i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dari uraian yang telah disampaikan diatas, maka dibuatlah makalah ini
yang berjudul “Embriogenesis pada Aves” agar para pembaca dapat
memahaminya dengan jelas.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah segmentasi pada embrio aves ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui segmentasi pada embrio aves.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
periblas (Surjono, 2003). Pembelahan tidak terjadi pada sitoplasma yang
mengandung banyak yolk (Gilbert, 2010).
5
2.1.2 Mekanisme Pembelahan Zigot Aves
Seluruh periode pembelahan pada aves terjadi pada waktu telur
bergerak melewati ovoduk dan pada saat dikeluarkan embrio aves telah
berada pada stadium gastrula (Lestari, dkk., 2013). Tahapan pembelahan
embrio aves tidak selalu beraturan dan setelah pembelahan kelima
prosesnya sudah tidak sinkron lagi ( Surjono, 2003).
Gambar menunjukkan terjadinya pembelahan sel telur burung.
Gambar tersebut mewakili bentukan permukaan dari blastodisc dan area
yang menyelimuti yolk, sel, dan albumin. Pada bagian A menunjukkan
pembelahan sel I secara vertikal, membelah tepat pada sumbu dari
blastodiskus namun tidak menembus seluruh permukaan telur. Pada
bagian B menunjukkan pembelahan sel II, secara horizontal (tegak lurus
dengan pembelahan I). Pembelahan III secara vertikal memotong alur dari
pembelahan II, baik di sebelah kiri maupun kanan. Pembelahan IV secara
sirkumferensial (melingkar) yang memotong bagian tengah deretan
blastomer dari daerah periferal, Pembelahan V terjadi pada 4 bidang
pembelahan meridian atau vertikal yang asimetris, sehingga menghasilkan
32 sel. Pembelahan selanjutnya tidak dapat diikuti. Pembelahan
selanjutnya tak teratur, ada yang melalui bidang vertikal maupun
horizontal dan ada juga yang sebelum selesai satu pembelahan terjadi
pembelahan berikutnya (Lestari, dkk., 2013).
Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa
pembelahan awal, dari bagian atas dan pinggir tertutupi oleh membran
plasma, tetapi terbuka pada bagian bawahnya. Pembelahan selanjutnya
menyebabkan embrio semakin meluas secara radial ke arah periblas. Sel-
sel yang terdapat pada blastoderm di daerah perifer jarang berinti. Selain
pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur, pada embrio 32 sel
memperlihatkan polapembelahan yang berbeda. Pada saat ini bidang
pembelahan menjadi secara ekuatorial di bawah permukaan lapisan sel
berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan
atas dan lapisan bawah yang berbatasan dengan yolk. Pembelahan
selanjutnya yang sejenis menyebabkan sel berlapis-lapis. Pembelahan
6
terjadi secara sentrifugal ketika blastoderm membesar pada salurannya,
tetapi perluasannya tidak sampai mencapai daerah paling tepi. Hal
demikian membuat sebagian tepi daerah perifer blastoderm masih
mempunyai ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai ±100 sel,
bagian dasar blastoderm berbatasan dengan rongga subgerminal (Lestari,
dkk., 2013).
7
Blastula terbentuk saat sel blastoderm bermigrasi dan membentuk
dua lapisan hingga terbentuk blastosoel. Sel-sel blastoderm mulai
bermigrasi setelah selesai tahap pembelahan. Sel-sel blastoderm
bermigrasi secara individual ke dalam rongga subgerminal, kemudian
beragregasi dan dengan proses delaminasi terbentuk lapisan kedua.
Sehingga embrio aves terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan atas (epiblas)
dan lapisan bawah (hipoblas). Antara kedua lapisan tersebut ada bagian
yang disebut blastocoel (Lestari, 2013).
Dalam tahap blastula kelompok aves, bagian epiblas akan
berkembang menjadi ektoderm, mesoderm, dan notochord. Bakal
endoderm berasal dari hipoblas yang sel-selnya tumbuh dan menyebar ke
bawah pada daerah rongga blastosoel. Sedangkan bakal ektoderm
epidermis mengisi daerah yang akan menjadi anterior embrio lapisan
epiblas (Yatim, 1994).
Pada ayam dan bebek, blastocoel terbentuk setelah terjadi
delaminasi blastoderm membentuk lapisan sel bagian bawah yang disebut
hipoblas primer, dan lapisan sel bagian atas yang disebut epiblas. Celah
diantara hipoblas dan epiblas disebut blastocoel (Gilbert, 2010).
8
2.2.2 Tipe Blastula Aves
Distribusi yolk pada setiap jenis telur pada suatu species
berpengaruh terhadap bentuk-bentuk blastula. Umumnya blastula memiliki
sebuah rongga yang disebut dengan rongga blastula (blastocoel). Aves
memiliki blastula bertipe discoblastula, yaitu blastula berbentuk cakram
atau tudung. Blastodisk tampak berkembang menyerupai cakram di atas
massa yolk. Dihasilkan oleh telur telolesital. Rongga blastula terbentuk
pada bagian bawah cakram atau tudung di antara blastodisk dan yolk
(Yatim, 1994).
Blastula pada aves adalah blastula berbentuk cakram atau tudung.
Setelah lapisan tunggal blastodeerm terbentuk, selanjutnya blastoderm
mengalami pembelahan secara ekuatorial atau horisontal, dan
menghasilkan 3-4 lapisan sel. Pada stadium ini, blastodisk terdiri atas dua
daerah yang berbeda yaitu :
a. Area pellusida, yaitu daerah yang tampak bening terletak di atas rongga
sub germinal.
b. Area opaka, yaitu daerah yang tampak gelap, terletak pada bagian tepi
blastodisk. Pada beberapa jenis aves, rongga sub germinal juga merupakan
rongga blastula (Yatim, 1994).
Gambar 3. Discoblastula
Sumber: Gilbert, 2010
9
2.3 Gastrulasi pada Aves
Gastrulasi pada Aves dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1)
pragastrulasi ditandai dengan pembentukan hipoblas, 2) awal atau inisiasi
gastrulasi yaitu saat pembentukan alur primitif, 3) tahap utama gastrulasi , ketika
berlangsung pembentukan mesoderm dan endoderm, secara ingresi dan involusi
melalui parit primitif (Surjono, 2001).
Gastrulasi pada aves memiliki ciri khas yaitu adanya daerah alur primitif
(primitivestreak). Daerah ini mula-mula tampak sebagai suatu penebalan pada
bagian tengah dari areapelucida bagian posterior yang disebabkan karena adanya
migrasi sel-sel dari daerah posteriolateral ke bagian tengah areapelucida
(Yatim,1994).
Pernyataan tersebut di dukung oleh Surjono (2001), ciri khas tahap
gastrulasi pada unggas adalah adanya alur primitif yang berbeda yang dibentuk
dari blastoporus yang menyempit. Menurut Lestari, dkk. (2013), pembentukan
alur primitif merupakan awal gastrulasi dan ditandai dengan terjadinya penebalan
di bagian posterior yang memiliki bentuk menyerupai segitiga (Gambar 4).
10
Penebalan ini selain terjadi oleh adanya ingresi sel-sel ke dalam
(membentuk hipoblas), juga karena sel-sel pada epiblas pada bagian
lateroposterior aktif berpoliferasi, dan sel-sel tertentu pada epiblas akan
bermigrasi ke posterior, kemudian berkonvergensi ke arah median. Akibat tumbuh
konvergen ini, bakal alur primitif menebal, menyempit, dan memanjang.
Tumpukan sel-sel pada wilayah ini bermigrasi kedalam blastosol dengan cara
ingresi dan involusi melalui bagian tengah bakal alur yang berubah menjadi
lekukan memanjang yang disebut parit primitif. Alur yang memanjang dari
posterior ke anterior dan terdiri atas sepasang tanggul atau pematang primitif
dengan sebuah parit primitif diantaranya adalah alur primitif definitif. Ujung
anterior alur definitif menebal dan disebut nodus Hansen. Pembentukan parit
primitif ditunjang oleh melarutnya membran basal lapisan epiblas pada tempat
beringresi dan berinvolusinya sel-sel bakal mesoderm dan bakal endoderm
kedalam blastosol. Seperti pada amfibia, sel-sel yang sedang melakukan migrasi
ini berubah bentuk, menyempit di bagian apikal sehingga menjadi sel-sel botol
(Surjono, 2001).
11
eksternal, selanjutnya akan diisi oleh endoderm intraembrio dan menjadi atap dari
rongga subgerminal yang ada di bawah blastosol. Rongga subgerminal tersebut
akan menjadi arkenteron. Pada unggas, arkenteron bukanlah rongga baru yang
dibentuk oleh suatu gerakan morfogenetik. Arkenteron ini baru atapnya saja
berupa endoderm, dan alasnya berupa yolk dan inert nonseluler (Surjono, 2001).
Hal yang sama dikemukakan oleh Sumarmin (2016), selama gastrulasi
berlangsung pada embrio aves, beberapa sel epiblas bermigrasi (tanda panah) ke
dalam bagian interior embrio melalui primitive streak (Gambar 5). Sel ini akan
bermigrasi membentuk mesoderm dan endoderm.
Ingresi sel presumtif mesoderm tidak sejauh endoderm, akan tetapi tetap
berada di dalam blastosoel (Gambar 6). Sel-sel ini akan membentuk mesoderm
intraembrio yang terletak diantara ektoderm dan endoderm. Daerah yang bening
pada blastoderm belum mendapatkan mesoderm dan disebut daerah proamnion.
Seiring bertambahnya umur embrio proamnion akan mengecil dan akhirnya hilang
(Surjono, 2001).
12
Hensen, yang dibangun terutama oleh sel-sel yang akan membentuk notokorda,
dianggap homolog dengan bibir dorsal blastoporus sebab dapat menginduksi
pembentukan keping neural bila ditransplasntasikan ke epidermis (Surjono, 2001).
Fase selanjutnya dalam gastrulasi adalah regresi alur primitif (Gambar 7).
Alur primitif akan mulai memendek ditandai dengan mundurnya nodus Hensen.
Sel nodus Hensen dan presumtif notokorda bermigrasi ke arah anterior
membentuk mesoderm kepala dan notokorda. Pembentukan notokorda sejalan
dengan melarutnya membran basal di bawahnya dan di bawah epiblas, serta oleh
adanya faktor penyebab yang dihasilkan hanya oleh nodus Hensen. Bakal
notokorda yang baru muncul dari nodus hensen ke arahinterior disebut sebagai
“head process”. Mundurnya nodus Hensen sejalan dengan terbentuknya
notokorda bagian posterior.Pada akhirnya nodus Hensen dan alur primitif akan
habis, dan di akhir gastrulasi dihasilkan tiga lapisan lembaga, arkenteron dan
notokorda (Surjono, 2001).
13
2. 4 Neurulasi pada Aves
Neurulasi pada aves adalah proses pembentukan bumbung neural yang
merupakan bakal sistem saraf pada aves. Embrio aves yang sedang mengalami
neurulasi disebut neurula. Proses neurulasi diawali dengan adanya induksi dari
kordamesoderm yaitu bakal notokorda, sebagai induktor, terhadap ektoderm
yang terletak tepat di atasnya (ektoderm neural). Ektoderm neural berperan
sebagai jaringan kompeten. Induksi memperlihatkan adanya hierarki. Induksi
paling awal adalah induksi neural (induksi primer). Kemudian induksi-induksi
sekunder. Kebanyakan induksi bersifat instruktif dan sisanya bersifat permisif.
Induksi instruktif, induktor melakukan aksi (instruksi) terhadap jaringan
kompeten untuk berubah atau berdiferensiasi. Pada induktif permisif, induktor
tidak melakukan sesuatu hal terhadap sel yang mengalami diferensiasi, melainkan
menyediakan layanan, misalnya sebagai jalur untuk bermigrasi (Lestari, dkk.
2017).
Setelah mengalami induksi primer, selanjutnya ektoderm neural akan
memperlihatkan perubahan, antara lain sel-selnya meninggi menjadi silindris
berbeda dari sel-sel ektoderm bakal epidermis yang berbentuk kubus. Perubahan
sel-sel ini melibatkan pemanjangan mikrotubul. Meningginya sel-sel keping
neural menyebabkan keping neural menjadi sedikit terangkat dari ectoderm
disampingnya. Sebagai respon terhadap induksi, sel-sel keping neural mensintesis
RNA baru dan terdeterminasi untuk berdiferensiasi menjadi bakal sistem saraf
pusat. Kedua bagian tepi keping neural melipat menjadi lipatan neural, mengapit
bagian keping yang melekuk yaitu lekuk neural. Kedua lipatan neural akan
bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga terbentuk bumbung
neural (Lestari, dkk. 2017).
Pada saat terjadi fusi, pesumtif pial neural dilepaskan dari ektoderm neural
dan ektoderm epidermal di atas dan sepanjang kiri dan kanan bumbung neural.
Neurulasi berlangsung di sebelah anterior nodus Hensen setelah ektoderm neural
diinduksi oleh notokorda (Lestari, dkk. 2017).
14
Gambar 8. Proses pembentukan bumbung neural
Sumber : Gilbert, 2010
15
berarti tahap perkembangan di wilayah kepala atau anterior sudah berlanjut
sampai bagian ekor atau posterior (Lestari, dkk. 2017).
16
yang tidak begitu mampat, disebut somitomer. Somit pertama dibentuk posterior
dari somitomer ke 7 (Lestari, dkk. 2017).
Pasangan somit pertama dibentuk mulai somiter ke delapan, sedangkan
somitomer- somitomer sebelumnya tetep tersusun renggang dan berperan dalam
pembentukan otot skelet di daerah kepala. Somit-somit berikutnya bermunculan di
ujung rostral dari mesoderm paraksial, di posterior dari somit yang terdahulu.
Yang berlangsung satu pasang tiap jam. Jumlah somit adalah spesifik untuk setiap
spesies. Pada aves jumlah somit adalah 50 pasang. Pembagian dan perkembangan
wilyah-wilayah somit, yaitu dermatom, miotom, dan skleretom (Lestari, dkk.
2017).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Unggas merupakan salah satu kelompok hewan yang pola
pembelahannya meroblastik diskoidal. Telur yang baru dibuahi
mengandung blastodiskus atau germinal disk. Pembelahan sel embrio
unggas tidak menembus daerah vegetal yang banyak mengandung yolk.
Blastuasi terjadi dengan cara migrasi sel-sel ke dalam rongga
subgerminal dan dengan proses delaminasi membentuk 2 lapisan sel,
epiblas di sebelah atas dan hipoblas di sebelah bawah.
Gastrulasi pada aves dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1)pragastrulasi ditandai dengan pembentukan hipoblas, 2)awal atau
inisiasi gastrulasi yaitu saat pembentukan alur primitif, 3)tahap utama
gastrulasi , ketika berlangsung pembentukan mesoderm dan endoderm,
secara ingresi dan involusi melalui parit primitif.
Neurulasi pada aves termasuk dalam neurulasi primer, dimana
bumbung neural dibentuk dengan cara pelipatan keping neural dan
bertemunya kedua lipatan itu. Perkembangan pada satu embrio Aves
berlangsung sefalokaudal yang berarti tahap perkembangan di wilayah
kepala (sefal) atau anterior sudah lebih lanjut daripada dibagian ekor
(kauda) atau posterior.
3.2 Saran
Saran kami kepada pembaca agar lebih memahami materi
embriogenesis pada aves, dapat melihat video di link berikut ini:
https://youtu.be/nEXeNfY8vtE
https://youtu.be/oETPivW3L9k
18
DAFTAR RUJUKAN
Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi & Embryologi : untuk Mahasiswa Biologi &
Kedokteran. Bandung : Tarsito Press.
19