Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisi Dermatitis

Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasagatal dan secara klinis
terdiri atas ruam polimorfi yang umumnyaberbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai
dengan stadiumpenyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilaheksim
dengan dermatitis. Sebagian ahli menyamakan arti keduanya,sebagian lain mengartikan eksim
sebagai salah satu bentuk dermatitis,yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah
dermatitis tampaklebih tepat.

Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang ‘membasah’ (kata eksim berasal dari
bahasa Yunani ‘ekzein’ yang berarti ‘mendidih’) yang ditandai adanya eritema, vesikel,
skuama dan krusta, yang menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan
likenifikasi menunjukkan tanda kronik. Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah
diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien
dan sebagainya, contohnya:

1. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis


perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis generalisata, dan
sebagainya.

2. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis
madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering).

3. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,


dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan
sebagainya.

4. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya.

5. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan sebagainya.

B. Macam-Macam Dermatitis

1. Dermatitis Atopik (DA)

Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yangsangat gatal, umum
dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-
kambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri
sendiriataupun keluarganya. Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place). Atopi
ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh kecenderungan individu untuk
membentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan
alergen yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit-
penyakit asma, rhinitis alergika dan DA, serta beberapa bentuk urtikaria.4 Berbagai
faktor dapat memicu DA, antara lain alergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan
iritan, dan stres. Besar peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih
kontroversial. Meski pada pasien DA kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap
kedua jenis alergen ini, tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil
tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai
pemicu DA, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya.
Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada DA usia dini. Seiring dengan
penambahan usia, maka peran alergen makanan akan digantikan oleh alergen hirup.
Selain itu, memang terdapat sekitar 20% penderita DA tanpa peningkatan IgE spesifik,
yang dikenal sebagai DA tipe intrinsik.

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat


atopik (dalam keluarga maupun sendiri). Secara klinis, terdapat 3 fase/bentuk yang
lokasi dan morfologinya berubah sesuai dengan pertambahan usia. Pada fase bayi lesi
terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim susu. Pada fase anak, terutama
pada daerah lipatan kulit, khususnya lipat siku dan lutut. Pada fase dewasa lebih sering
dijumpai pada tangan, kelopak mata dan areola mammae. Penyebab pasti kekhususan
pada distribusi anatomi ini belum diketahui. Terdapat beberapa kriteria untuk
menegakkan diagnosis DA yaitu kriteria Hanifin dan Rajka, kriteria Williams, kriteria
UK Working Party, SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema
area and severity index). Selama 2 dekade terakhir ini, berbagai upaya dilakukan untuk
membuat standar evaluasi DA. Idealnya, kriteria ini harus efisien, sederhana,
komprehensif, konsisten, dan fleksibel. Selain itu juga dapat menilai efektivitas terapi
yang diberikan. Tetapi, kriteria yang sering digunakan karena relatif praktis ialah
kriteria Hanifin dan Rajka.5

2. Dermatitis Seboroik (DS)

Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis denga distribusi terutama di


daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah yang
berambut dan meluas meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang telinga, dada, aksila
dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum diketahui, walaupun banyak faktor
dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. DS dianggap
merupakan respons inflamasi terhadap organisme Pityrosporum ovale. Secara klinis
kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas. Skuama dapat
kering, halus berwarna putih (dikenal sebagai pitiriasis sika) sampai berminyak
kekuningan. DS umumnya tidak disertai rasa gatal. Bentuk yang banyak dikenal dan
dikeluhkan pasien adalah ketombe/dandruft. Pada beberapa kasus, kelainan DS sulit
dibedakan dari DA. Sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa adanya kelainan di
lengan dan tungkai lebih mengarah pada DA, sedangkan kelainan di ketiak lebih
mengarah kepada DS. Pada DS umumnya tidak dijumpai rasa gatal. Berbeda dengan
DA, pada kelainan DS di daerah lipatan kulit, sering dijumpai infeksi sekunder baik
infeksi bakteri maupun kandida.

3. Intertrigo (Dermatitis Intertriginosa/DI)

Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah


lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur.
Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2
permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi
oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap, dapat disertai
papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit).

4. Pitiriasis Alba (PA)

Pitiriasis Alba (PA) terbanyak terjadi pada usia 3-16 tahun dan dianggap
merupakan manifestasi DA dengan penyebab yang tidak diketahui pasti. Secara klinis
terlihat bercak hipopigmentasi dengan sedikit skuama halus dalam berbagai bentuk dan
ukuran, terutama di daerah wajah. Pada individu berkulit gelap, kelainan ini sangat
mengganggu secara kosmetik, yang merupakan penyebab utama penderita ke dokter.

5. Dermatitis Numularis (DN)

Dermatitis Numularis (DN) ditandai oleh bercak yang sangat gatal, bersisik,
berbentuk bulat, berbatas tegas (berbeda dari dermatitis pada umumnya), dengan
vesikel-vesikel kecil di bagian tepi lesi. Pada DN sering dijumpai penyembuhan pada
bagian tengah lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea.
Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Kata
numular diambil dari bahasa Latin nummulus yang berarti koin kecil=diskoid. DN lebih
sering dijumpai pada usia dewasa dibanding pada anak-anak. Terdapat berbagai variasi
bentuk klinis, antara lain DN pada tangan dan lengan, DN pada tungkai dan badan, dan
DN bentuk kering. DN merupakan kelainan yang kambuh-kambuhan. Pada setiap
kekambuhan dapat muncul lesi tambahan, tetapi umumnya lesi awal selalu menjadi
aktif kembali.

6. Pompoliks atau Dishidrosis

Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai, ditandai oleh


munculnya vesikel-vesikel yang ‘deep seated”, secara tiba-tiba, yang dapat
berkonfluensi membentuk bula di telapak tangan (cheiropompolyx) dan kaki
(podopompolyx) tanpa eritema, disertai keluhan rasa gatal hebat, dan sering kambuh.
Saat tenang kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak yang kering, kadang-
kadang menebal dan sering berfisurasi. Sebagian kasus pompoliks dapat merupakan
bentuk reaksi iritasi (misalnya akibat kontak dengan deterjen), maupun reaksi alergi
(misalnya kontak dengan bahan yang mengandung nikel), ataupun reaksi ‘id’ akibat
infeksi bakteri atau jamur di bagian tubuh lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah
dishidrosis yang idiopatik. Pernah pula dilaporkan adanya pompoliks yang dicetuskan
oleh pajanan sinar matahari, yang dianggap merupakan varian yang jarang terjadi.15

7 . Neurodermatitis Lichen Simplex Chronicus (LSC)

Istilah LSC diambil dari kata likenifikasi yang berarti penebalan kulit disertai
gambaran relief kulit yang semakin nyata. Patogenesisnya belum diketahui secara pasti,
tetapi kelainan sering diawali oleh cetusan gatal yang hebat, misalnya pada insect bite.
Likenifikasi ini merupakan respons kulit terhadap gosokan dan garukan yang berulang-
ulang. Oleh karena itu, proses likenifikasi sering dijumpai pada individu dengan
riwayat atopik karena kelompok tersebut mempunyai ambang rasa gatal yang relatif
lebih rendah. Dianggap terdapat variasi rasial dalam hal kemampuan seseorang untuk
bereaksi likenifikasi ini dan dikatakan reaksi lebih sering terjadi pada ras Mongol.
Diagnosis LSC digunakan bila pada seorang pasien dijumpai likenifikasi tanpa ada
predisposisi atopik sebagai dasar. Istilah LSC sering disamakan dengan neurodermatitis
karena diketahui faktor stres emosional dapat merupakan faktor yang sangat berperan.
Tetapi, disarankan agar penggunaan istilah neurodermatitis dibatasi saja, agar kita terus
berupaya mencari kemungkinan faktor lain dan tidak terpaku hanya pada faktor stres
saja. Secara klinis gejala utama yang dijumpai ialah rasa gatal hebat pada area
likenifikasi. Rasa gatal ini hilang timbul, dapat dipicu oleh faktor stres ataupun oleh
rabaan/sentuhan saja. Sensasi gatal ini akan diikuti oleh kecenderungan untuk
menggaruk berulang-ulang. Kelainan jarang dijumpai pada anak-anak, umumnya pada
orang dewasa dan puncaknya pada usia 30-50 tahun. Tempat predileksinya ialah bagian
belakang leher, tungkai bawah dan pergelangan kaki, serta sisi ekstensor lengan bawah.
LSC pada bagian belakang leher yang dikenal sebagai lichen nuchae umumnya hanya
dijumpai pada wanita saja.

8. Dermatitis Stasis (DSt)

Kelainan ini merupakan akibat lanjutan hipertensi vena (yang umumnya terjadi
di tungkai bawah) dan trombosis. Oleh karena itu, biasanya sebelum muncul Dst, pasien
sering mengeluh rasa berat di tungkai disertai nyeri saat berdiri dan edem. DSt lebih
banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut, kemungkinan karena efek
hormonal serta kecenderungan terjadinya trombosis vena dan hipertensi saat
kehamilan.Secara klinis biasanya terlihat kelainan di sisi medial yang dapat meluas ke
seputar pergelangan kaki dalam berbagai gradasi. Awalnya dimulai dengan penebalan
kulit dan skuamasi yang diikuti oleh likenifikasi. Kelainan diperberat oleh adanya
garukan atau gosokan. Selanjutnya terjadi eksematisasi yang dapat muncul secara
perlahan-lahan maupun mendadak. Pada bentuk yang berat, dapat terjadi ulserasi yang
dikenal sebagai ulkus venosum. Saat penyembuhan seringkali kulit menjadi tipis,
mengkilat dan hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi biasanya dijumpai adanya
dilatasi dan varises vena-vena superfisialis. Pengolesan obat-obat tertentu kadang-
kadang memperberat kelainan, yang menjadi alasan utama pasien datang ke dokter.

9. Dermatitis Asteatotik (DAst)

Dermatitis Asteatotik (DAst) disebut juga sebagai xerosis eczema craquele =


winter itch. Gambaran klinisnya karakteristik ditandai oleh skuama halus, kering dan
kulit yang pecah-pecah, yang dapat mengalami inflamasi dan menjadi kemerahan.
Kelainan umumnya terjadi di tungkai bawah. DAst lebih sering dijumpai pada wanita
usia pertengahan ke atas.
C. Faktor Risiko dan Pencetus

Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang kronik,


ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium akut, pada
stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi lesi
spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada
penderita ataupun keluarganya. Penyebab dermatitis tidak diketahui dengan pasti,
diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).

Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia


kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ketidakseimbangan
sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan
dan kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan
trauma. Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita
DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus
dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit
dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu
faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang
dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor-faktor risiko terjadinya dermatitis
secara umum antara lain predisposisi genetik, sosioekonomi, polusi lingkungan, jumlah
anggota keluarga. Sedangkan faktor-faktor pencetus terjadinya dermatitis secara umum
antara lain alergen, bahan iritan, infeksi, faktor psikis dan lainlain3.

Faktor-faktor yang umum terkait dengan dermatitis yaitu:

1. Suhu dan Kelembaban

Lingkungan terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti


kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil
dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan
pengeringan pada epidermis.

2. Usia

Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit


kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah
terkena dermatitis. Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun.
Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya
lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk
karena pergantian sel menurun.

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat
dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih
berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Dibandingkan dengan pria,
kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga
kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga
lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis, terlihat dari beberapa penelitian.

4. Ras

Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan pendukung
terjadinya dermatitis. Ras Manusia adalah karakteristik luar yang diturunkan secara
genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan
penyakit dermatitis, ras merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk
terjadinya dermatitis. Kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan
kulit hitam.

5. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga,
aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan
tertentu) dan riwayat penyakit sebelumnya.

6. Personel Hygiene

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan


perawatan badan. Kebersihan perorangan dapat mencegah penyebaran kuman dan
penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan
pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan
perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain:

a. Mandi
Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan membersihkan diri.
Kebiasaan kuantitas dan kualitas berpengaruh terhadap kulit.

b. Mencuci tangan

Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak. Kebiasaan mencuci
tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak.

c. Pakaian

Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa kotoran yang menempel
di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali.

Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan, bahwa kelompok lansia lebih banyak
menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan dibandingkan dengan orang yang
lebih muda. Keadaan tersebut masih ditambah lagi bahwa lansia biasanya menderita berbagai
macam gangguan fisiologi yang bersifat kronik, juga secara biologik, psikis,

sosial ekonomi, akan mengalami kemunduran.

Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai menurunnya kesehatan kulit
terkait dengan semakin menurunnya kemampuan fungsional sehingga menjadi tergantung
kepada orang laindalam kebiasaan higiene perorangan.

D. Patofisiologi

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi
melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel.
Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan
system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang
akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat
tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu
: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

a.Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut
alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam
kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans
Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis,
menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan
berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji
antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke
parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul
CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal
komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein
heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk
ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan
sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel
Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T
untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga
terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama.
Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit.
Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk
mengalami dermatitis kontak alergik.

b.Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi
dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain,
seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.

E. MANIFESTASI KLINIK

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan
dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an
terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan
eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra
dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.

Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber


dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis
sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat
erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti
sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis
tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,


albumin, globulin

b. Urin : pemerikasaan histopatologi

2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena


gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel
dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan
fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat
sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan


antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin
intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen
terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya
dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel
langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam
tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama
migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian
penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan
mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen
dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola
peradangannya.

G. KOMPLIKASI

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus

3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi

4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

H. Penanganan Dermatitis

Berbagai jenis dermatitis memerlukan upaya terapetik masingmasing,


sesuai dengan jenisnya. Secara umum prinsip terapinya adalah serupa dan
pengobatan utamanya adalah dengan preparat kortikosteroid (KS). Penanganan
dimulai dengan pemastian adanya dermatitis, kemudian sedapat mungkin
menghindari faktor pencetus dan atau faktor pemberat kelainan. Kondisi klinis lesi
perlu diperhatikan hal ini penting karena prinsip dasar dermatoterapi yang telah
dikenal sejak lama perlu diterapkan yakni lesi yang ‘basah’ harus diterapi secara
‘basah’ dan sebaliknya lesi ‘kering’ diterapi secara ‘kering’.Faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah suatu obat yang pemilihan jenisnya juga ditentukan oleh kondisi
klinis kelainan. Upaya pertama adalah menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan
(misalnya deterjen dan sabun tertentu), karena cenderung mengakibatkan kulit
menjadi lebih kering, yang menambah keluhan rasa gatal. Upaya berikutnya adalah
penggunaan KS sebagai antiinflamasi. Kadang-kadang diperlukan preparat
kombinasi antara KS dengan antibiotika ataupun KS dengan antimikotik. Pada
beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan pengobatan sistemik (steroid,
antihistamin maupun antibiotika) sesuai dengan kebutuhan.

Higiene perorangan

1. Pengertian Higiene perorangan

Pengertian Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang


mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta
membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan
kesehatannya. Higiene perorangan berasal dari bahasa Yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis. Higiene perorangan termasuk ke dalam tindakan
pencegahan primer yang spesifik. Higiene perorangan menjadi penting karena
higiene perorangan yang baik akan meminimalkan pintu masuk (portal of entry)
mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah
seseorang terkena penyakit. Higiene perorangan yang tidak baik akan
mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, salah satunya penyakit kulit.

Tujuan dari penatalaksanaan Higiene perorangan yaitu:

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b. Memelihara kebersihan diri seseorang

c. Memperbaiki higiene perorangan yang kurang

d. Mencegah penyakit, salah satunya penyakit kulit

e. Menciptakan keindahan

f. Meningkatkan rasa percaya diri.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi Higiene perorangan, secara umum


sebagai berikut6:
a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan


diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka


kemungkinan akan terjadi perubahan pola higiene personal.

c. Status sosial-ekonomi

Higiene personalmemerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,


sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya

d. Pengetahuan

Pengetahuan higiene perorangan sangat penting karena pengetahuan


yang baik dapat meningkatkan kesehatan..

e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh


dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam


perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

g. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang


dan perlu bantuan untuk melakukan.
 Tindakan-Tindakan Higiene perorangan

Tindakan yang termasuk dalam Higiene perorangan sebagai berikut6,:

a. Kebiasaan Mandi

Manusia perlu mandi untuk menghilangkan bau, debu, dan sel-sel kulit
yang sudah mati. Mandi bermanfaat untuk memelihara kesehatan, menjaga
kebersihan, serta mempertahankan penampilan agar tetap rapi. Setelah mandi,
manusia biasanya merasa segar, bersih, dan santai. Membersihkan diri seluruh tubuh
menggunakan air yang bersih. Idealnya saat musim panas mandi 2 kali pagi dan

sore.

b. Pakaian

Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat


karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna
untuk menghilangkan ekstra volume saat beraktifitas. Sebaiknya, pakaian agak
longgar di daerah dada. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi
(lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea . Mencuci pakaiansecara teratur dengan
sabun dan keringkan di sinar matahari merupakan salah satu cara untuk mencegah
terhindar dari penularan penyakit kulit seperti kudis atau koreng. Pakaian yang telah
di pakai selama 12 jam, harus di cuci jika akan di gunakan kembali.

c. Kebiasaan Menggunakan Handuk

Penggunaan handuk merupakan salah salah satu bagian dari PHBS


karena handuk di gunakan untuk mengeringkan badan setelah mandi dari sisa-sisa air
yang masih menepel di kulit. Handuk juga dapat menjadi media transmisi penularan
penyakit serta tempat kuman dan bakteri jika handuk tidak sering diganti atau sering
menjemurnya di tempat yang lembab. Beberapacara yang dapat di gunakan untuk
menjaga kebersihan handuk sebagai berikut :

1) Jemur handuk di tempat yang kering dan terkena matahari, agar tidak lembab dan
tidak mudah ditumbuhi jamur

2) Ganti handuk setiap pemakaian 2-3 hari untuk mencegah handuk berbau dan
mencegah tumbuhnya bakteri.
3) Pisahkan handuk dengan cucian lain

4) Cuci handuk dengan air biasa atau air hangat hingga suhu 60 derajat Celcius

5) Setrika handuk dengan temperatur sedang dan simpan pada tempat tertutup yang
kering.

d. Kebiasaan Mencuci Sprei

Sprei sebagai alas tempat tidur harus selalu dijaga kebersihannya. Agar kita
terhindar dari segala penyakit. Gunakan sprei yang dapat menyerap keringat. Untuk
menjaga kebersihan sprei harus di cuci minimal 2 minggu sekali. Agar sprei tidak
menjadi lembab dan menjadi sarang kuman dan bakteri. Saat mencuci sprei sebaiknya
menggunakan sabun dan langsung di jemur di bawah terik sinar matahari agar kuman
yang terdapat dalam sprei dapat mati karena panas sinar matahari.

I. Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Identitas Pasien

b. Keluhan Utama.Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.

c. Riwayat Kesehatan.

1) Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.

2) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.

3) Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang


mengalami stress yang berkepanjangan.

5) Riwayat pemakaian obat

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,


atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

d. POLA FUNGSIONAL GORDON

1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.


Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi,


siang dan malam )

 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,


pantangan atau alergi

 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan

 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-


sayuran yang mengandung vitamin antioksidant

3) Pola eliminasi

 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya

 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi

 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan


alat bantu untuk miksi dan defekasi.

4) Pola aktivitas/olahraga

 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada


kulit.
 Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya

 Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.

5) Pola istirahat/tidur

 Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien

 Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur


yang berhubungan dengan gangguan pada kulit

 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar


atau tidak?

6) Pola kognitif/persepsi

 Kaji status mental klien

 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam


memahami sesuatu

 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara


klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien

 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

 Kaji apakah klien mengalami vertigo

 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit.

7) Pola persepsi dan konsep diri

 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,


apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya

 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut

 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya


8) Pola peran hubungan

 Tanyakan apa pekerjaan pasien

 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:


pasangan, teman, dll.

 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan


penyakit klien

9) Pola seksualitas/reproduksi

 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya

 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait


dengan menopause

 Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam


pemenuhan kebutuhan seks

10) Pola koping-toleransi stress

 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau


perawatan diri )

 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi


kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat
untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan
orang-orang terdekat.

11) Pola keyakinan nilai

 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam


beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang
yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
Diagnosa : Kerusakan Integritas Kulit

Definisi : Perubahan struktur epidermis atau dermis.


DS :
• Usia ekstrim
• Perubahan sensasi
DO :
• Gangguan pada permukaan kulit (epidermis)
• Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)
• Invasi dari struktur tubuh
• Perubahan pigmentasi
NOC NIC
Allergic Response: Localized-0705 Pruritus Management
 Gatal didaerah lokal  Berikan krim pelembab atau lotion ke lokasi
 Kemerahan di daerah lokal yang kering
 Penurunan suhu di daerah lokal  Tempelkan es batu untuk mengurangi rasa
 Edema di daerah lokal gatal
 Nyeri di daerah lokal  Instruksikan pada pasien untuk menghindari
 Granuloma di daerah lokal sabun antiseptik, sabun yang memiliki wangi
untuk mengurangi kulit menjadi kering dan
skala pengukuran 1-5 : iritasi
1 : ekstrim,  Instruksikan pada pasien untuk tidak
2 :berat, berkeringat terlalu banyak
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan

Diagnosa : Resiko Infeksi


Definisi : rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat membahayakan
kesehatan
Data objektif : terdapat luka akibat garukan
NOC NIC
Tissue Integrity : Skin & Mucous Pruritus Management
membrane-1101  Instruksikan kepada pasien agar selalu
 Temperatur kulit menjaga kukunya selalu pendek
 Sensasi  Instruksikan pada pasien untuk tidak
 Hidrasi kulit selalu menggaruk area yang gatal
 Texture kulit
 Instruksikan kepada pasien agar selalu
Skala pengukuran : mandi minimal 2x sehari
1 : sangat terganggu ,  Ajarkan pasien cuci tangan yang benar
2 : terganggu berat,
3 : terganggu sedang
4 : terganggu ringan
5 : tidak ada gangguan

 Jaringan scar
 Kemerahan
 Nekrosis

skala pengukuran 1-5 :


1 : ekstrim,
2 :berat,
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan

Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

Definisi : Merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan, budaya, dan/atau sosial.

NOC NIC
Comfort Status Pruritus Management
 Dapat mngontrol gejala  Menentukan penyebab dari rasa gatal yang
 Relaksasi otot ditimbulkan
 Menggunakan krim dan lotion anti pruritis
skala pengukuran 1-5 : sesuai dengan medikasi
1 : ekstrim,  Instruksikan pada pasien untuk menghindari
2 :berat, keringat, cuaca panas, dan aktivitas yang
3 : sedang berlebihan
4 : ringan  Menggunakan krim antihistamin
5 : tidak ada gangguan
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012
pada http:///D:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SU
MBER%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html

Anda mungkin juga menyukai