Anda di halaman 1dari 55

PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM

Embrio adalah sebuah eukariota diploid multisel dalam tahap paling


awal dari perkembangan. Dalam organisme yang berkembang biak secara seksual,
ketika satu sel sperma membuahi ovum, hasilnya adalah satu sel yang disebut
zigot yang memiliki seluruh DNA dari kedua orang tuanya. Dalam tumbuhan,
hewan, dan beberapa protista, zigot akan mulai membelah oleh mitosis untuk
menghasilkan organisme multiselular. Hasil dari proses ini disebut embrio
Pada hewan, perkembangan zigot menjadi embrio terjadi melalui tahapan yang
dikenal sebagai blastula, gastrula, dan organogenesis (Supriatna, 1992).

Embriogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan embrio


sehingga terbentuk individu yang fungsional, meliputi proses: pembelahan,
blastulasi, gastrulasi, dan neurulasi. Proses ini merupakan tahapan
perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel
pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel
embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain sel
tunggal (yang telah dibuahi), blastomer, blastula, gastrula, neurula dan embrio
atau janin (Campbell, 1987).

Perkembangan embrio ayam terjadi dalam dua media yaitu dalam


tubuh induk dan diluar tubuh induk. Perkembangan dalam tubuh induk yaitu
setelah terbentuknya zygote dari persatuan sel sperma dengan ovum, maka
pertumbuhan embrio pun dimulai. Sesaat setelah lima jam ovulasi, saat telur
berkembang dalam isthmus terjadi pembedahan sel yang pertama. Duapuluh
menit kemudian disusul didaerah lain lain dan seterusnya sehingga satu jam
setelah itu pada saat telur meninggalkan isthmus, embrio sudah tersusun dari 16
sel. Setelah empat jam di dalam uterus, jumlah sel menjadi 256 buah

Perkembangan embrio ayam juga terjadi di luar tubuh induknya.


Selama berkembang, embrio memperoleh makanan dan perlindungan dari telur

1
berupa kuning telur, albumen, dan kerabang telur. Perkembangan embrio
berjalan apabila kondisi lingkungan sesuai (temperature, kelembaban dan
sirkulasi udara). Dalam perkembangannya, embrio dibantu kantung oleh
kuning telur, amnion, dan allantois.

Masuknya sperma ke dalam sel telur menyebabkan terjadinya rangkaian


perubahan yang cepat yaitu penyelesaian pembelahan meiosis; penyatuan
pronukleus jantan dan betina serta gerakan kompleks dari zat-zat dalam
sitoplasma telur; laju konsumsi oksigen dan sintesis protein dalam telur spesies
tertentu meningkat. Segera setelah fertilisasi, di dalam embrio mulai ada sel-sel
yang memisahkan diri dan terjadi pembelahan sel yang berturut-turut (Villee dkk.,
1988, Salisbury dan VanDemark, 1985). Dalam tingkat ini embrio mengalami
pembelahan menjadi sel-sel yang ukurannya berangsur-angsur mengecil sampai
ukurun tertentu. Tiap sel yang terbentuk disebut blastomer (Sagi, 1999).

Pembelahan sel embrio terjadi secara mitosis, sehingga setiap sel embrio
mengandung kromosom diploid (2n) yang setengahnya berasal dari spermatozoa
dan setengahnya lagi berasal dari ovum. Pembelahan dimulai dari inti dan
diteruskan ke sitoplasma. Ovum yang telah dibuahi mengalami pembelahan
pertama membentuk embrio 2 sel. Embrio 2 sel segera membelah lagi menjadi
embrio 4 sel. Pembelahan terus berlanjut hingga embrio menjadi 8 sel, 16 sel, 32
sel (Toelihere, 1979; Salisbury dan VanDemark, 1985).

Pada tingkatan embrio 16 sampai 32 sel, sel-sel berkumpul menjadi satu


kelompok di dalam zona pelusida. Isi sel di dalam zona pelusida berbentuk seperti
bola yang padat. Embrio tersebut dikenal sebagai morula. Cairan mulai
menumpuk di dalam ruang-ruang interseluler dan terbentuk suatu rongga bagian
dalam yang disebut blastocoele. Rongga tersebut semakin lama semakin besar dan
berisi cairan. Embrio tahap ini disebut blastosis (Toelihere, 1979).

Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa


fase, antara lain:

1. pembelahan

2
2. Blastomer

3. Blastula

4. Gastrula

5. Neurula

6. Organogenesis

1. Tahap Pembelahan dan Morulasi


Telur yang telah siap difertilisasi mengandung sitoplasma pada semua
komponen lapisan germ. Pembelahan membagi sel tunggal ke dalam sel-sel
yang lebih kecil dalam ukuran yang lebih kecil dan membentuk suatu
kompleks yang kemudian dapat disusun kembali dan dicetak menjadi
organisme multiseluler (Surjono, 2001).

Semua telur tidak dapat membelah. Yang dapat membelah hanya


kubangan sitoplasma yang berada pada bagian atas dari pembelahan kuning
telur. Kuning telur yang menebal membentuk halangan yang berat menjadi alur
pembelahan. Pada telur ayam, kuning telur sangat banyak menghentikan semua
alur pembelahan. Pembelahan ini terjadi secara meroblastik diskoidal, yaitu
pembelahan sel tidak membagi telur dengan lengkap, sehingga pembelahan ini
disebut meroblastik (Greek, meros=bagian). Karena hanya sitoplasma pada
blastodisk yang menjadi embrio, maka pembelahan meroblastik ini disebut
dengan diskoidal (Burley & Vadehra, 1989).

Telur yang baru dibuahi (zigot) mengandung suatu struktur berbentuk


cakaram dan keping keputihan yang disebut dengan blastodiskus atau germinal
disk. Blastodiskus merupakan protoplasma aktif yang berdiameter 3 mm dan
terdapat di kutub animal. Daerah seputar blastodiskus tampak gelap dan
disebut periblas (Surjono, 2001).

Alur pembelahan pertama terjadi di tengah blastodiskus, tetapi tidak


menembus seluruh permukaan telur. Tahapan pembelahan embrio unggas tidak

3
selalu beraturan dan setelah pembelahan ketiga prosesnya sudah tidak sinkron
lagi. Alur pembelahan tempat sirkumferensial (melingkar) yang memotong
bagian tengah deretan blastomer dari daerah peripheral (Surjono, 2001).

Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan


awal, biasanya bagian atas dan pinggirnya dibatasi membrane plasma, tetapi
pada bagian bawahnya terbuka pada yolk yang mendasarinya. Pembelahan
selanjutnya, menyebabkan embrio meluas secara radial kea rah periblas. Sel-sel
yang terdapat pada blastoderm di daerah perifer yang jarang berinti. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya inti sperma tambahan yang merangsang
pembelahan sitoplasma sel di daerah perifer. Pembelahan ini terjadi hingga 32
sel (Surjono, 2001)

4
Gambar proses pembelahan pada embrio unggas (bagian
blastodiskusi); (a) pembelahan pertama; (b) pembelahan kedua;
(c) pembelahan ketiga; (d) pembelahan keempat; (e) pembelahan
kelima; (f) morula muda (Carlson, 1988 dalam Surjono, 2001)

2. Blastula
Setelah pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur, pada
embrio 32 sel, kemudian terjadi pembelahan secara ekuatorial di bawah
permukaan lapisan sel berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi 2
lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang berbatasan dengan kuning
telur (Surjono, 2001). Antara blastoderm dan kuning telur terdapat ruang yang
bernama rongga subgerminal. Ruang ini terbentuk ketika sel-sel blastoderm
menyerap cairan dari albumin (putih telur) dan sekresi antara sel-sel
blastoderm dan kuning telur. Pada tahap ini, sel yang cekung yang berada di
tengah blastoderm lepas dan hilang, meninggalkan ke belakang menjadi satu
sel yang tebal yaitu area pellusida. Bagian ini blastoderm membentuk embrio
sesungguhnya. Pada cincin tepi sel blastoderm yang tidak lepas oleh sel yang
cekung akan terdapat area opaca. Antara area pellusida dan area opaca terdapat
lapisan sel yang tebal yang disebut dengan rongga marginal (atau sabuk
marginal). Beberapa sel pada rongga marginal menjadi sangat penting dalam
menentukan sel nasib selama sejak perkembangan anak ayam (Gilbert, 2008).

5
Gambar (a) pembentukan Epiblas; (b) pembentukan hipoblas (Gilbert,
2008).

Pembelahan terjadi selanjutnya yang sejenis menyebabkan sel


berlapis-lapis. Pembelahan terjadi secara sentrifugal ketika blastoderm
memperbesar ukurannya. Tetapi perluasan tersebut tidak mencapai daerah
paling tepi, sehingga bagian tepi daerah perifer blastoderm masih mempunyai
ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai 100 sel, bagian dasar
blastoderm berbatasan dengan rongga submarginal (Surjono, 2001).

Selanjutnya, sel-sel blastoderm akan bermigrasi secara individual ke


rongga submarginal, kemudian beragregasi dan dengan proses delaminasi
terbentuk lapisan kedua. Dengan demikian sekarang embrio unggas terdiri atas
2 lapisan, yaitu lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas). Di antara
epiblas dan hipoblas terdapat blastocoel (Surjono, 2001)..

Epiblas dibandingkan dengan embrio amfibia serta dengan daerah


animal dan hipoblas setara dengan daerah vegetal. Seperti blastula hewan
lainnya, blastula unggas telah mempunyai daerah-daerah pembentuk alat
(Surjono, 2001)..

Epiblas akan membentuk bakal ectoderm epidermis dan ectoderm


saraf, mesoderm, dan notokord. Sedangkan hipoblas membentuk bakal

6
endodermis ekstraembrio. Bagian anterior epiblas membentuk bakal ectoderm
epidermis, di sebelah posteriornya secara berturut-turut adalah bakal ectoderm
saraf, notokorda, prekorda, dan yang paling posterior adalah mesoderm
(Surjono, 2001).

Gambar bakal pembentuk alat pada blastula ayam (Yatim,1990 dala


Surjono, 2001)

3. Gatrulasi

Gastrulasi adalah pergerakan atau pengaturan kembali sel-sel blastula,


sehingga blastula akan mengalami transformasi menjadi embrio berlapis tiga
(gastrula). Tahap gastrulasi juga terjadi pada aves, misalnya pada ayam.
Gastrula ayam ditandai dengan adanya penebalan blastodisk di daerah posterior
blastoderm di area pelusida. Penebalan ini kemudian memanjang ke arah
anterior sehingga membentuk parit dengan pematangannya yang disebut
dengan daerah primitif (primitive streak.). Penebalan ini disebabkan kerena
adanya migrasi sel-sel dari daerah posterolateral ke bagian tengah area
pelusida.Gastrula ayam memiliki epiblast, hipoblast dan rongga arkhentheron.

Pembelahan meroblastik pada sel telur aves yang kaya kuning telur
dan bercangkang hanya terbatas pada cakram kecil sitoplasma pada kutub
animal. Dari pembelahan tersebut terbentuk embrio dan empat lapisan
ekstraembrionik (korion, amnion, alantoisdanyolk sac). Proses morfogenetik

7
disebut juga sebagai proses gastrulasi. Selama masa gastrulasi sel-sel
melakukan gerakan morfogenetik sehingga terjadi reorganisasi seluruh embrio
atau sebagian daerah kecil di dalam embrio. Hasil pembelahan sel berupa
blastoderm yang terletak sebagai suatu tudung di atas yolk. Sedangkan bagian
tengah dari blastoderm terpisah dari yolk oleh rongga sub germinal, sehingga
tampak terang disebut sebagai area pelusida. Sebaliknya bagian tepi dari area
pelusida tampak gelap karena berlekatan dengan yolk, disebut area opaca.

Saat sel dalam bentuk blastula, pertambahan massa sel masih terus
terjadi dengan pembelahan mitosis. Akibatnya sel mendesak kebawah (ke arah
kutub vegetal / vegetal pole) dan terjadilah pelipatan sel ke dalam (invaginasi).
Terjadinya invaginasi membentuk sebuah lekukan yang disebut blastopore.
Invaginasi ini yang menandai dimulainya tahap gastrulasi. Sel-sel blastula
yang mengalami invaginasi terus tumbuh ke arah dalam sehingga blastopore
akan terus terdesak ke dalam dan terbentuk rongga arkenteron. Rongga ini
membagi sel-sel yang tumbuh tersebut menjadi lapisan endoderm disebelah
dalam dan mesoderm dibagian tengah.

Lapisan bagian luar dari lapisan sel pada animal pole yang tetap
berada diluar (tidak melipat ke dalam) membentuk ektoderm. Ketiga lapisan
tersebut kemudian disebut dengan Lapisan Germinal Embrio. Pada gastrulasi
beberapa organisme invaginasi diawali oleh penyempitan (wedging) sel-sel
pada permukaan blastula, penetrasi sel-sel untuk masuk lebih dalam kebagian
dalam embrio melibatkan ekstensifi lopodia oleh sel-sel terdepan dari jaringan
yang bermigrasi. Gerakan sel-sel tersebut akan menarik sel-sel yang mengikuti
dibelakangnya untuk melalui blastopori sehingga membantu menggerakkan
lapisan sel dari permukaan embrio ke dalam blastosoel untuk kemudian
membentuk endoderm dan mesoderm embrio.

8
Gambar. Tahap Gastrulasi pada Ayam

Tahap gastrulasi ayam akan menghasilkan gastrula, embrio berlapis


tiga (3 lapisan germinal; endoderm, mesoderm, ektoderm) dengan rongga
pencernaan rudimenter (arkenteron). Gastrulasi pada aves tidak membentuk
arkenteron sejati. Setelah endoderm dibentuk, yang menjadi arkenteron adalah
rongga subgerminal (atapnya dibatasi endoderm, dasarnya adalah yolk). Tiga
lapisan germinal hasil gastrulasi ini menjadi ciri umum perkembangan pada
sebagian besar filum hewan terutama ayam, yaitu tipe tubuh tripoblastik (3
lapis). Ketiga lapisan tersebut nantinya akan berkembang menjadi berbagai
jaringan dan organ dalam sistem tubuh hewan dewasa.

Pada ujung anterior terjadi penebalan disebut Nodus Hensen. Bagian


tengah nodus Hensen akan dilalui oleh sel-sel yang masuk ke rongga blastula.
Pada Aves gastrulasi dilakukan oleh sel-sel yang bergerak sendiri-sendiri dan
terkoordinasi dari luar masuk ke dalam embrio, bukan melalui gerakan
bersama dalam suatu lempengan. Sel-sel pertama yang bermigrasi melalui
daerah unsure primitif adalah sel yang akan menjadi endoderm. Sel-sel ini
bergerak ke anterior, bergabung dengan hipoblast. Sel berikut yang masuk
melalui nodus Hensen juga bergerak ke anterior, tetapi tidak bergerak sejauh

9
bakal endoderm tetap berada antara epiblast dan endoderm membentuk
mesoderm kepala dan notokord.

Gambar. Tahapan migrasi sel hipoblas

Sel-sel yang masuk ini bergerak ke anterior mendorong epiblast


bagian tengah ke atas sehingga akhirnya terbentuk lipatan kepala. Makin
banyak sel-sel bermigrasi masuk melalui daerah unsure primitif yang setelah
masuk ke dalam rongga blastula mereka memisahkan diri menjadi dua arah.
Satu masuk lebih dalam dan bergabung dengan hipoblast serta mendorong
hipoblast ke tepi membentuk organ-organ endodermal dan sebagian besar
selaput ekstra-embrio. Kelompok kedua menyebar membentuk suatu lembaran
yang terbentang diantara epiblast dan hipoblast.

10
Lembaran ini yang membentuk bagian mesoderm dari embrio dan
selaput ekstra embrio. Saat pembentukan mesoderm berlangsung, daerah
unsure primitif mulai memendek sehingga nodus Hensen berpindah letak dari
tengah area pelusida menjadi berada di bagian posterior terbentuk notokord
posterior. Akhirnya nodus bergeser mencapai posisinya yang paling posterior
dan membentuk daerah anal. Pada tahap ini, epiblast seluruhnya terdiri atas
bakal sel-sel ektoderm yang berepiboli hingga mengelilingi yolk. Gastrulasi
telah selesai dengan dibentuknya ectoderm digantinya hipoblast dengan
endoderm dan terletaknya mesoderm di antara kedua lapisan ini.

Dalam perkembangannya lapisan mesoderm membentuk somite yang


akhirnya berdeferensiasi lagi membentuk dermatom (calon dermis), myotom
(calonotot) dan sklerotom (calonrangka). Tipe-tipe pergerakan sel selama
gastrulasi :

1. Epiboly adalah gerakan sel ektoderm di permukaan embrio dari daerah


animal pole ke vegetal pole. Lapisan sel membentang dengan menipiskan
bentuk sel-selnya menyeberangi permukaan luar sebagai suatu unit.

Gambar. Tipe Pergerakan Sel selama Gastrulasi

2. Interkalasi adalah dua atau lebih deretan sel yang menyusun tubuh dengan
cara masuk ke sela-sela antara satu sel ke sel lainnya, sehingga terbentuk
deretan sel yang lebih panjang dan lapisannya lebih tipis.

11
3. Convergent Extension (Perluasan secara Konvergen) adalah dua atau lebih
deretan sel interkalasi, tetapi interkalasinya teratur dan terarah pada suatu
tujuan.
4. Emboly adalah gerakan sel-sel dari luar (permukaan) ke arah dalam,
perpindahan sel yang akan menyusun mesoderm dan endoderm, meliputi :
Invaginasi proses pelekukan sel ke arah dalam. Lapisan sel bagian
luar masuk atau melipat ke dalam.
Involusi proses peluncuran sel / pembelokan lapisan ke posisi
tertentu. Lapisan sel membelok ke dalam dan kemudian membentang
jauh ke bagian permukaan internal.
Inggresi pemisahan kelompok sel secara bebas untuk membentuk
lapisan baru. Sel-sel bagian permukaan secara individual bermigrasi
ke bagian dalam (interior) dari embrio.
Delaminasi pelepasan lapisan sel untuk membentuk lapisan baru
dalam embrio.

Gambar. Macam-macam Emboly

4. Neurulasi

Neurulasi berasal dari kata neuro yang memiliki arti saraf, sehingga
neurulasi adalah proses terbentuknya sistem saraf, sistem saraf berasal dari
diferensiasi ektoderm, sehingga disebut neural ectoderm. Sebagai inducer pada

12
proses neurulasi adalah chorda mesoderm yang terletak di bawah neural
ectoderm. Proses Neurulasi melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal
neural, dimulai dengan pembentukan keping neural (neural plate), lipatan
neural (neural folds) serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube,
yang terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan
korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural. Diduga
bahwa perubahan morfologi yang terjadi selama neurulasi sejalan dengan
perubahan kromosom dan pola proteinnya.

Proses yang terjadi pada saat neurulasi yaitu setelah proses gastrulasi
maka akan dilanjutkan dengan fase neurulasi atau pembentukan saraf. Bakal
saraf berasal dari sel-sel mesoderm yang kemudian akan membentuk otak,
tulang belakang, kulit serta rambut. Awalnya notokord akan menginduksi
ektoderm yang ada di atasnya, ektoderm yang dimaksud adalah ektoderm
neural (Surjono, 2001). Induksi paling awal yaitu induksi neural dan disebut
induksi primer yang akan dilanjutkan dengan induksi sekunder. Kebanyakan
induksi bersifat instruktif dan lainnya bersifar permisif. Contoh induksi
permisif adalah induksi matrik ekstraseluler fibronektin terhadap pial neural
untuk berdiferensiasi. Sedangkan pada induksi instruktif yaitu induktor
melakukan aksi terhadap jaringan kompeten untuk berdiferensiasi.

Cara neurulasi dibedakan menjadi tiga, dua kelompok utama dan satu
kelompok khusus.

1. Neurulasi primer, bumbung neual dibentuk dengan cara pelipatan keping


neural dan bertemunya kedua pelipatan itu
2. Neural sekunder, bumbung neuralnya atau salurannya terbentuk oleh
adanya kafitasi (pembentukan rongga) di dalam kelompok sel ektoderm
neural yang memadat
3. Pembentukan bumbung dengan adanya pemisahan (peninggian) epidermis
yang membatasi keping neural. Peninggian epidermis disebut juga sebagai
pelipatan neural temporer yanga akan bertemu di bagian mediodorsal da
menjadi atap di atas keping neural yang sudah melipat dan melekuk,
membentuk lipatan neural dan lekuk neural biasa yng sama dengan

13
kejadian pada neurulasi primer. Kedua lipatan neural ini akan bertemu satu
sama lain membentuk bumbung neural. Selanjutnya atap epidermis akan
terpisah dari bumbung neural.
Dari ketiga cara ini, neurulasi primer merupakan cara paling umum
yang terjadi berbagai hewan salah satunya adalah ayam dari bangsa aves.

Selanjutnya sel-sel ektoderm menebal dan memanjang atau terjadi


poliferasi menjadi lempeng saraf (neural plate). Kemudian tepi neural plate
menebal dan tumbuh ke atas yang akhirnya terbentuk neural fold atau lipatan
neural, selanjutnya terjadi fusi neural fold kanan-kiri di bagian tengah atau
bagian mediodorsal embrio sehingga terbentuk parit atau disebut parit neural
(neural groove), barulah terbentuk tabung atau bumbung saraf (neural tube)
dengan lubangnya yang disebut neural canal atau neurocoel. Akhirnya neural
tube akan tenggelam di bawah ektoderm.

Selain terbentuk neural tube selama neurilasi juga terbentuk neural


crest atau pial neural, yang berasal dari sel-sel lempeng saraf yang tidak
membentuk tabung saraf. Pial neural tersusun sebagai sepasang leempengan
yang segmental di kiri kanan bumbung neural.Pial neural bersifat migratif dan
akan bermigrasi cukup jauh ke tempat-tempat tertentu di tubuh embrio
(Surjono, 2001)

Neural crest akan membentuk ganglion-ganglion saraf, sedangkan


neural tube akan membentuk sistem saraf pusat. Neural crest akan
berdiferensiasi menjadi sel-sel ganglia spinalis dan otot otonom,dan
sebagainya. Di tempat kedudukannya yang terakhir pial neural akan
berdiferensiasi menjadi berbagai struktur, misalnya:

1. neuron, termasuk ganglia saraf sensoris , simpatis dan parasimpatis, serta


sel-sel neuroglia
2. sel-sel penghasil epinefrin (medulia) kelenjar adrenal
3. sel-sel pigmen pada epidermis
4. berbagai komponen rangka dan jaringan ikat wilayah kepala.

14
Pial neural pada embrio dibedakan menjadi empat berdasarkan kedudukan
dalam tubuh embrio:

a. Pial kranial, sel-sel pial bermigrasi dorsolateral dan menghasilakan


mesenkim wilayah tengkorak dan wilayah kranofasial yang akan
berdiferensiasi menjadi tulang rawan, neuron kranial, glia, dan jaringan ikat
wajah.
b. Pial tubuh (trunk crest), sel-sel pial tubuh bermigrasi mengikuti dua jalur
utama. Jalur utama ialah ke arah permukaan dan dorsal menuju ektoderm
yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel-sel pigmen dalam epidermis atau
dermis, tergantung dari jenis hewannya. Jalur kedua lebih mengarah pada
jalur ventral yaitu melewati dan mengitari sklerotom yaotu sekelompok sel-
sel mesenkim yang mengelilingi bumbung neural dan notokorda yang akan
berdiferensiasi menjadi rawan vertebrata. Sel-sel yang mengikti jalur kedua
akan berdiferensiasi menjadi saraf otonom dan berbagai struktur lain.
c. Pial vagal dan pial sakral, sel-sel pial ini akan menghasilakan ganglion
parasimpatik usus, jika pial neural ini gagal bermigrasi ke daerah kolon
maka akan mengakibatkan hilangnya gerak peristaltik karena tidak
terbentunya ganglion usus.
d. Pial kardiak, letaknya di antara pial kranial dan pial tubuh dan berimpit
dengan sebagaian pial vagal. Struktur yang dapat dihasilkan yaitu melanosit,
neuron, rawan, jaringan ikat di lengkung faring yaitu penonjolan jaringan
mesoderm di antara kantung faring yang satu dengan yang berikutnya.
Selain itu pial tersebut juga dapt membentuk jaringan otot dan jaringan iakat
pada dinding arteri yangmuncul dai jantung dan terdapat pula pada sekat-
sekat yang memisahkan sirkulasi pulmonalis dari sirkulasi aorta.
Lebih lanjut pada Surjono (2001) dijelakan mengenai fenomena
bermigrasinya pial neural pada embrio ayam terjadi yaitu karena adanya
berbagai molekul yang sintesisnya dikontrol oleh berbagai gen yang relevan.
Diantara molekul itu adalah protein slug yang diekspresikan pial neural pada
tahap pramigrasi selain itu ada juga molekul adhesif N-khadherin yang
mengalami down regulated pada saat mulai migrasi dan mengubah sel-sel
yang semula berupa epitelium berubah menjadi mesenkim.

15
Mesensim yang berasal dari neural crest disebut ektomesensim.
Sementara tabung neural akan membentuk lekukan-lekukan sehingga
dihasilkan tiga daerah otak : otak depan, otak tengah dan otak`belakang.
Tubulasi ektoderm saraf tesebut berlangsung, sehingga terjadi differensiasi
pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon
(otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural
(saraf).

Lapis benih ektoderm menghasilkan atau menumbuhkan bagian epidermal,


neural tube, dan sel neural crest.

a. Epidermal ectoderm akan menumbuhkan organ antara lain:


1) lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang seperti sisik, bulu, kuku,
tanduk, cula, taji, kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar lugak,
kelenjar lendir, dan kelenjar mata,
2) organ perasa sepertai lensa mata, alat telinga dalam, indra pembau, dan
indra peraba, dan
3) epithelium dari rongga mulut (stomodium), rongga hidung, sinus
paranasalis, kelenjar ludah, dan kelenjar analis (proctodeum).
b. Neural tube akan menumbuhkan organ antara lain : otak, spinal cord, saraf
feriper, ganglia, retina mata, beberapa reseptor pada kulit, reseptor
pendengaran, dan perasa, neurohifofisis.
c. Neural crest akan menumbuhkan organ antara lain : neuron sensoris, neuron
cholinergik, sistem saraf parasimpapetik, neuron adrenergic, sel swann dan
ginjal, sel medulla adrenal, sel para folikuler kelenjar tyroid,sel pigmen
tubuh, tulang dan yang lainnya.

Pada perkembangannya bisa saja terjadi gangguan-gangguan yang


menyebabkan keabnormalan pada sistem saraf ayam. Keabnormalan yang
terjadi salah satunya yaitu akibat pemaparan zat kimia insektisida karbofuran.
Pemparan karbofuran menyebabkan penumpukan residu ada kuning telur
(yolk), hal ini yang akan menyebabkan mengganggu perkembangan
perkembangan embrio ayam. Karbofuran sebagai anti-ChE sangat potensial
mempengaruhi neurogenesis, karena pros es transmisi neurotransmitter

16
menjadi terganggu. (Lukman, 2007). Pada pembentukan vesikel otak embrio
ayam sangat diperlukan keberadaan ChE sebagai regulasi pertumbuhan dan
fungsi morfogenetik. Bila pembentukan ChE terhambat akibat zat cholinotoxic
seperti insektisida karbofuran, maka akan terjadi hambatan pembentukan
vesikel otak. Hambatan pembentukan vesikel otak pada masa embrional akan
berdampak pada kelainan struktur dan fungsi otak saat dewasa kelak (Lukman,
2007)

Ayam sebagaimana vertebrata yang lain memiliki bagian saraf sebagai


pusat sinaps yang berfungsi mengalirkan senyawa kimia menuju otot maupun
neuron yang lain. Senyawa kimia berupa neurotransmitter yaitu asetil kolin
atau ACh tesebut akan mengalami hidrolisis oleh kolin esterase (ChE). Peran
ChE dimulai sebelum sinaptogenesis pada pembentukan neural tube pada
ayam (Layer, 1991) dan pembentukan ChE terjadi seiring dengan pertumbuhan
akson (Gilbert, 1988). Sistem cholinergik pada awal perkembangan berfungsi
sebagai regulasi pertumbuhan dan fungsi morfogenetik (Lauder dan Schambra,
1999) yaitu perkembangan sel dan penyusunan perkembangan otak. Penurunan
aktivitas ChE menyebabkan terjadi penumpukkan ACh pada sinaps dan aliran
sinaps akan terganggu, kondisi demikian meyebabkan individu menjadi hiper
aktif kemudian lumpuh dan mati (Luqman, 2007).

Gambar: Vesikel Otak : a. Metensefalon ; b. Mielensefalon ; c. Mesensefalon ;


d. Diensefalon ; e. Telensefalon

17
Perkembangan vesikel otak embrio a yam antar kelompok (pembesaran
400X). Keterangan:

perkembangan vesikel otak embrio ayam antar kelompok P0 : Penyuntikan


larutan NaCl fisiologi.

0,9% steril sebanyak 0,1 ml ; P1 : Penyuntikan Furadan 3G dengan dosis


0,3534 mg/0,1 ml; P2:

Penyuntikan Furadan 3G dengan dosis 0,4241 mg/0,1 ml , dimana furadan


0,4241 dan 0,3534

mg/butir equivalen dengan karbofuran 0,0127 dan 0,0106 mg/butir.

5. Organogenesis

Organogenesis disebut juga morphogenesis adalah suatu proses


pembentukan organ yanberasal dari tiga lapisan germinal embrio yang telah
terbentuk terlebih dahulu pada tahap gastrulasi. Masing- masing lapisan yaitu
ektoderm, mesoderm dan endoderm akan membentuk suatu bumbung atau
tabung yang akan berkembang menjadi sistem organ tertentu yang berbeda
namun berkaitan satu dengan yang lain. Organogenesis atau morfogenesis
merupakan suatu proses pertumbuhan embrio yang masih memiliki bentuk
primitif yang akan tumbuh menjadi bentuk definitif dan memiliki bentuk dan
rupa yang spesifik menurut spesies. Pada tahap organogenesis ini terdapat dua
periode, yaitu periode pertumbuhan antara dan pertumbuhan akhir. Pada
periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan diferensiasi
bagian-bagian tubuh embrio dari bentuk primitif sehingga menjadi bentuk
definitif. Pada periode ini embrio akan memiliki bentuk yang khusus bagi
suatu spesies. Pada periode ini sudah terdapat bentukan ayam.

Pada organogenesis juga terjadi tahap pertumbuhan akhir embrio yaitu


penyelesaian secara halus bentuk definitif menjadi ciri suatu individu. Pada
aves tidak begitu terlihat jelas batas kedua periode. Selama proses

18
organogenesis berbagai daerah pada tiga lapisan germinal berkembang
menjadi rudimen dari organ-organ. Tiga jenis perubahan morfogenetik yaitu
pelipatan, pemisahan, dan pengelompokan padat (kondensasi) sel-sel adalah
bukti pertama pembentukan organ. Embrio ayam yang dieramkan selama 5-8
hari juga dianggap oleh beberapa ahli sebagai tingkat berudu. Pada jam-jam
tertentu dapat ditentukan organ apa saja yang telah terbentuk. Diantaranya usia
19 jam telah terbentuk somit, 24-96 jam telah terbentuk usus atau saluran
pencernaan, 33-72 jam telah terbentuk otak, 96 jam telah terbentuk sistem
urogential dan seterusnya.

Organogenesis pada Germ layer

Organogenesis mencakup organisasi sel-sel menjadi berbagai lapisan


dan kelompok yang akan membentuk struktur-struktur tubuh. Mencakup pula
pembelahan sel dan gerak sebenarnya dari sel-sel tersebut dari suatu tempat ke
tempat lain pada embrio. Ektoderm, germ layer ectoderm akan menumbuhkan
kulit, rambut, kuku, seluruh system saraf termasuk sel reseptor, medulla
adrenal (Kimball, 1996).Kelenjar-kelenjar kulit yaitu kelenjar minyak bulu,
kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lendir, dan kelenjar air mata, lensa
mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra raba, stomodeum menumbuhkan
mulut, dengan derivatnya seperti lapisan enamel (email) gigi, kelenjar ludah
dan indra kecap, proctodeum, menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang
menghasilkan bau tajam.

Endoderm, germ layer endoderm akan menumbuhkan lapisan epitel


seluruh saluran pencernaan sejak pharynx sampai rectum, kelenjar-kelenjar
pencernaan hepar, pancreas, serta kelenjar lendir yang mengandung enzim
dalam oesophagus, gaster dan intestinum, lapisan epitel paru, kloaka yang
menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan
kelamin (ductus genitalis), lapisan epitel vagina, uretra, vesica urinaria dan
kelenjar-kelenjarnya (Yatim, 1994).Mesoderm, germ layer mesoderm akan
menumbuhkan otot, darah dan pembuluh darah, jaringan konektif termasuk
tulang, ginjal, ureter, testis, ovari, oviduk, uterus, mesenteri, dan system
limfatik (Kimball,1996).

19
Tabel 1 Turunan Ketiga Lapisan Germinal Embrio pada Vertebrata

LAPISAN GERMINAL ORGAN DAN JARINGAN PADA HEWAN DEWASA

Ektoderm Epidermis kulit dan turunannya ,misalnya, kelenjar kulit,


kuku, lapisan epitelium mulut dan rektum; reseptor indra
pada epidermis; kornea dan lensa mata; sistem saraf;
medula adrenal; enamel gigi; epitelium kelenjar pituitari.

Endoderm Epitelium yang melapisi saluran pencernaan (kecuali


mulut dan rektum); epitelium yang melapisi sitem
respirasi; hati; pankreas; tiroid; paratiroid; timus; lapisan
uretra, kandung kemih, dan sistem reproduksi.

Mesoderm Notokord; sistem rangka; sistem otot; sistem sirkulasi


dan limfatik; sistem ekskresi; sistem reproduksi (kecuali
sel germinal yang sudah berdiferensiasi selama
pembelahan); dermis kulit; lapisan rongga tubuh; korteks
adrenal.

Proses Organogenesis

Proses yang terjadi dalam organogenesis meliputi transformasi dan


diferensiasi embrio bentuk primitif berupa Ekstensi dan pertumbuhan
bumbung-bumbung yang terbentuk pada tubulasi, evaginasi dan invaginasi
daerah tertentu setiap bumbungnya.Pertumbuhan yang tidak merata pada
berbagai daerah bumbung, perpindahan sel-sel dari satu bumbung ke bumbung
lain atau ke rongga antara bumbung-bumbung, pertumbuhan alat yang terdiri
dari berbagai macam jaringan, yang berasal dari berbagai macam jaringan
yang berasal dari berbagai bumbung, pengorganisasian alat-alat menjadi
sistem: sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem urogenitalia, dan
seterusnya, dan penyelesaian bentuk luar (morfologi) embrio secara terperinci,
halus dan individual (Yatim, 1994).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam organogenesis yaitu :

20
1. Setiap embrio mengalami organogenesis dengan menempuh tahap tahap
embriogenesis yang dimiliki leluhur secar evolusi.
2. Ada bagian dari tubuh embrio yang pada suatu ketika berkembang, lalu
susut, dan hilang atau berubah letak dan peranan dibandingkan dnegan asal
usul, sebaliknya ada sebagian yang pada asal usul susut dan tak berperan
tapi kemudian berkembang (Yatim, 1999 ).
Perkembangan Membran Ekstra Embrionik pada Embrio Ayam

Masing-masing dari empat membran utama (amnion, korion, alantois,


dan kantung kuning telur) yang menyokong embrio merupakan lembaran sel-
sel yang berkembang dari lembaran epitelium yang berada di sisi luar proper
embrio. Kantung kuning telur meluas di atas permukaan massa kuning telur.
Sel-sel kantung kuning telur akan mencerna kuning telur, dan pembuluh darah
yang berkembang di dalam mebran itu akan membawa nutrien ke dalam
embrio. Lipatan lateral jaringan ekstraembrionik menjulur di atas bagian atas
embrio itu dan menyatu untuk membentuk dua membran tambahan, yaitu
amnion dan korion, yang dipisahkan oleh perluasan ekstraembrionik selom.
Amnion membungkus embrio dalam kantung yang penuh cairan, yang
melindungi embrio dari kekeringan, dan bersama-sama dengan korion
menyediakan bantalan bagi embrio agar terlidung dari setiap guncangan
mekanis.

Membran keempat yaitu alantois, berasal dari pelipatan keluar perut


belakang embrio. Alantois adalah kantung yang memanjang ke dalam selom
ekstraembrionik. Alantois berfungsi sebagai kantung pembuangan untuk asam
urat, yaitu limbah bernitrogen yang tidak larut dari embrio. Sementara alantois
terus mengembang, alantois menekan korion ke membran vitelin, yaitu lapisan
dalam cangkang sel telur. Bersama-sama, alantois dan korion membentuk
organ respirasi yang melayani embrio. Pembuluh darah yang terbentuk dalam
epitelium alantois mengangkut oksigen ke embrio ayam itu. Membran
ekstraembrionik burung dan reptilia merupakan adaptasi yang berkaitan dengan
permasalahan khusus perkembangan di darat(Campbell,2004). Pembentukan

21
organ dari masing-masing lapisan embrio ayam dapat diamati pada embrio
umur sebagai berikut:

Lapisan Lembaga Organ Umur Embrio Ayam


Ektodermal neural Otak 33-72 jam
Ektodermal somatik Mata 33-72 jam
Hidung 48-72 jam
Telinga 48-72 jam
Endoderm Usus/ Saluran pencernaan 24-96 jam
Hati 72-96 jam
Paru-paru 72 jam
Mesoderm Jantung 25-29 jam
Pembuluh Darah 24-72 jam
Sistem Urogenital 96 jam

Gambar Embrio ayam umur 18 jam

22
Embrio yang telah berumur 24 jam, lipatan neuraknya mendekat satu
sama lain. Persatuan lipatan neural pertama-tama terjadi di bagian depan somit
pertama. Embrio umur 33 jam, bumbung neural yang telah terbentuk dapat
dibedakan menjadi bagian anterior yang agak lebar, bagian tengah, serta
posterior yang menyerupai bumbung. Persatuan lipatan neural yang paling
akhir, terjadi di bagian depan dan di belakang, sehingga terbentuk lubang-
lubang neuroporus-anterior dan posterior. Belakang osmit terkahir terdapat
lipatan neural yang mengembang dan menghilang dalam ektoderm (Yatim,
1982). Bagian belakang lipatan neural membatasi suatu daerah dangkal pada
ektoderm yang disebut sinus phromboidalis. Stria primitiva terus makin
menghilang. Daerah antara kedua lapisan ektoderm dari tiap lipatan neural
yang menyatu terlepas sel-sel yang akan menjadi dua batang neural chest di di
kiri-kanan bumbung neural. Neural crest ini bersegmen dan
merupakan primordial dari akar dorsal saraf spinal dan juga ganglia
dari sistem saraf otonom (Yatim, 1982).

Bagian mesoderm dapat dibentuk tiga bagian, yaitu mesoderm


dorsal atau mesoderm segmental membentuk somit, pada somit-somit sehingga
terjadirongga miosol. Mesoderm intermediet tidak bersegmen tetapi walaupun
demikian membentuk nefrotom yang ebrsegmen-segmen. Mesoderm lateral
terdiri darai lapisan somatis dan lapisan splankhnis yang melebar jauh di luar
embrio, karenanya pada selom dapat dibedakan dua daerah yaitu intra dan
ekstra embrionik selom (Saunders, 1982). Menurut Djuanda (1081), embrio
utuh akan membentuk 12 somit pada umur inkubasi 22 jam. Embrio ayam yang
diinkubasi selama 33 jam akan memperlihatkan tahap-tahap pokok
perkembangan dan pembentukan sistem syaraf pusat dan sistem sirkulasi.
Selama periode inkubasi 33 jam menunjukkan adanya perubahan pada daerah
usus depan dan somit serta diferensiasi pada mesoderm luar media yang
menandai pembentukan organ urinaria. Vesikula optika tersusun sebagai
sepasang pertumbuhan kolateral prosencephalon. Vesikula ini secara meluas
dan menduduki seluruh luas kepala. Rongga vesikula optika (optisol), pada
mulanya mempunyai daerah yang luas dengan rongga prosencephalon.

23
Embrio ayam yang telah diinkubasi selama 72 jam memiliki 35
pasanag somit. Embrio mengalami pelekukan servikal, sehingga daerah
rhombenchepalon berada di sebelah dorsal dan telencephalon mendekati
perkembangaan jantung. Lipatan kepala makin berkembang ke arah posterior,
sebaliknya dengan amniotic tail fold (berkembnag ke arah anterior), dan lateral
body fold semakin menutup. Mata terletak lebih ke arah kaudal dari padaotosis.
Daerah ventro-lateral rhombencephalon menjadi tempat berkembang derivat
neural crest berupa pasanagn ganglion saraf-saraf kranial. Di daerah setinggi
AIP, terjadi penebalan mesoderm yang kaan berkembang menjadi upper limb
bud atau wig bud, merupakan primordia sayap, sedangkan di daerah cauda
dibentuk lower bud yaitu primordia kaki (Syahrum, 1994).

24
Permukaan blastoderma area opaka menjadi bertambah lebar, pada
bagian posterior tampak berbintik-bintik yaitu pulau-pulau darah yang kelak
akan menjadi sebagian besar sistem pembuluh ekstra embrional. Area opaka
yang berbintik-bintik sekarang disebut area opaka vaskulosa. Bintik. Bintik-
bintik tersebut disebabkan penebalan-penebalan setempat pada mesoderm yaitu
pada lapisan splankhnis. Mula-mula pulau-pulau darah merupakan kumpulan
sel-sel yang kompak, selanjutnya terjadi rongga dn terpisah menjadi kumpulan
sel-sel sentral. Sel-sel sentral ini kelak akan menjadi butir-butir darah yang
menagndung hemoglobin, sednagkan sel-sel perifer yang tinggal, memebangun
dinding pembuluh darah yang disebut endothelium . pulau-pulau darah itu
sedemikian banyaknya sehingga bersentuhan satu sama lain dan terjadi suatu
jaringan pembuluh kapiler yang disebut retikulum.ya rongga-rongga di dalam
pulau darah tersebut disi dengan palsma darah (Balinsky, 1970)

25
METABOLISME EMBRIO

a. Metabolisme karbohidrat

Metabolisme ini sangat penting ada awal perkembangan embrio.


Terdapat korelasi antara penggunaan gula dalam RQ selama 5 hari pertama
penetasan. Selama minggu pertama penetasan, penggunaan gula sangat
meningkat, baik gula yang berasal dari yolk maupun albumen. Selama
penetasan terjadi peningkatan glikogen dan baru digunakan pada hari ke 11
selama penetasan, selanjutnya kandungan glikogen akan menurun baik dari yolk
dan albumen. Sebelum digunakan karbohidrat dirubah dahulu menjadi glukosa
dan apabila tidak dugunakan akan diubah menjadi glikogen. Total glukosa
mengalami penurunan sampai hari ke tujuh, selanjutnya bertambah sampai
hari ke sebelas dan selanjutnya turun kembali. Meningkatkan kandungan
glukosa tersebut karena lemak tidak langsung digunakan sebagai sumber
energy tetapi ditimbun dahulu menjadi glukosa, selanjutnya dirubah menjadi
glikogen.

b. Metabolisme protein

Protein didalam telur terkandung di yolk dan albumen. Protein dalam


yolk digunakan selama mionggu terakhir. Sebelum digunakan untuk
perkembangan embrio, proten dengan enzim protease diubah menjadi asam
amino, baru selanjutnya di absorsi. Hal ini dapat dibuktikan pasa akhir penetasan
terdapat timbunan asam uric yang berasal dari oksidasi protein selama
perkembangan embrio.

c. Metabolisme lemak

Dalam perkembangan embrio, lemak digunakan sebagai sumber


energi. Metabolism lemak ini tampak meningkat setelah hari ke sebelas. Hal
ini terlihat dari meningkatnya bobot hati. Sampai dengan hari ke sebelas,
perkembangan bobot hati sangat lambat, baru kemudian setelah hari ke dua
belas terjadi peningkatan yang sangat cepat. Untuk memecah lemak dipperlukan
enzim lipase.

26
d. Metabolisme mineral

Mineral utama ( kalsium dan phosphor) berasal dari shell atau


kerabang. Pada dasarnya metabolise Ca sejalan dengan metabolism P.
metaboisme P terbesar pada hari ke limabelas. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya klasifikasi pada hari tersebut. Selain Ca dan P, Sodium, Potassium,
dan Chlor dalam albumen akan mengalami penurunan selam penetasan,
sedangkan kandungan unsure tersebut pada embrio mengalami peningkatan.

POSISI EMBRIO DALAM TELUR

A. Posisi embrio Normal

Posisi embrio normal pada waktu siap akan menetas adalah:

1. Kepala terletak pada ujung telur yang tumpul

2. Kepala di putar kekanan dan di bawah sayap kanan

3. Ujung paruh menuju rongga udara

4. Kaki terletak di bagian ventral dan ujung kaki menyentuh kepala

( Jull,1951)

Sedang seorang ahli Admudson menurut Funk dan Irwin (1955) mengadakan
klasifikasi letak embrio sebagai berikut:

B. Kepala embrio terletak pada bagian yang tumpul

1. Kepala di putar kekanan dan paruh terletak di bawah sayap kanan

2. Kepala di putar kekanan tetapi paruh tidak terletak di bawah sayap kanan

3. Kepala di putar kekanan tetapi ujung paruh tidak nenyentuh ruang udara: paruh
di bawah sayap dan paruh tidak di bawah sayap

4. Kepala terletak di antara dua paha

5. Kepala di putar kekiri tetapi paruh tidak di bawah paruh kiri

27
6. Kepala di putar kekiri dan paruh di bawah sayap kiri

7. Kaki terletak di atas kepala, paruh di bawah sayap,paruh tidak di bawah


sayap kanan, paruh di bawah sayap kiri

C. Kepala embrio terletak pada bagian ujung telur yang lancip

1. Kepala diputar kekanan dan paruh di bawah sayap kanan

2. Kepala di putar kekanan tetapi paruh tidak di bawah sayap kanan

3. Kepala terletak diantara dua paha

4. Kepala di putar kekiri dan paruh terletak di bawah sayap kiri

5. Kepala di putar kekiri tetapi paruh tidak terletak di bawah sayap kiri

6. Kaki berada di atas kepala

MORTALITAS EMBRIO AYAM

Mortalitas embrio merupakan persentase kematian embrio yang terjadi selama


masa inkubasi. Mortalitas embrio dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
penyimpanan telur, kondisi tempat penyimpanan telur, musim, nutrisi, ukuran
telur, dan umur induk.

Kendala yang sering dihadapi dalam penetasan telur unggas, antara lain
kematian embrio dan telur yang tidak bertunas atau infertil umumnya tinggi
selama proses penetasan (Baruah et al., 2001; Setioko, 2005). Faktor yang dapat
mengakibatkan kematian embrio atau embrio cacat adalah faktor biologis yang
menyebabkan spermatozoa tertinggi dalam oviduct dalam waktu lama dan
kapasitas sperma yang rendah fertilitasnya. Faktor lingkungan antara lain
temperature, kelembaban dan kosentrasi gas yang terdapat didalam telur.
Kelembaban berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya air dari dalam telur
selama inkubasi. Kehilangan air yang banyak menyebabkan keringnya chariot-
allantoic untuk kemudian digantikan oleh gas-gas sehingga sering terjadi
kematian embrio dan telur menjadi busuk.

28
Menurut Wiharto (1988) apabila suhu terlalu rendah umumnya
menyebabkan kesulitan menetas dan pertumbuhan embrio tidak normal
karena sumber pemanas yang dibutuhkan tidak mencukupi. Sedangkan suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan telur mengalami dehidrasi atau
kekeringan, sehingga DOD yang dihasilkan akan lemah, akibatnya DOD
akan mengalami kekerdilan dan mortalitas yang tinggi (Rarasati, 2002).

Periode penetasan mengalami masa kritis pada awal masa pengeraman


saat terjadi perkembangan sistem peredaran darah, sedangkan pada masa
akhir pengeraman saat terjadi perubahan fisioliogis dari sistem pernafasan
alantois menjadi gelembung pernafasan (udara), (North, 1990) Sedangkan
Menurut yunus (2005) kematian embrio saat menetas disebabkan suhu panas
yang rendah menyebabkan lambatnya penguapan air yang berada dalam telur,
dan air yang terikat dalam cangkang telur sehingga cangkan masih dalam
keadaan keras. Sehingga proses peretakan cangkang telur yang dilakukan oleh
embrio menjadi lebih sulit.

Terdapat 4 periode pola mortalitas embrio berdasarkan Mulyantini (2010),


yaitu:

Periode I (sebelum oviposisi)

Telur terlalu lama berada dalam tubuh induk, perkembangan embrio terlalu
lama pada fase gastrula, dan mortalitas embrio akan meningkat. Pergerakan
telur dalam oviduk dipengaruhi oleh ukuran telur, dimana semakin besar
ukuran telur akan semakin lama proses pembentukannya dalam oviduk.

Periode II ( mortalitas embrio dini)

Embrio mati selama seminggu pertama inkubasi, karena adanya efek fisiologi
dari shock termik dan pemutaran telur.

Periode III (pada hari ke 8-18)

Mortalitas embrio pada periode ini sangat rendah yaitu kurang dari 0.75%.
Defisiensi nutrisi pada pembibit mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan embrio. Menurut sadiah (2015) Dari telur yang

29
diamati yang kemudian dipecahkan, embrio yang mati pada fase pertengahan
umumnya karena ketidakmampuan mengabsorbsi kuning telur, ini sesuai
dengan pendapat Woodard (1973) Kematian embrio umumnya disebabkan
oleh karena embrio tidak mampu membentuk organ-organ penting atau organ-
organ tersebut tidak berfungsi dengan baik. Kematian embrio terjadi akibat
ketidakmampuan menyerap albumen yang tersisa dan mengabsorbsi kantong
yolk (kuning telur).

Periode IV (pada hari ke 19-20)

Tiga hari terakhir masa inkubasi merupakan tahap kritis. Penyebab tingginya
mortalitas pada fase ini disebabkan karena waktu dan malposisi embrio,
karena telur tidak diletakkan dengan rongga udara pada bagian atas.
(Diana,2013).

Dari telur yang diamati dan dipecahkan banyaknya embrio yang mati pada
fase akhir penetasan umumnya karena embrio sudah terbentuk sempurna namun
embrio lemah sehingga tidak mampu pipping, malposisi dan juga beberapa
terdapat jamur dalam telur. Ini sesuai dengan pendapat Rusandih (2001) dalam
Ningtyas (2013) bahwa kebanyakan embrio yang ditetaskan ditemukan mati
antara hari ke-19 sampai ke-21 selama inkubasi. Hal ini biasa disebut dead-in-
shell dan terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama, embrio tumbuh
dan berkembang secara normal, tetapi tidak memiliki upaya untuk
menerobos kerabang. Kategori seperti ini biasanya mati pada hari ke-21. Kategori
kedua mati pada hari yang sama, tetapi menunjukkan karakteristik paruh yang
pipih dan lentur dengan oedema serta pendarahan pada otot penetasan
bagian belakang kepala. Kejadian tersebut merupakan dampak berkelanjutan
dari usaha embrio memecah kerabang yang gagal. Kategori ketiga mati hari
ke-20. Kematian pada kategori ini disebabkan karena kesalahan posisi
selama berkembang sehingga menghambat embrio tersebut untuk keluar dari
kerabang.

Menurut sadiah (2015) Banyaknya embrio yang mati dikarenakan pada


tiga hari sebelum menetas merupakan masa-masa kritis bagi embrio. Embrio

30
pada fase ini sangat rentan terhadap perubahan lingkungan serta terjadi
perubahan fisiologis. Ini sesuai dengan pendapat Paimin (2004) Kegagalan dalam
penetasan banyak terjadi pada periode kritis yaitu tiga hari pertama sejak telur
dieramkan dan tiga hari terakhir menjelang menetas. periode kritis ini terjadi
akibat perubahan fisiologis embrio yang sudah sempurna menjelang penetasan.

Beberapa penyebab kematian embrio didalam telur pada fase pertengahan


masa penetasan dengan menggunakan mesin penetas:

Beberapa penyebab kematian embrio didalam telur pada umur dua


minggu masa penetasan dapat disebabkan oleh Induk terserang penyakit,
formulasi pakan induk kurang benar, sehingga metabolisme dan
perkembangan embrio. Sebelum diinkubasi telur tidak diangin-anginkan. Suhu
didalam mesin tetas terlalu tinggi atau terlalu rendah. Padamnya sumber
pemanas. Telur didalam mesin tetas tidak diputar, Kandungan CO2 yang terlalu
tinggi , dan Telur disimpan pada suhu di atas 30C.Telur berumur lebih dari 5 hari
(Campbell. 2004).

1. Induk terserang penyakit.

Beberapa penyakit pada induk memang dapat diturunkan kepada anak


ayam. Karena itu, pelaksanaan biosecurity termasuk vaksinasi harus
dilakukan secara lengkap terhadap induk. Memiliki indukan unggas sendiri
itu lebih baik daripada membeli telur di tempat lain yang tidak diketahui
kualitas indukannya, karena kontrol penyakit dapat dilakukan lebih selektif.
Untuk mengindari penularan atau penurunan penyakit bawaan dari induk
maka anda bisa melakukan fumigasi terhadap ruang inkubasi dengan
desinfektan yang kuat seperti campuran formalin dan kalium permanganatatau
jenis desinfektan kuat lainnya.

2. Formulasi pakan induk kurang benar.

Kematian embriodidalam telur dapat terjadi karena pakan induk


mengalami defisiensi zat gizi seperti vitamin dan mineral , sehingga
metabolisme dan perkembangan embrio menjadi tidak optimal. Untuk

31
mengatasi hal ini, pada ransum induk perlu ditambahkan suplemen vitamin
dan mineral.

3. Sebelum diinkubasi telur tidak diangin-anginkan.

Telur adalah benda hidup yang mengalami metabolism dan


mengeluarkan panas. Pada saat pengangkutan dan penjualan di pasar, telur
mengalami kenaikan suhu karena pengemasan, penumpukan dan penjemuran.
Saat pengangkutan dan penjemuran, suhu dapat mencapai 40C. Karena itu,
sebelum di masukkan ke dalam mesin tetas, telur perlu diangin -anginkan
terlebih dahulu sekitar satu jam agar tidak terjadi perubahan suhu yang
signifikan. Perubahan suhu yang signifikan dapat menimbulkan kematian
embrio pada dua minggu masa inkubasi di dalam mesin tetas.

4. Suhu didalam mesin tetas terlalu tinggi atau terlalu rendah. Suhu di
ruang inkubasi tidak boleh lebih panas atau lebih dingin 2C dari kisaran
suhu standar. Suhu standar untuk penetasan berkisar antara 36C-39C. Kalau
terjadi penurunan suhu terlalu lama biasanya telur akan menetas lebih lambat
dari 21 hari dan kalau terjadi kenaikan suhu melebihi dari suhu normal
maka embrio akan mengalami dehidrasi dan akan mati.

5. Padamnya sumber pemanas.

Padamnya sumber pemanas dapat menurunkan suhu di ruang


inkubasi . Jika suhu di mesin tetas mencapai 27C selama 1-2 jam, maka
embrio akan segera mati. Terlebih jika umur embrio masih sangat muda.
Namun, jika umur inkubasi telah mencapai 18 hari, dampak padamnya sumber
pemanas tidak akan separah dampak sewaktu masih muda. Hal ini
disebabkan metabolisme masingmasing embrio telah mampu membentuk
panas kolektif secara konveksi. Namun, jumlah kematian embrio akan semakin
bertambah jika sumber panas padam berkali-kali di dalam satu siklus
penetasan . Karena itu, cadangan sumber panas menjadi sangat penting, terlebih
pada lokasi usaha penetaasan yang sering terjadi pemadaman listrik. Salah
satu usaha untuk meminimalkan resiko jika terjadi pemadaman listrik adalah

32
dengan menggunakan mesin penetas yang memiliki elemen pemanas darurat saat
terjadi pemadaman listrik. Lihat spesifikasi mesin tetas PUI-100.

6. Telur didalam mesin tetas tidak diputar.

Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kemalasan, kelalaian atau
matinya sumber listrik jelas akan mempengaruhi posisi embrio. Telur yang
dibalik atau diputarnya tidak beraturan dapat menyebabkan pelekatan pada satu
sisi. Akibatya, embrio tidak akan dapat tumbuh normal dan akhirnya mati.

7. Kandungan CO2 yang terlalu tinggi.

Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO2 di dalam


ruang penetasan . Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO2
yang terlalu banyak dapat menyebabkan DOC yang berhasil menetas menjadi
lemas dan lemah. Ventilasi atau aliran udara yang tidak baik menjadi faktor
utama terjadinya penumpukan zat asam arang ini. Pada mesin tetas sederhana,
ventilasi yang buruk bisa disebabkan lubang ventilasi yang kotor atau
jumlahnya yang kurang. Karena itu, pelaku penetasan harus rajin membersihkan
ventilasi.

8. Telur disimpan pada suhu di atas 30C.

Telur yang berada pada ruangan bersuhu di atas 30C, bagian putih
telurnya akan segera encer sehingga tali pengikat kuning telur mudah putus.
Apalagi, jika telur akan diangkut melalui medan yang berat (jalan berliku-liku,
jalan belum aspal atau tidak mulus, ) atau mengalami perlakuan kasar, maka
tali pengikat tersebut rentan putus akibat guncangan atau perlakuan kasar
tersebut.

9. Telur berumur lebih dari 5 hari.

Putih telur mudah encer jika setelah berumur 5 hari telur belum juga
dimasukkan ke dalam mesin tetas. Kalau anda membeli telur dari tempat lain
maka perlu untuk menanyakan berapa umur telur tetas tersebut. Kalau anda
enggan untuk menanyakan maka cukup member toleransi 2-3 hari pada telur

33
tersebut, artinya telur tersebut telah berapa pada peternak/pengepul telur
selama 3 hari. Sehingga maksimal waktu anda menyimpan telur tersebut di
rumah anda adalah 2-3 hari.

PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM SELAMA PENETASAN


Hari ke 1

Bentuk awal embrio pada hari pertama belum terlihat jelas, sel benih
berkembang menjadi bentuk seperti cincin dengan bagian tepinya gelap,
sedangkan bagian tengahnya agak terang. Bagian tengah ini merupakan sel benih
betina yang sudah dibuahi yang dinamakan zygot blastoderm. Setelah lebih
kurang 15 menit setelah pembuahan, mulailah terjadi pembiakan sel-sel bagian
awal perkembangan embrio. Jadi didalam tubuh induk sudah terjadi
perkembangan embrio.

Pada hari pertama Terbentuknya area ovaca dan membarana vitelin,


adanya peta takdir dan zona pelusida, kuning telur, albumin (putih telur) dan
kalaza masih jelas terlihat.. Terdapat pula primitive streak yaitu suatu bentuk
memanjang dari pusat blastoderm yang kelak akan menjadi tulang punggung.
Bentuk calon seperti susunan balok, tergambar bentuk saluran makanan,
permulaan terbentuknya susunan saraf, mata.

34
Hari ke 2

Bentuk awal embrio hari kedua mulai terlihat jelas. Pada umur ini sudah
terlihat primitive streake suatu bentuk memanjang dari pusat blastoderm yang
kelak akan berkembang menjadi embrio. Pada blastoderm terdapat garis-garis
warna merah yang merupakan petunjuk mulainya sistem sirkulasi darah. Pada hari
kedua Jantung telah terbentuk, masih terbentuknya Area Ovaca, peta takdir,
kuning telur dan albumin. Mulai terbentuknya pembuluh darah yang berwarna
agak kemerah-merahan. Sudah adanya noktah (bakal embrio) Sedang memulai
dimana letak telinga, pembuluh saraf columna vertebrae. Saat ini adalah saat yang
kritis dari kehidupan embrio, sebab saat itu jantung mulai berdetak, hal ini sesuai
dengan pendapat Nesheim et al. (1997) pada embrio ayam jantung terlihat
berdenyut setelah 30 jam pengeraman dan pembelahan pada otak
menunjukan dimulainya pembentukan mata, lubang telinga pada
pembentukan bakal ekor. Peredaran darah dimulai, dengan kerja sama antara
kantung darah dengan kantung selaput kuning telur.

Hari ke 3

35
Bentuk embrio sudah mulai tampak. Dengan menggunakan alat khusus
seperti mikroskop gelembung dapat dilihat gelembung bening, kantung amnion,
dan awal perkembangan alantois. Gelembung-gelembung bening tersebut
nantinya akan menjadi otak. Sementara kantong amnion yang berisi cairan warna
putih berfungsi melindungi embrio dari goncangan dan membuat embrio bergerak
bebas.
Pada hari ketiga Jantung mulai berdetak, kuning telur berada ditengah dan
albumin masih banyak. Sudah terbentuk bakal mata,bakal kaki dan cairan amnion
walaupun masih sedikit. Pembuluh darah agak lebih banyak.bentuk jantung
tergambar, kaki mulai terbentuk dan dikembangkan, terbentuk sayap, embrio
mulai berputar, dengan mata tampak pembuluh darah, adanya selaput amnion, ada
cairan corio alantois, umbilicalis fungsinya menyalurkan makanan ke embrio.

Hari ke 4

Pada hari ke 4 mata sudah mulai kelihatan. Mata tersebut tampak sebagai
bintik gelap yang terletak disebelah kanan jantung. Selain itu jantung sudah
membesar. Dengan menggunakan mikroskop, dapat dilihat otaknya. Otak ini
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu otak depan, otak tengah dan otak belakang.
Organ paru paru dan hati sudah terbentuk tapi tidak terlihat dengan kasat mata.
Pada hari keempat, terdapat pertumbuhan endoderm kearah luar untuk
membentuk usus belakang yang mendorong suatu lapisan mesoderm yang masuk
kedalamnya menjadi cavitis ekstra embrionik untuk membentuk alantois. menurut
paputungan (2017) perkembangan embrio pada ayam umur 4 hari yaitu
perkembangan rongga amniotik yang akan mengelilingi embrio, yang berisi cairan
amniotik, berfungsi untuk melindungi embrio dan membolehkan embrio bergerak
.Selaput ekstra embrionik terus menerus memebesar hingga mengisi seluruh

36
ruangan serta merupakan kantong pembuluh darah yang bergabung dengan
chorion sehingga kapiler-kapilernya itu berhubungan langsung dengan selaput
kuning telur.

Hari ke 5

Pada hari kelima embrio sudah mulai tampak lebih jelas. Kuncup-kuncup
anggota badan sudah mulai terbentuk, dalam fase ini telah terjadi perkembangan
alat reproduksi. Ekor dan kepala sudah berdekatan sehingga tampak seperti huruf
C. Sementara amnion dan alantois sudah kelihatan. Embrio sudah terletak didalam
amnion dan pembuluh sudah semakin banyak dari pada hari sebelumnya. Selain
itu telah terdapat pula optic fecicel, prosencephalon, rombencephalon, dan
umbilicalis.
Hari ke 6

37
Pada hari ke enam anggota badan sudah mulai terbentuk. Mata sudah
terlihat menonjol, rongga dada sudah mulai berkembang dan jantung sudah
membesar. Selain itu, dapat dilihat otak, amnion dan alantois, kantong kuning
telur, seta paruhnya. Pada hari keenam juga kuncup-kuncup anggota badan
sudah terbentuk. Mata sudah tampak menonjol. Dengan mikroskop dapat
dilihat bahwa rongga dada sudah mulai berkembang dan jantung sudah membesar.
Pembentukan paruh dimulai, Begitu juga dengan kaki dan sayap. Selain itu,
embrio mulai melakukan gerakan-gerakan.

Hari ke 7

Pada umur tujuh hari, paruhnya sudah tampak seperti bintik gelap
pada dasar mata. Dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat bahagian tubuh
lainnya sudah mulai terbentuk, yaitu otak dan leher. Alat tubuh mulai
berkembang, Paruh muncul, Mata sudah menonjol, Bentuk kaki sudah tampak
dan jari kaki mulai membayang,. Selain itu, perut mulai menonjol karena

38
jeroannya mulai berkembang.Pembentukan bulu juga dimulai.Pada masa-masa
ini, embrio sudah seperti burung, dan mulutnya terlihat mulai membuka.

Menurut Sari (2013) embrio ayam umur tujuh hari memiliki yolk sac
dengan warna kuning cerah dan bentuk awal yolk sac dapat terlihat jelas. Hal ini
dikarnakan yolk belum terserap kedalam yolk sac, sehingga yolk masih terlihat
jelas. albumen pada hari ke-7 masa inkubasi masih terlihat banyak dan tidak
kental, hal ini dikarenakan penyerapan nutrisi yang belum maksimal karena
embrio masih muda dan nutrisi yang diperlukan embrio masih
sedikit(paputungan ,2017)

Hari ke 8

Pada hari kedelapan, mata dari embrio sudah terlihat sangat jelas
perkembangan yang terjadi yaitu tulang punggung sudah mulai mengeras, dan
optic fecicel telah berubah sempurna menjadi mata. mata embrio sudah jelas
terlihat. Lipatan dan pembuluh darahnya sudah bertambah seta jari kakinya mulai
terbentuk, Mata terlihat jelas dan Tenggorokan mengeras

Menurut Sari (2013) pada hari ke-8 masa pengeraman, bobot kuning telur
meningkat, disebabkan ada aliran air bahan padatan dari fraksi albunin kekantong
kuning telur lewat membrane kuning telur.

Hari ke 9

39
Pada hari kesembilan lipatan dan pembuluh darah sudah mulai bertambah
banyak dan terbentuk jari kaki Jari kaki dan sayap terlihat mulai terbentuk. Selain
itu, perut mulai menonjol karena jeroannya mulai berkembang. Pembentukan bulu
juga dimulai. Pada masa-masa ini, embrio sudah seperti burung, dan mulutnya
terlihat mulai membuka. Alat reproduksi, jantung, muka, hidung dan pernafasan
mulai nyata.

Hari ke 10

Pada hari ke 10 biasanya paruh sudah mulai mengeras dan folikel bulu embrio
sudah mulai terbentuk

Hari ke 11

40
Pada hari ke 11 embrio sudah terlihat seperti ayam. Pada fase ini embrio
menjadi tambah besar sehingga yolk akan menyusut dan paruhnya sudah mulai
terlihat jelas

Hari ke 12

Pada hari ke 12 embrio sudah semakin besar dan mulai masuk ke yolk
sehingga yolk menjadi semakin kecil. Mata sudah mulai membuka dan telinga
sudah terbentuk. menurut Sari (2013) perkembangan embrio pada masa inkubasi
hari ke-12 memiliki ukuran allantois lebih besar disbanding dengan hari ke-7,
dikarenakan perkembangan embrio sudah lengkap dan peranan embrio semakin
meningkat, maka semakin besar embrio semakin besar pulah kebutuhanya dan
besar ekskresi yang dihasilkan makan besar juga area allantois yang dibutuhkan,
allantois menyatu dengan chorion yang disebut chorioallantois. Membrane ini
berfungsi sangat penting untuk respirasi embrio dan berfungsi penuh pada hari
incubasi ke-12

41
Hari ke 13

Pada hari ketiga belas sisik dan cakar embrio sudah mulai terlihat sangat
jelas. Perkembangan yang telihat yaitu sayap dan kaki mulai terlihat jelas. Paruh
mulai mengeras, sisik dan kuku sudah mulai terlihat juga. Alantois menyusut
menjadi membran Chorioalantois . Tubuh pun sudah ditumbuhi bulu. Embrio akan
berputar sehingga kepalanya tepat berada di bagian tumpulnya telur.
Hari ke 14

Pada hari keempat belas punggung embrio sudah terlihat melengkung atau
meringkuk dan bulu hampir menutupi seluruh tubuhnya., Embrio ayam kepalanya
mulai memutar ke kantung udara dan tubuhnya pun sudah mulai ditutupi bulu.
Hari ke 15

42
.
Pada hari kelima belas, Jaringan usus mulai terbentuk di dalam badan embrio
dan kepala embrio sudah mulai mengarah ke area tumpul telur.

Hari ke 16

Perkembangan yang terjadi Pada hari keenam belas embrio sudah mengambil
posisi yang baik didalam kerabang. Sisik, cakar dan paruh sudah semakin
mengeras. Bentuk kepala menuju normal dan posisi embrio telah sejajar dengan
poros memanjang bentuk telur. Kuning telur membeku, sedangkan putih telur
mengental dan tinggal sedikit. Telinga, mata, dan ekor menuju kearah sempurna.
Sistem ginjal mulai memproduksi urates (garam dari asam urat).

Hari ke 17

43
Pada hari ketujuh belas paruh embrio sudah membalik ke atas, permulaan
internalisasi vitelin, terjadi pengurangan cairan embrionik. Selain itu
perkembangan yang terjadi adalah kepala menjadi normal bentuknya demikian
juga dengan mata, ekor, sayap, dan kaki. Bulu sudah menutupi seluruh permukaan
tubuh dan paruh mengarah kekantung udara, Paruh dan kuku sudah keras
memamg sudah siap untuk menetas, Selaput kuning telur mulai memasuki rongga
badan ayam dalam kedudukan baik untuk mulai membuat saluran kedinding
telur, Paruh menghadap keruang udara dan cairan amnion mulai menghilang

Hari ke 18

Pada hari ke 18 embrio sudah tampak jelas seperti ayam akan mempersiapkan diri
akan menetas. Jari kaki, sayap, dan bulunya berkembang dengan baik.

Hari ke 19

44
Pada hari kesembilan belas paruh ayam sudah siap mematuk dan menusuk
selaput kerabang dalam., vitelus terserap semua menutup pusar (umbilicus). Anak
ayam menembus selaput kerabang telur bagian dalam dan bernafas melalui rongga
udara. Paruh ayam sudah siap untuk mematuk selaput kerabang dalam. Pernafasan
dengan paru-paru sudah mulai berlangsung

Hari ke 20

Pada hari kedua puluh, kuning telur sudah masuk sepenuhnya ke dalam
tubuh embrio. Embrio ayam ini hampir menempati seluruh rongga di dalam telur,
kecuali kantung udara. Embrio yang hampir menjadi anak ayam ini menembus
selaput cairan, dan mulai bernafas menggunakan udara di kantung udara. Saluran
pernafasan mulai berfungsi dan bekerja sempurna. Pada hari kedua puluh ini
terjadi serangkaian proses penetasan yang dimulai dengan kerabang mulai
terbuka. Untuk membuka kerabang ini, ayam menggunakan paruhnya dengan cara

45
mematuk. Semakin lama, kerabang akan semakin besar membuka, sehingga ayam
dapat bernafas. Pada saat ini kelembaban sangat penting agar pengeringan selaput
kerabang dan penempelan perut pada kerabang dapat dicegah. Selanjutnya ayam
memutar tubuhnya dengan bantuan dorongan kakinya. Dengan bantuan sayapnya,
keadaan pecahnya kerabang semakin besar.

Hari ke 21

Dan dihari kedua puluh satu, ayam sudah membuka kerabangnya


walaupun belum seluruhnya. Anak ayam menembus lapisan kulit telur dan
menetas. Anak ayam dengan paruhnya menembus kulit telur memotong
kehidupan di dalam telur sesuai perputaran jarum jam. Dari keadaan ini biasanya
tubuh ayam memerlukan waktu beberapa jam untuk keluar dari kerabang. Setelah
keluar dari kerabang, tubuh masih basah. Supaya kering, diperlukan waktu
beberapa jam lagi,

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Embrio Ayam

1. Kualitas Eksterior Telur Tetas

Seleksi telur tetas dilakukan untuk memilih telur yang memenuhi


persyaratan untuk ditetaskan, karena telur yang tidak lolos seleksi dapat
mengganggu jalannya penetasan dan tidak jarang dapat mengakibatkan kegagalan

46
inkubasi. Seleksi telur tetas meliputi strain, umur telur, dan kualitas eksterior telur
tetas. Jull et al. (1979) menjelaskan bahwa bentuk telur dipengaruhi oleh indeks,
besar/bobot telur, dan jumlah albumen yang sekresikan. Oleh karena itu, terdapat
beberapa bentuk telur menurut Robert (2008) seperti pada Gambar 5. Embrio
tidak dapat berkembang dengan baik apabila telur sangat lonjong (Mulyantini,
2010). Awal proses pembentukannya, telur memiliki bentuk yang sempurna saat
berada pada bagian magnum dan akan beragam bentuknya saat berada di istmus
(Jull et al., 1979). Elibol dan Brake (2008) menjelaskan bahwa semakin besar
bobot telur maka daya tetasnya akan menurun, karena embrio kesulitan
mendapatkan suhu yang optimal untuk proses metabolisme tubuhnya.

Kebersihan telur dipengaruhi oleh intensitas pengumpulan telur, semakin


sering dikumpulkan maka persentase kebersihan telur akan semakin tinggi pula.
Kandang yang jarang dibersihkan akan menyebabkan menumpuknya kotoran,
sehingga telur yang diproduksi menjadi kotor. Permukaan telur yang kotor akan
menyebabkan turunnya nilai fertilitas dan daya tetas, karena akan mengurangi
penguapan cairan telur dan meningkatkan terjadinya kontaminasi bakteri (Rahayu
et al., 2005).

Spherical
Ideal Biconical Elliptical Oval Conical

Gambar 5. Kualitas Telur Berdasarkan Bentuk Telur


Sumber: Robert (2008)

2. Kondisi Mesin Tetas

Mesin tetas berfungsi mengganti peran induk unggas dalam penetasan telur
untuk menghasilkan anak unggas. Tujuan lain dari penggunaan mesin tetas yaitu
untuk memperbaiki daya tetas, kualitas anak ayam, biaya tenaga kerja dan energi.

47
Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya meniru induk unggas pada waktu
mengerami telurnya. Kondisi ideal dapat tercipta dengan memperhatikan suhu,
kelembaban, dan sirkulasi udara dalam mesin tetas tersebut (Suprijatna et al.,
2002; Mulyantini, 2010).

3. Suhu

Suhu merupakan suatu kondisi lingkungan yang paling penting selama


masa inkubasi telur tetas karena dapat mempengaruhi perkembangan embrio.
Perkembangan embrio akan mengalami masa istirahat jika disimpan pada suhu
dibawah 23,6oC. Oluyemi dan Roberts (1979) menjelaskan bahwa suhu yang baik
agar embrio berkembang dengan baik pada daerah tropis adalah 37,239,4 oC.
Menurut Patten (1958), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio
ayam adalah suhu, keberhasilan gastrulasi dan kondisi lingkungan. Semakin tinggi
suhu maka semakin cepat proses perkembangan embrio ayam berlangsung.
Namun, perkembangan embrio ayam juga memiliki suhu optimal inkubasi.
Apabila suhu telalu tinggi maka akan merusak embrio tersebut. Keberhasilan
perkembangan embrio selanjutnya karena gastrulasi merupakan proses yang
paling menentukan dalam perkembangan embrio. Kondisi lingkungan yang buruk
mengganggu perkembangan embrio ayam.
Fluktuasi suhu yang terjadi dalam rentan suhu tersebut tidak menjadi
masalah, namun jika suhu inkubasi terlalu tinggi dapat meningkatkan terjadinya
mortalitas embrio, sedangkan jika suhu terlalu rendah akan menghambat
pertumbuhan embrio dan menurunkan persentase daya tetas. Suhu optimal untuk
perkembangan embrio dipengaruhi beberapah hal yaitu kualitas kerabang, bangsa
unggas, umur telur, dan kelembaban selama proses inkubasi (Suprijatna et al.,
2002).

Embrio akan berkembang bila suhu udara di sekitar telur minimal 70 oF


(21,11oC) namun perkembangan ini sangat lambat. Di bawah suhu udara ini
praktis embrio tidak mengalami perkembangan, sehingga penyimpanan telur tetas
sebaiknya sama atau dibawah suhu tersebut.

48
Penyimpanan telur tetas dibawah titik beku tidak dianjurkan karena
sewaktu telur dikeluarkan dari tempat penyimpanan akan terjadi pengembunan
dan permukaan telur berair, sehingga kuman pada kulit telur akan masuk kedalam
telur yang menyebabkan pembusukan telur sewaktu ditetaskan, akan sangat
menurunkan daya tetas.

Suhu yang baik untuk pertumbuhan embrio adalah berkisar diantara 35


37oC. Untuk mencapai suhu tersebut sehingga embrio dapat berkembang dengan
baik maka suhu didalam ruang penetasan diatur dengan kisaran suhu 95 104 oF
tergantung dari jenis penetasan ( forced draft incubator) untuk menjamin embrio
mendapatkan suhu yang ideal untuk perkembangan yang normal. Kisaran suhu ini
tergantung dari jenis penetasan yang didasarkan atas pengalaman dalam
pembuatan penetasan untuk dapat mencapai daya tetas yang baik. Diatas ataupun
dibawah kisaran suhu tersebut akan menurunkan daya tetas. Untuk model still air
incubators suhu yang diperlukan 1oC diatas kisaran suhu tersebut ( 100 102 oF
atau 38 39oC ), sedangkan forced draft incubator biasanya memerlukan suhu
disekitar 100 oF(jasa,2006)

Suhu embrio dianggap sebagai faktor penting mempengaruhi


perkembangan embrio, daya tetas, dan performa setelah menetas (Lourens dkk.,
2005). Tingkat metabolisme meningkat seiring dengan peningkatan suhu
inkubasi (Nichelmann dkk., 1998). Proses fisiologis embrio dipengaruhi
temperatur inkubasi. Temperatur inkubasi tinggi terus menerus (40,6oC) antara 16
dan 18 hari inkubasi pada penetasan telur ayam broiler mempengaruhi kadar
glukosa darah, pertumbuhan embrio, tekanan parsial CO2 dalam darah (pCO2),
tingkat glikogen hati, dan tingkat laktat darah pada titik-titik waktu yang berbeda
dibandingkan dengan suhu inkubasi rendah (34,6oC) (Willemsen dkk., 2010).

Embrio yang sedang tumbuh didalam tubuh membutuhkan temperature


yang optimum selama penetasan. Gejolak temperature yang terlalu eksterm akan
menyebabkan kematian embrio. Adapun temperature yang optimum untuk telur
tetas tidak sama pada semua telur, tetapi tergantung pada besarnya telur, kualitas
kerabang, genetic, umur telur ketika dimasukkan kedalam rak mesin
tetas/incubator.

49
Bila suhu penetasan lebih tinggi dari suhu yang dianjurkan maka akan dicapai
keadaan :

1 Keadaan ini akan memacu pertumbuhan embrio lebih cepat sehingga sering
terjadi perlengketan embrio terutama pembuluh darah dengan selaput dalam klit
telur yang menyebabkan kematian embrio. Kalaupun menetas, anak ayam akan
menetas lebih cepat dari jadwal menetas ( anak ayam menetas < 21 hari atau anak
itik menetas < 28 hari ).
Kematian embrio cukup tinggi terutama menjelang menetas.

2 Saat menetas kantong kuning telur belum masuk dengan sempurna kedalam
rongga perut anak unggas saat menetas. Keadaan ini akan menyebabkan kematian
anak unggas beberapa hari setelah menetas.
3 Anak unggas yang menetas akan lebih ringan dari yang normal, ini menyebabkan
menurunnya daya hidup atau pertumbuhan rendah.
4 Secara keseluruhan akan menurunkan daya tetas

Bila suhu penetasan lebih rendah dari yang dianjurkan maka akan dicapai
keadaan :

1 Pertumbuhan embrio akan lebih lambat, anak unggas akan sangat basah dan
kelihatan agak besar saat menetas akibat terjadinya gangguan penguapan air.
Kalaupun anak unggas menetas, daya hidupnya sangat rendah.
2 Anak unggas sering mengalami kesulitan saat menetas, bahkan sering terjadi
kematian akibat kemasukan air pada hidungnya.
3 Anak unggas akan menetas melebihi jadwalnya ( > 21 hari bagi anak ayam atau >
28 hari bagi anak itik ).
4 Secara keseluruhan sangat menurunkan daya tetas ( hatchability ).

4. Kelembaban

Kelembaban dari telur akan hilang melalui pori-pori kulit telur dengan
adanya proses penguapan. Laju pelepasan kelembaban dapat dikontrol dengan

50
mengatur kelembaban disekitar telur. Kelembaban yang optimal untuk
perkembangan telur tetas yang baik adalah 66% (Winarto et al., 2008).
Kelembaban akan ditingkatkan menjadi 75% saat tiga hari terakhir inkubasi,
karena kelembaban yang rendah saat anak ayam baru menetas akan menyebabkan
telur kering terlalu cepat dan akan meningkatkan terjadinya kematian embrio
(Mulyantini, 2010).

Kelembaban relatif di dalam penetasan adalah sangat penting untuk menjaga


kandungan air di dalam telur, yaitu untuk mencegah air di dalam telur jangan
terlalu banyak menguap atau keluar dari telur melalui pori pori telur. Penguapan
air dari telur sangat erat dengan suhu ruang di dalam penetasan. Semakin tinggi
suhu di dalam ruang penetasan semakin banyak air di dalam telur yang menguap
dan sebaliknya. Semakin tinggi kelembaban di dalam telur semakin rendah
penguapan air di dalam telur. Kelembaban yang baik di dalam penetasan adalah
berkisar antara 60% untuk menetaskan telur ayam atau 5 10% lebih tinggi untuk
menetaskan telur itik atau saat akan menetas kelembaban dinaikkan menjadi 70%
untuk menetaskan telur itik. Kelembaban dapat diukur dengan hygrometer atau
dengan menggunakan thermometer basah (wet-bulb temperature ) yaitu pada
kisaran suhu 75 95% akan menunjukkan kelembapan diantara 33 70% untuk
daerah dingin.

Pengaruh kelembaban terlalu tinggi

1 Akan mempersulit penguapan air dari dalam telur, dan mengganggu pengeluaran
CO2 dari dalam telur sehingga kandungan CO 2 yang banyak di dalam telur dapat
membunuh embrio.
2 Kulit telur akan lembab sehingga mempermudah tumbuh jamur ataupun kuman
salmonella yang masuk kedalam telur dan membunuh embrio.
3 Anak ayam akan menjadi gemuk namun tak sehat, ataupun anak ayam akan
mengalami kesulitan di dalam mematuk kulit telur dan bahkan air masuk kedalam
hidung dan dapat mematikan anak ayam.
4 Secara keseluruhan akan menurunkan daya tetas.

51
Pengaruh kelembaban terlalu rendah

1 Air terlalu banyak menguap dari dalam telur sehingga sering terjadi perlengketan
embrio atau pembuluh darah sembrio lengket dengan selaput kulit telur yang
dapat menyebabkan kematian anak unggas.
2 Embrio mengalami kesulitan berotasi dalam mencari posisi memecah kulit telur.
3 Anak unggas yang menetas akan kelihatan kurus sehingga akan mengalami
gangguan pertumbuhan.
4 Sangat menurunkan daya tetas.
(jasa,2006)

5. Umur Induk

Umur induk dan penyimpanan telur sebelum diinkubasi merupakan faktor


yang sangat penting dan dapat mempengaruhi beberapa parameter dalam
produksi unggas yaitu: daya tetas, kualitas anak ayam (viabilitas), dan
perkembangan embrio. Peebles et al. (2001) menjelaskan bahwa laju produksi
telur akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur induk, begitu juga
dengan kerabang telur yang menipis seiring bertambahnya umur. Induk yang lebih
tua akan menghasilkan telur dengan ukuran dan bobot telur yang lebih besar.
Konsentrasi asam stearat oleat dan arakidonat dari yolk sangat dipengaruhi oleh
umur induk, semakin tua akan semakin tinggi kandungannya (Burnham et al.,
2001). Puncak produksi ayam Arab terjadi pada umur 36 minggu hingga berumur
96 minggu, setelah itu produksi telur akan menurun (Sukmawati, 2011). Ayam
lokal bertelur pertama kali pada umur 21 minggu (Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, 2012) dan mencapai dewasa kelamin pada umur 24
minggu (Sulandari et al., 2007). Telur yang diproduksi induk pada umur 24
minggu inilah yang mulai ditetaskan.

6. Nutrisi Telur Tetas

Embrio unggas tidak memiliki hubungan langsung dengan induknya


selama perkembangan embrional, oleh karena itu pertumbuhan embrio berasal

52
dari dalam telur tersebut. Nutrisi yang terkandung dalam telur menjadi sumber
makanan utama embrio untuk berkembang. Berikut nilai nutrisi telur tetas ayam
dengan umur induk 36 minggu, 42 minggu dan 54 minggu (Tabel 2 dan Tabel 3)

Tabel 2. Komposisi Nutrien Telur Tetas Ayam (Putih dan Kuning Telur) yang
Dihasilkan Induk Berumur 36, 42, dan 54 Minggu

Umur Kandungan Campuran Putih dan Kuning Telur (%)

Induk Bahan Abu Protein Lemak Serat BETN


(minggu) Kering Kasar
Kasar Kasar
36 26,15 0,96 12,58 7,98 0,01 4,62
100 3,67 48,11 30,52 0,04 17,70
42 27,31 1,56 12,84 8,02 0,01 4,88
100 5,72 47,02 29,37 0,03 17,86
54 24,79 0,89 12,08 5,17 0,01 6,64
100 3,59 48,73 20,86 0,04 26,82

Sumber: Ningsih (2012)

Tabel 3. Komposisi Nutrien Kerabang Telur Ayam yang Dihasilkan Induk


Berumur 36, 42, dan 54 Minggu

Umur Induk Kandungan Kerabang (%)


(minggu) Bahan Kering Abu Ca P
36 80,21 65,79 32,00 5,34
100 81,98 39,91 6,66
42 81,00 66,01 34,01 5,83
100 81,49 41,99 7,02
54 84,33 70,65 37,42 6,04
100 83,78 44,38 7,16
Sumber: Ningsih (2012)
Suhu Udara di Dalam Penetasan

7. Oksigen

53
Komponen-komponen terpenting dari udara adalah O2, N, CO2dan uap air,
lalu lintas udara ini dilakukan melalui pori-pori pada kerabang untuk pernapasan
embrio berupa O2 dan pembuangan gas CO2 dari hasil pembakaran embrio. O2 ini
sangat penting untuk keberlangsungan hidup embrio, bila jumlah O 2 dalam ruang
incubator berkurang maka kematian embrio sudah diambang pintu. Kebutuhan
O2 ini diambil oleh mesin pipa-pipa ventilasi. Semakin besar embrio maka akan
semakin banyak udara yang dibutuhkan dan ventilasi semakin penting

Dalam perkembangan embrio akan banyak memerlukan oksigen (O 2) dan


memerlukan gas CO2. Konsentrasi ke-2 gas ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan embrio ataupun daya tetas. Kandungan O2 diudara yang baik
adalah sekitar 21% yang baik bagi perkembangan embrio di dalam penetasan.
Penurunan O2 sebanyan 1% akan menurunkan daya tetas sebanyak 5%. Kelebihan
O2 didalam udara juga akan menurunkan daya tetas, akan tetapi embrio akan lebih
toleran kelebihan O2 dari pada kekurangan. Dengan membuat ventilasi ataupun
menggunakan kipas angin, kesegaran udara di dalam penetasan dapat dijamin.
Penetasan yang dilakukan di daerah pegunungan yang kandungan oksigennya
rendah sering mangalami kesulitan didalam mendapatkan O2 yang cukup.

Kandungan CO2 dalam penetasan jangan lebih dari 0,5%. Kandungan CO2
sampai 2% akan sangat menurunkan daya tetas dan bila mencapai 5% akan
menyebabkan anak ayam tidak menetas. Untuk menghindarkan terjadinya tersebut
(CO2 lebih dari 0,5%), hendaknya penetasan jauh dari jalan raya atau jauh dari
jalan yang ramai kendaraan bermotor. (jasa,2006)

8. Desinfektan

Menurut manggiasih (2015) jenis dan jumlah desinfektan yang di pakai


saat fumigasi akan mempengaruhi perkembangan embrio. Desinfektan dalam
konsentrasi tinggi pada masa perkembangan embrio dapat menyebabkan
abnormalitas (Ensminger, M.E., 1992). Sifat racun pada desinfektan dapat
ditekan dengan konsentrasi desinfektan yang tepat. Pada penelitian ini baik
jenis maupun konsentrasi desinfektan yang digunakan tidak mempengaruhi

54
perkembangan embrio ditunjukan dengan abnormalitas anak ayam (North,
M.O. and D.D. Bell, 1990).

55

Anda mungkin juga menyukai