Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh

lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi

dan mekanisme kulit tidak saja harus menghilangkan pengaruh panas matahari,

tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh bagian sinar matahari (Rostamailis,

2005).

Penyinaran matahari mempunyai 2 efek, baik yang menguntungkan

maupun yang merugikan, tergantung dari frekwensi dan lamanya sinar matahari

mengenai kulit, intensitas sinar matahari serta sensitifitas seseorang (Ditjen POM,

1985).

Efek Yang Bermanfaat

Penyinaran matahari yang sedang, secara psikologi dan fisiologi

menimbulkan rasa nyaman dan sehat. Dapat merangsang peredaran darah, serta

meningkatkan pembentukan hemoglobin. Sinar matahari dapat mencegah atau

megobati penyakit ritketsia karena 7-dehidrokolesterol (provitamin D3) yang

terdapat pada epidermis dan diaktifkan menjadi vitamin D3 (Diten POM, 1985).

Sinar matahari dapat membantu pengobatan tuberculosis, misalnya pada

tuberculosis kelenjar dan tulang, dapat juga untuk mengobati penyakit kulit,

misalnya psoriasis. Berpengaruh baik pada system saraf otonom dan mengurangi

berbagai infeksi. Pembentukan melanin akan bertambah, dan kulit menjadi lebih

Universitas Sumatera Utara


tebal sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung tubuh alami terhadap sengatan

matahari selanjutnya (Ditjen POM, 1985).

Efek Yang Merugikan

Penyinaran matahari mempunyai efek yang merugikan. Penyinaran

matahari yang singkat pada kulit dapat menyebabkan kerusakan epidermis

sementara, gejalanya biasanya disebut sengatan surya. Sinar matahari

menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar yang nyeri pada kasus yang lebih

parah. Penyinaran yang lama akan menyebabkan perubahan degeneratif pada

jaringan pengikat dalam korium. Keadaan tersebut menyebabkan kulit akan

menebal, kehilangan kekenyalan sehingga kulit kelihatan keriput, ini disebabkan

karena kulit kehilangan kapasitas ikat-air (Ditjen POM, 1985).

Penyinaran matahari terdiri dari berbagai spektrum dengan panjang

gelombang yang berbeda, dari inframerah yang terlihat hingga spektrum

ultraviolet. Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 400-280 nm dapat

menyebabkan sengatan surya dan perubahan warna. Penyinaran ultraviolet dengan

panjang gelombang diatas 330 nm dapat menyebabkan kulit menjadi kecoklatan.

Eritema timbul bersamaan dengan warna coklat kulit. Pada panjang gelombang

antara 334,2 – 366,3 nm efektif dalam pembentukan warna coklat dengan sedikit

eritema. Pada panjang gelombang 295 – 315 nm tidak segera terlihat efeknya,

tetapi setelah beberapa jam akan timbul eritema. Setelah beberapa hari eritema

akan berkurang, terbentuklah warna kecoklatan. Pada penyinaran dengan panjang

gelombang 250 – 270 nm, akan timbul eritema yang sangat ringan, yang

Universitas Sumatera Utara


menghilang dalam beberapa hari tanpa menimbulkan warna kecoklatan (Ditjen

POM, 1985).

Panjang gelombang sinar ultraviolet dapat dibagi menjadi 3 bagian :

1. Ultraviolet A (UV A) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 400 – 315

nm dengan efektivitas tetinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat

pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan dalam bentuk leuko yang terdapat

pada lapisan atas.

2. Ultraviolet B (UV B) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 315 – 280

nm dengan efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah

eritemogenik, dapat menimbulkan sengatan surya dan terjadi reaksi

pembentukan melanin awal.

3. Ultraviolet C (UV C) yaitu sinar dengan panjang gelombang di bawah 280

nm, dapat merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah tersaring oleh

lapisan ozon dalam atmosfer (Ditjen POM, 1985).

Secara alami kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-

organ di bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk

butir-butir pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan kembali

sinar matahari. Jika kulit terpapar sinar matahari, misalnya ketika seseorang

brjemur, maka timbul dua tipe reaksi melanin :

1. Penambahan melanin dengan cepat ke permukaan kulit.

2. Pembentukan tambahan melanin baru.

Universitas Sumatera Utara


Jika pembentukan tambahan melanin itu berlebihan dan terus menerus,

noda hitam pada kulit dapat terjadi. Ada dua cara perlindungan kulit, yaitu :

1. Perlindungan secara fisik, misalnya memakai payung, topi lebar, baju lengan

panjang, celana panjang, serta pemakaian bahan-bahan kimia yang melindungi

kulit dengan jalan memantulkan sinar yang mengenai kulit, misalnya Titan

dioksida, Zinc oksida, kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat, talkum,

silisium dioksida dan bahan-bahan lainnya sejenis yang sering dimasukkan

dalam dasar bedak (foundation) atau bedak.

2. Pelindungan secara kimiawi dengan memakai bahan kimia (Tranggono. 2007).

Faktor perlindungan kulit secara alami terhadap sengatan surya ialah

dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Pada percobaan

perlindungan kulit menunjukkan adanya kecepatan mitotik setelah penyinaran

dari sel epidermis yang menyebabkan penebalan stratum korneum dalam waktu 4

– 7 hari, sehingga dapat menahan penyinaran yang menyebabkan eritema (Ditjen

POM, 1985).

Perlindungan terhadap sengatan surya juga disebabkan melanin yang

terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet B akan berpindah ke

stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar ultraviolet

A. jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan

pelindung terhadap sinar matahari (Ditjen POM, 1985).

Nyeri akan timbul pada kulit yang tidak terlindung setelah penyinaran

matahari. Pigmentasi maksimum dapat tercapai lebih kurang 100 jam penyinaran

(Ditjen POM, 1985).

Universitas Sumatera Utara


Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk

maksud membaurkan atau menyerap secara emisi gelombang ultraviolet dan

inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya

mahatari (Ditjen POM, 1985).

Perlu dilakukan pengkajian formulasi sediaan tabir surya terhadap

efesiensi sebagai tabir surya. Pengujian daya absorpsi secara spektrofotometri

terhadap kadar, kepekatan larutan, dan panjang gelombang. Untuk mengetahui

efektivitas bahan tabir surya dilakukan pengujian menggunakan spektrofotometri

(Ditjen POM, 1985).

Bahan aktif tabir surya bekerja dengan dua mekanisme yaitu

penghambatan fisik (physical bloker), antara lain TiO2, ZnO, kaolin, CaCO3,

MgO, dan penyerap kimia (chemical absorber) meliputi anti UV A misalnya

turunan benzophenon antara lain oksibenson, dibenzoilmetan, serta anti UV B

yaitu turunan salisilat, turunan para amoni benzoic acid (PABA) misalnya oktil

dimetil PABA, turunan sinamat (sinoksat, etil heksil parametoksisinamat) dan

lain-lain (Purwanti dkk, 2005).

Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan

kombinasi antar tabir surya fisik dan tabir surya kimia, bahkan ada yang

menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika

(Wasitaatmadja, 1997).

Kemampuan menahan sinar ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam

faktor proteksi sinar (Sun Protecting Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis

Universitas Sumatera Utara


minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi

oleh tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar antara 0 sampai 100

(Wasitaatmadja, 1997). Sediaan tabir surya dikatakan dapat memberikan

perlindungan apabila memiliki nilai SPF 2 – 8 (Shaat, 1990).

Pathak membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :

1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat.

2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, bensofenon.

3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivate PABA.

4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.

5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non-PABA dan fisik.

(Wasitaatmadja, 1997)

Penentuan nilai SPF dapat ditentukan secara in vitro dengan

menggunakan spektrofotometer (Petro, 1981). Metode SPF merupakan metode

resmi Amerika Serikat. FDA (Food Drug Administration) mensyaratkan produk

tabir surya harus mencantumkan nilai SPF-nya, untuk memberikan arahan pada

konsumen mengenai kekuatan relatif dari produk tersebut (Shaat, 1990). Jika

suatu body lotion mengandung SPF 15 berarti krim tersebut akan meneruskan

sinar matahari seperlima belas saja. Krim dengan SPF 60 hanya meneruskan

seperenam puluh sinar matahari ke kulit. Oleh karena itu, makin besar nilai SPF

maka makin efektif fungsinya sebagai tabir surya. Krim tabir surya dapat

dioleskan di seluruh bagian tubuh yang terbuka, terutama wajah, tetapi jangan

sampai terkena bagian mata. Krim inipun dapat digunakan setiap hari sebagai alas

bedak (Indarti, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Faktor protektif terhadap sinar (SPF) menunjukkan kelipatan

peningkatan toleransi terhadap kontak dengan sinar matahari dengan penggunaan

produk ini tanpa menimbulkan eritema. Dengan perkataan lain, SPF 8 akan

mengizinkan orang yang biasa menderita eritema setelah berkontak 20 menit

untuk bertahan 160 menit terhadap sinar matahari (Landow K., 1984).

Tabir surya dapat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, misalnya

bentuk larutan air atau alkohol, emulsi, krim, dan semi padat, yang merupakan

sediaan lipid non-air, gel, dan aerosol (Ditjen POM, 1985).

Syarat-syarat bagi preparat kosmetik tabir surya yaitu :

1. Enak dan mudah dipakai.

2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan.

3. bahan aktif dan bahan dasar mudah bercampur.

4. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit.

Syarat-syarat bahan aktif untuk preparat tabir surya yaitu :

1. Efektif menyerap radiasi UV B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak

demikian akan mengurangi efesiensi, bahkan menjadi toksik atau

menimbulkan iritasi.

2. Meneruskan UV A untuk mendapatkan tanning.

3. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap.

4. Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya.

5. Tidak berbau atau boleh berbau ringan.

6. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menyebabkan sensitisasi.

Universitas Sumatera Utara


Bentuk-bentuk preparat susnscreen dapat berupa :

1. Preparat anhydrous

2. Emulsi (m/a, a/m)

3. Preparat tanpa lemak

(Tranggono, 2007)

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak di dalam air,

dan dikenal sebagai “Krim”. Basis vanishing cream termasuk dalam golongan ini

(Lachman, 1994). Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-

hari karena memiliki keuntungan yaitu setelah pemakaian tidak menimbulkan

bekas, memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki

kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1985). Vanishing cream mengandung

air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air

menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel, 1989).

Humektan (gliserin, propylenglikol, sorbitol 70%) sering ditambahkan pada

vanishing cream dan emulsi m/a untuk mengurangi penguapan air dari

permukaan basis (Banker, 1792).

Vanishing cream, sebagai emulgatornya berfungsi garam-garam

natrium, kalium, dan ammonium dari asam stearat serta trietanolamin stearat.

Untuk membuatnya digunakan komponen alkali dan asam stearat dalam suatu

perbandingan tertentu sehingga terbentuk 15 – 20 % senyawa garam. Dengan

penambahan gliserol (10%) sebagai bahan pembuat lunak, dinilai kilau mutiara

sediaan ini menjadi cemerlang. Krim stearat bereaksi alkali lemak (pH 7,2 sampai

8,4). Akan tetapi reaksi alkalinya tidak boleh berlebihan. Sebab alkalisasi kulit

Universitas Sumatera Utara


sehat akan terhalangi secara sempurna dalam waktu singkat dan pH lingkungan

kulit akan tercapai kembali atau bahkan lebih rendah lagi (Voigt, 1995).

Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah oleh emulsi

minyak di dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat digunakan pada

kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air

cenderung untung menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang

dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis semipermiabel,

setelah air menguap pada tempat yang digunakan (Lachman, 1994).

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika : (a) fase

dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat

dari bulatan-bulatan, (b) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke

permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan mebentuk suatu lapisan pekat

dari fase dalam, dan (c) jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak

teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau

pada dasar emulsi, yang merupakan hasil bergabungnya bulatan-bulatan fase

dalam. Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi

dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya (Ansel, 1989).

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu

membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah

menjadi 2 fase (Ditjen POM, 1985).

Kosmetik yang berisi Alpha Hydroxy Acid (AHA) secara luas

digunakan. Kosmetik ini dapat melindungi konsumen yang sensitif terhadap sinar

matahari terutama sinar ultraviolet (Anonim, 2002). AHA umumnya terdapat pada

Universitas Sumatera Utara


bahan alami seperti buah-buahan, sari tebu, susu dan sebagainya yang

mengandung asam. Sejauh ini dikenal lima jenis AHA, yaitu glycolic (asam

glikolat), lactic (asam laktat), citric (asam sitrat) serta malic dan tartaric

(Anonim, 2001).

AHA sering disebut sebagai zat anti-penuaan dan mampu mengelupas

kulit mati tanpa digosok, mengurangi keriput, dan membuat kulit lebih segar. Zat

ini juga melembabkan kulit di bawahnya dan merangsang terbentuknya sel-sel

baru (Indarti, 2005). AHA berkerja dengan cara meluruhkan (mengelupaskan)

lapisan paling luar pada kulit yang terdiri dari tumpukan sel-sel kulit mati. Hal ini

dikenal dengan istilah proses eksfoliasi. Efek dari proses ini adalah terlihat lebih

segar dan kenyal. Selain itu, hilangnya tumpukkan sel kulit mati ini

mengakibatkan berkurangnya penyumbatan pada pori-pori kulit, sehingga

memperkecil timbulnya jerawat serta memudahkan tersebrapnya bahanperawatan

kulit lainnya. Manfaat lain adalah meningkatkan tampilan tekstur kulit sehingga

kulit tampak lebih haluys (yang disebabkan karena bahan AHA ini mempercepat

terjadinya peluruhan sel kulit mati yang terjadi secara alami). Juga penggunaan

produk AHA membuat kulit wajah tampak lebih cerah (Anonim, 2001).

Jika kulit banyak terkena sinar matahari, maka penggunaan AHA dapat

secara perlahan-lahan menghilangkan sebagian tanda dari kerusakan kulit

tersebut, sehingga yang terlihat adalah warna kulit lebih rata karena menipisnya

bercak-bercak noda kulit akibat sengatan matahari tersebut (Anonim, 2001).

Sampai kini belum ada hasil penelitian yang mengindikasikan adanya

efek samping penggunaan AHA. Hanya pada beberapa orang, timbul efek seperti

Universitas Sumatera Utara


gatal dan raa panas pada kulit setelah menggunakan produk AHA. Hal ini terjadi

pada umumnya orang yang memang peka atau alergi terhadap bahan AHA

(Anonim, 2001).

Kulit yang tidak terlindungi oleh lapisan asam (acid barrier) cenderung

menjadi besar, karena permukaan lapisan tanduk menjadi tidak rata. Tidak adanya

lapisan asam memungkinkan pertumbuhan kuman-kuman secara tidak terhambat.

Sehingga kemungkinan terjadinya infeksi melalui kulit menjadi lebih besar. Hal

ini disebabkan karena penguapan melalui lapisan tanduk tanpa lapisan asam

menjadi lebih mudah, maka terjadi dehidrasi dengan akibat bahwa sifat lembut

dan sifat kenyal lapisan tanduk dan bagian epidermis lebih dalam berkurang.

(Rostamailis, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai