan Pendidikan Kristen dengan konsep Pendidikan Umum?
(bernilai 20%)
Pendidikan Agama Kristen dalam konteks gereja seharusnya berlangsung melalui
empat jalur "urat nadi", yaitu: ibadah, persekutuan, pengajaran, dan pelayanan. Namun
dalam praktiknya, pengajaran dalam konteks gereja masih sering diartikan pada program
Sekolah Minggu anak-anak, katekisasi bagi calon baptisan, atau katekisasi para remaja
atau kaum muda yang hendak disidi. Sementara dalam terang ajaran Alkitab, semua
kegiatan pelayanan gereja harus terencana, yaitu terarah untuk membimbing warga
jemaat mengalami kegiatan belajar (Sidjabat, 2008:21).
Pada intinya hakikat Pendidikan Agama Kristen itu sendiri secara sederhana dapat
dipahami dari dua hal berikut: pertama, berdasarkan perintah langsung dari Tuhan Yesus
dalam Injil-injil. Dalam keempat Injil, sebanyak 89 kali mengacu pada Yesus sebagai
seorang guru; sementara mengacu pada Dia sebagai pengkhotbah hanya dua belas kali.
Pengajaran selalu menjadi bagian sentral dalam segala hal yang Yesus lakukan. Yesus

6
Ibid., 99.
7
Simanjuntak, Filsafat Pendidikan Dan Pendidikan Kristen.
sendiri meng- harapkan bahwa gereja-Nya harus menjadi gereja pengajaran sebagaimana
terdapat dalam Amanat Agung, "..., dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu seperti
yang telah Kuperintahkan kepadamu...." (Mat. 28:18-20). Setiap bagian dari panggilan itu
orientasinya adalah program pengajaran dan pelatihan. Oleh sebab itu, setiap kali gereja
mengkhotbahkan pesan Allah yang bersifat menebus, pada waktu yang sama, gereja
harus mengajarkannya. Wahyu dan pendidikan tidak dapat dipisahkan. Mengajar Injil
adalah satu cara penting untuk penyebarannya. Hal ini yang memaksa gereja-gereja harus
mengajar tiap-tiap anggota jemaatnya.
Kedua, teladan jemaat yang mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2:42-47. Sejak
mulai berdirinya gereja pada hari pentakosta, jemaat Kristen sangat menjunjung
pengajaran. Mereka mengembangkan perkumpulannya dengan mengisinya dengan doa,
bertekun dalam pengajaran rasul, dan berbagai perbuatan kasih seperti yang dikehendaki
Tuhan Yesus Kristus. Mereka makan sehidangan dan merayakan perjamuan suci (ayat
42). Mereka mulai berkhotbah supaya banyak orang lain percaya kepada Yesus Kristus
sebagai Penebus dan Tuhan. Mereka yang bertobat dan mau bergabung dalam jemaat
dididik dengan saksama. Mereka belajar tentang Tuhan Yesus dan karya-Nya, dan juga
tentang panggilan dan tugas seorang percaya di dunia ini.
Pendidikan /umum mengarahkan metodologinya dengan cara interpretasi natural
yang dimanifestasikan dalam dua cara: (a) penerimaan oleh pelajar melalui proses
"pemasukan": (b) pertumbuhan dari pelajar melalui proses "pengeluaran". Proses
"pemasukan menunjuk pada pemberian pengetahuan faktual oleh pendidik yang berusaha
mengisi otak pelajar dengan informasi pendidikan. Proses "pengeluaran sejalan dengan
proses perkembangan yang menekankan pada kebtuhan-kebutuhan dari anak-anak yang
sedang bertumbuh.
Sedangkan Pendidikan Kristen didasarkan atas interpretasi supernatural.
Segala metode harus berpusat pada Allah, Pencipta dan sumber segala kebenaran. Segala
kebenaran adalah suatu penyataan dari Allah, baik itu melalui penyataan umum (alam)
atau penyataan khusus (Alkitab). Allah secara langsung dihubungkan dengan mata kuliah
karena melaluinya Allah diungkapkan. Pelajar harus mengungkapkan Allah dalam hidup,
pengalaman dan tingkah lakunya. Metodologi pendidikan adalah cara yang
memperlihatkan dari taraf nonrasional ke taraf rasional pelajar. Dalam hal ini ada dua hal
yang penting:

a. Penyataan Allah secara objektif dalam lingkungan sekolah.


b. Penyataan Allah secara subjektif dalam diri pelajar.
Proses ini seluruhnya adalah hasil kerja sama antara pendidik dan Roh Kudus.
Pekerjaan Roh Kudus adalah membarui hati manusia melalui pekerjaan Kristus di salib,
sedangkan kewajiban pendidik adalah bersaksi melalui penerimaan dan teladan hidup
yang dipimpin oleh Roh Kudus. Jadi, metode ini mencakup hal-hal baik dalam kedua
metode sekuler, yaitu pentingnya mata kuliah dan pelajar.
Ungkapan alkitabiah yang dipergunakan untuk menjelaskan metode yang
diuraikan di atas adalah "mendewasakan". Pendidikan sekuler/umum menekankan pada
"pemasukan" dan "pengeluaran", sedangkan pendidikan Kristen menekankan nilai-nilai
dari pada "pendewasaan" pelajar dalam pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan.
Metode ini tidak mencegah kemungkinan penggunaan prosedur-prosedur intruksional
pendewasaan itu. untuk mencapai proses8.

SUMBER :
Rey, Kevin Tonny. “RANCANG BANGUN FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN YANG
BERCIRIKAN INJILI-PENTAKOSTA: SEBUAH KAJIANAKSIOLOGIS
PENTAKOSTALISME.” Jurnal Antusias (2012). https://www.ptonline.com/articles/how-
to-get-better-mfi-results.
Simanjuntak, Junihot. Ilmu Belajar Dan Didaktika Pendidikan Kristen. 1st ed. Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 2017.
Simanjuntak, Junihot M. Filsafat Pendidikan Dan Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2013.

8
Junihot Simanjuntak, Ilmu Belajar Dan Didaktika Pendidikan Kristen, 1st ed. (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2017),
212.

Anda mungkin juga menyukai