Anda di halaman 1dari 5

Fajar Bayu Raynadi

17/ 418846/ PPS/ 03411

Aliran Humanistik
Model Rogers: Orang yang Berfungsi Sepenuhnya

1. Mengenali Carl Rogers


Carl Ransom Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8 Januari 1902. Pada umur
12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada
pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada tahun
pertama Rogers sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Di tahun kedua ia kuliah,
Rogers memutuskan untuk mengabdikan kehidupannya bagi karya-karya Kristen
dengan menjadi seorang pendeta karena pengaruh kuat ajaran agama dari orang tuanya.
Setelah menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin pada 1924 Rogers masuk
program psikologis klinis di Columbia University Teacher College dan menerima gelar
Ph.D pada tahun 1931. Dia melakukan praktik di Lembaga Masyarakat untuk mencagah
kekerasan terhadap anak-anak. Rogers belajar banyak hal mengenai teknik-teknik
terapi yang mengantarkannya pada pengembangan pendekatan yang dibuatnya sendiri.
Pada tahun 1942 ia menulis buku pertamanya yang berjudul Counseling and
Psychoterapy, tiga tahun kemudian mendirikan pusat konseling di University of
Chicago dan kemudian bukunya berjudul Client-Center Therapy menjadi terkenal dan
terapinya menjadi popular di Amerika Serikat sebagai usaha memperbaiki kepribadian
manusia dalam berbagai situasi.

2. Pendekatan Rogers terhadap Kepribadian


Model kepribadian sehat yang dikemukakanya memberikan suatu pemikiran
reflektif bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri tentang dunia.
Dia mengembangkan suatu metode terapi yang menempatkan tanggung jawab terhadap
perubahan pada klien, bukan pada ahli terapi (Freudian). Rogers percaya bahwa orang-
orang dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka, bukan oleh
kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat dikontrol. Manusia yang rasional dan
sadar, yaitu manusia yang berpandangan pada masa sekarang dan bagaimana kita
memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting daripada
berlarut-larut mengingat masa lampau.

Baihaqi, MIF. (2011). Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Fajar Bayu Raynadi
17/ 418846/ PPS/ 03411
3. Aktualisasi Diri
Menurut Rogers dorongan adalah menempatkan suatu dorongan dalam
sistemnya tentang kepribadian, meliputi: memeliharakan, mengaktualisasikan dan
meningkatkan segi individu. Aktualisasi bisa memudahkan dan meningkatkan
pematangan dan pertumbuhan. Pematangan yang penuh tidak tercapai secara otomatis,
proses itu memerlukan banyak usaha, seperti bangkit dan berdiri dari rasa sakit akibat
terjatuh. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-
sifat serta potensi-potensi psikologisnya yang unik. Ada tiga hal penting menurut
Rogers jika seseorang ingin memahami aktualisasi-diri, yaitu: 1) aktualisasi-diri
berlangsung terus-menerus, yakni orientasi ke masa depan dan mengembangkan segala
segi dari diri, 2) aktualisasi-diri merupakan suatu proses yang sukar atau sulit, artinya
aktualisasi-diri merupakan suatu ujian, rintangan dalam kehidupan, 3) aktualisasi-diri
menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri, tidak berpura-pura menjadi sesuatu
yang bukan diri mereka.

4. Pengembangan diri
Ketika individu sejak kecil, ia mulai mengembangkan suatu ‘pengertian diri’
atau self-concept. Seorang anak akan menggambarkan dirinya menjadi siapa atau ingin
menjadi apa. Seiring usia bertambah, gambaran-gambaran ini kian kompleks akibat
interaksi dengan orang lain. Diri individu akan berkembang dan menjadi sehat,
tergantung pada cinta dan kasih saying yang diterima anak itu saat masa kecil.
Penerimaan cinta ini utamanya dari ibu dan bapak, namun bisa juga dari pengasuhan
orang dewasa lain, pengasuh, kakek-nenek, atau pembantu. Rogers menyebut
kebutuhan ini sebagai ‘penghargaan positif’ atau positive regards.
Positive regards adalah suatu kebutuhan yang bisa memaksa dan merembes, di
mana setiap anak terdorong untuk mencari kondisi tersebut. Anak puas kalau dia
menerima cinta, kasih sayang, dan persetujuan dari orang-orang lain. Kepuasan ini
mengantarkan kepada kepribadian yang sehat, karena kebutuhan akan ‘penghargaan-
positif’ ini dipuaskan dengan baik. Anak yang mendapat celaan atau penolakan, akan
menimbulkan kekecewaan yang memberikan energi lebih untuk bekerja keras
mencapai kebutuhan ‘penghargaan-positif’.

Baihaqi, MIF. (2011). Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Fajar Bayu Raynadi
17/ 418846/ PPS/ 03411
5. Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang yang berfungsi penuh, yaitu:

a) Keterbukaan pada pengalaman


Bahwa seseorang tidak bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel, tidak
hanya menerima pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tapi juga dapat
menggunakannya dalam membuka kesempatan lahirnya persepsi dan ungkapan
ungkapan baru.

b) Kehidupan eksistensial
Orang yang tidak mudah berprasangka atau pun memanipulasi pengalaman melainkan
menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus terbuka kepada pengalaman
baru.

c) Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri


Bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat
diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan yang lebih dapat diandalkan daripada
faktor-faktor rasional atau intelektual.

d) Perasaan bebas
Semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin mengalami kebebasan untuk
memilih dan bertindak.

e) Kreativitas
Seorang yang kreatif bertindak dengan bebas dan menciptakan hidup, ide dan rencana
yang konstruktif, serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan
dengan cara yang memuaskan.

6. Aplikasi Teori
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan kepribadian. Teknik
terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya. Mula-mula corak konseling
ini disebut non-directive therapy, kemudian digunakan Client-Centered therapy dengan
maksud individualitas konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. Menurut
Rogers, dalam teknik ini ingin diciptakansuasana pembicaraan yang permisif.
Rogers memiliki pengaruh besar dalam praktek psikotrapi. Dalam terapi
Rogers, terapis cenderung bersifat sportif dan tidak mengarahakan. Terapis berempati

Baihaqi, MIF. (2011). Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Fajar Bayu Raynadi
17/ 418846/ PPS/ 03411
terhadap klien dan memberikan penghargaan yang tulus. Selama berkecimpung di
bidang konseling anak dan psikologi klinis, Rogers menyadari bahwa klienlah yang
paling memahami letak permasalahan dan arah terapi seharusnya berlangsung. Rogers
juga memadang orang sebagai sebuah proses perubahan sekumpulan potensi.
Rogers juga berpendapat bahwa ada dua kondisi utama yang diperlukan agar tercipta
perubahan kepribadian dalam psikotrapis:
1. Terapis harus bisa memperlihatkan perhatian yang tulus terhadap klien
2. Terapis memiliki pemahaman yang empatis dalam arti terapis harus bisa merasakan
ketegangan dan perasaan yang dirasaankan kliennya.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi
yang dikemukakan dan dikembangkannya ini menjadi popular karena:
1. Secara historis lebih terikat kepada psikologi dari pada kedokteran.
2. Mudah dipelajari.
3. Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai
diagnosis dan dinamika kepribadian.
4. Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara
psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri arah
perkembangannya dan menciptakan kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu,
konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan tendensi perkembangan
klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi perkembangan yang
positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin membatasi diri dengan tidak
memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran, rencana, harapan, dan
sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk mengemukakan
pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman ini konselor
diharapkan bersifat dan bersikap:
1. Menerima (Acceptance): Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat
dan mengembangkan diri apa adanya.
2. Kehangatan (Warmth): Ditujukan agar klien merasa aman dan memiliki penilaian
yang lebih positif tentang dirinya.
3. Tampil apa adanya (Genuine): Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis
agar klien memiliki sikap positif.

Baihaqi, MIF. (2011). Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Fajar Bayu Raynadi
17/ 418846/ PPS/ 03411
4. Empati (Emphaty): Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal
frame of reference), klien akan memberikan manfaat besar dalam memahami diri
dan problematikanya.
5. Penerimaan tanpa syarat (Unconditional positive regard): Sikap penghargaan
tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun negatif perilaku
atau sifat klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6. Transparansi (Transparancy): Penampilan terapis yang transparan atau tanpa
topeng pada saat terapi berlangsung maupun dalam kehidupan keseharian
merupakan hal yang penting bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan
rasa aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
7. Kongruensi (Congruence): Konselor dan klien berada pada hubungan yang sejajar
dalam relasi terapeutik yang sehat. Terapis bukanlah orang yang memiliki
kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah diri secara konstruktif
mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian,
akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam proses terapi antara lain:
1. Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan
problem yang dihadapi.
2. Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna
perasaannya.
3. Klien mulai merasakan self-concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
4. Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
5. Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
6. Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh
unconditional positive regard.
8. Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri
dan permasalahannya.
1. Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
2. Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika
diperlukan.
3. Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga
dalam hubungan dengan orang lain.

Baihaqi, MIF. (2011). Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai