Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PENGERTIAN PENDIDIKAN

A. Asal dan arti kata pendidikan

Pendidikan merupakan padanan kata dari pedagogi (paedagogoi) . Pedagogi atau paedagogi
berasal dari bahasa Yunani pedagogues (paedagogia), dan dalam bahasa Latin paegogus. Pedagogues,
paedagogus, paedagogia, paedagogus, berasal dari kata paedos, paes (anak) dan agoge, ago (saya
membimbing atau memimpin). Paedagogues, paedsagogos dalam kehidupan orang Yunani kuno
merupakan sebutan seseorang yang bertugas mengantar dan menjemput anak sekolah serta
mengasuhnya sebagai pembantu rumah tangga . Paedagogues itu juga berhak untuk menasehati bahkan
memukul bila anak yang diasuhnya atau di layaninya nakal. Bagaimanapun paedagogues itu bukan
guru. Dalam kehidupan orang Yunani kuno guru disebut guvernor. Guru itu mengajar anak dari
keluarga keluarga secara individual bukan klasikal.

Dari kata paedagogues, paedagogus, paedagogia itulah kemudian muncul istilah pedagog yang artinya
“pendidik”, pedagogi yang berarti “perbuatan mendidik” dan paedagogiek yang berarti ‘ilmu
pendidikan’. Pendidikan dalam bahasa Inggris adalah pedagogy, yaitu the study of educational goals
and processes (studi tentang tujuan dan proses pendidikan). Mendidik dalam bahasa Latin educare
yang berasal dari e-ducare yang artinya “menggiring keluar”, pembentukan manusia atau pemuliaan
manusia( Drost, 1999 )

Dari asal dan arti kata yang terkait dengan pendidikan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori yaitu: (a) konsep pedagogik yaitu cara untuk mempengaruhi anak agar mencapai kedewasaan
(pendidikan informal) dan (b) konsep education yaitu cara memperoleh pengetahuan di sekolah
(“pendidikan formal”, pengajaran).

B. Batasan tentang Pendidikan

Paedagogiek atau ilmu mendidik ialah suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya atau
mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya
bertindak.
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha
membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengan
anak atau yang belum dewasa.
Dari batasan tersebut mencakup unsur-unsur: pendidikan adalah ilmu, pendidikan memiliki objek
kajian, pendidikan merupakan suatu tindakan, usaha sadar, pengaruh, oleh orang dewasa.
Ilmu pendidikan atau paedagogiek adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam
arti yang luas paedagogik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul dalam
praktik pendidikan (Brodjonegoro dan Soetedjo)
Batasan tersebut mencakupi unsur-unsur: pendidikan adalah ilmu, pendidikan merupakan teori,
pendidikan merupakan hasil perenungan, pendidikan terkait dengan soal-soal yang timbul dalam
praktik.
Ilmu pendidikan mempelajari suasana dan proses pendidikan (Sutari Imam Bernadib).

Batasan singkat tersebut di atas menunjuk objek formal pendidikan, yaitu: suasana dan proses
pendidikan.
Ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah tentang realitas yang kita sebut pendidikan (mendidik
dan dididik). Pemikiran ilmiah bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Pendidikan adalah kegiatan
atau proses memanusiakan manusia, yang terjadi dalam dan dengan pembudayaan, yang disebut
proses hominisasi dan humanisasi. (Drijarkara 1980)

Batasan dari Drijarkara tersebut menunjuk adanya unsur-unsur: pendidikan sebagai pemikiran ilmiah,
pendidikan mencakupi mendidik dan dididik. Lebih lanjut dijelaskan tentang sifat-sifat ilmiah yaitu:
kritis, metodis, dan sistematis. Kritis, artinya semua pernyataan dan semua afirmasi harus memiliki
dasar yang kuat, tidak membeo. Menyelami sesuatu dengan seluk-beluk dan dasar-dasarnya. Metodis
artinya dalam proses berpikir dan menyelidiki itu orang menggunakan sesuatu cara tertentu. Sistematis
artinya dalam proses pemikiran ilmiah tersebut pemikir dijiwai suatu ide yang menyeluruh dan
menyatukan (sistemik, holistik, dan sistematis). Unsur yang menonjol adalah pemanusiaan manusia
dalam pembudayaan.

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan


emosional ke arah alam dan sesama manusia. (John Dewey).

Batasan tersebut mengandung unsur-unsur: proses pembentukan, bidang intelektual dan emosional,
faktor lingkungan (alam dan manusia).

Mendidik adalah membantu anak supaya cakep untuk menyelenggarakan tugas hidupnya atas
tanggung jawab sendiri. (Hoogeveld)

Batasan tersebut diatas mengandung unsur-unsur: bantuan pada anak dan tanggung jawab sendiri.

Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-
bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup. Pendidikan adalah proses
sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual secara optimum (kamus
pendidikan).

Unsur-unsur baru yang muncul dalam definisi tersebut adalah; pengembangan kemampuan sosial dan
individual, sikap, dan bentuk tingkah laku lain di masyarakat, proses sosial dan pengaruh lingkungan.

Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan


yang tetap (permanen) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya.
(Sir Godfrey Thompson, 1957)

Definisi tersebut diatas menonjolkan pengaruh lingkungan, perubahan yang tetap, dan domain
psikomotorik, kognitif dan afektif.
Fungsi pendidikan harus diakui sebagai bimbingan terhadap si belajar, pada semua tingkatan
tentang keinginannya, kebutuhannya, dan potensinya yang akan menunjukkan kepadanya suatu
kepuasan pribadi dan keinginan sosial dari kehidupannya. Teori dan praktik pendidikan modern
tidak hanya ditujukan bagi persiapan kehidupan masa depan tetapi juga dalam menentukan pola
sikap dan tingkah laku sekarang, dari hari kehari. (Crow and Crow, 1960)

Unsur-unsur yang ditonjolkan kutipan definisi diatas adalah: keinginan, kebutuhan, dan potensi pribadi
dan sosial, yang terkait dengan kehidupan kini dan masa depan.

Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya. (Ki Hajar Dewantara)

Unsur-unsur yang dicakupi definisi diatas adalah: kekuatan kodrat, sebagai manusia pribadi dan
anggota masyarakat serta keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI nomor 20 tahun
2001 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Definisi tersebut telah merangkum unsur-unsur pendidikan dari berbagai definisi yang telah dipaparkan
dimuka, dengan kata-kata kunci: usaha sadar, terencana, suasana dan proses, peserta didik yang aktif,
pengembangan potensial jasmani dan rohani, mental, serta pengembangan individu dan sosial

Mencermati unsur-unsur yang terkandung dalam batasan tentang pendidikan tersebut dapat
dirumuskan ke dalam beberapa kategori, yang mencakupi: filosofis, psikologis, etis, sosiologis,,
ekonomis, politis, dan ideologis. Bberikut ini paparan ringkasnya.

1. secara filosofis pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia lewat pembudayaan, yang
juga disebut proses hominisasi dan humanisasi.
2. secara psikologis, pendidikan merupakan proses pendewasaan manusia muda yang belum dewasa
dengan bantuan atau pimpinan orang yang telah dewasa.
3. Secara etis, pendidikan merupakan proses transfer nilai-nilai (moral, etika) untuk mencapai manusia
yang susila.
4. Secara sosiologis, pendidikan adalah proses pembentukan anggota masyarakat, sebagai individu
yang sosial, memenuhi tuntutan masyarakatnya, melalui pergaulan yang mendidik.
5. Secara ekonomis, pendidikan merupakan proses menyiapkan anak didik sukses dalam bidang
ekonomi, yang secara umum dapat juga dikatakan sebagai proses pembentukan tenaga kerja.
6. Secara politis, pendidikan dimaksudkan untuk mendidik warga negara yang baik, yang sering
disebut dengan civics education.
7. Secara teologis, pendidikan merupakan proses pembentukan warga surgawi (civitas Dei).
C. MAKNA BEBERAPA UNSUR DALAM PENDIDIKAN

1. Pendidikan sebagai usaha sadar.

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana, artinya dikehendaki, diinginkan, ada maksud dan
tujuan, baik secara eksplisit (nyata) maupun secara implisit (terselubung) dari pihak pendidik.
Pendidikan tidak terjadi secara kebetulan saja atau asal-asalan. Usaha sadar dan terencana itu demi
kepentingan si terdidik, bukan untuk memenuhi keinginan pendidik. Mendidik selalu terpusat pada si
terdidik dalam bentuknya sebagai pembelajaran disebut student centered atau student oriented, bukan
teacher centered atau teacher oriented. Usaha sadar dan terencana itu harus bermakna. Misalnya, orang
tua menyuruh anak menyapu halaman. Kalau hal itu dimaksudkan hanya sekedar membantu orang tua
agar halaman tetap bersih, tindakan orang tua tersebut bukanlah tindakan yang mendidik. Perintah agar
anak menyapu halaman itu akan menjadi tindakan yang mendidik apabila dimaksudkan agar anak
memiliki rasa tanggung jawab selalu menjaga kebersihan. Sebaliknya orangtua yang menyuruh
anaknya untuk belajar atau bahkan les privat untuk memperoleh ranking yang menyenangkan orang
tua, bukanlah suatu tindakan mendidik. Hal itu akan menjadi tindakan mendidik apabila diinginkan
demi kepentingan anak itu sendiri.

Demi kepentingan anak sendiri tidak selalu berarti yang menyenangkan anak sendiri. Memang
tindakan mendidik hendaknya merupakan tindakan yang menyenangkan, artinya si terdidik merasa
senang melakukan tugasnya, tetapi bukan asal senang atau untuk bersenang-senang. Bisa terjadi anak
merasa tidak senang melakukan suatu tindakan, tetapi bila hal itu demi kepentingan anak itu sendiri,
bermanfaat bagi pembelntukan pribadi anak itu sendiri, demi tercapainya tujuan pendidikan, maka hal
itu merupakan tindakan mendidik. Memang mendidik merupakan kerja sama antara pendidik dan si
terdidik, sedapat mungkin memenuhi keinginan dan kebutuhan baik pendidik maupun si terdidik, tidak
terjadi pertentangan kepentingan, tetapi bila ternyata terjadi pertentangan kepentingan antara pendidik
si terdidik, kepentingan si terdidiklah yang diutamakan.

2. Pendidikan sebagai suatu bantuan

Sebagaimana telah disebut, bantuan dalam pendidikan itu dapat disebut sebagai pimpinan,
tindakan, bimbingan- Kata bantuan lebih tepat karena lebih memposisikan si terdidik sebagai subjek,
yang berperan utama, sedang peran pendidik hanyalah membantu. Pendidik adalah pendamping,
sebagai kolega, teman berinteraksi, berkedudukan sederajat dengan si terdidik bukan sebagai atasan
dan bawahan. Membantu dalam hal ini tidak mengambil alih peran, tidak menguasai, tidak
mendominasi. Aapabila bantuan, bimbingan, pimpinan pendidik menjadi dominan maka hilanglah
makna dari pendidikan. pendidikan merupakan bantuan dimaknai sebagai pengakuan terhadap potensi
si terdidik, adanya bakat dan pembawaan kodrati yang perlu dikembangkan, dengan tetap menerima
kenyataan apa adanya, pandai atau bodoh.

Bagaimanapun, bakat dan pembawaan kodrati tersebut tidaklah bersifat mutlak, artinya tidak
dengan sendirinya telah sempurna dan menentukan perkembangan sepenuhnya. Perkembangan bakat
dan pembawaan kodrati tersebut masih memerlukan bantuan pihak lain yaitu pendidik bahkan juga
lingkungan. Dengan demikian makna dari pendidikan sebagai bantuan juga menunjuk pengakuan
terhadap teori konvergensi (W. Stern) yang memadukan antara teori bakat pembawaan, nativisme ,
pesimisme (Schopenhauer) dan teori ajar, empoirisme, positifisme, dan optimisme (John Locke,
Francis Bacon)
Terkait dengan prinsip pendidikan sebagai bantuan, mendidik adalah membantu, perlu berhati-hati
dalam memaknai proses pendidikan sebagai usaha sadar untuk “membentuk” anak didik. Kata
“membentuk” harus dimaknai sebagai “membentuk dirinya sendiri”, jadi bukan anak didik yang di
bentuk oleh pendidik, melainkan anak didik membentuk dirinya sendiri dengan bantuan pendidik.
Pendidik tidak dapat membentuk anak didiknya untuk dijadikan apapun sesuai dengan keinginan
pendidik, seperti pematung membentuk patungnya dari batu. Anak didik bukanlah batu yang tidak
berpotensi dalam dirinya, melainkan sebagai pribadi yang unik, yang memiliki potensi dalam dirinya
sendiri secara kodrati.

3. Pendidikan dilakukan oleh orang dewasa

Juga telah disebut, bahwa orang dewasa dalam kaitannya dengan pendidikan dapat berupa: orang tua,
wali atau wakil orang tua, guru, pembimbing rohani, konselor, pelatih, tutor, pemimpin, dan lain-lain.
Pendidikan harus dilakukan oleh orang yang telah dewasa karena harus membantu menjadikan anak
didik dewasa. Hanya orang dewasa yang mampu mendewasakan anak yang belum dewasa. Tanpa
bantuan orang dewasa anak tidak mungkin menjadi dewasa secara wajar. Teman sebaya , apalagi yang
lebih muda, tidak mungkin berperan sebagai pendidik. Kedewasaan dapat diartikan baik secara jasmani
(fisik) maupun rohani ( mental, kejiwaan). Dewasa dalam kaitannya dengan pendidikan dapat dimaknai
sebagai memiliki rasa tanggung jawab, kemandirian, kemampuan mengambil keputusan secara
merdeka

4. Subjek dan objek pendidikan

Si terdidik adalah anak muda yang belum dewasa, yang berperan sebagai subjek sekaligus objek
dalam proses pendidikan. Si terdidik adalah subjek pendidikan karena dialah yang menjadi pokok
penentuan arah dan tujuan pendidikan, sementara pendidik hanya membantu. Si terdidik lah yang
menentukan seluruh kegiatan mendidik. Si terdidik sekaligus juga menjadi objek kegiatan pendidikan,
karena dialah sasaran dari semua kegiatan mendidik itu.

Si terdidik adalah mereka yang belum dewasa yaitu kanak-kanak, anak, remaja, dan pemuda
(adolesens), usia 0 hingga kurang lebih 20 tahun (Drost 1999), walaupun terdapat buku yang
membicarakan tentang “pendidikan orang dewasa”. Pendidikan orang dewasa (andragogi) yang
dipelopori oleh Ivan Illich dimaksudkan sebagai pendidikan alternatif yang menentang
institusionalisasi dan komersialisasi pendidikan tradisional. Pendidikan orang dewasa itu sinonim dari
pengetahuan, sebagai kebalikan dari pendidikan formal. Dengan demikian yang dimaksud dengan
pendidikan orang dewasa itu adalah termasuk pengajaran/pembelajaran atau pendidikan dalam arti
sempit atau pendidikan dalam praksis.

5. Pendidikan sebagai proses pendewasaan

Pendidikan merupakan proses pemberian bantuan oleh orang dewasa untuk mendewasakan anak
yang belum dewasa. Sebagaimana telah disebut, dewasa berarti sebagai pribadi yang utuh yang
memiliki rasa tanggung jawab, kemandirian, kemampuan mengambil keputusan sendiri. Selain itu
dewasa berarti menjadi pribadi yang susila, berakhlak mulia, berbudi luhur, cakep, terampil, bersifat
dan bersikap sosial, kekitaan, anggota keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara yang baik.
Dari paparan di atas, ternyata ada berbagai bentuk atau ciri kedewasaan. Sejalan dengan
kategorisasi batasan tentang pendidikan, dapat pula dibuat kategorisasi tentang kedewasaan, sebab
kedewasaan pada dasarnya adalah tujuan pendidikan dan setiap batasan tentang pendidikan
merumuskan tujuannya sendiri. Dengan demikian dapat dikategorikan beberapa pengertian kedewasaan
sebagai berikut.
a. Secara fisiologis
b. Secara psikologis
c. secara etis
d. secara sosiologis
e. secara ekonomis
f. secara politis
g. secara teologis.

Proses pendewasaan atau pembentukan pribadi itu terjadi melalui penanaman nilai-nilai atau
internalisasi nilai-nilai. Internalisasi nilai-nilai itu terjadi berdasar atas kebebasan, sesuai dengan hak
dan kekuasaan pribadi pribadi, dan sejalan dengan kodrat anak. Oleh karena itu pendidikan harus
bersifat membebaskan dan memerdekakan, bersifat demokratis, menghormati kodrat anak. Anak harus
diterima apa adanya, baik pandai, berbakat luar biasa, atau biasa-biasa saja, bahkan juga bila anak
lemah mental dan intelektualnya.

Hal ini perlu ditegaskan karena banyak pendidik, utamanya orang tua, yang tidak mau menerima anak
sebagaimana adanya. Orang tua cenderung memaksakan kehendak atau keinginannya kepada anak.
Dengan demikian telah terjadi tindak kekerasan terhadap anak, misalnya orang tua menyuruh anaknya
sepanjang hari disuruh les berbagai macam, guru memberi pekerjaan rumah secara tidak wajar
sehingga anak tidak memiliki kebebasan atau waktu untuk mengekspresikan dirinya (bermain), atau
pemerintah yang menetapkan ujian nasional sebagai norma kelulusan. Semua itu tidak memberi
kebebasan, tidak memerdekakan anak, tidak demokratis, dan juga tidak menyenangkan, walaupun telah
muncul gerakan PAKEM (pembelajaran aktif kreatif efektif menyenangkan) atau PAIKEM
(pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif dan menyenangkan), bahkan telah menjadi PAIKEM
GEMBROT (pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif menyenangkan, gembira dan berbobot), ada lagi
PAIKEM GEMBROT BERJAS BERDASI (PAIKEM GEMBROT jaringan sosial dan berstandar isi)

6. Pendidikan sebagai pergaulan yang bermakna

Pendidikan terlaksana melalui pergaulan yang mendidik dalam bentuknya sebagai bimbingan,
pimpinan, keteladanan, pembiasaan, peneladanan, pembelajaranan, pelatihan, pembinaan.
Sesungguhnyalah bahwa proses pendidikan adalah pergaulan (interaksi) yang bermakna, yaitu
pergaulan antara si terdidik dan pendidik, antara anak dan orang tua, antara siswa dan guru, antara
terlatih dan pelatih, antara yang dipimpin dan pemimpin, antara konseli dan konselor, antara petatar dan
penatar, dan seterusnya. Bagaimanapun, tidak semua bentuk pergaulan atau interaksi adalah
pendidikan. Sebagaimana telah disinggung, pendidikan adalah pergaulan atau interaksi yang bermakna;
pergaulan yang memiliki arah dan tujuan, yang bernilai, yang berharga, yang baik, yang diinginkan,
yang terencana. Seorang ayah yang sedang bermain bulutangkis dengan anaknya adalah pergaulan
biasa tetapi ketika anak kalah lalu melempar raket kepada ayahnya dan ayahnya menasehati agar anak
bersikap sportif maka telah terjadi perubahan dari pergaulan biasa menjadi pergaulan yang mendidik.
7. Pendidikan memerlukan alat
Yang dimaksud dengan alat pendidikan adalah sesuatu yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan; untuk mencapai kedewasaan atau pembentukan pribadi anak. Alat pendidikan itu dapat
berupa: pesan, ajaran, nilai-nilai, teladan, instruksi atau perintah, larangan , ganjaran(reward) dan
hukuman (punishment). Alat pendidikan tersebut dikemas sebagai materi pendidikan. (Tugas : Carilah
materi tentang Alat Pendidikan)

D. Pendidikan dan pengajaran


Ada kecenderungan orang tidak membedakan atau tidak bisa membedakan atau tidak mau
membedakan antara pendidikan dan pengajaran. Di Indonesia, setelah kemerdekaan, dikenal adanya
Kementerian PP&K (Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan). Selanjutnya Kementerian
itu dikenal sebagai Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional ) , Depdikbud (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan) kemudian dikenal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga tidak dengan jelas/tegas
membedakan antara “pendidikan” dan “sekolah”. Perbedaan itu perlu diperkenalkan sepintas di sini.

Memang tidaklah mudah untuk membedakan antara pendidikan dan pengajaran antara mendidik
dan mengajar. Orang yang mendidik senantiasa juga mengajar atau mendidik melalui/dengan mengajar.
Orang yang mengajar dengan baik, dengan sendirinya ia telah mendidik. Melalui pengajaran diperoleh
pengetahuan, informasi, keterampilan tertentu (pengajaran). Dengan pengetahuan, informasi, dan
keterampilan itu dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku si terdidik, terjadi pembentukan
pribadi menuju kedewasaan (pendidikan). Selain itu, pengajaran juga ingin memberikan yang terbaik
dan yang benar (sistem nilai) yang dimilikinya untuk membantu si terdidik tumbuh dan berkembang
dari dalam dirinya sendiri, membentuk dirinya sebagai pribadi yang mandiri.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan tentang perbedaan antara pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan merupakan proses transfer: transmisi (pemindahan) dan transformasi (pengembangan)
nilai-nilai. Pengajaran lebih bersifat transfer ilmu, pengetahuan, atau informasi. Pendidikan merupakan
proses yang informal (utamanya di keluarga), sedang pengajaran merupakan proses formal (resmi,
utamanya di sekolah).

Dalam kaitanya dengan pemakaian istilah formal dan informal, Drost(2000) menegaskan bahwa
semua pendidikan adalah proses informal (konsep pedagogik); tidak ada pendidikan formal, yang
formal adalah pengajaran (konsep education, edukasi ). Yang dimaksud dengan formal dalam hal ini
adalah terstruktur secara resmi dalam kurikulum, silabus, dan jadwal. Tidak ada pendidikan yang
terjadwal, yang diatur dalam kurikulum atau silabus. Semua pendidikan informal, tidak ada kurikulum,
tidak terjadwal, tidak menggunakan silabus, tidak ada evaluasi, tidak perlu ijazah/sertifikat; utamanya
terjadi di rumah/keluarga (oleh orang tua) dan di masyarakat (pengaruh nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat). Yang terjadwal, ada kurikulum dan silabus, yang resmi, yang formal, itu adalah
pengajaran; terjadi di sekolah-sekolah. Bagaimanapun, di dalam pengajaran terkandung pendidikan.
Pengajar mendidik lewat mengajar dan pelajar terdidik lewat belajar.

Pendapat Drost tersebut sejalan dengan pendapat Drijarkara (1961) yang mengatakan bahwa
pendidikan itu merupakan fenomen fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Dimana ada
kehidupan manusia disitu ada pendidikan. Tidak ada perbuatan khusus yang disebut mendidik. Kita
tidak dapat menunjukkan “seorang ayah sedang mendidik anaknya” dan juga tidak dapat ditunjukkan
adanya anak yang sedang dididik, karena pendidikan itu terjadi dengan dan dalam ada dan hidup
bersama.
HAKIKAT MANUSIA

A. Pengertian

Karena salah satu aspek dari hak pendidikan, sebagaimana disebut di muka, adalah hominisasi
atau pemanusiaan, yang berarti memanusiakan manusia, sesuai dengan kodratnya, bukan
membinatangkan, membendakan, bahkan juga bukan mentuhankan atau memalaikatkan manusia, maka
para pendidik harus tahu tentang hakikat manusia itu sendiri. Tanpa paham tentang hakikat manusia
sudah barang tentu tidak mungkin untuk memanusiakan anak didik menjadi manusia dalam arti yang
sebenar-benarnya. Salah dalam memahami tentang hakikat manusia akan menimbulkan salah arah
dalam pendidikan, atau salah didik. Maka berikut ini kita jelajahi tentang hakikat manusia dan
pengembangannya.

Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang prinsipiil, yang membedakan manusia dari
hewan. Ada berbagai ungkapan tentang manusia: zoon politicon,=hewan yang bermasyarakat
(Socrates), animal rational (hewan yang berpikir), animal symbolicum (binatang yang memahami
lambang-lambang), homofaber (manusia yang menciptakan alat-alat) homo educandum (manusia yang
terdidik), homo politicus (manusia yang berpolitik), homo economicus (manusia ekonomic), Das
kranke tier=hewan yang sakit (Max Scheller), hewan yang bermoral, dan lain-lain. Ungkapan yang
mengibaratkan manusia dengan hewan tidaklah tepat! Seolah-olah manusia dan hewan tidak berbeda
secara hakiki (gradual saja). ingat teori evolusi Charles Darwin, yang mengatakan manusia berasal dari
primata (kera) , tidak mendapat dukungan yang kuat (ada the missing link,rantai yang terputus).

B. Wujud hakikat manusia

Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan menyadari diri,
aktualisasi diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral, kemampuan
bertanggung jawab, rasa kebebasan atau kemerdekaan, menyadari hak dan kewajiban, dan kemampuan
menghayati kebahagiaan. Berikut ini penjelasan ringkas nya.

1. Kemampuan menyadari diri

Manusia menyadari tentang "aku" yang membedakan (mengambil jarak) dari "engkau" ( aku- aku
lain, yang bukan aku , ia, mereka dan lingkungannya. Kemampuan mengambil jarak tersebut, keluar
menganggap di luar akunya sebagai objek, menimbulkan egoisme, dan ke dalam, menganggap di luar
akunya sebagai subjek, menimbulkan pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa (aku keluar dari dirinya
dan menempatkan aku pada diri orang lain).

Manusia juga dianugerahi kemampuan mengambil jarak dari dirinya sendiri (sebagai subjek
sekaligus objek, meng-Aku)

Implikasi dalam pendidikan;

a. Pendidikan hakikatnya nya mengembangkan rasa seimbang antara aku (egois, individualitas)
dan sosialitas antara subjek dan objek.

b. Pendidikan hendaknya mengembangkan 'meng-Aku" ( Drijarkara ) pada peserta didik dan


kemampuan mendidik diri sendiri = self forming .
2. Kemampuan bereksistensi

Manusia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu (space and time) yang disebut kemampuan
bereksistensi. Manusia bukan "ber-Ada" melainkan "meng-Ada" atau "bereksistensi".

Implikasi dalam pendidikan

Peserta didik diajar untuk belajar (pembelajaran); dari pengalaman mengantisipasi sesuatu
keadaan/peristiwa, melihat prospek masa depan, mengembangkan daya imajinasi kreatif.

3. Kata hati

Kata hati (concience of man)=pelita hati, hati nurani, suara hati, lubuk hati, adalah kemampuan
memahami apa yang telah, sedang, dan akan terjadi, serta akibat bagi dirinya yang memberikan
penerangan tentang baik buruknya tindakan sebagai manusia. Kata hati = kemampuan membuat
keputusan yang baik /benar secara cerdas ; menjadi petunjuk moral/ perbuatan.

Implikasi dalam pendidikan

Pendidikan (kata hati) bertugas mempertajam kata hati dengan melatih akal budi, kecerdasan, dan
kepekaan emosi; bertujuan memiliki keberanian moral (berbuat) berdasar suara hati.

4. Memiliki moral

Moral adalah norma (ukuran) tentang baik buruknya tindakan; filsafat moral disebut etika, yang
tidak identik dengan etiket (sopan santun). Moral terkait erat (sinkron, sesuai) dengan kata hati. Orang
yang moralnya tidak sesuai dengan kata hatinya = bermoral rendah (asor), atau tidak bermoral. Ingat
orang yang etikanya (sopan santunnya) tinggi belum tentu bermoral tinggi.

Implikasi dalam pendidikan

Perlu dikembangkan pendidikan moral (pendidikan nilai, value education).

5. Tanggung jawab

Tanggung jawab dapat terhadap: diri sendiri (tuntutan hati nurani), sesamanya (tuntutan masyarakat,
norma sosial), dan Tuhan (tuntutan norma agama).tanggung jawab terkait dengan tindakan moral dan
suara hati, berdasar kodrat manusia titik tanggung jawab menjadi hilang bila tindakan yang dilakukan
bukan karena keputusan mural sesuai suara hatinya (dipaksakan).bertanggung jawab berarti sadar dan
rela menerima akibat dari tindakannya sesuai tuntutan hati nurani norma sosial, norma agama.

Implikasi pedagogic

Perlu pendidikan nilai sebagai pribadi dan anggota masyarakat.

6. Kebebasan/kemerdekaan

Kebebasan tidak terlepas dari tuntutan kodrat manusia (hati nurani, moral), artinya: bebas untuk
bertindak sejauh tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia (bebas dalam keterikatan).
Kebebasan yang tidak sesuai dengan tuntutan kodrat manusia sesungguhnya tidak bebas, karena terikat
oleh akibatnya yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, keterikatan yang sesuai dengan moral, suara
hati, dan kodrat manusia bukanlah suatu keterikatan.

Implikasi pedagogik

Perlunya pendidikan nilai untuk menginternalisasi (menyatu raga kan, pembatinan, nomasi) nilai-
nilai, aturan-aturan, ke dalam dirinya, hingga dirasakan sebagai miliknya.

7. Hak dan kewajiban

Tidak ada hak tanpa kewajiban. Kewajiban bukan beban melainkan keniscayaan, sebagai
manusia.mengingkari kewajiban berarti mengingkari kemanusiaannya. Memenuhi kewajiban
merupakan keluhuran, bermartabat sebagai manusia. Kewajiban bukan keterikatan melainkan
keniscayaan. Namun demikian, hak dan kewajiban dapat menjadi relatif, sesuai dengan kondisi dan
situasinya. Hak bersifat netral, tidak harus dituntut, bahkan juga yang terkait dengan hak asasi
sekalipun. Hak dan kewajiban harus dilaksanakan berdasarkan keadilan.

Implikasi pedagogik

a. Pendidikan bertugas mengembangkan rasa wajib hingga dihayati sebagai keniscayaan, yang
dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin.

b. Kedisiplinan dan rasa tanggung jawab hendaknya ditanamkan sejak anak usia dini melalui
pembinaan (habit forming).

Ada empat aspek disiplin, yaitu:(1). Disiplin rasional, yang pelanggarannya menimbulkan rasa
salah.(2). Disiplin sosial, yang pelanggarannya menimbulkan rasa malu (3). Disiplin afektif, yang
pelanggarannya menimbulkan rasa gelisah. (4). Disiplin agama, yang pelanggarannya menimbulkan
rasa berdosa (Selo Soemardjan)

8. Kemampuan menghayati kebahagiaan

Kebahagiaan dapat dirasakan, tetapi sulit di rasionalkan. Kebahagiaan merupakan integrasi dari
kesenangan, kegembiraan, kepuasan,pengalaman pahit dan penderitaan. Kebahagiaan mencakup dua
aspek, yaitu usaha dan takdir Tuhan, dan dapat ditingkatkan. Kebahagiaan terletak pada kesanggupan
menghayati pengalaman senang -tidak senang secara keheningan jiwa sebagai realita hidup, dan
penyerahan total (deposi, sujud) kepada sang pencipta.

Implikasi pedagogik

a. Pendidikan bertugas meningkatkan kemampuan berusaha dan menghayati hasil usaha dalam
kaitanya dengan takdir.

b. Perlunya pendidikan keagamaan sebagai wahana mencapai kebahagiaan, yang intinya ada
pada pendidikan keluarga (informal); bukan sekolah (formal).
C. Dimensi hakikat manusia

1. Beberapa aliran tentang dimensi hakikat manusia

Ada beberapa sudut pandang dalam melihat dimensi hakikat manusia. Masing-masing sudut
pandang menimbulkan aliran, yaitu: monisme, spiritualisme, materialisme, atomisme, dualisme,
pluralisme, dan evolusionisme. Berikut penjelasannya

Monisme (mono = satu isme = paham, aliran), ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu
berasal dari satu asas aja. Dalam kaitanya dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa pada
hakikatnya manusia berasal dari satu asas saja. Tentang asas yang satu ini menimbulkan beberapa
aliran, yaitu: spiritualisme, materialisme, dan atomisme

Spiritualisme (spirit = jiwa), berpendapat bahwa manusia berasal dari satu asas, yaitu jiwa.
Materialisme, (materi= benda), berpendapat bahwa hakikat manusia berasal dari satu asas yaitu materi
(kebendaan tubuh ) saja. Atomisme, (atom =bagian atau unsur dari materi), berpendapat bahwa hakikat
manusia adalah satu asas, yaitu atom.

Aliran monisme (spiritualisme, materialisme dan atomisme) tersebut tidak dapat diterima oleh
sementara ahli, maka timbul aliran-aliran lain, yaitu: dualisme, pluralisme, dan evolusionisme.
Dualisme,ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari dua asas, yang masing-
masing berdiri sendiri-sendiri. Dalam kaitanya dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa
manusia terdiri dari dua asas yang terpisah, tidak saling terikat, yaitu jiwa atau rohani dan raga atau
jasmani. Pendapat ini juga tidak memuaskan, maka terjadi koreksi yang menimbulkan aliran baru, ya
itu monodualisme (dwitunggal)

Aliran monodualisme, berpendapat bahwa hakikat manusia terdiri atas dua asas yang saling
berhubungan dan saling melengkapi (sinergis). Manusia adalah badan yang berjiwa (menjiwa, ha
nyukma raga) atau jiwa yang berbadan (membadan, hangraga Sukma); manusia adalah makhluk
individu yang sosial atau sosial yang individual; manusia adalah makhluk mandiri yang tunduk pada
kuasa Tuhan (mengakui sebagai ciptaan Tuhan) atau makhluk ciptaan Tuhan yang mandiri; manusia
adalah makhluk biologis (bernafsu) yang bermoral.

Pluralisme (plural=jamak, banyak, ganda), ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu
berasal dari banyak asas. Dalam kaitannya dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa
manusia terdiri dari banyak asas yang tidak saling berhubungan, misalnya kognitif (akal, rasio,
pikiran ), afektif (perasaan =emosi, sikap =konasi, keinginan, kehendak, motivasi), psikomotorik
(kecakapan, tindakan). Aliran ini pun mendapat tanggapan dan koreksi hingga timbul aliran baru, yaitu
monopluralisme (sarwatunggal)

Monopluralisme (sarwatunggal), berpendapat bahwa hakikat manusia terdiri dari banyak asas yang
saling terkait dan saling melengkapi. Manusia adalah makhluk yang berakal, berperasaan, dan
berkehendak sekaligus; manusia ialah makhluk cipta -rasa -karsa- karya.

Evolusionisme (evolusi = perubahan secara perlahan, sedikit demi sedikit, lambat laun; lawan dari
revolusi =perubahan cepat dan mendadak),ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu itu
adalah hasil suatu perubahan secara lambat laun. Dalam kaitanya dengan hakikat manusia, aliran ini
berpendapat bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari tingkat yang lebih rendah menjadi tingkat
yang makin lebih tinggi; dari binatang tanpa sel, menjadi binatang satu sel, banyak sel seperti: ikan,
amfibi, kera, dan akhirnya manusia. Dari kera ke manusia terdapat rantai yang terputus (missing link).
Yang termasuk kelompok missing link itu adalah: Meganthropus Palaeo Javanicus (Mega = besar
anthropus = manusia, palaeo=tua, Javanicus = manusia Jawa). Pithecanthropus Erectus (pithecos=
kera, anthropus=manusia, erectus=tegak; jadi: manusia kera yang berjalan tegak). Sinanthropus
Pekinensis (Sina=Cina, anthropus = manusia, pekin = Peking: manusia Cina dari Peking), Homo
Neandertalensis (manusia Neanderthal).
Dari paparan di atas dapat dibuat skema tentang dimensi hakekat manusia sebagai berikut

Akal
Rasa
Jiwa
Kehendak

Susunan Kodrat
Unsur Tumbuhan
Tubuh Unsur Binatang
Unsur Benda Mati
MANUSIA
Makhluk Hidup
Sifat Kodrat
Makhluk Sosial

Makhluk Madiri
Kebutuhan Kodrat
Makhluk Tuhan

Anda mungkin juga menyukai