Anda di halaman 1dari 20

PERKEMBANGAN EMBRIO PADA AVES

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan II


yang dibimbing oleh Dra. Hj. Nursasi Handayani, M.Si. dan Ajeng Daniarsih,
S.Si., M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 3 / Offering H
Nur Sulistyowati 1803426180
Risca Aguslia Dewi 18034161807568
Sherin Vinca Putri 180342618031
Sindora Dwi Pertiwi 1803426180

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Oktober 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Embriologi membahas tentang stadium embrio selama pembelahan yang tetap
mempertahankan bentuk dan ukuran sel telur dan kemudian mengalami perubahan
selama gastrulasi seperti terbentuknya arkhenteron dan kemudian mengalami
perubahan selama gastrulasi seperti terbentuknya arkhenteron dan kemudian
diikuti memisahnya mesoderm sehingga struktur internal dari embrio mengalami
perubahan menjadi semakin kompleks.
Perkembangan pada makhluk hidup melibatkan beberapa proses yang
kompleks antara lain
1. Pembelahan dan fertilisasi, pembelahan terjadi pada gamet yang
selanjutnya mengalami transformasi dan dihasilkan suatu gamet yang
selanjutnya mengalami tranformasi dan dihasilkan suatu gamet yang
spesifik, selanjutnya terjadi fusi dan gamet yang akan menginisiasi
peristiwa pembelahan mitosis lagi dan menghasilkan peningkatan jumlah
embrio tetapi volume embrio tidak mengalami perubahan artinya terjadi
penurunan ukuran sel secara progresif.
2. Pertumbuhan, mekanisme ini menghasilkan peningkatan ukuran embrio
karena bertambahnya sel dan volumenya. Ekspresi dari gen sangat
perpengaruh pada peristiwa, diperlihatkan banyaknya komponen protein di
dalam sel sehingga menghasilkan ukuran setiap sel menjadi meningkat.
3. Diferensiasi, peristiwa ini ditunjukkan dari bentuk embrio yang semakin
mengalami perubahan. Selama perkembangan, setiap sel mengalami
perubahan bentuk diikuti dengan perubahan fungsinya.
4. Morfogenesis, sebagai hasil dari pergerakan set ini terbentuk elemen-
elemen struktural yang baru. Gerakan ini disebut dengan gerakan
morfogenetik. Interaksi dari jaringan yang berasal dari ketiga lapisan
embrionik dalam membentuk organ dan sistem organ, kemudian
membentuk tubuh definitif disebut morfogenesis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembelaan pada Aves ?
2. Bagaimana Blastulasi pada Aves ?
3. Bagaimana Gastrulasi pada Aves ?
4. Bagaimana Neurulasi pada Aves ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pembelahan pada Aves
2. Mengetahui Blastulasi pada Aves
3. Mengetahui Gastrulasi pada Aves
4. Mengetahui Neurulasi pada Aves

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembelahan pada Aves


2.1.1. Tipe Pembelahan Zigot Aves
Aves termasuk dalam amniota, yaitu vertebrata yang di dalam embrionya
terdapat amnion, sama seperti reptil dan mamalia. Aves dan reptil memiliki
perkembangan yang hampir sama, tapi perkembangan aves lebih maju dari reptil
(Gilbert, 2010).
Ayam lokal (Gallus gallus) menjadi organisme favorit dalam studi
embriologi. Karena telur ayam berukuran besar sehingga mudah untuk diamati,
selain itu perkembangan pada telur ayam dapat diprediksikan secara akurat, dan
pergerakan selnya menyerupai pergerakan sel pada mamalia (Gilbert, 2010).
Bagian kuning telur beserta blastodiskusnya pada aves merupakan sel tunggal
(ovum). Besarnya sel telur ini disebabkan oleh banyaknya timbunan zat makanan
cadangan (yolk) di dalamnya. Komponen telur lainnya adalah putih telur,
membran cangkang telur, dan cangkang telur yang bersifat nonseluler dan
dihasilkan ketika sel telur melalui saluran reproduksi betina (Surjono, 2003).
Fertilisasi pada aves terjadi di oviduk, tepatnya pada infundibulum
sebelum albumin dan cangkang telur menyelubunginya. Tipe telur aves adalah
telolecital, yaitu sel telur yang banyak mengandung yolk dan hampir mengisi
seluruh isi telur, sedangkan inti dan sedikit sitoplasma menempati hanya bagian
puncak dari kutub animal (Surjono, 2003).
Tipe pembelahan pada aves adalah meroblastik diskoidal, sama seperti
pisces dan reptil. Alur pembelahan hanya terjadi pada bagian tengah blastodiskus.
Blastodiskus adalah suatu struktur berbentuk cakram atau keping keputihan pada
telur yang baru dibuahi (zigot), blastodiskus merupakan protoplasma aktif yang
berdiameter ± 3 mm dan terdapat di kutub animal. Daerah seputar blastodiskus
tampak gelap dan disebut periblas (Surjono, 2003). Pembelahan tidak terjadi pada
sitoplasma yang mengandung banyak yolk (Gilbert, 2010).

3
2.1.2. Mekanisme Pembelahan Zigot Aves
Seluruh periode pembelahan pada aves terjadi pada waktu telur bergerak
melewati ovoduk dan pada saat dikeluarkan embrio aves telah berada pada
stadium gastrula (Lestari, 2013). Tahapan pembelahan embrio aves tidak selalu
beraturan dan setelah pembelahan kelima prosesnya sudah tidak sinkron lagi (
Surjono, 2003).
Gambar 1 menunjukkan terjadinya pembelahan sel telur burung. Gambar
tersebut mewakili bentukan permukaan dari blastodisc dan area yang menyelimuti
yolk, sel, dan albumin. Pada bagian A menunjukkan pembelahan sel I secara
vertikal, membelah tepat pada sumbu dari blastodiskus namun tidak menembus
seluruh permukaan telur. Pada bagian B menunjukkan pembelahan sel II, secara
horizontal (tegak lurus dengan pembelahan I). Pembelahan III secara vertikal
memotong alur dari pembelahan II, baik di sebelah kiri maupun kanan.
Pembelahan IV secara sirkumferensial (melingkar) yang memotong bagian tengah
deretan blastomer dari daerah periferal, Pembelahan V terjadi pada 4 bidang
pembelahan meridian atau vertikal yang asimetris, sehingga menghasilkan 32 sel.
Pembelahan selanjutnya tidak dapat diikuti. Pembelahan selanjutnya tak teratur,
ada yang melalui bidang vertikal maupun horizontal dan ada juga yang sebelum
selesai satu pembelahan terjadi pembelahan berikutnya.(Lestari, dkk., 2013)
Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan awal,
dari bagian atas dan pinggir tertutupi oleh membran plasma, tetapi terbuka pada
bagian bawahnya. Pembelahan selanjutnya menyebabkan embrio semakin meluas
secara radial ke arah periblas. Sel-sel yang terdapat pada blastoderm di daerah
perifer jarang berinti. Selain pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur,
pada embrio 32 sel memperlihatkan pola pembelahan yang berbeda. Pada saat ini
bidang pembelahan menjadi secara ekuatorial di bawah permukaan lapisan sel
berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas
dan lapisan bawah yang berbatasan dengan yolk. Pembelahan selanjutnya yang
sejenis menyebabkan sel berlapis-lapis. Pembelahan terjadi secara sentrifugal
ketika blastoderm membesar pada salurannya, tetapi perluasannya tidak sampai
mencapai daerah paling tepi. Hal demikian membuat sebagian tepi daerah perifer
blastoderm masih mempunyai ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai

4
±100 sel, bagian dasar blastoderm berbatasan dengan rongga subgerminal
(Lestari, 2013)

Gambar 1 Proses pembelahan pada bagian blastodiskus dari embrio aves: (A)
pembelahan I; (B) pembelahan II; (C) pembelahan III; (D) pembelahan IV; (E)
pembelahan V; (F) pembelahan VI. (Carlson, 1988)

2.2. Blastulasi pada Aves


2.2.1. Proses Pembentukan Blastula Aves
Blastulasi merupakan salah satu stadium yang mempersiapkan embrio
untuk menyusun kembali sejumlah sel pada tahap perkembangan selanjutnya.
Blastulasi merupakan proses pembentukan blastula. Blastula adalah bentuk
lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan, bentuk blastula ditandai
dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak
beraturan, di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan blastosoel
(Sukra, 2000).
Blastula terbentuk saat sel blastoderm bermigrasi dan membentuk dua
lapisan hingga terbentuk blastosoel. Sel-sel blastoderm mulai bermigrasi setelah
selesai tahap pembelahan. Sel-sel blastoderm bermigrasi secara individual ke
dalam rongga subgerminal, kemudian beragregasi dan dengan proses delaminasi

5
terbentuk lapisan kedua. Sehingga embrio aves terdiri atas dua lapisan, yaitu
lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas). Antara kedua lapisan tersebut
ada bagian yang disebut blastosoel (Lestari, 2013).
Dalam tahap blastula kelompok aves, bagian epiblas akan berkembang
menjadi ektoderm, mesoderm, dan notochord. Bakal endoderm berasal dari
hipoblas yang sel-selnya tumbuh dan menyebar ke bawah pada daerah rongga
blastosoel. Sedangkan bakal ektoderm epidermis mengisi daerah yang akan
menjadi anterior embrio lapisan epiblas (Yatim, 1994). Setelah terbentuk blastula,
telur akan menuju tahap selanjutnya yaitu tahap gastrulasi
Pada ayam dan bebek, blastocoel terbentuk setelah terjadi delaminasi
blastoderm membentuk lapisan sel bagian bawah yang disebut hipoblas primer,
dan lapisan sel bagian atas yang disebut epiblas. Celah diantara hipoblas dan
epiblas disebut blastocoel (Gilbert, 2010).

Gambar 2 Pembentukan rongga blastula pada ayam (Gilbert, 2010)

6
2.2.2. Tipe Blastula Aves
Distribusi yolk pada setiap jenis telur pada suatu species berpengaruh
terhadap bentuk-bentuk blastula. Umumnya blastula memiliki sebuah rongga yang
disebut dengan rongga blastula (blastosoel). Aves memiliki blastula bertipe
discoblastula, yaitu blastula berbentuk cakram atau tudung. Blastodisk tampak
berkembang menyerupai cakram di atas massa yolk. Dihasilkan oleh telur
telolesital. Rongga blastula terbentuk pada bagian bawah cakram atau tudung di
antara blastodisk dan yolk (Yatim, 1994).
Blastula pada aves adalah blastula berbentuk cakram atau tudung. Setelah
lapisan tunggal blastodeerm terbentuk, selanjutnya blastoderm mengalami
pembelahan secara ekuatorial atau horisontal, dan menghasilkan 3-4 lapisan sel.
Pada stadium ini, blastodisk terdiri atas dua daerah yang berbeda yaitu :
a. Area pellusida, yaitu daerah yang tampak bening terletak di atas rongga sub
germinal
b. Area opaka, yaitu daerah yang tampak gelap, terletak pada bagian tepi
blastodisk. Pada beberapa jenis aves, rongga sub germinal juga merupakan
rongga blastula (Yatim, 1994).

Gambar 3. Discoblastula (Gilbert, 2010)

7
2.3. Gastrulasi pada Aves
2.3.1. Tujuan Gastrulasi pada Aves
Setelah periode pembelahan dan pembentukan blastula, maka embrio
memasuki tahapan yang paling kritis dalam perkembangannya yakni proses
gastrulasi dan embrio yang sedang melangsungkan proses ini berada tahap
gastrula. Pada proses ini terjadi penataan kembali (reorganisasi) sel-sel embrio
secara terintegrasi oleh berbagai gerakan morfogenetik. Gerakan morfogenetik
akan terus dijumpai sampai pada tahap pascagastrula, terutama pada periode
organogenesis (Surjono, 2003)
Gastrulasi pada berbagai hewan memperlihatkan beberapa perbedaan, baik
dalam hal gerakan morfogenetik yang terlibat maupun dalam hal bentuk embrio
tempat gastrulasi tersebut berlangsung. Meskipun demikian, tujuan utama
gastrulasi adalah pembentukan lapisan lembaga dan menempatkannya di tempat
semestinya; ektoderm paling luar; mesoderm di tengah; dan endoderm berada
paling dalam. Lapisan lembaga merupakan bahan baku untuk organogenesis.
Selain itu dibentuk pula arkenteron atau bekal saluran pencernaan makanan dan
sumbu anterior-posterior embrio. Ciri-ciri umum proses gastrulasi pada berbagai
hewan adalah serupa, yaitu :
1. Penataan kembali sel-sel embrio oleh gerakan morfogenetik
2. Ritme pembelahan sel diperlambat
3. Tidak terjadi tumbuh yang nyata
4. Tipe metabolisme berubah
5. Disintesisnya protein-protein baru, melalui mRNA baru (Surjono, 2003)
Pemahaman mengenai proses gastrulasi akan lebih mudah apabila
diperhatikan dahulu peta nasib (fate map).

8
Gambar 4. Peta nasib (fate map) aves.

2.3.2. Mekamisme Gastrulasi pada Aves


Ciri khas tahap gastrulasi pada unggas adalah adanya alur primitif yang
berbeda yang dibentuk dari blastoporus yang menyempit. Pembentukan alur
primitif merupakan awal gastrulasi dan ditandai dengan terjadinya penebalan di
bagian posterior yang mula-mula bentuknya menyerupai segitiga (Yatim, 1994).

Gambar 5. Pembentukan alur primitif hingga terdapat pematang dan parit


primitif, serta nodus Hensen

9
Penebalan ini selain terjadi oleh adanya ingresi sel-sel ke dalam
(membentuk hipoblas), juga karena sel-sel pada epiblas pada bagian
lateroposterior aktif berpoliferasi, dan sel-sel tertentu pada epiblas akan
bermigrasi ke posterior, kemudian berkonvergensi ke arah median. Akibat tumbuh
konvergen ini, bakal alur primitif menebal, menyempit, dan memanjang.
Tumpukan sel-sel pada wilayah ini bermigrasi kedalam blastosol dengan cara
ingresi dan involusi melalui bagian tengah bakal alur yang berubah menjadi
lekukan memanjang yang disebut parit primitif. Alur yang memanjang dari
posterior ke anterior dan terdiri atas sepasang tanggul atau pematang primitif
dengan sebuah parit primitif diantaranya adalah alur primitif definitif. Ujung
anterior alur definitif menebal dan disebut nodua Hansen. Pembentukan parit
primitif ditunjang oleh melarutnya membran basal lapisan epiblas pada tempat
beringresi dan berinvolusinya sel-sel bakal mesoderm dan bakal endoderm
kedalam blastosol. Seperti pada amfibia, sel-sel yang sedang melakukan migrasi
ini berubah bentuk, menyempit di bagian apikal sehingga menjadi sel-sel botol
(Surjono, 2003)

Gambar 6. Ingresi sel-sel melalui parit primitif

Adanya sel-sel botol akan menyebabkan sel-sel dibelakangnya untuk


bermigrasi juga. Setelah melewati parit primitif, sel-sel botol kembali ke
bentuknya semula. Sel-sel presumtif endoderm akan beringresi lebih jauh ke atas
blastosol dan menyelinap dalam hipoblas, serta mendesak hipoblas semula,
selanjutnya akan diisi oleh endoderm intraembrio dan menjadi atap dari rongga

10
subgerminal yang ada di bawah blastosol. Rongga subgerminal tersebut akan
menjadi arkenteron. Pada unggas, arkenteron bukanlah suatu rongga baru yang
dibentuk oleh suatu gerakan morfogenetik. Arkenteron ini baru atapnya saja
berupa lapisan selular, yakni endoderm, tetapi belum mempunyai dinding lateral
yang selular, yakni endoderm, tetapi belum mempunyai dinding lateral yang
selular, dan alasnya pun masih yolk dan inert nonseluler (Lestari, 2013)
Alas dan dinding lateral yang terdiri dari endoderm, baru dibentuk setelah
ada pelipatan-pelipatan pemisah wilayah antarembrio dan ekstraembrio. (Lestari,
2013).
Alur primitif unggas, homolog dengan blastoporus katak, sebab
merupakan tempat bermigrasinya sel-sel dari permukaan ke dalam embrio. Nodus
Hensen, yang dibangun terutama oleh sel-sel yang akan membentuk notokorda,
dianggap homolog dengan bibir dorsal blastoporus sebab dapat menginduksi
pembentukan keping neural bila ditransplasntasikan ke epidermis (Surjono, dkk.,
2003).

Gambar 7. Penyebaran mesoderm hasil ingresi ke seluruh arah pada


blastoder

Ingresi sel-sel persumtif mesoderm tidak sejauh migrasi bakal endoderm,


tidak sampai ke lapisan hipoblas, namun tetap di dalam blatrosol dan berupa
mesenkim bebas yang tidak berkelompok. Sel-sel itu akan membentuk mesoderm

11
intraembri, terletak di antara ektoderm dan endoderm, kemudian menyebar ke
arah lateral, posterior, dan interior. Daerah interior untuk sementara belum
mendapat mesoderm, sehingga tempat ini baru dibangun oleh lapisan ektoderm
dan endoderm. Dari permukaan, wilayah blastoderm dalam mendapat mesoderm
tampak lebih bening dan disebut sebagai proamnion. Makin lanjut umur embrio,
proamnion pun akan semakin mengecil dan akhirnya menghilang karena sudah
sama dengan wilayah lainnya pada ektoderm yaitu memiliki ketiga lapisan
lembaga. Proamnion bukanlah bakal amnion (Lestari, 2013)
Saat terjadinya migrasi sel-sel melalui parit primitif disebut tahap utama
gastrulasi yang merupakan saat terpenting dalam gastrulasi. Setelah wilayah
persumtif semuanya pindah ke tempat yang semestinya, maka permukaan embrio
hanya terdiri atas ektoderm. Ektoderm terus berepiboli agar dapat merangkum dan
menutup yolk. Yolk pada unggas sangatlah banyak, sel-sel yang berperan penting
dalam epiboli adalah sel-sel marginal pada perbatasan antara area pelusida dan
opaka yang masih menempel pada yolk. Sel-sel marginal ini bertautan erat dengan
membran vitelin dan menyeret sel-sel lain untuk meluas. Perluasan ektoderm
terjadi serempak dalam bentuk hamparan (Lestari, dkk., 2013)

Gambar 8. Regresi alur primitif dan pertumbuhan notokorda

12
Gambar 9. Pembentukan notokorda dan sel-sel yang bermigrasi lewat
nodus Hansen

Fase selanjutnya dari gastrulasi ialah regresi alur primitif. Alur primitif
yang sudah mencapai panjang maksimum, kira-kira 75% dari panjang blastoderm
akan mulai memendek ditandai dengan mundurnya nodus Hensen. Sel-sel nodus
Hensen dan presumtif notokorda yang beringresi dan berinvolusi lewat nodus ini,
bermigrasi ke arah anterior membentuk mesoderm kepala (mesenkim) di paling
anterior dan diikuti oleh notokorda. Pembentukan notokorda sejalan dengan
melarutnya membran basal di bawahnya dan di bawah epiblas, serta oleh adanya
faktor penyebab yang dihasilkan hanya oleh nodus Hensen. Bakal notokorda yang
baru muncul dari nodus hensen ke arahinterior disebut sebagai “head process”.
Mundurnya nodus Hensen sejalan dengan terbentuknya notokorda bagian
posterior. Pembentukan notokorda bagian posterior bukan dengan ingresi lewat
nodus Hensen melainkan dengan berkondensasinya mesoderm yang menyebar ke
bagian posterior (Surjono, 2003).

13
Gambar 10. Pembentukan notokorda

Pada akhirnya, nodus Hensen dan alur primitif akan habis, sedangkan
bagian intraembrio akan tampak memanjang pada bagian blastoderm dan ujung
posterior hingga ke anterior. Pada akhir gastrulasi, seperti halnya pada amfibia
dihasilkan ketiga macam lapisan lembaga, notokorda, dan arkenteron tetapi masih
belum terjadi pemisahan antara bagian intraembrio dan ekstraembrio (Surjono,
dkk., 2003).

2.4. Neurulasi pada Aves


Neurulasi pada aves adalah proses pembentukan bumbung neural yang
merupakan bakal system saraf pada aves. Embrio aves yang sedang mengalami
neurulasi disebut neurula. Proses neurulasi diawali dengan adanya induksi dari
kordamesodermyaitu bakal notokorda, sebagai inductor, terhadap ektoderm yang
terletak tepat di atasnya (ectoderm neural). Ectoderm neural berperan sebagai
jaringan kompeten. Induksi memperlihatkan adanya hierarki. Induksi paling awal
adalah induksi neural (induksi primer). Kemudian induksi-induksi sekunder.
Kebanyakan induksi bersifat instruktif dan sisanya bersifat permisif. Induksi
instruktif, inductor melakukan aksi (instruksi) terhadap jaringan kompeten untuk
berubah atau berdiferensiasi. Pada induktif permisif, inductor tidak melakukan

14
sesuatu hal terhadap sel yang mengalami diferensiasi, melainkan menyediakan
layanan, misalnya sebagai jalur untuk bermigrasi (Lestari, 2013).

Gambar 11. Proses pembentukan bumbung neural (Gilbert, 2010).


Setelah mengalami induksi primer, selanjutnya ectoderm neural akan
memperlihatkan perubahan, antara lain sel-selnya meninggi menjadi silindris
berbeda dari sel-sel ectoderm bakal epidermis yang berbentuk kubus. Perubahan
sel-sel ini melibatkan peanjangan mikrotubul. Meningginya sel-sel keeping neural
menyebabkan keeping neural menjadi sedikit terangkat dari ectoderm
disampingnya. Sebagai respon terhadap induksi, sel-sel keeping neural
mensintesis RNA baru dan terdeterminasi untuk berdiferensiasi menjadi bakal
system saraf pusat. Kedua bagian tepi keeping neural melipat menjadi lipatan
neural, mengapit bagia keeping yang melekuk yaitu lekuk neural. Kedua lipatan
neural akan bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga terbentuk
bumbung neural (Lestari, 2013).

15
Pada saat terjadi fusi, pesumtif pial neural dilepaskan dari ectoderm neural
dan ectoderm epidermal di atas dan sepanjang kiri dan kanan bumbung neural.
Neurolasi berlangsung di sebelah anterior nodus hensen setelah ectoderm neural
diinduksi oleh notokorda. Terjadinya pelipatan atau pelekukan keeping neural
disebabkan antara lain : (1) adanya kontraksi mikrofilamen di bagian apeks sel
(2)adanya molekul pengait (sehingga notokorda berpaut dengan keeping neural
yang berada tepat di atasnya) ; (3) adanya perubahan bentuk sel-sel alas keeping
neural karena kontriksi mikrofilamen bagian apeks sel. Kejadian nomer dua
tersebut disertai dengan proses poliferasi sel-sel penyusun neural, sehingga tepi
kiri dan kanan keeping neural akan terangkat dan melipat. Kontriksi mikrofiamen
mengakibatkan sel-sel alas berubah menjadi bentuk baji, yang dikenal dengan
nama medianhinge (MH).pada sisi dirsal lateral terdapat dorsal lateral hinge
(DLH) atau engsel dorsal lateraljuga menyebabkan lekukan dan membantu
bersatunya kedua lipatan sehingga terbentuk bumbung neural. Rongga di daam
bumbung neural dinamakan neurosoel. Saluran ini untuk sementara berhubungan
dengan arkenteron melalui suatu saluran pendek yang disebut kanalis
neurenterikus (Lestari, 2013).
Neurulasi pada aves termasuk dalam neurulasi primer, dimana bumbung
neural dibentuk dengan cara pelipatan keeping neural dan bertemunya kedua
lipatan itu. Perkembangan pada suatu embrio berlangsung sefalokaudal yang
berarti tahap perkembangan di wilayah kepala atau anterior sudah berlanjut
sampai bagian ekor atau posterior. Pada kebanyakan hewan, sel-sel pial neural
terlepas dari perbatasan ectoderm neurak dan ectoderm apidermal setelah kedua
lipatan neural bertemu membentuk bumbung neural. Selain itu, hasil tranplantasi
keeping neural puuh pada ectoderm non-nerual embrio aves mebuktikan bahwa
baik epidermis maupun keeping neural terlibat dalam pembentuka pial neural. Pial
neural berdift migratif dan akan bermigrasi cukup jauh ke tempat-tempat tertentu
di dalam embrio. Di tempat kedudukannya yag terakhir, pial neural akan
berdiferensiasi menajdi berbagai struktur (Lestari, 2013).
Pembentukan notokorda dan pembentukan lanjut mesoderm, sebenarnya
berlangsung secara simultan dengan proses neurulasi. Mesoderm pada aves
terdapat sebagai suatu lempengan di sebelah kiri dan kanan, ventral dari alur

16
primitive atau dari ectoderm neural. Mesoderm baagian peroksimal, yang sejajar
dengan notokorda disebut mesoderm paraksial atau keeping segmental. Mesoderm
paraksial ini akan beragresi dan membentuk struktur epithelial memadat dan
bersegmen-segmen, disebut somit. Di bagian kepala terdapat agresi mesoderm
yang tidak begitu mampat, disebut somitomer. Somit pertama dibentuk posterior
dari somitomer ke 7 (Lestari, 2013).
Pasangan somit pertama dibentuk mulai somiter ke delapan, sedangkan
somitomer- somitomer sebelumnya tetep tersusun renggang dan berperan dalam
pembentukan otot skelet di daerah kepala. Somit-somit berikutnya bermunculan di
ujung rostral dari mesoderm paraksial, di posterior dari somit yang terdahulu.
Yang berlangsung satu pasang tiapp jam. Jumlah somit adalah spesifik untuk
setiap spesies. Pada aves jumlah somit adalah 50 pasang. Pembagian dan
perkembangan wilyah-wilayah somit, yaitu dermatom, miotom, dan skleretom
(Lestari, 2013).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada Aves Blastula terbentuk saat sel blastoderm bermigrasi dan
membentuk dua lapisan hingga terbentuk blastosoel. Embrio aves terdiri
atas dua lapisan, yaitu lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas).
Tahap gastrulasi pada Aves adalah adanya alur primitif yang berbeda yang
dibentuk dari blastoporus yang menyempit. Pada aves jumlah somit adalah
50 pasang. Pembagian dan perkembangan wilyah-wilayah somit, yaitu
dermatom, miotom, dan skleretom.
3.2 Saran
Perkembangan embrio aves memiliki beberapa tahap dan serangkaian
proses. Oleh karena itu, untuk membantu memahami perkembangan
embrio aves ini dapat dilakukan dengan melihat video perkembangan aves
dan memperbanyak kembali referensi bacaaan yang terkait perkembangan
embrio aves.

18
DAFTAR PUSTAKA

Carlson, Bruce M. 1988. Patten's Foundations of Embryology. Fifth Edition. Mc


Graw Hill Book Company. New York.
Gilbert, S. F. 2010. Developmental Biology. 4-th. Edition. Sinauer Association
Inc.,Massachusetts.
Lestari, Umi. 2013. Struktur Dan Perkembangan Hewan II.Malang :
Universitas Negeri Malang.
Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Surjono, T.W. 2003. Perkembangan Hewan. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi & Embryologi : untuk Mahasiswa Biologi &
Kedokteran. Bandung : Tarsito Press.

19

Anda mungkin juga menyukai