JSIT INDONESIA
Empowering Islamic Schools
1. Hakikat Belajar
Cronbach dalam Wahab Jufri menyatakan bahwa kegiatan belajar ditunjukkan oleh
adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (learning is shown by a
change in behavior as a result of experiences). Sedangkan Spears dalam sumber yang
sama, mendefinisikan belajar sebagai kegiatan mengobservasi, membaca,
mengimitasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti perintah (learning is to
observe, to read, to immitate, to try something, to listen, and to follow instructions ).
Lingkungan sekitar begitu banyak menyajikan hal untuk diamati, dibaca dan didengar
oleh siapa saja yang mau belajar. Melalui kemampuan manusia untuk mengamati dan
meniru, maka seorang bayi belajar berbicara. Dengan rasa keingintahuannya yang
besar maka seorang anak bersemangat mencoba melakukan sesuatu, dengan cara
seperti itulah ia mengembangkan berbagai keterampilannya. 2
1
Bambang Warsita. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), p. 62.
2
Wahab Jufri. Belajar dan Pembelajaran Sains (Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2013), p.37.
2
dilakukannya. Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, dan terjadi
karena adanya interaksi seseorang baik dengan orang lain maupun dengan
lingkungannya.3
Gagne dalam Dahar dalam Suyono mendefinisikan belajar adalah sebuah proses
perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti
sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan
untuk melakukan berbagai jenis kinerja. Hampir mirip dengan Gagne, DiVesta and
Thompson dalam Sukmadinata dalam Suyono menyatakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Dan
secara ringkas Gagne dan Berliner dalam sumber yang sama, menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang muncul karena pengalaman. 6
Pendapat-pendapat ini sangat kuat menunjukkan pengaruh aliran behaviorisme, intinya
adalah adanya perubahan perilaku (behavior) karena pengalaman atau latihan.
Sedangkan dari aliran konstruktivisme, Driver and Bell dalam Leo Sutrisno dalam
Suyono memaknai belajar sebagai suatu proses aktif menyusun makna melalui setiap
3
Zainal Abidin. Landasan Teknologi Pendidikan. (Bogor: UIKA Press, 2015), p. 40.
4
Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), p. 9.
5
Ibid., p.12.
6
Ibid., pp. 12-13.
3
interaksi dengan lingkungan, dengan membangun hubungan antara konsepsi yang
telah dimiliki dengan fenomena yang sedang dipelajari. 7
Dalam definisi yang lebih rinci, Illeris dan Ormorod dalam Suyono menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses yang membawa bersama-sama pengaruh dan
pengalaman kognitif, emosional, dan lingkungan untuk memperoleh, meningkatkan atau
membuat perubahan di dalam pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan cara pandang
(world views) dari seseorang.9
7
Ibid., p.13.
8
Ibid., p. 14.
9
Ibid.
4
kematangan dalam diri pembelajar. Piaget mengemukakan gagasan tentang stage
development (perkembangan intelektual) terjadi melalui periode-periode: 1)
perkembangan sensori motor atau dari lahir sampai umur 18 bulan; 2) perkembangan
operasional konkrit yang terdiri dari periode pra operasional pada umur 18 bulan
sampai 7 tahun dan periode operasional pada umur 7 tahun sampai 11; dan 3)
perkembangan operasional formal yaitu dari umur 11 tahun. 10
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik
dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-operasional,
anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan
simbol, bahasa. Konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-
golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia
dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara
“trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada
orang dewasa.11
Menurut aliran tingkah laku, belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Beberapa penganut aliran ini yang paling penting
adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
10
Zainal Abidin. Landasan Teknologi Pendidikan. (Bogor: UIKA Press, 2015), pp. 42-43.
11
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), p. 14.
5
Menurut aliran kognitif, justru sebaliknya lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Menurut teori ini, Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan sebagai satu
kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Teori kognitif terwujud
dalam tahap-tahap perkembangan yang diusulkan Jean Piaget, belajar bermaknanya
Ausubel, dan belajar penemuan secara bebas (free discovery learning) oleh Jerome
Bruner.
Menurut aliran Humanis, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itu sendiri. Dari keempat teori belajar, teori humanistik inilah yang paling abstrak, yang
paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada
belajar seperti apa adanya sebagaimana yang kita temukan dalam keseharian. Teori
apapun dapat dimanfaatkan asalkan bertujuan untuk memanusiakan manusia dapat
tercapai. Penganut teori ini adalah Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.
Aliran terbaru dari keempat teori yang ada adalah teori sibernetik. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar
adalah pengolahan informasi. Proses memang penting menurut teori ini, namun yang
lebih penting lagi adalah “sistem informasi” yang diproses itu. Informasi inilah yang
akan menentukan proses. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu
proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua peserta
didik. teori ini dikembangkan oleh Landa, Pask dan Scott. 12
Berdasar uraian tentang belajar di atas, dapat diambil intisari bahwa belajar adalah
suatu proses yang bersifat pribadi dan berlangsung sepanjang hidup, dalam
membangun makna atau pemahaman berdasar pengalaman atau aktivitas tertentu,
sebagai hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan atau sumber-sumber belajar yang
12
Ibid., pp. 43-46.
6
ada disekitarnya, sehingga menghasilkan perubahan didalam pengetahuan,
keterampilan, sikap, nilai-nilai dan cara pandang yang bersifat menetap dalam diri
peserta didik.
Pada hakikatnya, belajar adalah proses untuk mendapatkan hikmah dari aktivitas
pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Dalam konsep pendidikan
Islam, belajar adalah proses untuk mendapatkan ibrah dari ayat-ayat Allah yang
7
tersebar di alam semesta, dalam semua fenomena dan kejadian yang ada di bumi dan
semesta raya. Hikmah berkaitan dengan kebaikan seseorang, barangsiapa yang
mendapat hikmah sesungguhnya dia telah mendapat kebaikan. Sebagaimana firman
Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, {190} (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci
Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” {191}
َ َِك ٰ َذل
َ ُك ُي َبيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡ َءا ٰ َي ِتهِۦ لَ َعلَّ ُكمۡ َت ۡعقِل
٢٤٢ ون
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi
hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat”.
Dimyati menguraikan ada tujuh prinsip belajar yang dapat dipakai sebagai upaya
peningkatan pembelajaran. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan: 1) Perhatian dan
motivasi; 2) Keaktifan; 3) keterlibatan langsung/pengalaman; 4) pengulangan; 5)
tantangan; 6) balikan dan penguatan; 7) perbedaan individu. 13
13
Ibid., p. 42.
8
1. Perhatian dan motivasi.
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar. Menurut
Gage dan Berliner dalam Dimyati, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi
belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan muncul jika ada kesesuaian antara
materi pelajaran dengan kebutuhan peserta didik. Apabila bahan pelajaran itu
dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut
atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi
untuk mempelajari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah tenaga penggerak
yang menjadikan perilaku atau aktivitas seseorang menjadi terarah, semangat
dan bertahan lama.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga
bersifat eksternal yaitu datang dari orang lain. Motivasi juga dibedakan atas
motif instrinsik dan motif ekstrinsik. Motif instrinsik adalah pendorong yang
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh seorang siswa belajar
14
Ibid., pp. 42-44.
15
John W. Santrock. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007). pp. 509-510.
9
karena ingin mendapat pengetahuan. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga
pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi
penyertanya. Sebagai contoh, siswa belajar bersungguh-sungguh karena ingin
naik kelas, atau karena ingin mendapat ijazah. 16
2. Keaktifan
Telah disimpulkan sebelumnya bahwa belajar adalah suatu proses yang bersifat
pribadi, berdasar pengalaman atau aktivitas tertentu, sebagai hasil interaksi
aktifnya dengan lingkungan atau sumber-sumber belajar yang ada disekitarnya.
Sehingga belajar tidak mungkin terjadi tanpa keaktifan peserta didik. Inisiatif
harus muncul dari peserta didik sendiri, guru hanya mengarahkan,
mengkondisikan, dan memberi bimbingan.
Piaget menyatakan dengan tegas bahwa manusia sejak dari masa anak-anak
adalah meaning maker yang aktif dan bebas, yang membangun pengetahuan
dari pada menerima pengetahuan itu, sehingga mendorong terjadinya
exploration dan discovery.17 Senada dengan Piaget, Mc.Keachi dalam Dimyati,
berkenaan dengan prinsip keaktifan menyatakan bahwa individu merupakan
manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. 18
3. Keterlibatan langsung/pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh peserta didik, belajar adalah mengalami,
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Pengalaman langsung merupakan
pengalaman yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari aktivitas sendiri.
Peserta didik mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan. Peserta didik berhubungan langsung dengan objek
yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara. Karena pengalaman
16
Dimyati dan Mudjiono, loc.cit
17
Zainal Abidin. Landasan Teknologi Pendidikan. (Bogor: UIKA Press, 2015), p. 42.
18
Dimyati dan Mudjiono, loc.cit.
10
langsung inilah maka ada kecenderungan hasil yang diperoleh peserta didik
menjadi konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi. 19
19
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media Group,
2008), p. 165.
20
Ibid.
11
bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan peserta didik di
dalam belajar tidak hanya secara fisik semata, namun yang utama adalah
keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi
nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan
latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. 21
4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling
tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar
adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya
mengamat, menanggap, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan,
berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya
tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan
menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan
akan menjadi sempurna.22
5. Tantangan
21
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), p. 46.
22
Ibid.
23
Ibid. p. 47.
12
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa peserta didik
dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis.
Dalam situasi belajar, peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingi dicapai,
tetapi selalu terdapat hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar, maka
timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan
belajar itu. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah
tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian
seterusnya. Agar pada anak muncul motivasi yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang sehingga
membuat peserta didik bergairah untuk mengatasinya. Pelajaran yang baru,
mengandung masalah yang perlu dipecahkan, memberi kesempatan untuk
menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan membuat
peserta didik tertantang untuk mempelajarinya.
24
Ibid., p.48.
25
Ibid.
13
Peserta didik mendapat apresiasi yang bagus berupa nilai yang baik dan pujian
atas kesungguh-sungguhannya dalam belajar, dapat menjadi penguatan positif
(operant conditioning) bagi peserta didik untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya,
peserta didik mendapat nilai yang buruk merasa khawatir akan terkurangi waktu
bermainnya karena harus ikut kelas perbaikan dan terancam tidak naik kelas,
juga akan berupaya lebih giat lagi belajar agar dapat terhindar dari peristiwa
yang tidak menyenangkan. Dorongan berupa keinginan untuk terhindar dari hal
yang tidak menyenangkan ini disebut penguatan negatif (escape conditioning).
Metode pembelajaran diskusi, tanya jawab, eksperimen, penemuan dan
sebagainya adalah cara pembelajaran yang memungkinkan terjadinya balikan
dan penguatan. Metode-metode ini akan membuat peserta didik terdorong untuk
belajar lebih giat dan bersemangat.
7. Perbedaan Individual
Santrock mendefinisikan perbedaan individual sebagai cara dimana orang
berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Perbedaan individual dapat
dilihat dalam hal kepribadiannya (personality) dan dalam bidang-bidang lain,
namun menurut Santrock, intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan
paling banyak dipakai untuk menarik kesimpulan tentang perbedaan kemampuan
peserta didik.26
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik.
Karenanya perbedaan individu harus diperhatikan oleh guru dalam upaya
pembelajaran.
14
2. Hakikat Pembelajaran
Proses menurut definisinya adalah pekerjaan yang tidak ada titik, atau tidak
berhenti, dilakukan terus menerus seperti lingkaran. 28 Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, arti proses adalah merupakan suatu runtutan perubahan atau
peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Jadi yang dimaksud proses adalah pekerjaan
yang merupakan runtutan perubahan dalam perkembangan sesuatu yang dilakukan
terus menerus tidak berhenti.
28
Zainal Abidin. Landasan Teknologi Pendidikan. (Bogor: UIKA Press, 2015), p. 47.
29
Wahab Jufri. Belajar dan Pembelajaran Sains. (Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2013), p. 40.
15
kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Oleh karena itu dalam perspektif teknologi
pendidikan maka kegiatan belajar dan mengajar lebih tepat menggunakan istilah proses
pembelajaran.30
Sedangkan menurut Duffy dan Roehler dalam Zainal, pembelajaran adalah suatu
usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang
dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. 34
Ada tiga hal penting yang dapat digarisbawahi dari pendapat Duffy dan Roehler ini,
yaitu: 1) kalimat ‘pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja’ menunjukkan bahwa
pembelajaran adalah sebuah usaha yang harus dilakukan secara terencana; 2)
Pendapat ini pun menggarisbawahi bahwa seorang guru harus memiliki pengetahuan
profesional sebagai seorang pendidik; dan 3) pembelajaran harus memiliki tujuan, yaitu
mengacu pada tujuan kurikulum yang ditetapkan.
30
Ibid., pp. 48-49.
31
Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), p. 183.
32
Suharsimi Arikunto. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Rineka Cipta, Jakarta, 1993), p.12.
33
Ibid, p.4.
34
Ibid., p. 49.
16
Jika kita mengacu pada Undang-undang yang menjadi payung hukum pendidikan di
Indonesia, yaitu Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, disana dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Wina, terdapat empat hal penting untuk dikritisi dari konsep pendidikan
menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang
terencana, hal ini berarti proses pembelajaran bukan dilaksanakan asal-asalan tetapi
proses bertujuan untuk mencapai tujuan; Kedua, proses pendidikan yang terencana itu
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti
dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan seimbang; Ketiga,
suasana pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi
dirinya, ini berarti proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa, dan memandang
siswa sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi; Keempat,
akhir dari proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan
kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai
kebutuhan.35
17
Selanjutnya, pemerintah juga mengeluarkan Permendikbud no 22 tahun 2016 yang
merupakan revisi terhadap Undang-undang no 65 tahun 2013 tentang Standar Proses.
Permendikbud ini menekankan, bahwa Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses
pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi
lulusan.36
18
mengujinya. Oleh karena itu guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat
dikerjakan peserta didik. biarkan mereka berbuat dan berpikir sesuai dengan
inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa
dimaknai oleh setiap subjek belajar.
19
pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan peserta didik, dengan demikian peserta
didik akan belajar bukan hanya sekedar memperoleh nilai dan pujian akan tetapi
didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. 37
37
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media Group,
2008), pp. 133-135.
20
belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar,
sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar.38
Lebih jauh Sudjana menjelaskan bahwa dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri enam aspek,
yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
38
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran (PT Rineka Cipta, Jakarta, 2009), p. 3.
39
Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009), p. 22.
40
Ibid., pp. 22-23.
21
Dari pendapat-pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar
yang meliputi kemampuan ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dapat dinilai dengan menggunakan tes
dan penilaian. Teknik tes dan penilaian beserta instrumennya harus sesuai dengan
ranah dan indikator hasil belajar yang akan dinilai.
BAB 2
ACTIVE DEEP LEARNER EXPERIENCE
Active Deep Learner eXperience (ADLX) adalah pendekatan yang dikenalkan oleh
Mohamed Bahgat, founder of SeGa Group, dalam bukunya yang berjudul FIRST
FRAMEWORK, 5 Domains, 15 Principles. Sebuah pendekatan yang memadukan dua
pendekatan belajar yang penting, Active Learning dan Deep Learning yang dikemas
dalam sebuah proses pembelajaran yang memberi pengalaman belajar sebagai
seorang pembelajar bagi peserta didik.
Roy V.H. Pollock dalam buku FIRST FRAMEWORK menjelaskan tentang makna
belajar sebagai sebuah learner experience, yang menjadi landasan pengertian belajar
41
Marc Prensky. Teaching Digital Natives: Partnering for Real Learning. (A SAGE Company, California, 2010), p. 73.
22
dalam pendekatan ADLX ini. “Learning is a holistic experience, like a customer’s
experience with a product or company. Everything matters. The depth and durability of
learning are influenced by the learner’s complete experience, not just the content and
instructional method. Every interaction that the learner has_mental, physical and
emotional_with the material, facilitator, peers, exercises, games, technology, and work
environment enhances or detracts from learning, gets the learner closer to the goal, or
impedes progress”.42
Dari pendapat Pollock ini tampak keluasan makna belajar, bahwa belajar adalah
pengalaman yang bersifat menyeluruh, setiap interaksi yang terjadi dalam proses
pembelajaran, akan memberi pengalaman belajar (learner experience) kepada siswa.
Semakin kaya interaksi yang terbangun, akan semakin lengkap pula experience yang
didapat siswa. Hal penting yang harus diingat oleh guru adalah bahwa interaksi yang
akan menjadi pengalaman belajar siswa bukan hanya interaksi siswa dengan konten
dan metode pembelajaran saja, tetap juga interaksi dengan guru dan teman sebaya.
Interaksi yang tidak hanya pada sisi mental (pemikiran), tetapi juga interaksi yang
melibatkan emosi-perasaan dan juga interaksi siswa secara fisik. Maka bagaimana
seorang guru mendesain interaksi pada berbagai kegiatan dalam proses
pembelajarannya, melalui penyampaian materi, permainan, diskusi, pada lingkungan
belajar yang terkondisi, menggunakan ragam media dan teknologi, semua akan sangat
mempengaruhi learner experience siswa-siswanya.
42
Mohamed M. Bahgat. FIRST Framework. 5 Domains, 15 Principles. (SeGa Group LLC. 2018), p. II.
23
Pengertian Learner eXperience
Learner experience adalah konsep utama dalam pendekatan ADLX. Bahgat dalam
FIRST FRAMEWORK menjelaskan bahwa learner experience mengacu pada setiap
interaksi yang terjadi di lingkungan belajar. Apakah itu terjadi dalam lingkungan
akademik tradisional (kelas, sekolah) atau yang non-tradisional (diluar sekolah,
lingkungan luar ruangan/outdoor). Apakah itu termasuk interaksi pendidikan klasik
(siswa belajar dari guru) atau interaksi non-tradisional (siswa belajar melalui permainan
dan aplikasi softwre interaktif).
ADLX menggunakan istilah Learner ketimbang Learning, dengan tujuan agar para
guru dan fasilitator mengingat selalu bahwa yang menjadi fokus dalam pembelajaran
adalah setiap siswa (learner), agar memiliki perhatian dan kepedulian terhadap
kebutuhan setiap siswa yang beragam. Berfokus utama kepada siswa sebagai seorang
manusia seutuhnya (as a whole human) dengan segenap pemikiran dan perasaannya,
bukan pada konten pelajaran atau kurikulum. 43
Satu hal yang harus disadari oleh para guru adalah, learner experience akan selalu
ada, akan selalu terbentuk pada siswa. Siswa akan selalu mendapat pengalaman
belajar dari proses pembelajaran yang diikutinya, baik itu pembelajaran yang dilakukan
dengan desain atau tanpa desain. Kita patut menganalisa, bagaimanakah pengalaman
belajar yang didapat siswa-siswa kita? Apakah menjadi pengalaman belajar yang positif
sehingga menghantarkan siswa semakin dekat dengan tujuan pembelajaran? Atau
sebaliknya, menjadi pengalaman belajar yang negatif sehingga membawa siswa justru
semakin jauh dari tujuan pembelajaran?
43
Ibid., p 27.
24
Active learning adalah proses pembelajaran dimana siswa terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan, seperti membaca, menulis, diskusi dan pemecahan masalah. Cooperative
learning, problem based learning, simulasi dan studi kasus adalah model-model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memunculkan active learning.
Dikutip dari laman Center for Educational Innovation, University of Minnesota, berikut
pengertian Active Learning. “Active learning is any approach to instruction in which all
students are asked to engage in the learning process. Active learning stands in contrast
to "traditional" modes of instruction in which students are passive recipients of
knowledge from an expert. Active learning can take many forms and be executed in any
discipline. Commonly, students will engage in small or large activities centered around
writing, talking, problem solving, or reflecting”.44
Pembelajaran aktif memiliki banyak bentuk dan dapat dilaksanakan dalam disiplin apa
pun. Umumnya, siswa akan terlibat dalam kegiatan kecil atau besar yang berpusat di
sekitar menulis, berbicara, pemecahan masalah, atau refleksi.
44
https://cei.umn.edu/activelearning#:~:text=Active%20learning%20refers%20to%20a,individual
%20work%20and%2For%20reflection.
25
Sumber: https://cei.umn.edu/activelearning
Dalam kelas "tradisional", pada umumnya hanya beberapa siswa dalam kelas yang
berpeluang untuk berpartisipasi mengajukan pertanyaan atau menanggapi pertanyaan.
Sebaliknya, kelas yang menerapkan active learning yang baik, dapat memberikan
kesempatan bagi semua siswa di kelas untuk terlibat aktif berpikir, melakukan
keterampilan praktik, menerapkan, mensintesis, atau merangkum materi itu.
26
Sumber: https://cei.umn.edu/activelearning
27
Menurut Bahgat, sebuah pembelajaran tidak cukup hanya sekedar mengaktifkan siswa.
Pembelajaran harus aktif dan juga mendalam (deep). 45 Banyak pembelajaran yang
mampu mengaktifkan siswa tetapi gagal membangun hubungan yang mendalam antara
siswa dengan materi pembelajaran. Kelas terlalu aktif tetapi siswa tidak diberi
kesempatan untuk menyimpulkan hal penting yang dipelajari, siswa tidak diajak untuk
melakukan refleksi atas apa yang telah dipelajari.
Deep learning bertujuan agar proses pembelajaran yang dialami dapat memberi
dampak dan pengaruh kuat kepada siswa (impact). Tujuannya adalah agar terjadi
perubahan perilaku yang bersifat permanen pada diri siswa sebagai hasil belajarnya.
Nilai kebaikan yang dibangun dalam proses pembelajaran diharapkan mewujud dalam
diri siswa dan terbawa dalam kehidupan kesehariannya, dan ini bersifat permanen,
bukan sekedar perubahan sesaat. Untuk mencapai ini pendidik harus mengajak siswa
merefleksikan materi yang diajarkannya di kelas ke dalam kehidupan siswa sehari-hari,
untuk kemudian dibimbing agar dapat menerapkannya menjadi perilaku sehari-sehari.
28
Sebuah perjalanan memerlukan tujuan dan melibatkan semangat petualangan,
demikian juga seharusnya sebuah proses belajar. Belajar harus memiliki tujuan yang
jelas, melibatkan rasa ingin tahu dan keasyikan (flow) mengikuti beragam petualangan
dalam proses pembelajaran. Demikianlah sebuah proses belajar seharusnya, memberi
pengalaman kepada siswa untuk menjadi seorang pembelajar sejati. Membangkitkan
rasa ingin tahu siswa yang tak pernah padam, menjadikan cinta belajar menjadi
karakter yang akan terbawa dalam diri siswa sepanjang hidupnya. Belajar dimana saja,
dari siapa saja dan kapan saja. Menjadikan siswa kita a life long learner, pembelajar
sepanjang hayat!
BAB 3
FAKTOR KUNCI INTROFLEX
29
Mengelola proses pembelajaran hingga dapat memberikan ADLX kepada setiap
peserta didik tentunya bukan hal yang dapat diperoleh begitu saja tanpa direncanakan
terlebih dahulu. ADLX hanya bisa didapat by design, harus dengan perencanaan yang
baik. Ada empat faktor kunci yang harus dilakukan guru selama memfasilitasi
pembelajaran agar proses pembelajaran yang diselenggarakannya dapat memberikan
ADLX kepada setiap muridnya. Empat kata kunci tersebut disingkat INTROFLEX.
1. Individualisasi.
30
Seorang pendidik harus menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki keunikan
dan menunjukkan kepeduliannya dengan mengakomodir keunikan tersebut
dalam ragam aktivitas dan pendekatan yang dilakukannya di kelas. Setiap
peserta didik memiliki kondisi yang berbeda yang menyebabkannya memiliki
kebutuhan yang berbeda pula dalam proses belajar. Kewajiban seorang pendidik
adalah mengenali keunikan tersebut untuk kemudian memberikan dukungan
yang sesuai, sehingga setiap peserta didik dapat mencapai keberhasilan belajar.
31
2. Interaksi. Pengalaman belajar diperoleh melalui interaksi positif yang terbangun
selama proses pembelajaran. Interaksi yang terbangun haruslah multi arah
untuk memberikan pengalaman belajar yang utuh kepada peserta didik. Seorang
pendidik harus mengarahkan dan memastikan interaksi yang terjadi adalah
interaksi yang dapat membangun keterampilan peserta didik untuk bekerjasama
dan berkolaborasi untuk mencapai kesuksesan bersama.
32
beragam pendekatan yang dilakukan. Selama proses pembelajaran
berlangsung, pendidik harus memastikan status pemahaman peserta didik dan
melakukan upaya agar setiap peserta didik dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan. Pemastian pencapaian tujuan pembelajaran adalah dengan cara
melakukan assessment for learning, as learning dan of learning.
Assessment for learning dilakukan di sepanjang proses pembelajaran dan
dijadikan dasar untuk perbaikan proses pembelajaran. Assessment for learning
dilakukan untuk mengetahui posisi siswa terhadap tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai untuk kemudian dilakukan perbaikan untuk optimalisasi
pencapaian tujuan pembelajaran oleh setiap siswa.
Assessment as learning juga dilakukan sepanjang proses pembelajaran dengan
cara melibatkan siswa secara aktif dalam proses asesmen tersebut.
Assessment as learning melatih siswa berfikir reflektif, memberi pengalaman
bagi siswa untuk menjadi penilai bagi dirinya sendiri untuk kemudian
merencanakan Langkah perbaikan kedepan. Penilaian diri dan penilaian
terhadap teman sejawat adalah termasuk dalam assessment as learning.
Assessment of learning adalah asesmen yang dilakukan setelah proses
pembelajaran selesai. Merupakan tes sumatif yang bertujuan untuk mengetahui
dan memberi pengakuan terhadap capaian belajar siswa.
Observasi memiliki dua komponen:
a. Pastikan pencapaian. Di sepanjang proses pembelajaran, guru harus
melakukan beragam upaya untuk mengetahui dimana posisi pencapaian
siswa terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Mencermati
pendapat atau pertanyaan yang diajukan oleh siswa, mengajukan pertanyaan
untuk dijawab siswa, memberi tugas/soal, mempersilakan siswa presentasi,
merupakan sebagian cara yang bisa dilakukan guru untuk dapat mengetahui
posisi pencapaian belajar siswa.
b. Optimalkan hasil. Setelah guru mengetahui dimana posisi pencapaian
belajar siswa, maka guru dapat menggunakan informasi yang diperoleh
tersebut sebagai dasar untuk menentukan langkah berikutnya yang tepat
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh seluruh siswa.
33
4. Refleksi. Belajar adalah proses yang tidak boleh berhenti terjadi hanya ketika di
ruang kelas. Proses belajar harus dapat berlanjut, terbawa oleh peserta didik
keluar dari sekat ruang kelas menjadi proses belajar sepanjang hayat. Mengajak
siswa mengambil hikmah dari pengalaman belajarnya di kelas, adalah upaya
untuk memberikan kesan mendalam dalam jiwa peserta didik yang melibatkan
mental dan emosi, melibatkan pemikiran dan perasaan sehingga dapat
menghasilkan perubahan perilaku pada peserta didik. Upaya untuk memberi
tindak lanjut diperlukan agar perubahan perilaku yang terjadi tidak hanya sesaat.
Karena sesungguhnya tujuan dari sebuah proses belajar adalah menghasilkan
perubahan perilaku yang menetap pada peserta didik yang akan terbawa dalam
kehidupannya sepanjang hayat.
Refleksi memiliki dua komponen:
a. Ambil hikmah. There is no learning without reviewing. Tidak ada proses
belajar jika tidak dilakukan upaya untuk mengambil hikmah dari apa yang
dipelajari. Pembelajaran harus dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata,
dengan kehidupan yang ditemui oleh siswa sehari-hari. Dengan demikianlah
sebuah proses belajar menjadi bermakna bagi siswa. Siswa mendapatkan
kesadaran baru dari proses belajar yang dilakukan. keterampilan berfikir
reflektif dilatihkan pada siswa agar siswa memiliki kemampuan berfikir
mendalam.
b. Tindaklanjut. Tindak lanjut dimaksudkan sebagai upaya untuk melanjutkan
proses belajar setelah siswa keluar dari ruang kelas. Pertanyaan pentingnya
adalah, ‘Apa yang dapat kamu lakukan dalam keseharian?’ setelah
mendapatkan hikmah dari pembelajaran yang dilakukan, siswa didorong
untuk menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Mengamalkan ilmu
yang telah didapat di ruang kelas, dalam bentuk sebuah aksi nyata dalam
kehidupannya.
BAB 4
PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU
34
1. Hakikat Pembelajaran “TERPADU”
Untuk dapat memahami pembelajaran “TERPADU” dengan utuh, perlu diketahui
terlebih dahulu tentang misi dan strategi yang dikembangkan Sekolah Islam Terpadu
dalam mengelola pendidikannya.
Misi dan tujuan utama pendirian Sekolah Islam Terpadu (SIT) adalah mewujudkan
sekolah yang secara efektif mengembangkan proses pendidikan yang dapat
menumbuhkembangkan potensi fitrah anak didik menuju visi pembentukan generasi
yang taqwa dan berkarakter pemimpin. Dengan berpijak kepada falsafah yang merujuk
kepada pesan-pesan pendidikan Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’anul
Karim, selanjutnya Sekolah Islam Terpadu menegaskan misi pendidikannya yaitu:
a. Menuntaskan sasaran pembelajaran yang dicanangkan pemerintah dalam
konteks kurikulum nasional,
b. Mengajarkan kemampuan membaca Al-Qur’an dengan standar tahsin dan
tartil (membaca sesuai aturan hukum tajwid), dan kemampuan menghafal Al-
Qur’an (tahfidzul Qur’an) dengan standar minimal dua juz setiap tingkatan
satuan pendidikan,
c. Memperkuat Pembelajaran Agama Islam, dengan memperkaya konten
kurikulum yang mengarah kepada pemahaman dasar akan ajaran Islam dan
pembinaan fikrah, mauqif dan suluk Islamiyah.
d. Membina karakter peserta didik secara bertahap menuju terbentuknya
generasi pemimpin yang cerdas dan taqwa.46
Tujuan pendidikan SIT adalah membentuk tujuh kompetensi kepada seluruh peserta
didik, yaitu:
46
Fahmy Alaydroes, et al. Standar Mutu Kekhasan Sekolah Islam Terpadu. (Jakarta: JSIT Indonesia, 2014), pp. 7-8.
35
d. Menjadi Pribadi yang Bersungguh-sungguh, Disiplin dan Mampu Menahan
diri,
e. Memiliki Kemampuan Membaca, Menghafal, dan Memahami Al-Qur’an
dengan Baik,
f. Memiliki Wawasan yang Luas dalam Bidang Keagamaan dan Penguasaan
Akademik,
g. Memiliki Keterampilan Hidup (Life Skill).47
Adapun strategi dan pendekatan yang diterapkan dalam menjalankan misi dan
upaya mencapai tujuan pendidikan, dan diharapkan dapat mendukung keefektifan
penyelenggaraan sekolah, adalah:
a. Mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif (bi’ah solihah) dalam dimensi
keamanan, kesehatan, kebersihan, keindahan, suasana kekeluargaan
(ukhuwwah Islamiyah), fasilitas belajar, dan beribadah,
b. Menerapkan aturan dan norma yang bersendikan nilai-nilai Islam dalam hal
berperilaku, bertutur kata, berpakaian, berinteraksi (mu’amalah), makan dan
minum serta perilaku lainnya yang lazim digunakan di lingkungan sekolah,
c. Menerapkan pembelajaran yang efektif dengan memperkaya dan meluaskan
sumber belajar, meningkatkan interaksi yang stimulatif melalui pendekatan
dan metode yang menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah (problem
based learning) dan dilakukan dalam pendekatan kolaboratif dan kooperatif
(cooperative dan collaborative learning),
d. Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, belajar
dengan melakukan, mengembangkan kemampuan sosial, mengembangkan
keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, mengembangkan ketrampilan
memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas peserta didik,
mengembangkan kemampuan, menggunakan ilmu dan teknologi,
menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, belajar
sepanjang hayat, perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas,
e. Melakukan proses Islamisasi dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dari
Islamisasi adalah membentuk kesadaran dan pola pikir yang integral dalam
47
Ibid., p. 279.
36
perspektif Islam. Peserta didik selalu diajak berpikir dan memahami bahwa
seluruh fenomena alam yang terbentang dan segala permasalahan serta
dinamika yang muncul tidak dapat dilepaskan dari peran Allah SWT yang
Maha Bijaksana, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Pengatur alam raya.
Dengan Islamisasi pembelajaran, diharapkan terjadi hubungan emosional
yang kuat antara obyek bahasan, peserta dildik dan nilai-nilai Islam,
f. Memperkuat program pembinaan kesiswaan dengan kurikulum pendamping
(ko-kurikuler) dan kurikulum tambahan (ekstrakurikuler), pembinaan
kepemimpinan serta mengefektifkan pendekatan mentoring (pengelompokan
siswa ke dalam grup-grup pembinaan). Sekolah Islam Terpadu memiliki
standar pembinaan siswa, yang menekankan kepada pembiasaan beribadah,
pelatihan kepemimpinan, kepedulian sosial seperti: tilawah Al-Qur’an,
menjaga wudhu, shalat, shaum, doa dan dzikir, sodaqoh/infaq, peduli dunia
Islam, peduli mustadh’afin, berbakti kepada orangtua (birrul walidain), peduli
lingkungan dan sebagainya,
g. Menjalin kemitraan yang efektif dengan berbagai pihak yang terkait, terutama
orangtua siswa dan masyarakat sekitar. Bersama orangtua, para pendidik di
Sekolah Islam Terpadu menjalin komunikasi dan kerjasama yang kooperatif
dalam upaya meningkatkan layanan kepada siswa khususnya, meningkatkan
mutu pendidikan pada umumnya. Menyamakan pemahaman dan persepsi
terhadap visi, misi dan tujuan Sekolah kepada seluruh orangtua siswa,
sehingga terjadi keselarasan dan kesinambungan antara pendidikan di
sekolah dan di rumah melalui jembatan komunikasi yang efektif.
Mengefektifkan majlis ta’lim (pengajian) guru dan orangtua setiap bulan,
h. Menyelenggarakan sekolah penuh waktu (fullday school), dengan waktu
efektif setiap hari selama delapan jam, sejak jam 07.30 sampai dengan jam
15.30. dengan waktu yang lebih panjang, pendidikan agama dan pembinaan
siswa mendapat keleluasaan yang cukup. Sekolah penuh waktu menjadi
salah satu ciri khas SIT yang menjadi daya tarik sebagian orangtua siswa
yang menginginkan putera-puteri mereka berada lebih lama dalam
lingkungan dan suasana pendidikan,
37
i. Memastikan Kepala Sekolah dan guru memiliki visi, misi, semangat dan
pemikiran (ghiroh dan fikroh) serta sikap dan perilaku yang sejalan dengan
falsafah, nilai, visi dan misi pendirian SIT. Menerapkan proses seleksi dan
rekrutmen Kepala Sekolah dan guru dengan standar penilaian yang ketat
yang meliputi pemikiran, sikap/moral dan perilaku sesuai dengan ajaran Islam
bagi para guru; setiap proses rekrutmen guru dilakukan dengan
mengutamakan penyebaran informasi melalui jaringan dan rekomendasi dari
komunitas yang sudah dikenali dan dipercaya oleh penyelenggara sekolah,
j. Memberlakukan tata tertib, norma dan etika yang dibuat bersandar kepada
etika dan nilai Islami (akhlak mulia) dan kepatutan sosial. Memberikan sanksi
dan hukuman yang tegas kepada siapapun tenaga pendidik atau tenaga
kependidikan yang melanggarnya. 48
38
dapat menerapkan pembelajaran yang efektif dengan memperkaya dan meluaskan
sumber belajar, meningkatkan interaksi yang stimulatif melalui pendekatan dan metode
yang menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah (problem based learning) dan
dilakukan dalam pendekatan kolaboratif dan kooperatif (cooperative dan collaborative
learning). Guru juga mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
belajar dengan melakukan, mengembangkan kemampuan sosial, mengembangkan
keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas peserta didik, mengembangkan
kemampuan, menggunakan ilmu dan teknologi, menumbuhkan kesadaran sebagai
warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat, perpaduan kompetisi, kerjasama dan
solidaritas.
Prinsip ‘Internalisasikan’ menjadikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik,
sebagai upaya melakukan proses Islamisasi dalam proses pembelajaran. Tujuan
utama dari Islamisasi adalah membentuk kesadaran dan pola pikir yang integral dalam
perspektif Islam. Peserta didik selalu diajak berpikir dan memahami bahwa seluruh
fenomena alam yang terbentang dan segala permasalahan serta dinamika yang muncul
tidak dapat dilepaskan dari peran Allah SWT yang Maha Bijaksana, Pencipta, Pemilik,
Pemelihara dan Pengatur alam raya. Dengan Islamisasi pembelajaran, diharapkan
terjadi hubungan emosional yang kuat antara obyek bahasan, peserta dildik dan nilai-
nilai Islam. Melalui ‘Internalisasi’ guru berupaya menjadikan pembelajarannya menjadi
pembelajaran yang menyentuh hati sehingga dapat menggerakkan motivasi siswa
untuk melakukan perbaikan dalam dirinya.
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Ketahuilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh
tubuh pun baik, dan jika ia rusak, seluruh tubuh pun rusak. Ketahuilah, segumpal
daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).50
50
Musthafa Dieb Al-Bugha. Al-Wafi, Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah. (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007),
p. 31.
39
Hadits di atas menyatakan bahwa baik buruknya seseorang, tergantung hatinya.
Mengacu pada hadits ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa sumber akal adalah hati. 51
Ini juga diperkuat firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 179,
ٓاUۚ Uُون ِب َه
َ َمعUان اَّل َي ۡسٞ ا َولَهُمۡ َءا َذUUُون ِب َه َ وب اَّل َي ۡف َقه
ِ ُن اَّل ي ُۡبٞ ُون ِب َها َولَهُمۡ َأ ۡعي ٞ ُنس لَهُمۡ قُل ۡ ۡ
َ رUص ِ ۖ َولَ َق ۡد َذ َرأ َنا ل َِج َه َّن َم َكث ِٗيرا م َِّن ٱل ِجنِّ َوٱِإۡل
ٓ ٓ
١٧٩ ون َ ُك ُه ُم ۡٱل ٰ َغفِل َ ض ۚ ُّل ُأ ْو ٰلَِئ َ َُأ ْو ٰل
َ ِئك َكٱَأۡل ۡن ٰ َع ِم َب ۡل هُمۡ َأ
“Dan sungguh, akan kami isi neraka jahanam banyak dari kalangan jin dan
manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan
ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.”
Maka seorang pendidik hendaknya selalu berupaya agar pembelajaran yang
dilakukan dapat terinternalisasi dalam hati perserta didik. Pembelajaran tidak boleh
‘kering’ dari nilai dan pesan ilahiah, ia harus bermakna dan ‘hidup’ sehingga dapat
berdampak pada perubahan perilaku peserta didik. Apapun materi yang dipelajari
maka guru berupaya agar pembelajaran tersebut dapat semakin membersihkan jiwa
peserta didik sehingga dapat mendekatkan diri peserta didik kepada sang Khalik Allah
subhanahu wata’ala,
ٰلَ ٖلUض َ يهمۡ َو ُي َعلِّ ُم ُه ُم ۡٱل ِك ٰ َت
َ ُل لَفِيUا ُنو ْا مِن َق ۡبUU َة َوِإن َكUب َو ۡٱلح ِۡك َم َ ث فِي ٱُأۡل ِّمِّي َۧن َرسُواٗل م ِّۡنهُمۡ َي ۡتلُو ْا َعلَ ۡي ِهمۡ َءا ٰ َي ِتهِۦ َو
ِ يُز ِّك َ ه َُو ٱلَّذِي َب َع
٢ ين ٖ م ُِّب
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan (jiwa)
mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun
sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” ( QS Al Jumu’ah : 2).
Prinsip ‘Terapkan’ merupakan jembatan (bridging) antara ‘dunia sekolah’ dengan
‘dunia nyata’. Guru harus berupaya menyambungkan materi yang diajarkan di kelas
dengan kehidupan keseharian siswa, mempraktekkan dan melatihkan bagaimana
menerapkan ilmu yang diperoleh di dalam kelas tersebut dalam keseharian, sehingga
ilmu yang dipelajari dapat berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan siswa,
51
Ibid., p. 35.
40
secara duniawi maupun ukhrowi. Tidak hanya mengajarkan bagaimana menerapkan
ilmu, guru pun berupaya untuk menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan baik yang
menetap dalam diri siswa melalui berbagai cara dan strategi.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, ada lima metode yang efektif dan berpengaruh
dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual dan etos
sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna, memiliki wawasan
yang luas dan berkepribadian integral, yaitu: 1) pendidikan dengan keteladanan, 2)
pendidikan dengan adat kebiasaan, 3) pendidikan dengan nasehat, 4) pendidikan
dengan memberikan perhatian, dan 5) pendidikan dengan memberikan hukuman.
Lebih jauh beliau menuliskan, bahwa seorang anak, bagaimanapun besarnya usaha
yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia tidak akan
mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama
ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. 52
52
Abdullah Nashih Ulwan. Pendidikan anak dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), pp. 141-142.
41
6. Duniawi artinya mengaitkan hasil pembelajaran yang didapat dengan kehidupan
nyata.
7. Ukhrowi artinya menghubungkan hasil pembelajaran yang didapat dalam
melaksanakan pengabdian kepada Allah SWT.53
42
memperoleh simpulan dan merancang penyajian hasil simpulan tersebut dalam bentuk
penyajian yang sesuai. Bentuk penyajian yang dimaksud dapat berupa tabel, diagram,
matriks, peta fikiran (mind map), dan lain-lain.
‘Presentasikan’ adalah tahap dimana peserta didik menyampaikan hasil
pengamatan dan simpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media
lainnya, kemudian dilanjutkan diskusi dan tanggapan dari peserta didik dan guru untuk
penyempurnaan rumusan. Di tahap ini guru melatih peserta didik untuk tampil
menyajikan materi dengan bahasa yang baik dan benar serta melatih tanggung jawab
atas hasil yang dicapai. ‘Presentasikan’ juga dapat dimaknai sebagai waktunya siswa
menunjukkan kemampuannya. Guru dapat memberi tugas agar siswa dapat
menunjukkan kefahamannya terhadap konsep yang dipelajari pada tahap sebelumnya.
‘Aplikasikan’ adalah tahap dimana guru mengajak peserta didik ke tahap penerapan
materi. Melakukan aktivitas terbimbing bagi para peserta didik untuk mengaplikasikan
temuan ilmu atau aturan-aturan yang diperolehnya dengan jujur dan bertanggung
jawab. Pada tahap ‘Aplikasikan’ guru memberi tantangan kepada siswa untuk
menunjukkan kefahamannya atas konsep yang dipelajari dalam bentuk yang lebih
kontekstual, tidak lagi basic sebagaimana pada tahap ‘Presentasikan’.
‘Duniawi’ adalah tahap dimana guru memberikan penekanan pada peserta didik
tentang hubungan antara ilmu yang diperoleh dengan aktifitas keseharian mereka,
melakukan aktifitas terbimbing bagi para peserta didik untuk menerapkan temuan ilmu
atau aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari dan dilakukan penilaian
atas sikap dan perilakunya sehingga tumbuh kebiasaan baiknya.
‘Ukhrowi’ adalah tahap terakhir, dimana guru memberikan penekanan pada peserta
didik tentang hubungan ilmu yang didapat dengan peluang menjadi tabungan amal di
akhirat, membiasakan diri peserta didik untuk melakukan amal-amal positif sesuai yang
diperintah Allah swt. Guru melakukan aktivitas terbimbing terhadap para peserta didik
untuk melipatgandakan amal-amal kebaikan sebagai bekal akhirat didasarkan aturan-
aturan Allah SWT atas dasar ilmu yang dipelajarinya dengan benar kemudian dilakukan
penilaian atas amalan-amalan kebaikan yang tumbuh.
43
Jika model pembelajaran ‘TERPADU’ ini dimasukkan dalam sebuah rangkaian
proses pembelajaran yang utuh, maka akan tampak sebagai berikut: 54
Tabel 2.1. Proses Pembelajaran ‘TERPADU’
Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Penutup
• menciptakan Membentuk Melakukan
suasana awal pengalaman validasi terhadap
yang belajar siswa konsep yang
menyenangkan melalui kegiatan telah dikonstruk
dan kondusif Telaah, oleh siswa
Eksplorasi,
• melakukan Rumuskan dan Mendorong
Apersepsi atau Presentasikan. siswa untuk
Invitasi menerapkan
Menggunakan hasil
• menghubungkan metode dan pembelajaran
nilai-nilai spiritual pendekatan yang dalam bidang
dengan isi materi variatif untuk yang relevan
yang akan mengaktifkan dan melalui kegiatan
dibahas. mengefektifkan Aplikasi
pembelajaran.
Mengintisarikan
hasil
pembelajaran
untuk diterapkan
dalam kehidupan
Duniawi dan
Ukhrowi.
44
sikap dan keterampilan, tidak hanya mengajarkan penerapan ilmu sebatas untuk
kepentingan di dunia tetapi juga menjadikan akhirat sebagai sasaran utama hasil
pembelajaran, tidak hanya menghasilkan peserta didik yang pandai berfikir tetapi juga
pandai berdzikir, sebagaimana ciri seorang ulil albab yang termaktub dalam Al-Qur’an
surat Ali Imran ayat 190-191,
َ ذ ُكرUۡ Uِين َي
ٗ ُ ا َوقUُون ٱهَّلل َ قِ ٰ َي ٗم َ ٱلَّذ١٩٠ ب ِ ار أَل ٓ ٰ َيتٖ ُأِّل ْولِي ٱَأۡل ۡل ٰ َبU ٰ ۡ ِ ت َوٱَأۡل ۡر َّ ِقUفِي َخ ۡل
ِ ٰ َم ٰ َوU ٱلس
عُودا َو َعلَ ٰى ِ U ِل َوٱل َّن َهU فِ ٱلَّ ۡيUَض َوٱخ ِتل َِّإن
١٩١ ار َ ك َفقِ َنا َع َذ
ِ اب ٱل َّن َ ت ٰ َه َذا ٰ َبطِ اٗل س ُۡب ٰ َح َنَ ض َر َّب َنا َما َخلَ ۡق ِ ُون فِي َخ ۡل ِق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو
ِ ت َوٱَأۡل ۡر َ َو َي َت َف َّكر ِ ُج ُن
ۡوب ِهم
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, {190} (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci
Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” {191}
Pembelajaran “TERPADU” juga sesuai dengan tujuan pendidikan di dalam Islam
sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Quthb dalam Ahmad Tafsir, 55 yang
menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan adalah manusia yang bertakwa, karena
kemuliaan seorang manusia terletak pada ketakwaannya, sebagaimana termaktub
dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13,
١٣ يرٞ ارفُ ٓو ۚ ْا ِإنَّ َأ ۡك َر َم ُكمۡ عِ ن َد ٱهَّلل ِ َأ ۡت َق ٰى ُك ۡۚم ِإنَّ ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخ ِب ٗ ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱل َّناسُ ِإ َّنا َخلَ ۡق ٰ َن ُكم مِّن َذ َك ٖر َوُأن َث ٰى َو َج َع ۡل ٰ َن ُكمۡ ُشع
َ ُوبا َو َقبَٓاِئ َل ِل َت َع
yang artinya: “Sungguh yang paling mulia diantara kalian menurut pandangan Allah
ialah yang paling tinggi tingkat ketakwaannya.”
Manusia takwa ialah manusia yang selalu beribadah kepada Allah karena itulah
tujuan penciptaan manusia, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Adz-
Dzariyat : 56,
َ ت ۡٱل ِجنَّ َوٱِإۡل
ِ نس ِإاَّل لِ َي ۡع ُب ُد
٥٦ ون ُ َو َما َخلَ ۡق
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.”
Manusia takwa ialah manusia yang selalu menuruti ajaran Allah, sebagaimana
tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 38,
55
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), p. 48.
45
َ طو ْا م ِۡن َها َجم ِٗيع ۖا َفِإمَّا َي ۡأ ِت َي َّن ُكم ِّم ِّني ه ُٗدى َف َمن َت ِب َع ُهد
َ َاي َفاَل َخ ۡوفٌ َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ َي ۡح َز ُن
٣٨ ون ُ قُ ۡل َنا ۡٱه ِب
“Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Dan manusia yang mampu menjalankan amanah menjadi khalifah Allah di bumi,
termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30,
ۖ ٓ
ِ فِي ٱَأۡل ۡرٞ لUِك ل ِۡل َم ٰلَِئ َك ِة ِإ ِّني َجاع
ُ ِفUا َو َي ۡسU ُد فِي َهUا َمن ي ُۡف ِسU ُل فِي َهUالُ ٓو ْا َأ َت ۡج َعUة َقUٗ ض َخلِي َف
َ م دUۡ ِّب ُح ِب َحU ِّد َمٓا َء َو َن ۡحنُ ُن َسUك ٱل
ِك َ َوِإ ۡذ َقا َل َر ُّب
َ ك َقا َل ِإ ِّن ٓي َأ ۡعلَ ُم َما اَل َت ۡعلَم
٣٠ ُون َ ۖ ََو ُن َق ِّدسُ ل
“ Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata, apakah Engkau hendak menjadikan
orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih
memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “ Sungguh, Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”
46
Mengumpulkan informasi
Rumuskan Menalar
Presentasikan Mengkomunikasikan
Aplikasikan
Duniawi
Ukhrowi
Kegiatan ‘telaah’ menurut buku Standar Mutu SIT, bermakna mengkaji konsep-
konsep dasar materi melalui aktivitas Tadabur dan Tafakur. ‘Telaah’ merupakan
langkah untuk menghantarkan peserta didik memasuki pokok bahasan atau materi
yang akan dipelajari, berupa aktifitas mengamati dengan menggunakan indra:
membaca, mendengar, melihat dan menyimak untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin
diketahui dan melihat keterkaitan objek yang ditelaah dengan materi yang akan
dibahas.
Sedangkan ‘mengamati’ dalam pendekatan saintifik memiliki makna menyajikan
media obyek secara nyata, diharapkan guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. 56
Dari pengertian ‘telaah’ dan ‘mengamati’ di atas, tampak adanya kesesuaian
makna dan aktifitas diantara keduanya. Dalam keduanya sama-sama meminta guru
untuk menyajikan objek berupa fenomena, kejadian, gambar, video, peristiwa, lagu,
berita, cerita, dan lain-lain, untuk diamati dan diperhatikan, dengan cara dilihat, dibaca,
disimak, didengar, atau diraba/dirasa, dengan tujuan untuk membangkitkan motivasi,
ketertarikan, dan rasa keingintahuan peserta didik.
Tahap ‘eksplorasi’ adalah tahap dimana guru diharapkan dapat menerapkan
pembelajaran yang efektif dengan memperkaya dan meluaskan sumber belajar,
meningkatkan interaksi yang stimulatif melalui pendekatan dan metode yang
menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah (problem based learning) dan
56
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahan Ajar Training Of Trainer (TOT) Implementasi Kurikulum 2013.
Pendekatan Strategi Pembelajaran SD/SMP/SMA/SMK. (Jakarta: Kemendikbud, 2013). p. 5.
47
dilakukan dalam pendekatan kolaboratif dan kooperatif (cooperative dan collaborative
learning). Guru mengajak peserta didik menggali informasi lebih banyak melalui
berbagai strategi, metode dan teknik yang sesuai. Melakukan eksperimen, membaca
literatur, pengamatan, mewawancarai nara sumber, diskusi kelompok untuk
memecahkan masalah.
Kegiatan ‘menanya’ adalah tahap peserta didik mengajukan pertanyaan tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Sedangkan kegiatan
‘mengumpulkan informasi’ adalah merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini
dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. 57
Dari uraian di atas, tampak bahwa kegiatan eksplorasi memiliki kesepadanan
makna dengan makna kegiatan ‘menanya’ dan kegiatan ‘mengumpulkan informasi’.
Ketiganya merupakan aktifitas mencari dan mengumpulkan informasi dengan berbagai
cara atau metode.
‘Rumuskan’ adalah tahap dimana guru membimbing peserta didik melakukan
proses pengambilan kesimpulan melaui diskusi dan analisa terhadap data/fakta yang
diperoleh di tahap ‘Eksplorasi’. Sedangkan ‘menalar’ adalah memproses informasi
yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen
maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan.58
Berdasar uraian di atas, tampak bahwa kegiatan ‘rumuskan’ dan ‘menalar’
memiliki fokus kegiatan yang sama, yaitu memproses dan mengolah data/informasi
yang telah didapat di kegiatan sebelumnya untuk menarik suatu kesimpulan.
57
Ibid. p. 6.
58
Ibid.
48
Tahap ‘presentasikan’ adalah tahap dimana peserta didik menyampaikan hasil
pengamatan dan simpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media
lainnya, kemudian dilanjutkan diskusi dan tanggapan dari peserta didik dan guru untuk
penyempurnaan rumusan. Sedangkan ‘mengkomunikasikan’ adalah menyampaikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya. Dari uraian di atas, tampak bahwa kegiatan ‘presentasikan’ memiliki
makna yang sesuai dengan ‘mengkomunikasikan’.
Kelebihan pembelajaran TERPADU jika dibandingkan dengan scientific approach
ada pada tahap ‘aplikasikan’, ‘duniawi’ dan ‘ukhrowi’ (ADU). ‘Aplikasikan’ adalah tahap
dimana guru mengajak peserta didik ke tahap penerapan materi. Melakukan aktivitas
terbimbing bagi para peserta didik untuk mengaplikasikan temuan ilmu atau aturan-
aturan yang diperolehnya dengan jujur dan bertanggung jawab.
‘Duniawi’ adalah tahap dimana guru memberikan penekanan pada peserta didik
tentang hubungan antara ilmu yang diperoleh dengan aktifitas keseharian mereka,
melakukan aktifitas terbimbing bagi para peserta didik untuk mengaplikasikan temuan
ilmu atau aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari dan dilakukan
penilaian atas sikap dan perilakunya sehingga tumbuh kebiasaan baiknya.
‘Ukhrowi’ adalah tahap terakhir, dimana guru memberikan penekanan pada peserta
didik tentang hubungan ilmu yang didapat dengan peluang menjadi tabungan amal di
akhirat, membiasakan diri peserta didik untuk melakukan amal-amal positif sesuai yang
diperintah Allah swt. Guru melakukan aktivitas terbimbing terhadap para peserta didik
untuk melipatgandakan amal-amal kebaikan sebagai bekal akhirat didasarkan aturan-
aturan Allah SWT atas dasar ilmu yang dipelajarinya dengan benar kemudian dilakukan
penilaian atas amalan-amalan kebaikan yang tumbuh.
Adanya tahap pembelajaran ADU ini menjadi kekhasan yang membuat
pembelajaran TERPADU menjadi pendekatan pembelajaran yang kokoh dan efektif
membangun karakter peserta didik. Guru berupaya menyajikan pembelajaran yang
menyentuh hati peserta didik, karena hati adalah ‘motor’ perbaikan diri, sebagaimana
49
diriwayatkan oleh Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
BAB 5
MENCAPAI PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI PENDEKATAN TERPADU DAN
ADLX
59
Musthafa Dieb Al-Bugha. Al-Wafi, Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah. (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007),
p. 31.
50
terjadi pergeseran demografi dan profil sosio-ekonomi populasi dunia, kebutuhan akan
energi dan air akan terus naik, sedangkan sumber daya alam akan menipis dalam 20
(dua puluh) tahun ke depan, dan dunia kerja masa depan akan sangat berbeda dari
keadaan sekarang. Keempat hal inilah yang menjadi landasan Kemendikbud
menetapkan 6 Profil Pelajar Pancasila yang diharapkan dapat menghantarkan SDM
Indonesia berhasil di lingkungan kerja masa depan. 60
Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024:
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar
sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan
kreatif, seperti ditunjukkan oleh gambar berikut:
60
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia no 22 tahun 2020. (Jakarta: Kemendikbud,
2020). pp. 3-4.
51
Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman
tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa
kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c)
akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.
2. Berkebinekaan global
Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan
tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga
menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya dengan budaya
luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen dan
kunci kebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan
komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung
jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
3. Bergotong royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-royong, yaitu kemampuan
untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong
royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.
4. Mandiri
Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung
jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran
akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri.
5. Bernalar kritis
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik
kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi,
menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari
bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan,
52
menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir,
dan mengambil Keputusan.
6. Kreatif
Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang
orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari
menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang
orisinal.61
Enam Profil Pelajar Pancasila ini dicapai dengan cara pembelajaran tidak langsung
(indirect teaching), melalui contoh dan ketauladanan dari pendidik, stimulus dan
pembiasaan dalam pembelajaran dan membangun lingkungan belajar yang kondusif
untuk terbentuknya 6 profil pelajar Pancasila tersebut.
61
http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila. diunduh 13 September 2021 jam 09:29
53
pembelajaran
RUMUSKAN Menyimpulkan hasil Bergotong royong
eksplorasi dengan Bernalar kritis
berbagai bentuk penyajian Kreatif
PRESENTASIKAN Menyajikan atau Kreatif
mendiskusikan hasil Bergotong royong
rumusan hasil eksplorasi mandiri
APLIKASIKAN Mengaplikasikan hasil Bernalar kritis
pembelajaran untuk mandiri
memecahkan masalah dan
mengaitkannya dengan
bidang yang relevan
DUNIAWI Menerapkan hasil Bernalar kritis
pembelajaran dalam Kreatif
kehidupan nyata Beriman, bertakwa kepada
Tuhan YME, dan
berakhlak mulia.
Berkebinekaan global
UKHROWI Menerapkan hasil Beriman, bertakwa kepada
pembelajaran dalam Tuhan YME, dan
rangka beribadah kepada berakhlak mulia.
Allah Berkebinekaan global
54
DAFTAR PUSTAKA
Alaydroes, Fahmy., et al, Standar Mutu Kekhasan Sekolah Islam Terpadu, Jakarta:
JSIT Indonesia, 2014
Al-Bugha, Musthafa Dieb. Al-Wafi, Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah, Jakarta: Al-
I’tishom Cahaya Umat, 2007
Bahgat, Mohamed M., FIRST Framework. 5 Domains, 15 Principles, SeGa Group LLC,
2018
55
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Jufri, Wahab, Belajar dan Pembelajaran Sains, Bandung : Pustaka Reka Cipta, 2013
Muhab, Sukro, et al., Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu Jaringan Sekolah Islam
Terpadu, Jakarta: JSIT Indonesia, 2010
Muhab, Sukro., et al. Standar Mutu Kekhasan Sekolah Islam Terpadu, Jakarta: JSIT
Indonesia, 2017
Nashih Ulwan, Abdullah, Pendidikan anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2007
Prensky, Marc, Teaching Digital Natives: Partnering for Real Learning, California: A
SAGE Company, 2010
Santrock, John W., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013
56
Warsita, Bambang. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta:
Rineka Cipta, 2008
57