Anda di halaman 1dari 14

Accelerat ing t he world's research.

DESAIN BAHAN AJAR


TRIGONOMETRI BERNUANSA
ISLAMI BERBASIS KEMAMPUAN
PEMAHAMAN MATEMATIS
Asep Saeful Rahman

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Cont ext ual Teaching and Learning unt uk Meningkat kan Problem Solving Skill Siswa SD
Dwi wulandari, Nerru Pranut a

Jurnal mat h
Ryan Faisal

Et nomat emat ika di Balik Permainan Tradisional Masyarakat Pasuruan (Analisis Konsep Mat emat ika U…
Bakhrul Ulum
DESAIN BAHAN AJAR TRIGONOMETRI BERNUANSA ISLAMI
BERBASIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS

JURNAL

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


menempuh ujian sarjana pendidikan
matematika

Oleh
ASEP SAEFUL RAHMAN
NIM 113070033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
CIREBON
2017
DESAIN BAHAN AJAR TRIGONOMETRI BERNUANSA
ISLAMI BERBASIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN
MATEMATIS

1) 2) 3)
Asep Saeful Rahman , Ena Suhena Praja , Ferry Ferdianto
1) Mahasiswa FKIP Unswagati, Cirebon; aseprahman04@gmail.com
2) Dosen FKIP Unswagati, Cirebon; suhenaena@yahoo.co.id
3) Dosen FKIP Unswagati, Cirebon; ferrymatematika@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan pemahaman


matematis peserta didik dengan ditemukannya learning obstacle
(hambatan belajar) khususnya tipe epistemologis pada materi
trigonometri dan juga dekadensi moral dan akhlak yang melanda bangsa
Indonesia yang tidak patut pula diabaikan. Maraknya tawuran pelajar,
kekerasan dan vandalisme, curang, perzinahan, dan korupsi yang
dilakukan oleh banyak pejabat pemerintahan lebih memperjelas bahwa
proses pendidikan belum mampu mengubah karakter peserta didik
secara baik. Adapun yang menjadi penyebabnya antara lain adalah
karena (1) proses pendidikan selama ini tidak mengintegrasikan antara
pengetahuan dan nilai, (2) pembelajaran yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga pendidikan jarang memunculkan nilai-nilai yang
bernuansa Islami. Diantara cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan membuat desain bahan ajar
bernuansa Islami. Tujuan penelitian ini yaitu, 1) mendeskripsikan
learning obstacle terkait kemampuan pemahaman matematis pada materi
trigonometri kelas X SMA/MA, 2) mendesain bahan ajar trigonometri
bernuansa Islami berbasis kemampuan pemahaman matematis yang
valid, dan 3) untuk mengetahui rencana intervensi guru dalam
mengimplementasikan bahan ajar pada saat proses pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan model penelitian Didactical Design Research
(DDR) yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: analisis situasi didaktis, analisis
metapedadidaktik, dan analisis retrosfektif. Adapun penelitian ini
dibatasi hanya sampai pada tahap validasi ahli. Hasil penelitian ini
menunjukan adanya learning obstacle terkait kemampuan pemahaman
matematis pada materi trigonometri dan berupa desain bahan ajar
peserta didik, pedoman pembelaran guru, dan rencana implementasi
bahan ajar yang disimpulkan valid dan dapat digunakan dalam proses
pembelajaran.

Kata Kunci: Learning Obstacle, Bahan Ajar, Bernuansa Islami, DDR,


Pemahaman Matematis
1. Pendahuluan

Pendidikan yang diselenggarakan setiap satuan pendidikan, mulai dari pendidikan


dasar hingga pendidikan tinggi, bahkan yang dilakukan di lembaga-lembaga formal
dan nonformal seharusnya dapat menjadi landasan bagi pembentukan pribadi
peserta didik, dan masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan harapan tersebut
tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang dirumuskan di dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun demikian, pada kenyataannya
output yang dihasilkan dari pendidikan kita masih sangat jauh dari yang diharapkan
dan dari tujuan yang telah dirumuskan.

Dekadensi moral yang dialami bangsa Indonesia saat ini sungguh sangat
memprihatinkan karena pada kenyataannya bukan hanya kaum yang tidak terpelajar
yang melakukannya, bahkan sekarang tidak sedikit kaum intelektual melakukan hal-
hal diluar norma yang sudah ditentukan. Maraknya tawuran pelajar, kekerasan dan
vandalisme, curang, perzinahan, dan korupsi yang dilakukan oleh banyak pejabat
pemerintahan lebih memperjelas bahwa proses pendidikan belum mampu
mengubah karakter peserta didik secara baik. Hal ini menunjukan pula bahwa proses
pembelajaran yang dilakukan cenderung pada pembelajaran pragmatis, dengan
kemungkinan menghasilkan manusia-manusia yang cerdas namun belum tentu
berbudi baik. Adapun yang menjadi penyebabnya antara lain adalah karena (1)
proses pendidikan selama ini tidak mengintegrasikan antara pengetahuan dan nilai,
(2) pembelajaran yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan jarang
memunculkan nilai-nilai yang bernuansa Islami.

Pembelajaran matematika di sekolah seharusnya tidak hanya menuntut pada


kemampuan berpikir peserta didik, lebih dari itu dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan, pembelajaran matematika merupakan salah satu sarana yang dapat
merubah sikap dan tingkah laku peserta didik yang mencakup didalamnya
kesadaran beragama. Matematika merupakan alat yang sangat strategis untuk
menyampaikan pesan religius sehingga perkembangan nalar peserta didik selalu
berdampingan dengan pemahaman nilai[1]. Dengan maksud lain, melalui
pembelajaran matematika dapat ditanamkan nilai-nilai religius pada peserta didik.
Adapun kemampuan seseorang untuk dapat memahami suatu konsep atau masalah-
masalah yang bersifat matematis dan bukan sekedar hafalan tetapi lebih jauh lagi,
disebut dengan kemampuan pemahaman. Beberapa pakar mengartikan pemahaman
matematis secara berbeda. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan
menyerap dan memahami ide-ide matematika[2] . Adapun mengenal, memahami
dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika merupakan
indikator secara umum dari pemahaman matematika[3] . Lebih lanjut menjelaskan
aspek kemampuan pemahaman matematis, yaitu : (1) Pemahaman Konsep,
kemampuan yang berkenaan dengan memahami ide-ide matematika yang
menyeluruh dan fungsional ; (2) Pemahaman mekanikal, yaitu kemampuan untuk
dapat melakukan perhitungan sederhana atau menerapkan rumus sesuatu secara
rutin; (3) Pemahaman induktif, yaitu kemampuan untuk mencoba sesuatu dalam
kasus sederhana serta dapat menganalogikannya dalam kasus serupa; (4)
Pemahaman rasional, yaitu kemampuan untuk dapat membuktikan suatu kebenaran
rumus dan teorema; (5) Pemahaman intuitif, yaitu kemampuan untuk dapat
memperkirakan suatu kebenaran dengan pasti sebelum menganalisis lebih lanjut; (6)
Pemahaman instrumental, kemampuan menghafal dan memahami konsep atau
prinsip secara terpisah, menerapkan rumus dalam prhitungan sederhana dan
mengerjakan perhitungan secara algoritma; (7) Pemahaman relasional, kemampuan
mengaitkan suatu konsep/aturan dengan konsep/aturan lainnya secara benar dan
menyadari proses yang dilakukannya.

Berdasarkan pengertian tersebut, sehingga sangat penting pemahaman matematis


diajarkan kepada peserta didik. Poin utamanya adalah peserta didik bukan hanya
dapat mengerjakan soal matematika dengan apa yang dimilikinya akan tetapi peserta
didik juga dapat mengaitkan antara pengetahuan yang dimiliknya dengan keadaan
yang lain. Karena sesungguhnya mengajar memiliki tujuan menyampaikan
pengetahuan kepada peserta didik dan pengetahuan tersebut dapat dipahami oleh
peserta didik[4] . Akan tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,
seperti hasil observasi saat menguji peserta didik kelas XI SMA Negeri 7 Kota Cirebon
dengan soal kemampuan pemahaman matematis diperoleh hasilnya kemampuan
pemahaman matematis yang dimiliki peserta didik masih tergolong rendah.

Hasil wawancara dengan guru matematika di SMA Negeri 7 Kota Cirebon terkait
pengadaan bahan ajar di sekolah, bahwasannya persediaan buku ajar di
perpustakaan sekolah terbatas sehingga peserta didik tidak seluruhnya memegang
buku paket saat pembelajaran. Terkait pembelajaran matematika sendiri masih
banyak peserta didik yang memandang bahwa pelajaran matematika itu sulit, khusus
pada materi trigonometri yang marupakan bagian dari matematika guru
menjelaskan bahwa peserta didik baru mendapatkan materi tersebut ketika di kelas
X SMA, sehingga pemahaman peserta didik dalam mempelajari materi trigonometri
masih lemah. Adapun lebih lanjut guru menjelaskan kesulitan-kesulitan yang
dialami peserta didik dalam mempelajari materi trigonometri, diantaranya: (1)
Peserta didik sulit memahami tentang perbandingan trigonometri; (2) Mengingat/
menghafal rumus-rumus yang ada pada trigonometri; (3) serta sulit mengaplikasikan
trigonometri dalam kehidupan sehari-hari. Demi menyelesaikan permasalahan
tersebut, guru bukannya sama sekali tanpa usaha. Diantara usaha yang dilakukan
guru agar pembelajaran tetap berjalan baik ialah membuat lembar kerja siswa (LKS)
serta menggunakan media power point saat pembelajaran. Meskipun membantu
dalam proses pembelajaran, sebagai pengganti bahan ajar LKS dan Media power
point dirasa masih kurang maksimal.

Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat maupun teks) yang disusun
secara sistematis yang menampilkan bentuk utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran[5] . Dengan begitu,
pembelajaran akan berlangsung secara efektif jika dilengkapi dengan media
pembelajaran, salah satunya adalah bahan ajar modul. Kebanyakan pembelajaran
dan bahan ajar matematika yang dikembangkan tidak memuat nilai-nilai Islami,
sehingga matematika lagi-lagi kurang memberikan kontribusi bagi pembentukan
karakter dan belum mampu menciptakan pembelajaran yang bermakna. Keterkaitan
bahan ajar dengan bernuansa islami adalah pemberian nilai-nilai keislaman pada isi
bahan ajar baik berupa materi, contoh soal maupun pada desain tampilan bahan ajar.
Selain itu, nuansa Islami akan terlihat pada metode pembelajaran yang dilaksanakan.
Penanaman nilai-nilai Islami yang dapat dilakukan dalam pembelajaran mata
pelajaran matematika termasuk bahan ajar, yaitu: selalu menyebut nama Allah,
penggunaan istilah, ilustrasi visual, aplikasi atau contoh-contoh, menyisipkan ayat atau
hadist yang relevan, penelusuran sejarah, jaringan topik, simbol ayat-ayat kauniah.[6]

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penelitian difokuskan pada


Desain Bahan Ajar Bernuansa Islami Berbasis Kemampuan Pemahaman Matematis
Pada Materi Trigonometri SMA/MA. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.

1. Mengetahui bagaimana learning obstacle terkait kemampuan pemahaman


matematis pada materi trigonometri kelas X SMA/MA,
2. Mendeskripsikan desain bahan ajar trigonometri bernuansa Islami berbasis
kemampuan pemahaman matematis kelas X SMA/MA yang valid, dan
3. Mendeskripsikan rencana intervensi guru dalam mengimplementasikan desain
bahan ajar trigonometri bernuansa Islami berbasis kemampuan pemahaman
matematis.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif,


tujuannya adalah agar mempermudah penulis dalam melaksanakan setiap tahapan
penelitian. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis learning obstacle yang
terjadi, validasi bahan ajar, pedoman pembelajaran guru dan rencana implementasi
bahan ajar dalam kemampuan pemahaman matematis peserta didik. Sedangkan
metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis butir soal, valid tidaknya bahan
ajar dan uji Q-Cochran. Model penelitian yang digunakan yaitu Didactical Design
Research (DDR), penelitian Disain Didaktis pada dasarnya terdiri atas tiga tahap[7]
yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa
Disain Didaktis Hipotetis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3)
analisis retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis
hipotetis dengan hasil analisis metapedadidaktik. Tahapan desain didaktis dalam
penelitian ini hanya pada tahap analisis metapedadidaktik dan analisis situasi
didaktis sebelum pembelajaran (prospective analysis) yang wujudnya berupa desain
didaktis hipotesis termasuk ADP yaitu hanya sampai pada tahap validasi bahan ajar.
Salah satu aspek yang perlu menjadi pertimbangan guru dalam mengembangkan
ADP adalah adanya learning obstacles khususnya yang bersifat epistimologis
(epistimological obstacle). Epistimological obstacle merupakan kesalahan yang terjadi
dikarenakan konteks situasi permasalahan yang berbeda meski secara konsep sama
seperti yang pernah diketahui sebelumnya. Dalam hal ini seseorang bingung bila
dihadapkan pada situasi yang baru sehingga pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
tidak dapat digunakan. Berikut ini adalah gambaran alur penelitian yang dilakukan,

Gambar 1. Alur penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 7 Kota Cirebon, yaitu pada peserta didik kelas
XI IPA 2 untuk identifikasi kemampuan pemahaman awal dan kelas XI IPA 1 untuk
identifikasi learning obstacle akhir dan kepada dua guru mata pelajaran matematika
sebagai ahli untuk melakukan validasi terkait bahan ajar. Secara garis besar teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut.
Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Jenis Data Teknik Pegumpulan Data
Learning Obstacle Tes
Validasi Bahan Ajar Kuesioner
Validasi Pedoman Pembelajaran Guru Kuesioner
Validasi Rencana Implementasi Kuesioner
Pembelajaran

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Learning obstacle yang diperoleh merupakan hasil dari uji coba soal berbasis
kemampuan pemahaman matematis berbentuk uraian yang terdiri dari 6 soal. Uji
coba soal dilakukan pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 7 Kota Cirebon. Berdasarkan
hasil uji coba instrumen tersebut diperoleh gambaran mengenai kemampuan
pemahaman matematis peserta didik pada materi trigonometri dan kesulitan yang
dialami peserta didik dalam memahami materi trigonometri yang diuraikan kedalam
empat tipe sebagai berikut.
a. Learning Obstacle tipe 1 peserta didik terkait pemahaman mengenai nama-nama
sisi pada segitiga siku-siku pada konsep rasio trigonometri.
b. Learning Obstacle tipe 2 peserta didik terkait pemahaman mengenai konsep rasio
trigonometri.
c. Learning Obstacle tipe 3 peserta didik terkait pemahaman teorema phytagoras
sebagai materi prasyarat dalam mempelajari trigonometri.
d. Learning Obstacle tipe 4 peserta didik terkait kemampuan peserta didik dalam
mengkonstruksi soal aplikatif, menjabarkannya ke dalam bentuk matematika.

Dari hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dapat disimpulkan
bahwa hambatan yang ditemukan merupakan epistimological obstacle yaitu,
pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu.

Berdasarkan learning obstacle yang ditemukan kemudian dibuat desain bahan ajar
bernuansa Islami, berbasis kemampuan pemahaman matematis pada materi
trigonometri yaitu pokok bahasan rasio trigonometri pada segitiga siku-siku dan nilai
perbandingan trigonometri untuk sudut istimewa. Bahan ajar yang dibuat adalah
bahan ajar untuk peserta didik dan pedoman pembelajaran guru dan dibuat juga
rencana implementasi bahan ajar untuk mengetahui intervensi guru pada saat
melakukan proses pembelajaran. Setelah desain bahan ajar dibuat kemudian
dilakukan validasi oleh lima orang ahli atau validator. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut.

Validator 1: bahan ajar peserta didik diperoleh sebesar 80% (cukup valid), pedoman
guru sebesar 84% (cukup valid), rencana implementasi bahan ajar 86% (sangat valid).
Validator 2: bahan ajar peserta didik 85% (cukup valid), pedoman guru 93% (sangat
valid), rencana implementasi bahan ajar 93% (sangat valid). Validator 3: bahan ajar
peserta didik 77% (cukup valid), pedoman guru 79% (cukup valid), rencana
implementasi bahan ajar 77% (cukup valid). Validator 4: bahan ajar peserta didik
diperoleh sebesar 99%, pedoman guru sebesar 100% (sangat valid), rencana
implementasi bahan ajar 99% (sangat valid). Validator 5: bahan ajar peserta didik
diperoleh sebesar 97% (sangat valid), pedoman guru sebesar 99% (sangat valid),
rencana implementasi bahan ajar 98% (sangat valid). Setelah diperoleh hasil penilian
dari masing-masing validator selanjutnya dicari nilai gabungan dari keseluruhannya
berikut diperoleh hasil penilaian validasi gabungan bahan ajar peserta didik,
pedoman guru, dan rencana implementasi bahan ajar disajikan pada Diagram 1
berikut.

Diagram 1.
Hasil Validasi Gabungan Bahan Ajar Peserta didik, Pedoman Guru, dan Rencana
Implementasi Bahan Ajar Para Ahli
92%

91%
91% 90,6%

90%

89%

88% 87,6%

87%

86%

85%
Bahan Ajar Peserta Didik Pedoman Guru Rencana Implementasi
Bahan Ajar

Berdasarkan data yang telah diperoleh peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
hasil gabungan perhitungan untuk validasi bahan ajar peserta didik diperoleh
sebesar 87,6%, untuk bahan ajar pedoman guru diperoleh sebesar 91%, dan untuk
rencana implementasi bahan ajar diperoleh sebesar 90,6% ini berarti ketiga-tiganya
layak digunakan dalam proses pembelajaran.

Penilaian dari setiap validator terdapat komentar dan saran oleh karena itu untuk
menyeragamkan pendapat dari semua validator yaitu dilakukan uji Q-Cochran, uji
ini digunakan untuk menguji perbedaan pendapat dari berbagai para ahli. Berikut
diperoleh hasil uji Q-Cochran bahan ajar peserta didik, pedoman guru, dan rencana
implementasi bahan ajar disajikan pada Diagram 2 berikut.
Diagram 2.
Hasil Penilaian Uji Q-Cochran Bahan Ajar Peserta didik, Pedoman Guru, dan
Rencana Implementasi Bahan Ajar Para Ahli

1,5

Bahan Ajar Peserta Didik Pedoman Guru


Rencana Implementasi Bahan Ajar

Berdasarkan 𝑑𝑘 = 𝑘 − 1 = 5 − 1 = 4 dengan taraf kesalahan 5% maka harga Chi


Kuadrat tabel = 9,488. Bahan ajar peserta didik diperoleh harga Q hitung (1,5),
pedoman guru diperoleh harga Q hitung (1), dan rencana implementasi bahan ajar
diperoleh harga Q hitung (7) ternyata dari ketiga penilaian tersebut lebih kecil dari Q
tabel (9,488) jadi H0 diterima dan H1 ditolak. Ini berarti tidak terdapat perbedaan
pendapat dari para ahli yang signifikan sehingga, dapat disimpulkan bahwa bahan
ajar untuk peserta didik layak untuk digunakan atau diimplementasikan pada proses
pembelajaran.

3.2 Pembahasan

Learning obstacle tipe 1. Pada soal ini peserta didik dituntut mampu menentukan sisi
depan, sisi samping dan sisi miring untuk suatu sudut lancip (α) pada suatu segitiga
siku-siku. Solusi dari learning obstacle tersebut yaitu, dibuat situasi didaktis yang
menjelaskan konsep penamaan sisi-sisi pada segitiga siku-siku dengan
memperhatikan pada sudut acuan. Learning obstacle tipe 2. Pada soal ini peserta didik
dituntut mampu menjelaskan rasio trigonometri (sinus, cosinus, tangen, cosecan,
secan, dan cotangen) pada segitiga siku-siku. Solusi dari learning obstacle tersebut
yaitu, dibuat situasi didaktis yang menjelaskan rasio trigonometri. Learning obstacle
tipe 3. Pada soal ini peserta didik dituntut mampu Menentukan panjang sisi-sisi pada
suatu segitiga siku-siku dengan menggunakan teorema phythagoras. Solusi dari
learning obstacle tersebut yaitu, peserta didik diberikan materi prasyarat berkaitan
segitiga dan teorema phytagoras. Learning obstacle tipe 4. Pada soal ini peserta didik
dituntut mampu membuat model matematika dari masalah nyata yang berkaitan
dengan perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Solusi dari learning
obstacle tersebut yaitu, peserta didik dijelaskan mengenai pengertian sudut elevasi
dan sudut depresi diberikan latihan soal-soal aplikatif.
Bahan ajar trigonometri bernuansa Islami berbasis kemampuan pemahaman
matematis yang telah dibuat, tidak serta dapat langsung digunakan dalam
pembelajaran, sebagai pertimbangan mesti dilakukan validasi terhadap bahan ajar
tersebut yang dilakukan oleh ahli. Dalam penelitian ini dipilih lima orang ahli yaitu
tiga orang dosen pendidikan matematika Unswagati dan dua orang guru mata
pelajaran matematika di SMA Negeri 7 Kota Cirebon, tujuannya adalah agar
diketahui layak atau tidak bahan ajar tersebut digunakan dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil validasi gabungan tiap validator yang telah dipaparkan di atas
menunjukan bahwa bahan ajar yang dibuat tersebut layak digunakan dalam
pembelajaran.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan dari penelitian yang telah ddilakukan, maka ditarik kesimpulan bahwa
learning obstacle atau kesulitan yang dialami oleh peserta didik dalam mempelajari
trigonometri terdapat 4 tipe learning obstacle, yaitu tipe kesatu learning obstacle terkait
pemahaman mengenai nama-nama sisi pada segitiga siku-siku pada konsep rasio
trigonometri. Pada permasalahan ini peserta didik dituntut mampu menentukan sisi
depan, sisi samping dan sisi miring untuk suatu sudut lancip (α) pada suatu segitiga
siku-siku, tipe kedua learning obstacle terkait pemahaman mengenai konsep rasio
trigonometri. Pada permasalahan ini peserta didik dituntut mampu menjelaskan
rasio trigonometri (sinus, cosinus, tangen, cosecan, secan, dan cotangen) pada
segitiga siku-siku, tipe yang ketiga learning obstacle terkait pemahaman teorema
phytagoras sebagai materi prasyarat dalam mempelajari trigonometri. Pada
permasalahan ini peserta didik dituntut mampu Menentukan panjang sisi-sisi pada
suatu segitiga siku-siku dengan menggunakan teorema phythagoras, dan tipe yang
keempat Learning Obstacle terkait kemampuan peserta didik dalam mengkonstruksi
soal aplikatif, memodelkannya ke dalam bentuk matematika. Pada soal ini peserta
didik dituntut mampu membuat model matematika dari masalah nyata yang
berkaitan dengan perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Setelah
mengetahui kesulitan peserta didik dalam materi trigonometri penulis menyusun
desain bahan ajar berbentuk modul untuk peserta didik dan pedoman guru serta
rencana implementasi. Penilaian tersebut dilakukan oleh lima orang validator yaitu
tiga dosen FKIP Matematika dan dua guru mata pelajaran matematika SMA Negeri
7 Kota Cirebon. Berdasarkan hasil validasi oleh lima validator untuk bahan ajar
peserta didik diperoleh persentase sebesar 87,6% dengan tingkat klasifikasi sangat
valid dan perhitungan uji Q-Chohran diperoleh Q hitung sebesar 1,5 ini berarti tidak
terdapat perbedaan pendapat dari para ahli yang signifikan. Pedoman bahan ajar
untuk guru diperoleh sebesar 91% untuk perhitungan uji Q-Chohran diperoleh Q
hitung sebesar 1 ini berarti tidak terdapat perbedaan pendapat dari para ahli yang
signifikan. Berdasarkan hasil validasi oleh lima validator diperoleh persentase
rencana implementasi sebesar 90,6 % dengan tingkat klasifikasi sangat valid, untuk
perhitungan uji Q-Chohran diperoleh Q hitung sebesar 7 ini berarti tidak terdapat
perbedaan pendapat dari para ahli yang signifikan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar peserta didik, pedoman guru, dan rencana
implementasi bahan ajar berbasis pemahaman matematis pada materi trigonometri
kelas X dengan model Quantum Teaching yang berbentuk modul layak digunakan
dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka diajukan saran,
yaitu (1) Modul yang telah dikembangkan dalam penelitian ini dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan pada pembelajaran
materi trigonometri. Modul yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan
pemahaman matematis siswa dan memberikan nilai-nilai keIslaman kepada siswa.
(2) Guru dalam mengimplementasikan bahan ajar trigonometri bernuansa Islami
berbasis kemampuan pemahaman matematis dengan model Quantum Teaching ini
harus disesuaikan dengan karakteristik siswa serta mencoba mengamalkan nilai-nilai
keIslaman yang diketahuinya. (3) Penulis menyadari bahwa modul dengan materi
trigonometri yang dikembangkan ini masih jauh dari sempurna. Diperlukan
pengkajian yang lebih mendalam mengenai konsep maupun isi materi di dalam
modul. (4) Penelitian ini diharapkan dapat terus dikembangkan, sebagai bentuk
pengembangan desain bahan ajar. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah baik
terhadap instrumen ataupun bahan ajar sehingga hasil yang diperoleh akan lebih
baik lagi.
5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Kusno. (2012). Pendidikan Karakter Religius Berbasis Sains Matematika Melalui
Pembelajaran Sains Matematika Melalui Pembelajaran Koloboratif. Makalah.
Disampaikan di Unsoed Tanggal 21 April 2012.

[2] Lestari & Yudhanegara. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung:


PT. Refika Aditama.

[3] Ferdianto, F. dan Ghanny. (2014). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman


Matematis Siswa Melalui Problem Posing. Cirebon: Jurnal Euclid, ISSN
2355-17101, vol.1, No.1

[4] Hidayat, I. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis


Siswa Mts Melalui Model Problem Based Learning. Jurnal Skripsi (Tidak
diterbitkan). Bandung: STKIP Siliwangi Bandung.

[5] Prastowo, A. (2015) Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogyakarta: DIVA Press.

[6] Salafudin. (2015). Pembelajaran Matematika Yang Bermuatan Nilai Islam,


(2).

[7] Suryadi, D. (2013). Didactical Desain Research (DDR) dalam Pengembangan


Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.

Anda mungkin juga menyukai