Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An
Diajukan Oleh:
Daisa Rosiana
J510165017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
GENERAL ANESTESI PADA KASUS REMOVAL ORIF IMPLANT RADIUS
ULNA
CASE REPORT
Diajukan Oleh :
Daisa Rosiana
J510165017
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal 24 Desember 2016
Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
BAB I
PENDAHULUAN
Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit
inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal, dapat mengenai
satu atau lebih mukosa sinus paranasal dan disertai dengan timbulnya masa lunak
bertangkai, berwarna putih keabu-abuan, jernih, mengandung cairan yang dapat
tumbuh secara tunggal maupun bergerombol pada mukosa hidung dan sinus
paranasal (Budiman dan Asyari, 2012).
Rinosinusitis kronik dikelompokkan lagi menjadi rinosinusitis kronik
dengan polip hidung dan tanpa polip hidung. Definisi tersebut di atas menekankan
bahwa sinusitis pada umumnya disertai terjadinya inflamasi mukosa hidung dan
sinus paranasal secara bersamaan. Oleh karena itu menurut European of
Allergology and Clinical Immunology Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps, penggunaan kata rinosinusitis lebih disarankan daripada sinusitis
(Fokkens et al, 2007).
Penyebab terjadinya rinosinusitis kronis bersifat multifaktorial meliputi
faktor penjamu (host) baik sistemik maupun lokal, faktor mikrobial dan faktor
lingkungan (Fokkens, 2012 ; Singh & Tiwari, 2014). Rinosinusitis umumnya
dimulai karena adanya inflamasi pada mukosa hidung terutama daerah kompleks
osteomeatal atau inflamasi pada mukosa sinus sehingga menyebabkan tertutupnya
ostium sinus paranasal. Tertutupnya ostium sinus paranasal mengakibatkan
terganggunya ventilasi udara dan aliran selimut mukus sehingga terjadi absorbsi
oksigen pada ruang sinus yang menyebabkan tekanan negatif dan hipoksia pada
ruang sinus, akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
angiogenesis yang mengakibatkan transudasi, berkurangnya kekentalan selimut
mukus sehingga kecepatan aliran mukus menurun dan berhenti sama sekali, dan
menjadi media pertumbuhan kuman yang cukup baik. Tatalaksana pembedahan
yang dilakukan ada beberapa cara, antara lain : bedah sinus endoskopi fungsional
dan operasi sinus terbuka, seperti operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi eksternal,
trepinasi sinus frontal dan irigasi sinus (Singh & Tiwari, 2014)..
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversibel. Anestesi umum meliputi: menghilangkan nyeri, tidak
sadar, amnesia, reversibel, dapat diprediksi, sinonim dengan narkose. Intubasi
trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita
suara dan bifukasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya ialah mejaga
patensi jalan napas oleh sebab apapun, mempermudah ventilasi positif dan
oksigen, pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi (Latief et al., 2007).
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
No.RM : 36.XX.XX
Jenis Kelamin : Laki-laki
Masuk Tgl : 7 desember 2016
Agama : Islam
Alamat : Sidomulyo dawung
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Paien datang ke RSUD Karanganyar untuk melakukan
pelepasan pin.
Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK (+) dan BAB(-), panas (-)
Muskolo : Nyeri ditangan dan kaki (+)
Thoraks
Jantung
Ekstremitas : Oedem :
Pemeriksaan penunjang
1. Rontgent
2. Laboratorium
Darah Rutin Nilai Nilai normal satuan
Hb 13,4 12.00 – 16.00 g/dL
Ht 41,5 37 – 47 Vol%
Leukosit 7,10 5,0 – 10,0 10^3/uL
Trombosit 225 150 – 300 mm3
Eritrosit 4,92 4,50 – 5,50 10^6/uL
MCV 84,3 82 – 92 fL
MCH 27,2 27 – 31 Pg
MCHC 32,3 32-37 g/dL
Gran 56,1 50-70,0 %
Limfosit 40,1 25,0– 40,0 %
Monosit 2,3 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 1,2 0 ,5–5,0 %
Basofil 0,3 0,0-1,0 %
Clotting Time 04”00”” 2-8 Menit
Bleeding Time 02”00”” 1-3 menit
GDS 103 70 – 150 mg/dL
creatinin 1,00 0,5-0,9 mg/dL
ureum 33 10-50 mg/dL
HbsAg NR NR
IV. DIAGNOSIS
Removal orif implant. Fraktur Radius ulna dextra et sinistra
V. TERAPI
Pro Operasi Removal Implant dengan General Anestesi
a. Diruang Persiapan
1) Informed Consent / Persetujuan operasi tertulis ( + )
2) Pasien puasa 6-8 jam pre-operasi
3) Pasien di pasang infus
4) Cek obat dan alat anestesi
5) Posisi terlentang
6) Infus RL 30 tpm
b. Jenis Anestesi: General Anestesi dengan face mask
c. Di ruang Operasi
a. Jam 08.00 pasien masuk kamar operasi, Oxymetri, monitor dipasang,
HR : 740x/m, Saturasi Oksigen : 99%.O2,N2O,dan agent
(sevoflurane) sudah disiapkan. Menyiapkan face mask. Obat
premedikasi dimasukan melalui IV line.
- Granisetron inj. 1 mg/ml (4ml)
- Fentalyn Inj. 50 µg/ml (2ml)
- Midazolam 5mg/ml (5ml)
b. Jam 08.15 dilakukan induksi dengan Propofol 90 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6
l/menit. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi
untuk mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan 3L dengan O2 3
L /menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini
sevofluran dibuka sampai 3% dan sedikit demi sedikit ( sesudah
setiap 5-10 kali tarik nafas) diturunkan dengan 1,5% sampai 2 %
tergantung reaksi dan besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi
dinilai dari tanda-tanda mata (reflek bulu mata), nadi tidak cepat dan
posisi tubuh terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah.
c. Jam 08.20 operasi dimulai dan tanda vital serta saturasi oksigen
dimonitor tiap 15 menit.
d. Jam 9.00 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery.
e. Setelah operasi selesai agent, N2O, dan O2 kita tutup (matikan).
Pemberian oksigen recovery. Setelah itu airway masuk dengan
memasang sungkup untuk memberikan O2, kita tunggu sampai
pasien dipindahkan dari meja operasi ke tempat tidur pasien dan ke
ruang pemulihan (recovery room).
Monitoring Selama Anestesi.
Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan
Intake Cairan :
- RL
- Tuthofusion
1. Recovery Room
Pasien masuk Ruang RR pukul 09.05 dalam posisi supine
(terlentang) dengan kepala ekstensi, pasien mengantuk, monitoring tanda
vital serta saturasi O2 dan diberikasn O2 3 liter/ menit kanul nasal.
Nadi : 76x/m, RR : 20x/m, Suhu : 36,5˚C. Jam 09.30 pasien sadar penuh
dan dipindah ke bangsal.
2. Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relative rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan, fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba- tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau itu sangat rapuh (misalnya
pada penyakit paget)
Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kesua tulang
kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang
sama. Pada cederak taklangsung, salah satu dari fragmen tulang
dapat menembus kulit, cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit diatas fraktur. (Apley, 1995)
4. Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/ compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit,
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat , yaitu:
1) Derajat I
a) Luka kurang dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka
remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d) Kontaminasi ringan
2) Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi
struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat
tinggi (Apley, 1995).
6. Penatalaksanaan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA