Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging segar merupakan daging yang baru dipotong, belum mengalami pengolahan lebih
lanjut dan belum disimpan untuk waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki
kualitas kandungan nutrisi dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi karena daging belum
mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan lama. Indikator yang dapat
dijadikan kualitas daging ini adalah kekenyalan, warna daging, bau dan tekstur. Selain itu,
daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya (Deptan,
2001).

Daging beku adalah daging yang telah mengalami penyimpanan pada suhu dingin. Tujuan
penyimpanan ini adalah untuk mengawetka atau agar daging tersebut bisa digunakanan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Daging dalam kondisi seperti ini akan mengalami perubahan
sifat fisik akibat pengaruh sushu yang dingin.

pH daging

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh
Smith (1978) dan Judge (1989) Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku
agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang
gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena
pH daginga akan menentukan tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri
tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau
diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai
variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).

Daya Mengikat Air

Pengujian daya mengikat air merupan pengujian untuk mengetahui seberapa besar
daging tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut Pearson dan
Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging
dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging, daging yang lembab
mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan
daging yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging tersebut telah berkurang,
hal ini biasanya ditandai dengan penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging
DFD).

Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali
(thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang
mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan
Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging,
sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan
nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya
cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan
yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut
semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).

Susut Masak

Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses
pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya
mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air dan cairan
nutrisipun akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang
berkurangpun sedikit. Menurut Yanti (2008) daging yang mempunyai angka susut masak
rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama
pemasakan juga rendah. Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan
mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air
protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan
Calvelo, 1980).

Keempukan Daging

Keempukan daging merupakan faktor penting dalam pengolahan daging. Keempukan dapat
diukur dengan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan erat
dengan status panjang sarkomer otot. Daging dengan sarkomer yang lebih pendek setelah
fase rigormortis memiliki tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya tidak
mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker, 1985; Dutson, 1985). Kualiatas daging
akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat
mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati, 2004)

Menurut Pearson & Dutson (1985) pada daging pre rigor yang disimpan pada suhu rendah
mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran retikulum
sarkoplasmik. Hal tersebut memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan terbentuknya
ikatan aktin-miosin dan menghasilkan pemendekan sarkomer. Menurut t. Suryati (2004)
Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk
memutus serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat
keempukan semakin rendah. Swatland (1984) dan Locker (1985) mengatakan bahwa
peningkatan panjang sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan. Menurut
Pearson dan Young (1971), nilai keempukkan daging terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran
empuk dengan skala 0-3 Kg/g, cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan skala
>6-11 Kg/g.

Alat-alat

Peubah kualitas fisik yang diamati adalah nilai pH dengan metode AOAC (1995), daya iris
(keempukan daging) dengan alat Warner- Bratzler Shear (Swatland, 1984), Daya Mengikat
Air (DMA) dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) serta warna dengan metode Hunter
menggunakan alat kromameter dengan ruang warna (color space) dan yang diukur adalah
nilai L yaitu nilai kecerahan.
Seekor sapi jika dipotong dan dagingnya akan dikonsumsi, dalam mengolahnya disesuaikan
dengan bagian dari sapi tersebut. Seekor sapi terdiri dari bagian kaki, paha dan pantat,
pinggang, rusuk, dada, dan bahu. Jika akan mengolahnya disesuaikan dengan jenis masakan
yang akan dibuat, misalnya untuk membuat rendang bagian yang dipakai berbeda untuk sop
atau untuk membuat steak juga berbeda. Untuk lebih jelas maka akan dijelaskan sebagai
berikut:

- Bagian kaki, bagian kaki dimulai dari lutut ke bawah, disebut dengan shank atau
daging kisi atau kikil. Textur dari daging ini liat dan tidak berlemak, seratnya halus, kenyal
dan mengandung gelatin. Daging kikil ini digunakan untuk masakan rebusan, misalnya sop
dan gulai.

- Bagian paha dan pantat atau disebut juga round and rump

• Bagian round terdiri dari:

1. Top round atau topside atau daging penutup. Bagian ini terdiri hanya daging saja,
seratnya halus dan tidak liat. Baik untuk bistik, empal, rendang, dendeng, baso, kari dan
abon.

2. Silverside atau daging gandik atau paha belakang, mempunyai selaput berwarna
keperakkan. Dagingnya terdiri dari otot, seratnya panjang dan tidak berlemak. Daging gandik
ini dapat diolah seperti pada top round.

3. Bottom roung atau daging kelapa, disebut daging kelapa karena bentuknya mirip
kelapa, terdapat pada paha sapi di bagian depan. Pada bagian ini tidak terdapat otot hanya
daging saja, seratnya terlihat nyata. Daging ini empuk dan enak, baik untuk corned, sate, sop
dan rawon.

• Bagian rum terdiri dari:

1. Rumptop, daging ini baik digunakan untuk masakan dipanggang dalam waktu lama dan
panas yang rendah, baik juga untuk masakan rebusan.

2. Chateaubriand steak, daging bagian ini empuk dan mahal harganya. Biasanya
digunakan untuk masakan steak.

- Rumpsteak, daging ini mempunyai aroma yang harum khas daging karena
mengandung lemak dan tidak bertulang. Daging ini enak dipanggang.

- Bagian pinggang, daging bagian ini disebut juga loin atau haas atau lulur. Daging ini
terdiri dari sirloin (lulur luar), fillet (lulur dalam ), T-bone dan porterhouse. Bagian T-bone
dan porterhouse baik untuk steak. Bagian sirloin dan fillet adalah bagian yang mahal
harganya karena rasa serta aromanya paling enak dan empuk. Haas luar baik untuk steak dan
roll. Haas dalam baik untuk steak, sate, rendang dan empal.
- Bagian rusuk atau rib, daging ini berserat halus dan mempunyai lemak. Dagingnya
melekat pada tulang. Baik dibuat sop dan gulai.

- Bagian perut, bagian ini disebut juga flank atau samcan. Biasa disebut daging sop.
Seratnya kasar dan harganya relatif murah.

- Bagian dada, bagian ini disebut brisket atau sandung lamur. Bagian ini termasuk yang
harganya murah, baik untuk rawon dan sop.

- Bagian bahu, bagian ini terdiri dari punuk dan lamusir. Bagian punuk baik untuk
semur, sop, empal, kari dan abon. Daging lamusir seratnya agak kasar dan liat maka baik
untuk bistik, sata, rendang dan empal.

Demikian bagian dari sapi yang dagingnya dapat dibuat masakan sesuai dengan jenis
dagingnya. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.

1. Daging punuk ( blade ) - Empal, semur, sop, kari, abon dan rendang.
2. Daging paha depan ( chuck) - Empal, semur, sop, kari, abon dan rendang.
3. Daging lemusir (cub roll) - Bistik, sate, rendang, empal, sukiyaki.
4. Has luar ( sirloin) - Bistik, roll.
5. Has dalam ( fillet) - Grill, steak, sate, sukiyaki.
6. Penutup + tanjung (Top side + Rump) - Bistik, empal, rendang, dendeng, baso, abon.
7. Pendasar + Gandik ( Silver side) - Bistik, rendang, empal, dendeng, baso, abon
8. Daging Kelapa ( Inside) - Cornet, sate, daging giling, sop, rawon.
9. Sengkel ( Shank) -- Semur, sop, rawon, empal.
10. Samcan ( Flank) - Cornet, sate, daging giling, sop, rawon.
11. Daging iga ( Rib meat) - Cornet, roll, rawon, sop, roast.
12. Sandung lamur ( Brisket) -- Cornet, roll, rawon, sop, roast.

Pembahasan

Setelah melakukan pengujian terhadap sifat fisik daging segar dan daging beku, maka
didapatlah hasil yang menggambarkan kualitas daging tersebut. Daging segar memiliki pH
5,15 sedangkan daging beku 5,25. Perbedaan ini sangat sedikit bahkan bisa dikatakan hampir
sama. Daging yang mengalami penyimpanan pada suhu dingin dalam waktu yang cukup lama
akan mengalami peningkatan pH. Indikator ini dapat dilihat dari warna daging yang akan
berubah menjadai agak gelap. Pada hasil pengujian tidak terjadi perbedaan yang mencolok.
Hal tersebut kemungkinan daging beku disimpan belum lama sehingga pHnya pun masih
termasuk normal. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak
akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal
ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri
(Lawrie, 1979). Faktor lain yang memungkinkan menjadi penyebab pH daging tidak jauh
berbeda adalah ketidakakuratan data akibat alat dan ketelitian praktikan.

Hasil pengujian daya mengikat air, daging beku memiliki kemampuan daya mengikat air
lebih besar dari pada daging segar. Hasil ini kurang sesuai dengan literatur akibat pembekuan
daging, protein mengalami kerusakan sehingga kemampuan protein daging dalam mengikat
air bebas akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhattacharya (1988) yang
mengatakan bahwa proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging,
sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan
nilai daya ikat air menurun. Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat
penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali
semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et
al., 1977 dan Lawrie, 1979). Ketidak sesuaian ini kemungkinan diakibatkan oleh
penyimpanan daging beku dalam suhu dingin hanya sebentar sehingga tidak berpengaruh
pada nilai daya mengikat airnya. Tapi jika dilihat dari nilai pH hasil ini sesuai, karena
semakin tinggi nilai pH maka daya ikat air akan semakin tinggi.

Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya mengikat air daging segar
lebih besar dari pada nilai susut masak daging beku. Hal ini dapat terjadi karena daya
mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar. Semakin tinggi daya mengikat
air daging semakin sedikit cairan yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini mengakibatkan
massa dari daging yang berkurang juga sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).

Hasil pengujian pada nilai keempukan daging menunjukkan bahwa nilai keempukan daging
segar lebih tinggi (5,51) dari pada nilai keempukan daging beku (2,69). Nilai ini berarti
daging beku lebih empuk dari pada daging segar. Hal ini dapat terjadi karena daya ikat air
daging beku lebih tinggi sehingga air beratnya hanya sedikit yang menyusut dan
keempukannyapun lebih baik.

Jika dilihat dari keempat indikator diatas, semuanya memiliki hubungan yang saling
berpengaruh. Semakin tinggi nilai pH maka nilai daya mengikat air daging akan semakin
tinggi. Tingginya daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai susut masak. Semakin
tinggi daya mengikat air, maka air ataupun nutrien yang keluar dari daging dalam bentuk
Drip akan semain sedikit. Sehingga ketika dimasak daging akan menyusut sedikit. Ketika
daging menyusut sedikit dan masih banyak mengandung air maka daging akan semakin
empuk.

KESIMPULAN

Pengujian sifat fisik daging ddapat dilakukan pada pH daging, daya mengkat air, keempukan
daging dan susut masak daging. Keempat indikator ini saling berhubungan dan
mempengaruhi satu sama lain.
1. Berat Jenis
Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berta bahan tersebut dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Berdasarkan batasan ini, maka berat jenis tidak bersatuan.

Berat jenis susu rata-rata 1,032. Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan padatan
tanpa lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar lemaknya..
Berat jenis susu rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian ini adalah
benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat
volume cairan yang dipindahkan. Berat jenis diukur diantara suhu 20-30˚C.

Berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan lactometer. Lactometer adalah
hydrometer dimana skalnya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja dari alat ini
dalam cairan, maka benda tersebut akan mendapat tekanan keatas sesuai sengan berat volume
cairan yang dipindahkan (diisi). Jika lactometer dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya,
maka lactometer akan tenggelam lebih dalam dibandingkan jika lactometer tersebut dicelupkan
dalam susu yang berat jenisnya tinggi.

Susu yang akan diuji dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml hingga penuh kemudian dicelupkan
laktodensimeter dan skala dapat dilihat saat laktodensimeter mengapung, sedangkan untuk suhu
dapat dilihat di dalam laktodensimeter tersebut. Semakin besar Berat Jenis pada susu adalah
semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air pada
dalam susu adalah kecil. Sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah Berat
Jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut.
Berat jenis air susu sangat dipengaruhi oleh:
a. Susunan air susu itu sendiri
Dalam hal ini yang menentukan ialah kadar bahan keringnya, semakin tinggi kadar bk dalam air susu
maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya dan ddemikian pula sebaliknya.
b. Temperatur
Air susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, perkesatuan volume air susu pun
mengembang pula menjadi ringan. Dan sebaliknya, dengan pendinginan, air susu akan menjadi
padat, sehingga per kesatuan volume akan menjadi lebih berat. Oleh karena itu di Indonesia bj air
susu itu ditetapkan pada temperature 27,5(suhu kamar). Atau untuk mengukur seperti yang
dikehendak, temperaturnya harus disesuaikan lebih dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki
bj 1,027-1,031 pada temperature 27,5˚C.

Dari hasil pengujian didapat hasil bahwa berat jenis pada sampel susu segar sebesar 1.021394. Hasil
tersebut tidak memenuhi syarat yang ditunjukkan SNI (min 1.0280). Berat jenis yang rendah ini
menunjukkan susu yang dianalisa mengandung banyak lemak.

2. Derajat Asam (Titrable Acidity)


Derajat keasaman susu menunjukan 2 hal, pertama keasaman yang memang ada dalam susu, kedua
keasaman yang disebabkan oleh susu yang terkontaminasi metabolisme bakteri. Bakteri merubah
gula susu (laktosa) menjadi asam laktat. Indikator phenol phthalein (pp) tidak berwarna pada
suasana basa

Biasanya susu mentah atau susu pasteurisasi mempunyai derajat keasaman sekitar 0,18% asam
laktat. Pembentukan asam dalam susu diistilahkan sebagai “masam”, dan rasa masam susu
disebabkan karena adanya asam laktat. Pengasaman susu ini disebakan karena aktivitas bakteri yang
memecah laktosa membentuk asam laktat. Persentase asam akan dengan dua cara yaitu dalam susu
dapat digunakan sebagai indicator umur dan penganan susu.

Asiditas susu dapat dinyatakan dengan 2 cara yaitu asam tertitrasi dan pH. Penetapan asiditas susu
segar dengan cara titrasi alkali sebenarnya tidak menggambarkan jumlah asam laktat karena susu
segar tidak mengandung asam laktat. Terdapat komponen- komponen dalamm susu yang bersifat
asam dapat bereaksi dengan alkali. Misalnya fosfat, protein (casein dan albumin), karbodioksida dan
sitrat.

Asiditas susu segar dikenal dengan asiditas alami yaitu berkisar 0,10-0,26% sebagai asam laktat. Uji
asiditas sering digunakan dalam penilaian mutu susu. Walaupun demikian uji asiditas saja tidak
cukup untuk menilai susu karena adanya penyimpagan aroma dan cita rasa susu tidak dapat
diketahui dengan uji ini.

Derajat kelarutan asam (atau derajat disosiasi asam, dilambangkan dengan pKa) dalam kimia
digunakan sebagai ukuran kelarutan suatu asam (atau basa) dalam pelarut air dengan kondisi
standar (1 atm dan 25°C). Nilai pKa didefinisikan sebagai "minus logaritma terhadap konsentrasi ion
H+ dalam larutan". Definisi ini menyebabkan konsentrasi yang lebih tinggi memberikan nilai yang
lebih rendah.
Ukuran kelarutan diukur dari banyaknya ion H+ (dalam mol per liter larutan atau molar) terlarut. Air
murni memiliki rumus kesetimbangan kelarutan
H2O <==> H+ + OH-.
Tampak bahwa air terionisasi lemah. Pada keadaan ini, banyaknya ion H+ sama dengan ion OH-,
yaitu 10-7 mol per liter. Dengan kata lain, pKa = 7.
Penambahan asam akan menaikkan konsentrasi H+ dan menurunkan OH-. Asam kuat praktis
mengikat semua OH- dan dapat dikatakan larutan sepenuhnya berisi ion H+ (pKa mendekati nol).
Asam lemah tidak terlarut sepenuhnya sehingga, meskipun konsentrasi H+ meningkat, masih
terdapat OH- terlarut. Akibatnya, nilai pKa berada di antara 0 dan 7. Dengan logika yang sama,
penambahan basa pada air akan mengakibatkan nilai pKa berada di antara 7 dan 14. Zwitter-ion,
karena dapat bersifat asam maupun basa, memiliki paling sedikit dua nilai pKa.
Uji derajat asam pada sampel susu segar ini dilakukan dengan metode titrasi asam basa, yaitu
sebanyak 18 gram contoh susu dalam erlenmeyer ditambah indikator PP sebanyak 0.5 mL
(penambahan pp bertujuan agar terlihatnya titik akhir titrasi ,Indikator phenol phthalein tidak
berwarna pada suasana basa) Larutan tersebut kemudian dikocok perlahan dan dititrasi dengan 0.1
N NaOH hingga berwarna merah muda tipis.

Angka derajat asam didapat dari jumlah NaOH titran dua kali. Dari hasil analisa (duplo) didapat hasil
derajat asam sampel susu segar sebesar 0.0055%. hasil ini belum dapat dipastikan masuk ke dalam
standar SNI atau tidak, karena satuan atau nilainya tidak sama. Hasil analisa yang didapat harus
dikonversikan kedalam derajat SH (°SH). Penentuan derajat asam ini dilakukan untuk menentukan
seberapa asam susu sapi segar.
Tabel. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 01-3141-1998

Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung komponen protein,

karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan kelengkapan komponen dikandung oleh susu

memberikan suatu alternatif pemecahan dalam peningkatan gizi masyarakat. Susu dapat

diperoleh dari hasil dari olahan ternak perah seperti sapi, kambing, kerbau dan juga kuda,

dari hasil tersebut diolah sampai mendapatkan hasil yang bersih dan baik. Pernyataan

tersebut sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto ( 1983 ), yang menyatakan bahwa Susu adalah

hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai

makanan yang sehat secara kontinu serta di dalamnya tidak ditambah atau dikurangi

komponen-komponen di dalam susu.

Susu merupakan salah satu produk ternak yang dijadikan bahan makanan yang

sangat baik dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kosman ( 2004 ), yang menyatakan bahwa Susu adalah sebagai salah satu produk

hasil ternak yang merupakan bahan makanan yang baik bagi kesehatan tubuh manusia

karena memiliki nilai gizi yang tinggi.

Salah satu cara untuk mengetahui kualitas susu yang baik adalah dengan uji

organoleptik atau uji sensoris. Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu bahan

makanan atau minuman menggunakan panca indera.panca indera yang diguanakan pada
praktikum kali ini adalah mata untuk melihat warna susu, lidah untuk merasakan atau

menilai tekstur dan rasa dari susu, serta hidung untuk mencium aroma dari susu tersebut.

Pada kode sampel P1 yaitu susu vanilla , didapat bahwa warna dari susu vanilla ini

berwarna putih, rasanya enak , bertekstur sangat encer, beraroma sedap dan

disukai/diterima oleh banyak orang. Pada kode susu P2 yauitu susu cokelat didapatkan

bahwa susu cokelat ini berwarna cokelat, rasa yang sangat enak, bertekstur sangat agak

kental, beraroma sangat sedap dan sangat disukai oleh banyak orang. Sedangkan pada kode

susu P3 yaitu susu berasa stroberi. Susu ini memiliki warna yaitu pink, rasa yang sangat

enak, bertekstur encer, beraroma sedap dan disukai oleh para panelis (pencicip). Dari hasil

yang didapat diatas ditemukan bahwa setiap susu memiliki warna yang berbeda ada yang

pink, cokelat dan vanilla. Perbedaan warna ini tidak lepas dari perbedaan bahan tambahan

yang ditambahkan dalam bahan seperti cokelat dan stoberi yang ditambahkan, akan

mempengaruhi warna susu yaitu menjadi warna cokelat dan pink. Dari perbedaan zat

tambahan yang ditambahkan pada susu, maka akan membuat rasa, tekstur, aroma dan daya

terima susu.

Perbedaan yang paling terlihat yaitu poerbedaan tekstur dari masing – masing susu

tersebut. Pada susu vanilla terlihat sangat encer karena susu tidak di campur zat tambahan

yang membuat susu itu menjadi agak kental seperti susu yang ditambahkan cokelat dan susu

kental seperti susu yang telah ditambahkan rasa stoberi. Sedangkan aroma dan rasa yang
didapat adalah aroma sedap dan sangat sedap dan rasa enak dan sangat enak. Ini

dikarenakan perbedaan selain dari perbedaah bahan tambahan yang dutambahkan dalam

susu coklat dan stroberi serat selera dari masing-masing panellis. Selera yang didapat dari

masing – masing panelis ini adalah berdasarkan tingkat kepekaan dari masing – masing

panelis dalam menilai susu tersebut. Hal ini sesuiai dengan (Rahardjo, 1998) bahwa

pencicip atau panelis biasanya mempunyai perbedaan respon kepekaan (putting pencicip)

terhadap menilai sesuatu bahan makanan yang berbeda. Dari hasil diatas, juga dilihat

bahwa susu yang digunakan adalah susu yang berkualitas baik dan tidak basi karena hasil

yang diatas tidak terdapat susu yang terlihat tidak baik yaitu sangat tidak enak dan tidak

sedap. Karena menurut (Bucke, dkk : 1985) bahwa susu mngandung unsure – unsure yang

dsebagian besar juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri, hal ini bisa ditandai dengan

susu yang memiliki rasa yang masam dan bau.

Anda mungkin juga menyukai