Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kajian Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Pendidikan adalah setiap usaha yang dilakukan untuk mengubah tingkah

laku sedemikian rupa sehingga menjadi tingkah laku yang diinginkan setiap anak

harus mengalami dan menjalani suatu proses perubahan yang cukup lama,

sebelum ia dapat terhadap sesuai dengan tata cara hidup umum.

Menurut Rusli,dkk (2004:4) mengatakan bahwa: “pendidikan jasmani

merupakan pendidikan yang mengaktualisasikan aktifitas manusia yang berbentuk

sikap, tindak dan karya untuk dibentuk, diisi dan diarahkan menuju kebutuhan

pribadi sesuai dengan cita-cita bangsa.

Sharman dalam Nadisah (1992:15) mengemukan bahwa:” pendidikan

jasmani adalah bagian dari pendidikan (secara umum) yang berlangsung melalui

aktifitas yang melibatkan mekanisme gerak tubuh menusia dan menghasilkan

pola-pola prilaku pada individu yang bersangkutan”.Dengan demikian apat

diambil kesimpulan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses interaksi antara

peserta didik dan lingkungan yang dikelola melalui aktifitas secara sistematik

menuju pertumbuhan fisik anak yang baik, perkembangan mental, emosi dan

sosial yang serasi, selaras dan seimbang.

Menurut Sunarno (2005:1-2) pembelajaran pendidikan jasmani adalah: “

sebagai suatu proses sudah barang tentu harus mengembangkan dan menjawab
beberapa persoalan yang mendasar sebagai proses interaksi eduktif yang meliputi:

1. Kemana proses tersebut akan diarahkan. 2. Apa yang harus dibahas dalam

proses tersebut. 3. Bagaimana cara melakukannya. 4. Bagaimana cara mengetahui

berhasil tidaknya proses tersebut. 5. Dalam keadaan bagaimana. 6. Siapa yang

menyelenggarakan/ menyampaikan. 7. Kepada siapa disampaikan/ ditunjukkan.

Proses pembelajaran hanya dapat berlangsung dengan baik apabila terjadi

interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Proses kedua belah pihak

yang pada dasarnya dikatakan pengajaran, yakni suatu proses dimana aksi dan

guru mendapat respon yang tepat dari siswa. Proses pengajaran merupakan guru

dan siswa itu tidak dapat diharapkan terjadi dengan sendirinya, namun

diperhatikan suasana yang kondusif untuk berlangsung pembelajaran bagi pihak

siswa. Suasana yang kondusif itu harus direncanakan terlebih dahulu dengan

sebaik-baiknya agar pengajaran dapat berlangsung sesuai dengan yang

diharapkan.

Husdarta dan Saputra (2000:4) mengemukakan bahwa tugas utama guru

adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar terjadi

dikelas, dilapangan ciri utamanya terjadi proses belajar adalah siswa dapat secara

aktif ikut terlibat di dalam proses pembelajaran. Para guru harus selalu berupaya

agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan. Walau demikian guru tetap

berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran.

Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam

menyampaikan tugas ajar, agar tujuan pengajaran dapat tercapai. Hal yang

terpenting dan yang harus di perhatikan dalam mengajar yaitu, guru harus
menerapkan metode mengajar yang tepat dan mampu membelajarkan siswa

menjadi aktif melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru. Pendidikan jasmani

pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas fisik

untuk melakukan perubahan holistic dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik,

mental, serta emosional.

Pada kenyataannya pendidikan jasmani adalah suatu kajian yang sunggu

luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi

penjas merupakan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan

lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh fisik dengan fikiran dan jiwa.

Pendidikan jasmani dapat diartikan dengan berbagai ungkapan dan

kalimat, yang jika disimpulkan bermakna jelas bahwa pendidikan jasmani

memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan keutuhan manusia. Dalam kaitan

ini diartikan bahwa melalui fisik,aspek mental dan emosional pun turut

terkembangkan, bahkan dengan penekanannya benar-benar pada perkembangan

moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara

tidak langsung

2. Hakikat Hasil Belajar

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman

latihan di dalam diri siswa itu sendiri. Winkel (1991 : 36) menyatakan, ”belajar

adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,


pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, perubahan ini bersifat konstan dan

berbekas”.

Belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan

berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. (Sudjana,

2004 : 37).menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu

berlangsung melalui kegiatan belajar

Belajar dimaknai sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat

adanya interaksi antara individu dengan lingkunganya. Tingkah laku itu

mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Seperti yang ditegaskan

oleh Moh.Surya yang dikutip dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

2008/01/31/hakikat-belajar/ mengatakan bahwa “Belajar dapat diartikan sebagai

suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku

baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam

berinteraksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya menurut Slameto ( 2010 : 2) ”

Belajar itu adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Slameto (2010 : 62) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar siswa untuk berhasil ada dua yaitu :


a. Faktor intern yang berasal dari dalam diri siswa itu
sendiri, meliputi :
- Faktor jasmaniah, yaitu keadaan kesehantan, keadaan fisik
- Faktor psikologis, yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motivasi, kematangan dan kesiapan.
b. Faktor eksternal yang berasal dari luar siswa, meliputi :
- Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, hubungan
antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi,pengertian
orang tua dan latar belakang kebudayaan.
- Faktor sekolah seperti metode mengajar,relasi guru dengan
siswa,kurikulum, relasi antar siswa, disiplin, alat
pengajaran dan keadaan gedung.
- Faktor masyarakat seperti keadaan siswa dalam masyarakat
massmedia,teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.

Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi

kapabilitas yang baru, dan proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil

belajar, dimana hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan

kognitif, keterampilan afektif, dan psikomotor.

Oleh sebab itu seseorang dikatakan belajar bila diasumsikan didalam diri

orang tersebut telah terjadi suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah

laku. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang terjadi melalui latihan

dengan pengalaman. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku

merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku merupakan hasil

belajar.

Dalam belajar ini akan terjadi suatu proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang disebut

pembelajaran. Menurut Winkel “Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang

dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan

kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian

intern yang berlangsung dialami siswa”.  Dengan kata lain pembelajaran adalah

suatu proses atau tata cara pelaksanaan mengajar yang dilaksanakan dan

dilakukan oleh guru dalam memberikan pelajaran atau ilmu pengetahuan kepada
siswa untuk suatu tujuan yang lebih baik dalam proses pemberian ilmu

pengetahuan itu sendiri.

Dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran pendidikan jasmani

disekolah ada dua jenis kegiatan belajar mengajar yang diberikan oleh guru

kepada siswa. Dimana guru pada saat mengajar pertama sekali memberikan teori

tentang topik pembelajaran kemudian praktek dilapangan. Faktor pendukung yang

harus diperhatikan agar proses pembelajaran pendidikan jasmani berjalan dengan

baik diantaranya adalah faktor tenaga pengajar, metode pembelajaran, media atau

alat belajar, sarana dan prasarana disekolah.

Materi pokok pendidikan jasmani dituangkan lewat kurikulum karena

pendidikan jasmani merupakan bidang studi yang diajarkan disekolah. Salah satu

mata pelajarannya adalah atletik nomor tolak peluru, dimana juga diberikan

perlakuan berupa teori dan praktek.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui

kegiatan belajar. Seperti yang diungkapkan Dimyati dan Mujiono (2006:200)

bahwa : ”Hasil belajar merupakan penentuan nilai belajar siswa melalui kegiatan

penilaian dan pengukuran dari proses belajar”. Dengan adanya hasil belajar, guru

dapat melihat dan mengetahui tingkat kemajuan yang dicapai siswa setelah

melakukan aktifitas belajar, seperti yang diungkapkan Dimyati dan Mudjiono

(2006:200): ” Tujuan utama dari hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan

pembelajaran”.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses

pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi

kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan

belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat

menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk

keseluruhan kelas maupun individu.

Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a).

Keterampilan dan kebiasaan (b). Pengetahuan dan pengertian (c). Sikap dan cita-

cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada

kurikulum sekolah, (Sudjana, 1989 : 22).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu :

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada

faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi

kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian,

pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan

belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.

Adapun faktor yang mempengaruhi adalah sarana dan prasarana belajar,

lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, dan lain sebagainya.


Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses

belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang

diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai

siswa (Sudjana, 2004 : 28).

Bagi siswa itu sendiri hasil belajar dapat memotivasi siswa untuk mau

belajar lebih giat lagi, karena fungsi hasil belajar bukan saja untuk mengetahui

sejauh mana kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktifitas, tapi yang

penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar

secara individu maupun kelompok. Siswa yang mengetahui hasil belajarnya

rendah akan terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Sementara siswa yang

mengetahui hasil belajarnya sudah mengalami kemajuan, maka ia akan berusaha

mempertahankannya atau bahkan meningkatkan intensitas belajarnya guna

mendapat prestasi belajar yang baik dikemudian hari. Dengan demikian prestasi

belajar merupakan suatu kebutuhan yang memunculkan motivasi untuk belajar.

3. Hakikat Atletik

Dalam dunia olah raga, dikenal banyak sekali cabang olahraga, antara

lain adalah atletik, permainan, senam, dan beladiri. Dari keempat cabang olahraga

tersebut, atletik mempunyai peranan penting karena gerakan-gerakannya

merupakan gerakan dasar bagi cabang olah raga lainnya.

Atletik merupakan aktivitas jasmani yang terdiri atas gerakan-gerakan

dasar yang dinamis dan harmonis, yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar (Eddy

Purnomo dan Dapan 2011: 1). Menurut Adrian R Nugraha (2010: 16), atletik
adalah gabungan dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat

dikelompokan menjadi lari, lempar, dan lompat. Istilah atletik berasal dari kata

athlon dan athlum, bahasa Yunani. Kedua kata tersebut mengandung makna:

pertandingan, perlombaan, pergulatan, atau perjuangan. Orang yang melakukan

kegiatan atletik dinamakan Athleta, atau dalam bahasa Indonesia tersebut atlit.

Dalam pembelajaran pasti terdapat sesuatu yang akan dicapai. Hal

ini juga terjadi dalam pembelajaran atletik. Menurut M. Djumidar (2004 : VIII)

tujuan dari diselenggarakannya pembelajaran atletik di suatu sekolah ditujukan

dalam beberapa hal yang lebih khusus yaitu :

1. Membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

2. Mengembangkan kesehatan, kesegaran jasmani, dan memiliki

ketrampilan teknik cabang olahraga atletik.

3. Memahami akan pentingnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan mental.

4. Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yaitu atletik.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

atletik di sekolah mempunyai banyak tujuan yaitu untuk membuat siswa aktif,

menguasai materi yang di sampaikan, dan menghayati nilai-nilai kepribadian yang

terkandung dalam materi tersebut.

Nomor-nomor yang di lombakan dalam cabang olah raga atletik adalah

sebagai berikut ;

1. Nomor lari

a. Lari jarak pendek(sprint) ; 60 meter ,80 meter ,100 meter, 200 meter dan

400 meter.
b. Lari jarak menengah (midle distance ); 800 meter dan 1500 meter.

c. Lari jarak jauh(long distance); 300 meter , 500 meter dan 10.00 meter. D

d. Lari marathon ; 42.195 meter.

e. Lari khusus ; lari gawang 100 meter,110 meter,400 meter dan lari halang

rintang 3.000 meter.

f. Lari estafet ; 4X100 meter dan 4X400 meter. 2. Nomor jalan ; 5 Km , 10

Km, 20 Km, dan 50 Km.

2. Nomor lempar, lempar lembing, lempar cakram ,tolak peluru dan lontar

martil.

3. Nomor lompat,lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit dan lompat

ttinggi galah.

4. Hakikat Tolak Peluru

Tolak Peluru adalah salah satu nomor yang terdapat dalam nomor lempar

pada cabang olahraga atletik. Sesuai dengan namanya, maka peluru tidak dilempar

tetapi ditolak atau didorong dari bahu dengan satu tangan, suatu bentuk gerakan

menolak atau mendorong suatu alat bundar (peluru) dengan berat tertentu yang

terbuat dari logam, yang dilakukan dari bahu dengan satu tangan untuk mencapai

jarak sejauh-jauhnya.” (Gilang, 2007 : 183).

Dalam pelaksanaan tolak peluru Syarifuddin ( 1992 : 144) mengatakan

bahwa : ” Peluru ditolak, menyamping arah atau membelakangi. Kaki kiri di

depan atau berat badan berada di kaki belakang atau kaki kanan, untuk itu lurus
dengan bantuan dari kekuatan seluruh tubuh, peluru itu ditolak bukan

dilemparkan”.

Tolak peluru tersebut mempergunakan lapangan berbentuk lingkaran

dengan diameter 2,135 meter dilengkapi dengan balok penahan tolakan dengan

panjang 1,22 meter dan sektor lemparan membentuk sudut 34,92 0. Peluru yang

digunakan terbuat dari besi, tembaga atau kuningan berbentuk bulat. Berat masing

– masing untuk putra senior 7,25 Kg dan putri 4 Kg. Sedangkan tingkat pelajar

( junior) peluru yang digunakan untuk putra 5 Kg dan putri 3 Kg, Syarifuddin

( 1992 : 145)

Gambar 1.1 Lapangan Tolak Peluru

a. Lapangan tolak peluru berbentuk lingkaran dengan garis tengah

2,135 m. Atlet tolak peluru hanya boleh mengambil awalan didalam


lingkaran tersebut. Atlet tolak peluru tidak boleh mnyentuh garis

lingkaran.

b. Sektor tolakan

Sudut sektor lemparan sebesar 34,92 . Peluru yang ditolakan harus

jatuh didalam garis sektor lemparan.

c. Balok tolakan

Di busur bagian depan terdapat balok tolakan dengan panjang 1,20 -

1,22 m. kegunaannya untuk menahan kaki si penolak.

d. Disamping kiri dan kanan lingkaran ada garis sepanjang 0,75 m untuk

tanda separuh lapangan. Setiap pelempar yang telah melakukan

tolakan harus meninggalkan linkaran melalui separuh bagian belakang.

Dengan demikian bahwa tolak peluru adalah usaha untuk menolak atau

mendorong sejauh-jauhnya dengan teknik yang benar dan baik. Untuk

memperoleh hasil tolakan yang jauh diperlukan komponen fisik yang mendukung

dalam pelaksanaan tolak peluru. Dengan demikian diharapkan akan menghasilkan

jarak tolakan yang maksimal. Disamping memerlukan komponen fisik yang baik,

unsur teknik juga memegang peranan yang penting. Seperti yang dikemukakan

oleh Syarifuddin (1992 : 148) bahwa : ”Nomor Tolak peluru merupakan nomor

teknik, maka teknik untuk tolak peluru yang benar perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut : Cara memegang peluru, Sikap badan waktu menolak peluru ,

Cara menolak peluru, Sikap badan setelah menolak peluru.


 Cara Memegang Peluru

Peluru dipegang dengan jari-jari tangan dan telapak tangan pada telapak

tangan bagian atas. Cara memegang peluru sebagai berikut :

a. Peluru diletakkan pada telapak tangan bagian atas atau pada ujung

telapak tangan yang dekat dengan jari-jari tangan

b. Jari-jari tangan

c. Direnggangkan atau dibuka ( jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk

dipergunakan untuk menahan dan memegang peluru bagian belakang

d. Jari kelingking dan ibu jari dipergunakan untuk memegang atau

menahan peluru peluru bagian samping atau menahan peluru bagian

samping agar tidak tergelincir kedalam atau keluar

e. Setelah peluru tersebut dapat dipegang dengan baik, kemudian

letakkan pada bahu dan menempel dileher, dan pada waktu memegang

peluru usahakan agar keadaan tangan dan bahu dalam keadaan rileks.

Gambar 1.2 Cara Memegang Peluru

Sumber : (Gilang, 2007 : 184)

 Sikap Badan Saat Akan Menolak

Sikap badan saat akan menolak peluru sebagai berikut :


a. Berdiri tegak menyamping ke arah tolakan, kedua kaki dibuka selebar

bahu

b. Kaki kiri lurus ke depan, kaki kanan dengan lutut dibengkokkan ke

depan sedikit agak serong ke samping kanan

c. Berat badan berada pada kaki kanan, badan condong kesamping

kanan. Tangan kanan memegang peluru pada bahu, tangan kiri dengan

sikut dibengkokkan berada di depan sedikit agak serong keatas.

d. Tangan kiri berfungsi untuk membantu dan menjaga keseimbangan

pandangan tertuju kearah tolakan

Gambar 1.3 Sikap Badan Saat Akan Menolak

Sumber : (Gilang, 2007 : 184)

 Cara Menolak Peluru

a. Bersamaan dengan memutar badan ke arah tolakan, siku ditarik

serong ke atas ke belakang (kea rah samping kiri), pinggul dan


pinggang serta perut didorong kedepan agak ke atas hingga dada

terbuka menghadap kedepan serong ke atas ke arah tolakan. Dagu

diangkat atau agak ditengadahkan, pandangan tertuju ke arah tolakan.

b. Saat badan (dada) menghadap ke arah tolakan, secepatnya peluru

tersebut ditolakkan sekuat-kuatnya ke atas ke depan ke arah tolakan

bersamaan dengan bantuan menolak kaki kanan dan melonjakkan

seluruh badan ke atas serong ke depan.

Gambar 1.4 Sikap Badan Saat Akan Menolak Peluru Gaya Menyamping

Sumber : (Gilang, 2007 : 185)

 Sikap Badan Setelah Menolak Peluru

Sikap badan setelah menolakkan peluru, yaitu suatu bentuk gerakan setelah

peluru ditolakkan lepas dari tangan dengan maksud untuk menjaga

keseimbangan badan agar badan tidak terjatuh ke depan atau ke luar dari

lapangan tempat untuk menolak. Cara melakukan gerakan dan sikap badan

setelah menolak sebagai berikut :


a. Setelah peluru yang ditolakkan atau didorong tersebut lepas dari

tangan, secepatnya kaki yang dipergunakan untuk menolak itu

diturunkan atau mendarat (kaki kanan) kira-kira menempati tempat

tempat bekas kaki kiri (kaki depan) dengan lutut agak dibengkokkan

b. Kaki kiri (kaki depan) diangkat ke belakang lurus dan lemas untuk

membantu menjaga keseimbangan.

c. Badan condong ke depan, dagu diangkat badan agak miring ke

samping kiri, pandangan ke arah jatuhnya peluru

d. Tangan kanan dengan sikut agak dibengkokkan berada di depan

sedikit agak di bawah badan, tangan atau lengan kiri

Gambar 1.5 Sikap Badan Setelah Menolak Peluru

Sumber : (Gilang, 2007 : 185)

5. Hakikat Gaya Mengajar

Tugas guru pada dasarnya adalah mengajar dan mendidik. Guru berusaha

untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dan keterampilan melalui


penyediaan seperangkat tugas-tugas sebagai pengalaman pada peserta didiknya.

Dalam pencapaian tujuan proses belajar mengajar tidak terlepas dari gaya atau

gaya mengajar guru dalam menyapaikan materi pelajaran.

Penyelenggaraan belajar mengajar pada dasarnya merupakan pengambilan

keputusan atau pilihan. keputusan yag dibuat oleh guru disebut prilaku mengajar,

sedangkan keputusan yang dibuat oleh siswa disebut prilaku belajar. proses

belajar mengajar adalah intraksi antara prilaku guru dan prilaku siswa.

Muska Mustton (2000 : 1) Mendefenisikan bahwa “Mengajar adalah

kemampuan untuk mengetahui dan menggunakan hubungan–hubungan yang

mungkin dengan guru dalam seluruh domain”. Mengajar juga berarti kemampuan

berprilaku, dalam cara yang tepat, menggunakan cara mengajar yang tepat dalam

mencapai tujuan. kemampuan terampil adalah kemampuan terampil untuk

mengalihkan atau mengganti secara tepat dari suatu gaya mengajar kegaya

mengajar lain, karena tujuan-tujuannya berubah dari satu episode mengajar ke

episode yang lain.

Husdarta dan Saputra (2000:21) ) mengemukakan bahwa “ keberhasilan

dalam menggunakan gaya mengajar yang dilakukan guru akan selalu bergantung

pada gaya siswa belajar”. Gaya belajar mengajar merupakan dua hal yang perlu

dilakukan dalam melangsungkan proses pembelajaran. Gaya mengajar merupakan

interaksi yang dilakukan guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar agar

materi yang disajikan dapat diserap oleh siswa.


Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya mengajar

adalah suatu pedoman khusus untuk struktur episode belajar yang merupakan

rangkaian yang berkesinambungan antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan.

Menurut Muska Mustton (2000:2) “Anatomi gaya mengajar terdiri dari

katagori-katagori keputusan yang mungkin yang harus dibuat dalam transaksi

belajar mengajar”. Katagori ini dikelompokkan kedalam tiga tahap, yaitu :

1. Pra pertemuan ( pre impect set)

Keputusan –keputusan yang harus dibuat sebelum trasaksi belajar mengajar


berlangsung.

2. Selama pertemuan (impact set)

Keputusan –keputusan yag berhubungan dengan inti transaksi belajar mengajar.

3. Pasca pertemuan ( post impact set)

Mengidentifikasi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan evaluasi


transaksi belajar mengajar.
TABEL 1. Spektrum Gaya Mengajar

A B C D E F G H I J K

Pra
G G G G G G G G G S S
pertemuan

S G S S S
Pertemuan G S PL S S S
S G G G

Pasca G S S
G G PN S S S S S
pertemuan S G G

Keterangan :
G = Guru
S = siswa
PL = siswa sebagai pelaku
PN = siswa sebagai pengamat A = Gaya Komando
B = Gaya latihan
C = Gaya Resiprokal
D = Gaya Periksa diri
E = Gaya Inklusi
F = Gaya Discaveri Terbimbing
G = Gaya discaveri Konvergen
H = Gaya produksi Divergen
I = Gaya Program Individu Rencana Siswa
J = Gaya Inisiatif Siswa
K = Gaya Mengajar Sendi
Dougherty dan Bonnano ( 1983 : 32-34) mengemukakan pandangannya
terhadap gaya-gaya mengajar yang disusun oleh Muston :
1. Tidak ada gaya mengajar yang paling baik untuk selamanya, setiap gaya
mengajar memiliki kelebihan dan kekuarangan.
2. Ada priode yang menyebabkan berhenti yang harus diamati , jika gaya
mengajar beralih kearah yang lebih menekankan kepada siswa pada akhir
rangkaian kesatuan gaya mengajar.
3. Jika pelajaran ternyata tidak berhasil, maka dengan berhati-hatimenilai semua
variabel atau faktor didalam situasi mengajar sebelum menyalahkan gaya
mengajar itu sendiri.
4. Jangan takut mengkombinasi gaya-gaya mengajar.
5. Jangan terpaku pada satu gaya mengajar.
6. Ingat bahwa gaya mengajar itu hanya baik jika pelakunya baik atau dilakukan
dengan baik.

6. Hakikat Gaya Mengajar Inklusi

Gaya inklusi/cakupan pada prinsipnya adalah memberikan bentuk tugas

yang sama dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Gaya mengajar inklusi

merupakan gaya kelima dari spektrum gaya mengajar dari Mosston (2000:1),

dimana gaya mengajar inklusi ini memperkenalkan berbagai tingkat tugas. Siswa

diberi tugas yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki,

dalam gaya ini siswa didorong untuk menentukan tingkat penampilannya dan

memberikan kesempatan untuk menganalisis dan sintesis tugas.

Pendekatan gaya mengajar inklusi menekankan pada pemberian kebebasan

yang lebih luas pada siswa. Kebebasan ini berupa penilaian terhadap kemajuan

belajarnya oleh dirinya sendiri. Kemudian atas dasar penilaian itu siswa membuat

keputusan sendiri untuk melanjutkan atau mengulang gerakan atau pokok bahasan
yang lebih lanjut. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa keputusan yang harus

dibuat oleh siswa itu berkenaan dengan pelaksanaan tugas gerak atau pokok

bahasan, penilaian hasil belajar oleh dirinya sendiri, dan laju proses belajar itu

sendiri.

Penilaian diri (self-evaluation) dipandang sebagai motivasi sebagai faktor

internal yang menimbulkan prilaku seseorang, selanjutnya Sardiman (2007 : 75)

menyatakan bahwa motivasi merupakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat dicapai. Dalam

kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan motivasi adalah sebagai dorongan

yang timbul dalam diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan

suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian proses belajar siswa ini

tidak semata-mata dirangsang dari luar dirinya tetapi ada juga dorongan dari

dalam batin dirinya sendiri. Siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan

kecepatan dan kemampuan irama belajarnya.

Gaya mengajar inklusi bertujuan untuk melibatkan semua siswa,

menyesuaikan terhadap perbedaan individu, memberi kesempatan untuk memulai

tugas pada tingkat kemampuan sendiri, memberi kesempatan untuk menilai tugas

dengan tugas-tugas yang lebih ringan dan dilanjutkan ke tingkat tugas yang lebih

sulit (berjenjang) sesuai dengan tingkat kemampuan tiap siswa, belajar melihat

hubungan antara kemampuan merasa dan tugas apa yang dapat dilakukan oleh
siswa, individualisasi dimungkinkan karena memilih diantara alternatif tingkat

tugas yang telah disediakan.

Pada gaya mengajar inklusi guru berperan sebagai pembuat keputusan-

keputusan sebelum pertemuan, merencanakan seperangkat tugas-tugas dalam

berbagai tingkat kesulitan yang sesuai dengan perbedaan individu serta

memungkinkan siswa untuk berpindah dari tugas yang mudah ketugas yang sukar.

Dengan demikian siswa diharapkan mengambil keputusan, dimana keputusan itu

didasarkan pada tugas-tugas yang telah disediakan guru, kemudian melakukan

penafsiran sendiri dan memilih tugas awalnya, serta melakukannya. Selanjutnya

siswa menentukan untuk mengulang tugas-tugas, apabila pelaksanaannya belum

mantap/ sesuai dengan kriteria. Kemudian dilanjutkan memilih tugas yang lebih

sulit atau yang lebih mudah berdasarkan berhasil atau tidaknya tugas awal.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari gaya mengajar inklusi antara

lain : membina kemandirian dan mengembangkan kemampuan membuat

keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri. Memberikan kesempatan belajar

berdasarkan tempo dan irama belajar atau ketepatan belajar dirinya sendiri. Dan

mengundang pembinaan motivasi diri siswa (Supandi, 1992 : 27).

Pada dasarnya keberhasilan suatu pengajaran mencapai hasil bukan

semata-mata ditentukan oleh isi atau materi yang akan disampaikan, akan tetapi

juga tergantung pada memilih gaya mengajar sebagai faktor eksternal yang akan

diterapkan. Sehubungan dengan itu maka seorang guru harus siap dengan

beberapa alternatif gaya mengajar apa yang akan diterapkan pada saat tertentu.

Untuk memilih gaya tergantung pada kepekaan guru dalam memberikan bahan
dan tugas pengajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang diajari.

Seperti yang dikemukakan oleh Devies (1991:52) pengajaran yang baik adalah

pengajaran yang memperhatikan kepentingan pribadi/ individu siswa.

Kelebihan-kelebihan dari gaya mengajar inklusi sebagai berikut :


1. Siswa lebih aktif dalam mengembangkan aspirasi atau ide-ide yang akan
dikembangkan sesuai dengan kemampuan
2. Siswa lebih mandiri menilai kemampuan mereka sendiri, apakah siswa
sudah dapat melaksanakan dengan hasil yang maksimal atau tidak.
Sedangkan kekurangan-kekurangan dari gaya mengajar inklusi adalah :
1. Yang banyak berperan dalam hal ini adalah siswa, peranan guru dalam hal
ini bisa dikatakan lepas dari tanggung jawab
2. Penggunaan waktu yang tersedia relatif kurang untuk tingkat penguasaan
materi yang disajikan karena siswa lebih banyak bermain dari belajar.

Brotosuroyo (1993 : 278) “Gaya mengajar inklusi merupakan gaya

mengajar cakupan dengan memperkenalkan berbagai tingkat tugas”. Maka gaya

mengajar inklusi dapat dicontohkan pada posisi menolak peluru, pada saat

menolak sikap badan pada waktu menolak dan sesudah menolak lengan dan kaki

harus sesuai dengan ketentuan yang ada. Setiap siswa melakukan tolakan peluru

kedepan dan bukan dilempar. Jika setiap siswa telah melakukan yang sesuai

dengan gerakan dasar dalam tolak peluru maka siswa dapat dikatakan berhasil

melakukannya. Akan tetapi keberhasilan itu tidak diperoleh semua siswa dengan

tingkat kesulitan yang sama, sebagian siswa dapat melakukannya dengan mudah,

sedangkan sebagian lagi harus mengerahkan kemampuannya untuk dapat

melakukan tolakan tersebut. Jika jauhnya tolakan juga diukur, maka kesulitannya

dalam tugas akan meningkat dan akhirnya akan menyebabkan semakin sedikit

jumlah siswa yang akan berhasil dalam penampilannya. Hal ini berarti kita telah

memberikan suatu standart tunggal bagi semua siswa, dan banyak siswa yang

akan dikeluarkan dengan menaikkan tingkat kesulitan dari tugas tersebut. Jika
dibuat kelompok yang berbeda dalam melakukan tolak peluru, dan siswa memilih

kelompok yang bisa dilakukannya. Hal ini akan memungkinkan seluruh siswa

untuk menyesuaikan tingkat kemampuannya dengan kemampuan yang

dimilikinya.

Brotosuroyo (1993 : 278), ada beberapa hal yang diperlukan dalam gaya

mengajar inklusi yaitu :

1. Anatomi Gaya Inklusi :


a. Peranan Guru
1. Membuat keputusan-keputusan pra-pertemuan
2. Merencanakan seperangkat tugas-tugas dalam berbagai tingkat
kesulitan, yang disesuaikan dengan perbedaan individu dan
memungkinkan siswa untuk beranjak dari tugas yang mudah ke tugas
lebih sulit.
b. Keputusan-keputusan siswa
1. Memilih tugas yang tersedia
2. Melakukan penafsiran sendiri dan memilih tugas awalnya.
3. Siswa mencoba tugasnya.
4. Siswa menentukan untuk mengulang, memilih tugas yang lebih sulit
atau lebih mudah, berdasarkan berhasil atau tidaknya dari tugas awal.
5. Mencoba tugas berikutnya.
6. Siswa menilai/ menafsir hasil-hasilnya.
7. Proses dilanjutkan.
2. Sasaran gaya Inklusi :
a. Melibatkan semua siswa
b. Penyesuaian terhadap individu.
c. Memberi kesempatan untuk memulai sesuai dengan kemampuan sendiri.
d. Memberi kesempatan untuk mulai bekerja dengan tugas yang ringan ke
tugas yang berat, sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
e. Belajar melihat hubungan antara kemampuan untuk merasakan dan tugas
apa yang dapat dilakukan oleh siswa.
f. Individualisasi dimungkinkan karena memilih di antara alternative tingkat
tugas yang telah disediakan
3. Pelaksanaan gaya Inklusi :
a. Menjelaskan gaya ini kepada siswa.
b. Siswa disuruh memulai dan melakukan.
c. Memberikan umpan balik kepada siswa tentang peranan siswa dalam
pengambilan keputusan, dan bukan penampilan tugas.
4. Keuntungan gaya mengajar Inklusi:
a. Salah satu keuntungan yang sangat penting dari gaya ini adalah
memperhatikan kemungkinan untuk lebih maju dan lebih berhasil.
b. Memungkinkan siswa untuk melihat ketidaksamaan antara aspirasi atau
pengetahuan mereka dengan kenyataan. Mereka akan belajar untuk
mengurangi kesenjangan antara kedua hal ini.
c. Fokus perhatian ditujukan kepada individu dan apa yang dapat
dilakukannya dari pada membandingkannya dengan yang lain.
d. Siswa mengembangkan konsep mereka sendiri, yang berkaitan dengan
penampilan fisik.

Dalam memilih dan merancangkan pokok bahasan pada gaya mengajar

Inklusi harus memperhatikan konsep tentang tingkat kesulitan. Tugas-tugas yang

dipilih harus dimulai dari yang sederhana menuju tugas-tugas yang lebih

kompleks, dengan setiap tugas mempunyai tingkat kesulitan yang ditambahkan.

Ini bertujan agar siswa lebih mengetahui sampai manakah tingkat kemampuan

siswa dalam melakukan tolak peluru gaya menyamping dengan tugas yang telah

diberikan guru kepada siswa, yaitu dengan memilih tingkat kesulitan tugas yang

disediakan, kemudian guru harus dapat mengevakuasi siswa dalam melakukan

gerakan tolak peluru gaya menyamping yang telah disediakan pada lembar tugas.

7. Hakikat Media Modifikasi

Pada hakikatnya modifikasi media pembelajaran tidak terlepas dari pada

pengertian dari pada pendekatan dan pengertian modifikasi itu secara umum.

Menurut Sagala, Syaiful (2008: 68) menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran

merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan peserta didik dalam mencapai

tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Selanjutnya dalam

http://pojokpenjas.blogspot.com dijelaskan bahwa modifikasi merupakan salah

satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat

mencerminkan Developentally Appropriate Practice. Artinya bahwa tugas ajar


yang disampaikan harus memerhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak,

dan dapat membantu mendorong kearah perubahan tersebut. Sejalan dengan itu

Rusli Lutan (Dalam Ramlah Adam 2008: 23) mengartikan bahwa : “Modifikasi

sebagai perubahan dari keadaan lama semula, menjadi keadaan baru, perubahan

tersebut dapat berubah bentuk, fungsi, cara penggunaan, dan manfaat, tanpa

sepenuhnya menghilangkan karakteristik semula”.

Dari pernyataan tersebut di atas jelas bagi kita bahwa yang dimaksud

dengan pendekatan modifikasi adalah suatu cara yang digunakan oleh guru dalam

melaksanakan pembelajaran dengan merubah sesuatu menjadi hal lain yang mirip

dengan aslinya tanpa menghilangkan sifat dan fungsi serta penggunaannya dengan

maksud menyesuaikan dengan perubahan atau kondisi anak dalam mencapai

tujuan yang diinginkan.

Tidak bisa dipungkiri dalam proses pembelajaran metode belajar juga turut

menentukan. Dalam prakteknya metode pembelajaran dapat dikatakan sebagai

suatu cara yang spesifik untuk menyungguhkan tugas-tugas belajar secara

sistematis yang terdiri dari seperangkat tindakan guru, penyediaan kondisi belajar

yang efektif serta bimbingan yang difokuskan pada penguasaan isi dari

pengalaman belajar yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Metode dan tehnik pembelajaran memegang peranan penting dalam

penyusunan strategi dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Modifikasi

merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses

pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis

sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara menuntunkannya dalam


bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar peserta didik

dalam belajarnya.

Selanjutnya menurut Aussie (dalam Samsudin 2008 : 62) komponen-

komponen yang dapat di modifikasi meliputi (1) Ukuran, berat, atau bentuk

peralatan yang digunakan; (2) lapangan permainan; (3) waktu bermain atau

lamanya permainan; (4) peraturan permainan; dan (5) jumlah pemain.

Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, modifikasi alat pembelajaran olahraga

bukan untuk mengubah isi kurikulum yang telah ditetapkan, akan tetapi dengan

pendekatan modifikasi alat dapat menyesuaikan materi dengan kamampuan

peserta didik, yakni materi yang ada di dalam kurikulum dapat disajikan secara

sistimatis, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pendidikan jasmani dapat

dilakukan secara intensif (Moeslim, 1997: 66).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa modifikasi pembelajaran

sangat penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran atletik khususnya

pada nomor tolak peluru, peserta didik akan lebih mudah, rileks dan aman

melakukan gerakan tolak peluru dengan jalan mengganti peluru dengan alat lain

seperti bola, sehingga aktivitas fisik dalam tuntutan rangkaian gerakan tolak

peluru yang sebenarnya dapat dikuasai dengan sepenuhnya. Tugas gerak untuk

tolak peluru di sekolah dasar adalah dengan menggunakan peluru yang ringan

karena dengan itu hasil nyata dapat dicapai. Alat sederhana untuk menggantikan

peluru sangat perlu untuk dilakukan oleh guru pendidikan jasmani agar dapat

menjamin keselamatan mereka serta tuntutan tugas gerak dalam tolak peluru dapat

dilakukan dengan lebih efisien.


Alat yang digunakan untuk tolak atau lempar pada materi tolak peluru

adalah bola tenis, keuntungannya karena penggunaan bola tersebut ringan tidak

diperlukan pengamanan seperti halnya pemakaian peluru yang sesungguhnya

sebagai contoh sebuah bentuk permainan dengan posisi peserta didik saling

berhadapan diantara dua teman, (Subroto, 2002: 83).

Gambar 2.6

Bola plastik

Hal penting yang harus diperhatikan saat menolak bola Plastik, bola voli

atau benda lain yang sejenis sebagai alat pengganti peluru adalah bentuk gerakan

tersebut harus lebih menekankan pada pembentukan sikap menolak dan jangan

dibiasakan peserta didik melakukan sikap melempar. Upaya ini dapat membentuk

pola gerak menolak yang sesuai perkembangan usia mereka dan keinginan mereka

secara umum dalam melakukan aktivitas semakin meningkat dan turut

memberikan kebugaran fisik, (Saputra, 2002: 96).

Dengan demikian modifikasi olahraga sebagai alternatif dalam

pembelajaran pendidikan jasmani mutlak harus dilakukan, dan guru harus mampu

untuk melakukan modifikasi keterampilan yang hendak diajarkan agar sesuai

dengan tingkat perkembangan anak.


Tugas utama guru adalah membantu peserta didik bergerak secara efisien,

meningkatkan kualitas unjuk kerjanya (performance), kemampuan belajarnya dan

kesehatan, karena gerak merupakan unsur pokok dalam pembelajaran pendidikan

jasmani. Berkaitan dengan belajar gerak tersebut (Wiranto, 1998: 13)

mengemukakan bahwa pendekatan olahraga modifikasi yang digunakan dalam

proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah sangat berpengaruh

terhadap motivasi belajar gerak anak, akibatnya proses belajar anak terlaksana

dengan baik dan efisien.

Dengan demikian penguasaan keterampilan olahraga termasuk dalam

tehnik-tehnik dasar tolak peluru merupakan gejala belajar yang terjadi dalam diri

seseorang. Gejala belajar itu berhubungan dengan motivasi, perubahan perilaku

dalam psikomotor atau keterampilan yang mengandung unsur gerak dalam

olahraga. Oleh karena itu dalam konteks pembelajaran modifikasi pada

pembinaan olahraga melalui pendidikan jasmani dapat dilakukan khususnya pada

nomor tolak peluru, sehingga peningkatan hasil belajar yang ingin dicapai dapat

diwujudkan.

Proses pelaksanaan modifikasi media pembelajaran dapat dilakukan dalam

bentuk permainan, yakni dilakukan secara individu, secara berpasangan dan

secara berkelompok, dengan menggunakan bola besar maupun kecil, pada

mulanya tolakan dapat dilakukan dengan dua tangan kemudian dilakukan dengan

satu tangan yaitu tangan yang terkuat untuk melakukan tolakan sambil menirukan

gerakan yang dibutuhkan dalam tolak peluru. Dengan demikian setelah peserta

didik dapat melakukan dengan benar gerak dasar tolak peluru melalui pendekatan
modifikasi baik alat maupun cara pembelajarannya, maka latihan selanjutnya

dapat dilakukan dengan menggunakan peluru yang sebenarny, akan tetapi guru

perlu memperhatikan dan mengawasi baik itu berkenaan dengan berat peluru,

jarak tolakan maupun tehnik-tehnik dasar tolak peluru dan yang terpenting adalah

guru selalu dapat menjaga keamanan peserta didik dalam proses pembelajaran

pada saat menggunakan peluru yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai