Anda di halaman 1dari 2

HAKIKAT SAINS

Hakikat sains atau NOS secara epistimologi adalah cara pandang ilmu pengetahuan
alam dari sisi epistemology dimana sains dalam hal ini sains merupakan serangkaian aktivitas
saintifik yang terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Dengan sudut pandang ini
maka sains bukanlah sebuah produk dari sebuah pengetahuan, melainkan adalah sebuah
proses dimana dalam proses tersebut dapat dilihat bagaimana cara kerja sains dan bagaimana
sebenarnya para ilmuwan melakukan penelitian untuk mencari dan menemukan pengetahuan.
Oleh karena itu, melalui NOS, sains akan lebih dipandang sebagai suatu proses pencarian
daripada sebuah hasil akhir dari pencarian. Dengan demikian maka akan timbul pemahaman
bahwa dari sudut pandang hakikat sains, sains adalah pengetahuan yang akan terus berubah,
berasal dari alam semesta, bersifat subyektif, merupakan hasil inferensi manusia,
mengandung unsur–unsur kreativitas, dipengaruhi oleh sosio-kultural, melibatkan
pengamatan dan penginterpretasian, serta memiliki hukum dan teori ilmiah yang tidak saling
terikat. Hal inilah yang disebut dengan aspek–aspek dalam hakikat sains (Listiani, 2023).
Aspek pertama dalam hakikat sains adalah “tentativeness” atau sains bersifat tentatif.
Sains bersifat tentatif adalah bahwa sains merupakan pengetahuan yang akan terus berubah
dan berkembang. Berdasarkan prinsip ini, sebuah ilmu pengetahuan dikatakan sebagai ilmiah
apabila dapat diuji proposisinya. Pengetahuan ilmiah yang belum terbantahkan oleh
penyelidikan empiris akan disetujui untuk sementara waktu. Hal ini menunjukkan terdapat
kemungkinan bahwa pengetahuan–pengetahuan ilmiah yang tengah ada sekarang dapat
mengalami perubahan. Oleh karena itu akan selalu ada kemungkinan untuk menyangkal
pengetahuan yang telah ada, dan prinsip tentativeness adalah karakteristik utama dari
pengetahuan ilmiah (Listiani, 2023).
Aspek kedua dalam hakikat sains adalah observation dan inferences. Dalam
melakukan pencarian ilmu pengetahuan maka ilmuwan melakukan kegiatan yang disebut
dengan observasi. Saat melakukan observasinya, ilmuwan menggunakan segala pengetahuan
yang dimilikinya untuk mencari tahu kebenaran atas apa yang diamati. Pada dasarnya, apa
yang dilakukan oleh ilmuwan adalah kegiatan yang umumnya dilakukan oleh semua orang,
yaitu mengamati fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari–hari. Namun, dalam
konteks ilmiah, pengamatan atau observasi ini didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang. Setelah melakukan observasi maka yang dilakukan oleh seorang ilmuwan
adalah melakukan interpretasi. Interpretasi yang dilakukan oleh seorang ilmuwan bersifat
subjectif. Dengan demikian, walaupun bersifat ilmiah, suatu pengetahuan mengandung unsur
subjektif, yaitu dipandang dari sisi atau pendapat ilmuwan yang menyatakannya atau yang
menemukannya (Listiani, 2023).
Aspek lain yang menjadi perhatian dalam pembelajaran sains yang berkaitan dengan
NOS adalah hukum dan teori ilmiah. Pertama, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
mendefinisikan hukum ilmiah (scientific laws) dan teori ilmiah (scientific theories). Hukum
dalam ilmu pengetahuan alam disebut sebagai scientific laws. Hukum ilmiah
mendeskripsikan tentang fenomena–fenomena yang terjadi namun tanpa menjelaskan
mengapa hal tersebut dapat terjadi. Sementara itu, penjelasan tentang mengapa suatu
fenomena terjadi dapat dijelaskan oleh scientific theories (Listiani, 2023).
Aspek-aspek hakikat sains terdiri tiga aspek yaitu sains sebagai produk, sains sebagai
proses, sains sebagai sikap ilmiah. Sains sebagai produk sains merupakan makna alam dan
berbagai fenomena/perilaku/karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori dan
konsep, hukum, dan prinsip. Sains sebagai produk juga menjabarkan karakteristik-
karakteristik ilmu pengetahuan dan sifat-sifat dasar dalam perolehan ilmu pengetahuan. Sains
sebagai proses adalah proses memperoleh ilmu pengetahun. Kita mengetahui bahwa IPA
diperoleh melalui metode ilmiah. Sains sebagai sikap ilmiah adalah penanaman sikap-sikap
dalam diri siswa (ilmuan) ketika melaksanakan proses metode ilmiah (penyelidikan) dan
proses pembelajaran (Tursinawati, 2016).
Keterampilan proses sains terdiri dari 5 bagian penting, yaitu: (1) pengamatan
(observing), (2) membandingkan (comparing), (3) mengklasifikasikan (classifying), (4)
mengukur (meansuring), dan (5) mengkomunikasikan (communicating). Observasi
merupakan kebebasan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal yang berkaitan dengan apa
yang akan diteliti. Membandingkan (comparing) adalah kemampuan membandingkan dapat
dilihat dari kemampuan dalam melihat persamaan atau perbedaan dari suatu objek (Susanti,
2013).
Mengklasifikasikan (classifying), yaitu membandingkan bagian tertentu yang
memiliki kesamaan ciri atau karakteristik tertentu yang hanya dimiliki hal atau benda yang di
teliti. Mengklasikasikan adalah mengelompokan dan memilah suatu objek berdasarkan
kategori tertentu. Pada kegiatan mengklasifikasi tidak hanya mengamati tapi berpikir untuk
mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk, warna, ukuran dan sebagainya. Mengukur
(meansuring) adalah kemampuan dalam mengkuantifikasi atau menghitung hasil observasi
dan dapat berupa angka, jarak, waktu, volume dan suhu, hal yang mungkin bias atau tidak
bisa di ukur dengan suatu standar, maka dapat dideskripsikan mengukur adalah kegiatan
menghitung atau mendeskripsikan jumlah berdasarkan pengamatan yang telah anak lakukan
yang berupa angka, jarak, waktu, volume dan suhu. Mengkomunikasikan (communicating)
adalah kemampuan menceritakan proses dalam menemukan dan hasil temuannya,
pendapat/ide-ide, atau pemecahan masalah yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan (Susanti, 2013).

Listiani, L. (2023). HAKIKAT SAINS (NATURE OF SCIENCE) DAN PERAN


PENTINGNYA DALAM PEMBELAJARAN IPA. Borneo Journal of Biology
Education (BJBE), 5(1), 42-49.
Tursinawati, T. (2016). Penguasaan konsep hakikat sains dalam pelaksanaan percobaan pada
pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Pesona Dasar: Jurnal Pendidikan
Dasar Dan Humaniora, 2(4), 72-84.
Susanti, R. (2013). Meningkatkan keterampilan proses sains melalui pendekatan inkuiri. JIV-
Jurnal Ilmiah Visi, 8(1), 31-37.

Anda mungkin juga menyukai