TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar
bagian dari hidup manusia, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana
saja. Hamalik (2008: 154) mengatakan bahwa, “belajar dapat diartikan sebagai
suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari
secara sengaja maupun tidak sengaja dialami setiap orang. Sedangkan latihan
merupakan kejadian yang dengan sengaja dilakukan setiap orang secara berulang-
ulang. Hal ini sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Slameto (2010: 2) belajar
dapat didefinisikan “sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
dalam Mardianto (2014: 38) bahwa, “Learning is the procces by which behavior
(in the broader sense originated of changer through praciceor training), artinya
belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan)”. Mardianto (2014: 39) juga menjelaskan
bahwa, “yang dimaksud dengan belajar adalah suatu usaha, yang berarti perbuatan
14
Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology sebagaimana yang
perilaku sebagai hasil dari pengalaman). Menurut Cronbach belajar yang sebaik-
mempergunakan panca inderanya”. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu
dan berkembang karena belajar. Kegiatan yang disebut belajar dapat terjadi
secara lebih kompleks, yaitu “belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku
tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang
terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta
15
perubahan perilaku peserta didik secara integral, f) Lingkungan
agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, ilmu, dan teknologi serta
lingkungan alam sekitar yang mendukung terlaksananya proses
pembelajaran, g) Atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat,
partisipatif, demokratis dan situasional, dan h) Pembiayaan yang
memadai.
bahwa hal-hal yang dapat mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai
berikut:
a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih
luas, b) Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan
berkeinginan untuk selalu maju, c) Adanya keinginan untuk
mendapat simpati dari orang tua, guru dan teman-temannya, d)
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi,
dan e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila telah
menguasai pelajaran.
intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang meliputi faktor jasmaniah, faktor
psikologis, dan faktor kelelahan. Adapaun faktor ekstern yang meliputi faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat”. Djamarah (2008: 177) juga
mengatakan bahwa, “ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara
fasilitas, guru. Faktor fisiologis yaitu kondisi fisik seperti kurang gizi, mudah
lelah dan mengantuk, faktor psikologi seperti minat, kecerdasan, bakat, motivasi,
16
Dari beberapa paparan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku, baik dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap)
maupun psikomotor (keterampilan), dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak
mengerti menjadi mengerti, dari ragu menjadi yakin. Manusia dituntut untuk
belajar karena dalam diri manusia terdapat ciri perkembangan yaitu adanya
makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari
kegiatan belajar. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Susanto (2013: 5)
bahwa, “berdasarkan dari konsep belajar dapat dipahami tentang makna hasil
belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan
belajar”. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau suatu proses yang
17
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman”. Kemudian Hamalik (2011:
“hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang
yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap”. Trianto (2010: 77) “hasil belajar merupakan anak yang berhasil dalam
belajar berarti juga yang berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau
tujuan instruksional, dimana tujuan tersebut telah ditetapka nterlebih dahulu oleh
guru”.
sedang memberikan pelajaran di dalam kelas atau siswa membaca buku, tetapi
merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hasil belajar
penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, tetapi juga secara lisan dan
perubahan tingkah laku pada siswa tersebut. Hasil belajar mencakup perilaku
secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek kemampuan manusia saja, melainkan
semua aspek dimana setiap aspek memiliki kaitan yang erat sehingga tidak dapat
terpisahkan. Hal ini merujuk pada pemikiran Gagne hasil belajar berupa:
18
jasmani, 5) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut, (Suprijono, 2010: 5).
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap
tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.
Susanto (2013: 3) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah
terpenuhi dua indikator, yaitu “a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang
diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok, dan
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang
matematika. Susanto (2013: 184) bahwa “kata matematika berasal dari bahasa
latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,
sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang
19
kesemuanya berkaitan dengan penalaran”. Masih menurut Susanto (2013: 183)
terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau
dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan
bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Hasil belajar matematika merupakan tolak
ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui
belajar.
terhadap materi pelajaran matematika yang dapat dilihat dari nilai matematika dan
20
C. Model Pembelajaran Kooperatif
tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang
diharapkan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efesien. Pengertian model
materi yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran
yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar”. Sedangkan Sutikno
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut
21
memiliki tingkat kemampuan berbeda. Model pembelajaran kooperatif ini
merupakan suatu prosedur yang diterapkan oleh guru kepada siswa di kelas
untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan,
dan hadiah”. Sedangkan Shoimin (2014: 45) mengatakan bahwa bahwa “model
22
3. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok pun terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang
berbeda pula.
TABEL I
23
Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa
Fase 3 Menjelaskan kepada siswa Bergabung dengan teman
Mengorganisasikan bagaimana cara satu kelompok yang telah
siswa kedalam membentuk kelompok ditentukan oleh guru serta
kelompok belajar belajar dan membantu mengajukan pertanyaan
setiap kelompok agar sebelum melakukan
melakukan transisi secara kegiatan dalam kelompok
efisien
Fase 4 Membimbing kelompok Melakukan kegiatan dalam
Membimbing belajar pada saat kelompok yaitu berdiskusi
kelompok belajar dan mengerjakan tugas mereka mengenai permasalahan
bekerja yang diberikan dalam
lembar aktivitas siswa
untuk diselesaikan
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar Siswa mempresentasi
Evaluasi tentang materi yang telah kanhasil diskusi dengan
dipelajari/meminta diwakili oleh perwakilan
kelompok presentasi hasil kelompok masing-masing
kerja sedangkan kelompok lain
memberikan komentar.
Setelah itu siswa menjalani
kuis secara individu
Fase 6 Menghargai baik upaya Siswa menerima
Memberikan maupun hasil belajar penghargaan dari guru atau
penghargaan individu dan kelompok prestasi yang diterimanya
dalam kelompok
dianggap sulit dan memerlukan keaktifan siswa, kerjasama dan saling membantu
dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal ini memberikan dampak yang positif
24
Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekadar belajar dalam kelompok.
TABEL II
25
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kooperatif
meningkatkan kualitas kerja. memberlakukan prosedur untuk
menganalisis cara terbaik supaya
kelompoknya menjadi lebih baik,
menggunakan kemampuan sosial
secara tepat, dan memperbaiki
kualitas kerja kelompok mereka.
Pembentukan kelompok tidak Guru membentuk kelompok-
diperhatikan (tidak ada). kelompok yang heterogen.
Yang ada, berupa kelompok besar, Setiap kelompok teridi atas 4-5
yaitu kelas. anggota (kelompok kecil).
Guru akan mengobservasi dan
melakukan investasi, jika memang
diperlukan.
variasi. Salah satu variasi dari model pembelajaran cooperative learning adalah
tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two
Stay Two Stray) atau dua tinggal dua tamu dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1990), salah satu kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) ini yaitu mampu menciptakan dan menumbuhkan suasana
belajar kelompok peserta didik untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-
kelompok peserta didik yang lainnya. Tipe TSTS ini dapat digunakan pada semua
mata pelajaran dan pada semua tingkatan peserta didik. Menurut Huda (2011:
140) bahwa, “teknik pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan umur, karena ini merupakan pembelajaran
yang berkelompok sehingga dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam
belajar”.
26
Sedangkan menurut Sari (2018: 165-167) bahwa, “pembelajaran
model Two Stay Two Stray adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan suatu model
dengan anggota kelompok lainnya. Dalam model pembelajaran Two Stay Two
Stray siswa dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Shoimin
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang
secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan
oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini akan
27
Dalam pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang
bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk
menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang
menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi
kegiatan menyimak materi pada siswa, (Huda, 2014: 207).
karakteristik dari pembelajaran kooperatif tipe ini Two Stay Two Stray menurut
Istarani (2014: 105-106) adalah: “a) Satu kelompok terdiri dari empat orang, b)
Dua orang bertindak sebagai tamu pada kelompok lain, c) Dua orang lagi
adalah mencocokkan hasil kerja kelompok lain dengan yang dikerjakan oleh
kelompoknya sendiri”. Dalam penerapan pembelajaran TSTS ada tata cara yang
harus diikuti seperti yang dikatakan oleh Suprijono (2010: 93) bahwa:
Two Stay Two Stray (TSTS) menurut Hanafiah (2010: 56) adalah:
28
kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka
ke tamu mereka, d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok
mereka masing-masing dan melaporkan tamuan mereka dari
kelompok lain, dan e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil
kerja mereka.
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat dilihat dalam rincian tahapan berikut
ini:
Semua model pembelajaran yang diterapkan oleh guru adalah baik, salah
yang ada pada model tersebut. Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif
29
a) Mudah dipecah menjadi berpasangan, b) Lebih banyak tugas
yang dilakukan, c) Guru mudah memonitor, d) Dapat diterapkan
pada semua tingkatan, e)Kecenderungan belajar siswa lebih
bermakna, f) Lebih berorientasi pada keaktifan, g) Diharapkan
siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, h) Menambah
kekompakkan dan rasa percaya diri siswa, i) Kemampuan bicara
siswa dapat meningkat, j) Membantu meningkatkan minat dan
prestasi siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (dua tinggal dua tamu)
ini banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan tipe TSTS ini dapat menghindari rasa bosan yang
30