Anda di halaman 1dari 13

TEORI HUMANISTIC

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Belajar dan Pembelajaran
Dibina oleh Ibu Oktaviana Sulistina

Oleh :
Laurenz Mega Ayu Kusuma (180341617531)
Maulina Asykuri (180341617556)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
AGUSTUS 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah
laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya, dan daya penerimaanya.

Pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk
memfasilitasi belajar. Pembelajaran juga dapat dipahami sebagai upaya yang disengaja untuk
mengelola kejadian atau peristiwa belajar dalam memfasilitasi peserta didik sehingga mampu
memperoleh tujuan dari yang dipelajari (Yaumi, 2013).

Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara
umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori
Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori
Belajar Humanistik.
Dari keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan dibahas salah
satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini mempelajari perilaku belajar
peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dinamakan pembelajaran humanistik?


2. Bagaimana cara mengaplikasikan teori humanistik dalam sistem pembelajaran di
sekolah?
1.3 Tujuan Penulisan

Untuk membantu proses pendidikan dalam memahami psikologis dari guru dan peserta
didik, agar mudah melaksakan proses pembelajaran. Sehingga memudahkan guru dan peserta
didik dalam mengaplikasikan teori pembelajaran humasnitik yang sesuai dengan metode
pembelajarannya.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

karunia serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat

serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya

hingga akhir zaman.

Makalah ini merupakan salah satu tugas dari matakuliah Belajar dan Pembelajaran.

Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para

mahasiswa mengenai teori pembelajaran humanisme yang nantinya akan menjadi pedoman

para mahasiswa dalam kegiatan mengajar.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan, semua itu karena kami masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik

dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Malang, 28 Agustus 2019

Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Belajar Humanistik
Teori Belajar Humanistik Pada dasarnya kata “humanistik” merupakan suatu istilah
yang mempunyai banyak makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya, humanistik dalam
wacana keagamaan berarti tidak percaya adanya unsur supranatural atau nilai transendental
serta keyakinan manusia tentang kemajuan melalui ilmu dan penalaran. Di sisi lain, humanistik
berarti minat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifat ketuhanan. Sedangkan
humanistik dalam tataran akademik tertuju pada pengetahuan tentang budaya manusia, seperti
studi-studi klasik mengenai kebudayaan Yunani dan Roma (Roberts, 1975).
Teori pendidikan humanistik yang muncul pada tahun 1970-an bertolak dari tiga teori
filsafat, yaitu: pragmatisme, progresivisme, dan eksistensisalisme. Ide utama pragmatisme
dalam pendidikan adalah memelihara keberlangsungan pengetahuan dengan aktivitas yang
dengan sengaja mengubah lingkungan. Teori belajar humanistik memandang bahwa siswa
dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila ia telah mampu mengerti dan memahami
lingkungan serta dirinya sendiri.
Teori belajar humanistik melihat proses dan perilaku belajar dari sudut pandang
perilaku si pelajar,bukan dari sudut pandang pengamatnya. Oleh sebab itu, tujuan utama proses
pembelajaran dalam pandangan teori belajar humanistik adalah bertujuan agar siswa dapat
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan dan mengembangkan
potensi-potensi yang ada padaa diri mereka masing- masing. Dengan demikian, pembelajaran
pada dasarnya untuk kepetingan memanusiakan siswa sebagai manusia itu sendiri. Dalam
praktiknya, teori belajar humanistik ini terwujud dalam pendekatan yang diusulkan Ausubel
yang disebut “belajar bermakna” atau meaningfull learning (sebagai catatan teori Ausubel ini
dimasukkan dalam aliran kognitif) (Uno, 2006: 13). Secara teoretis, tokoh penting dalam teori
belajar humanistik adalah Arthur W. Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
A. Arthur Combs (1912-1999)
Konsep dasar dalam pembelajaran yang diggunakan Arthur Combs adalah meaning
(makna atau arti). Konsep ini menganggap bahwa proses belajar pada siswa akan benar-benar
terjadi apabila sesuatu yang dipelajari memiliki arti bagi individu siswa yang bersangkutan.
Oleh karena itu, guru juga tidak bisa dan tidak akan bisa memaksakan pada siswa untuk belajar
atau mempelajari suatu materi yang tidak disukai dan mungkin tidak relevan dengan kehidupan
siswa. Dengan demikian, kebanyakan kasus dari siswa yang tidak mau dan tidak bisa
menguasai sebuah materi pelajaran atau bahkan siswa berperilaku buruk (seperti membolos
atau tidak mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh- sungguh) bukan karena mereka
bodoh, melainkan tidak memiliki alasan yang kuat untuk mempelajarinya.
Perilaku-perilaku buruk yang muncul pada siswa selama proses pembelajaran lebih
banyak disebabkan sisswa tidak memperoleh atau merasakan kepuasan dalam mengikuti proses
pembelajaran. Menurut Combs, Avila, dan Purkey, perilaku yang keliru atau tidak baik pada
individu siswa dalam proses terjadi karena tidak adanya kesediaan dari individu untuk
melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Hal tersebut disebabkan adanya sesuatu yang lebih
menarik dan memuaskan siswa di luar kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Misalnya, guru
yang mengeluh karena siswanya yang tidak berminat untuk belajar. Hal ini sebenarnya
disebabkan tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Oleh sebab itu, guru
harus mengadakan aktivitas pembelajaran lain dengan model dan metode yang lebih menarik
bagi siswanya. Dengan demikian, diharapkan siswa akan lebih berminat dan merasa perlu
untuk mengikuti proses pembelajaran.
Konsep pembelajaran yang berarti menurut Gaine & Briggs ialah bagaimana siswa
mampu memperoleh arti atau mengambil manfaat bagi diri pribadi siswa dari materi yang
dipelajari tersebut dalam bentuk kemampuannya menghubungkan dengan kehidupan nyata.
Hal ini disebabkan arti atau kebermaknaan sebuah materi pelajaran tidaklah menyatu dalam
materi tersebut. Akan tetapi, individu siswa sendirilah yang memberikan arti pada sebuah
materi pelajaran tersebut. Oleh sebab itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan cara
memahami dunia presepsi atau kondisi dan cara pandang siswa sehingga apabila ingin
mengubah perilaku siswa, harus diawali dengan mengubah keyakinan dan pandangan siswa
tersebut.
Berdasarkan konsep dasar humanistik tentang pembelajaran yang berarti tersebut, dapat
dijelaskan bahwa semakin jauh sebuah materi pelajran atau pengetahuan dari persepsi diri atau
keberaartiannya bagi siswa, akan semakin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku siswa
dalam bentuk keaktifan mengikuti proses pembelajaran maupun kesediaannya untuk
mengikuti seluruh proses pembelajaran. Dengan demikian, apabila materi pembelajaran atau
pengetahuan yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan diri sendiri, pengetahuan
tersebut akan mudah terlupakan dan hilang. Begitupun sebaliknya, apabila semakin dekat
pengetahuan dengan persepsi siswa maka akan semakin kuat tersimpan dalam memori.
Artinya, semakin jauh hal-hal yang dipelajari(dunia luar)oleh siswa, akan semakin kurang
pengarunya terhadap individu tersebut. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal yang dipelajari
tersebut dengan pusat lingkaran, akan semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam
perilaku.

Sugihartono (2013: 122-123) tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada
hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur
dan positif.
3) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas
inisiatif sendiri.
4) Mendorong siswa untuk peka, berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.
5) Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
6) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
B. Abraham H. Maslow
Perkembangan teori Abraham H. Maslow didasari adanya asumsi bahwa di dalam diri
individu terdapat sebuah usaha positif individu untuk berkembang dan kekuatan untuk
melawan atau menolak hambatan yang mungkin berkembang. Ia mengatakan bahwa setiap
orang memiliki perasaan takut untuk berusaha dan berkembang. Takut mengambil kesempatan,
dan takut untuik kehilangan apa yang telah dimiliki. Namun demikian, di lain pihak mereka
juga memiliki dorongan-dorongan untuk menerima diri sendiri, maju menuju ke arah
berfungsinya semua kemampuan dan rasa percaya diri serta diterima oleh dunia luar. Oleh
sebab itu, pada dasarnya Maslow berbicara tentang segenap potensi sebagai modal yang telah
dimiliki dan kebutuhan sebagai bentuk keinginan-keinginan yang mendorong individu
melakukan berbagai aktivitas.
Aplikasi teori Maslow dalam pembelajaran menuntut guru untuk memperhatikan
pemenuhan hierarki kebutuhan-kebutuhan tersebut, terutama pada individu siswa. Hal ini
disebabkan kebutuhan manusia tersebut memiliki implikasi yang penting dan seharusnya
diperhatikan juga oleh guru saat proses pembelajaran. Misalnya, mengapa siswa tidak
mengerjakan tugas rumah, mengapa siswa tidak tenang mengikuti proses pembelajaran, atau
mengapa siswa sama sekali tidak berminat dalam belajar. Menurut Maslow, minat ataupun
motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan-kebutuhan pokok dan mendasar
dari siswa tidak terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa makan pagi yang cukup atau
kurang tidur atau juga membawa persoalan keluarga,rasa cemas atau takut, tidak berminat
mengaktualisasi diri serta permasalahan lainnya akan menyebabkan siswa tidak dapat belajar
dengan baik di kelas.
C. Carl Rogers
Menurut Rogers terdapat dua tipe belajar,yaitu kognitif (kebermaknaan) dan
experiental (pengalaman ataau signifikasi). Tipe belajar experiental learning lebih menekankan
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa dalam belajar. Kualitas pembelajaran ini akan
terlihat dari keterlibatan siswa secara aktif, baik secara personal maupun kelompok, siswa yang
berinisiatif, evaluasi yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, dan adanya efek yang membekas
pada diri siswa setelah proses pembelajaran.
Menurut Rogers terdapat beberapa prinsip dalam poses pembelajaran menurut pandangan teori
belajar humanistik yang patut menjadi perhatian guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut yaitu :
1. Hasrat Untuk Belajar
Pada dasarnya setiap individu siswa atau manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar.
Konsep dorongan ingin tahu tersebut merupakan asumsi dasar pendidikan dan pembelajaran
dari sudut pandang humanistik. Dengan demikian, praktik kelas yang memperhatikan teori
humanistik dapat diwujudkan dalam bentuk siswa diberi kesempatan dan kebebasan
memuaskan dorongan ingin tahunya selama proses belajar, memenuhi minatnya untuk
mempelajari dan mengetahui sesuatu, dan membantu siswa menemukan apa yang berarti serta
penting bagi dirinya sekarang dan akan datang.
2. Belajar yang Berarti
Prinsip belajar yang berarti menjelaskan bahwa siswa hanya akan belajar dengan cepat dan
berhasil apabila materi yang dipelajari mempunyai arti baginya. Hal ini akan sangat mungkin
terjadi apabila materi pelajaran yang dipelajari relevan atau sesuai dengan kebutuhan dan
maksud siswa. Misalnya, siswa akan cepat belajar menghitung uang, karena dengan uang
tersebut ia dapat membeli sendiri sesuatu atau mainan bahkan makanan yang diinginkannya.
3. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar tanpa ancaman adalah proses belajar akan menjadi lebih mudah dilakukan oleh siswa
dengan hasil yang memuaskan yang dapat disimpan dengan baik apabila dalam pelaksanaan
proses belajar dan pembelajaran berlangsung dalam lingkungan yang terbebas dari ancaman-
ancaman yang mengganggu bahkan membahayakan siswa. Oleh sebab itu, proses belajar akan
tetap berjalan lancar dan mencapai tujuan dengan baik manakala siswa memiliki kesempatan
untuk menguji kemampuannya selama proses belajar, mencoba pengalaman-pengalaman baru
dalam belajar, atau membuat kesalahan selama belajar tanpa mendapat ancaman apalagi
hukuman yang biasanya menyinggung perasaan siswa.
4. Belajar atas Inisiatif Sendiri
Prinsip belajar atas inisiatif sendiri tersebut menjelaskan bahwa belajar akan lebih bermakna
bagi siswa apabila proses tersebut dilakukan atas inisiatif siswa sendiri dan melibatkan
perasaan serta pikiran siswa. Dengan demikian, jika proses belajar yang dilakukan bersifat
pribadi dan efektif yang akan menghasilkan rasa memiliki pada siswa atas apa yang dipelajari
akan menjadikan mau dan mampu terlibat dalam proses belajar dengan lebih aktif, lebih
bersemangat dalam mengerjakan tugas-tugas, dan bergairah untuk belajar terus. Oleh sebab itu
pemberian motivasi pada siswa itu sangatmendorong siswa tersebut untuk mau belajar secara
mandiri.
5. Belajar dan Perubahan
Belajar yang paling bermanfaat bagi siswa adalah belajar tentang proses belajar itu sendiri.
Misalnya,pengetahuan zaman dahulu berkembang lamban dan relatif statis, tetapi sekarang
perubahan pengetahuan berlangsung dengan cepat merupakan faktanya. Dengan kata lain, ilmu
pengetahuan terus maju dan berkembang secara pesat. Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh
siswa adalah individu-individu yang mampu belajar di lingkungan yang sedang akan terus
berubah, artinya belajar untuk mempersiapkan siswa hidup dan menghadapi masa depan.
Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi psikologi humanistik ini menyangkut penerapan teori belajar humanistik dalam
proses belajar-mengajar antara guru dan peserta didik. Hal penting dalam pembahasan ini
adalah bagaimana para ahli psikologi humanistik berupaya menggabungkan ketrampilan dan
informasi kognitif dengan segi-segi afektif, nilai-nilai dan perilaku antar pribadi. Sehubungan
dengan itu akan dibicarakan tiga macam program pendidikan, yaitu confluent education, open
education, dan cooperative learning (Tim Penulis UNY,1993:110).
a. Confluent education
Confluent education adalah proses pendidikan yang memadukan atau mempertemukan
pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan
cara yang baik sekali untuk melibatkan para murid secara pribadi di dalam bahan pelajaran
(Tim Penulis UNY,1993:110).
b. Open education
Open education adalah proses pendidikan terbuka (Tim Penulis UNY, 1993: 111). Walberd
dan Thomas (1972) Penulis UNY (1993: 111), open education memiliki delapan kriteria,
yaitu:
1) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan
untuk belajar tersedia, murid-murid bergerak secara bebas di sekitar ruang
kelas, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelompokan atas dasar tingkat
kecerdasan.
2) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, guru menangani masalah-
masalah perilaku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan murid yang
bersangkutan saja, tanpa melibatkan kelompok.
3) Mendiaknosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid memeriksa pekerjaan
mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
4) Pengajaran, yaitu pengajaran individual.
5) Penelitian, wujudnya adalah guru membuat catatan, penilaian secara individual,
hanya sedikit sekali diadakan test formal.
6) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional.
7) Persepsi guru sendiri, artinya guru berusaha mengamati semua untuk memantau
kegiatan mereka.
8) Asumsi tentang para murid dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan
ramah.
Meskipun pendidikan terbuka itu memberikan kesempatan kepada murid untuk
bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun
bimbingan guru tetap diperlukan. Salah satu ciri yang mencolok dari pendidikan terbuka
adalah lingkungan fisik ruang kelas, dimana murid-murid bekerja secara individual atau
didalam kelompok-kelompok kecil. Kebanyakan pengajaran individual dilengkapi dengan
pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan didalam kelas yang memungkinkan murid
mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, keterampilan-keterampilan atau
minat-minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik
tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya
dibicarakan dengam guru (Tim Penulis UNY,1993:112).
c. Cooperative Learing
Cooperative learing atau belajar kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk
meningkatkan dorongan berprestasi murid (Tim Penulis UNY, 1993: 112). Slavin (1980)
Tim Penulis UNY (1993: 112) cooterative learing mempunyai tiga karakteristik:
1) Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota); komposisi
ini tetap selama beberapa minggu.
2) Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3) Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Menurut Rogers terdapat beberapa prinsip dasar dalam teori belajar humanistik dalam
menyelenggarakan proses belajar yang harus diperhatikan.
1. Manusia memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.
2. Belajar akan menjadi signifikan bagi siswa bila materi pelajaran yang disampaikan
dirasakan oleh siswa memiliki relevansi dengan maksud, tujuan, dan pemikirannya.
3. Proses dan hasil belajar yang bermakna atau berarti bagi perkembanagan serta
pertumbuhan siswa akan diperoleh dengan cara metode pembelajaran proses, yaitu
siswa melakukannya atau belajar tentang proses.
4. Proses belajar akan semakin lancar apabila melibatkan siswa secara aktif dan
membiarkan siswa ikut bertanggung jawab dalam proses belajar.
5. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi secara keseluruhan merupakan
cara belajar yang akan memberikan hasil mendalam dan lebih bermakna.
Menurut Suciati dan Prasetya Irawan beberapa langkah dalam melaksanakan proses
pembelajaran berdasarkan konsep belajar husmanistik sebagai berikut.
1. Guru harus menentukan tujuan-tujuan pmbelajaran yang ingin dan akan di capai dan
yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif dan mengalami sendiri dalam
proses pembelajarannya.
2. Guru menentukan ruang lingkup dan muatan materi yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran untuk disampaikan kepada siswa.
3. Guru mengidentifikasi tingkat kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sebelumnya terkait dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.
4. Guru merancang dan mempersiapkan berbagai kelengkapan pembelajaran termasuk
media yang akan digunakan.
5. Guru membimbing siswa dala mengambil makna dan memahami hakikat serta manfaat
dari materi pelajaran yang telah di pelajari dan membimbing siswa dalam
mengaplikasikan konsep-konsep baru hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata.

Contoh Aplikasi Teori Humanistik


Misal pada tingkatan Sekolah Menengah, dalam pelajaran biologi (misal materi anatomi)
dengan menggunakan teori humanistik, sebelum menyampaikan materi guru menjelaskan akan
pentingnya ilmu anatomi bagi siswa untuk mengetahuinya. Guru juga menerangkan manfaat
dari mempelajari ilmu tersebut dengan memberikan contoh-contoh akan pentingnya dan
manfaatnya ilmu anatomi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa tertarik dan termotivasi
untuk mempelajarinya. Hal ini akan membantu lancarnya proses pembelajaran selanjutnya.

Selama proses pembelajaran diharapkan guru tidak monoton memberikan materi dengan
berceramah panjang lebar sehingga siswa merasa jenuh dan bosan dalam kelas. Tapi guru
memberikan ruang bagi siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Guru bisa
memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya dan memberikan kritik atas materi yang guru
berikan, juga mereka bebas mengeluarkan pendapatnya dengan memberikan apresiasi atas apa
yang mereka ungkapkan. Guru juga bisa memberikan waktu bagi siswa untuk berdiskusi
mengenai materi.

Identifikasi Masalah
Kasus 1
Contoh:
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat
pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak
memberikan tips sama sekali saat di restauran. Ketika teman makan malamnya memberikan
komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan
itu sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku
pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, aka dia dapat terhindar dari kecemasan serta
tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.

Dampak dari Inkongruensi


Rogers berpikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam.
Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatanny
sehingga mereka masih akan tetap mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia
dengan tingkat inkongruensi yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu
mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.

Kasus 2
Fiona adalah mahasiswi baru di sebuah Universitas. Dia bertemu dengan teman-teman barunya.
Fiona cenderung menghindari mereka karena merasa takut dengan orang-orang baru.
Temannya mencoba untuk mendekatinya dengan meminta no. Hp, mengajak makan bersama
di kantin tetapi Fiona selalu menolaknya. Bahkan ketika Fiona bersama- teman baru, dan
hendak pergi ke toilet,salah satu temannya menawarkan diri untuk membawakan dan menjaga
tasnya namun tetap ia tolak.Semasa ospek, Fiona dikenal sebagai orang yang kaku dan anti
sosial.

Menurut Maslow, kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan
kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan
struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada
seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat
diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika
hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang
merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha
keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Humanistik merupakan salah satu metode ilmu psikologi yang mempelajari tentang manusia
dalam cangkupan kehidupan sehari-hari (pendidikan) dalam proses belajar dan mengajar.
Sehingga terciptanya pembelajaran yang efektif.
Cara pengaplikasiannya melalui kehidupan sehari-hari dengan sering berinteraksi antara
peserta didik dengan pengajar. Sehingga tidak ada kesalah pahaman anatara peserta didik dan
pengajar.
DAFTAR PUSTAKA

Roberts, T. 1975. Four Psychologies Applied to Education. New York: Jhon Niley and Sons.
Sugihartono, dkk. 2013. Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Tim Penulis UNY. 1993. Psikologi pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.
Uno, B. Hamzah. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Yaumi, M. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana prenada media
group.
Lampiran

https://www.youtube.com/watch?v=k_Yr92bz9MI

https://www.youtube.com/watch?v=LPAu_u9i48w

https://www.youtube.com/watch?v=9zwgpHVhHEg

https://www.youtube.com/watch?v=zRzqJfNGwB0

Anda mungkin juga menyukai