Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

MOBILITAS SOSIAL, KELOMPOK SOSIAL, DAN BIROKRASI

DOSEN PENGAMPUH : DR. YUNINDYAWATI, M.SI

DISUSUN OLEH

ANNISAH NABILAH 10011281621059 MARIATI P. N 10011381621186

ARINDA RACHMA S 10011381621154 M BAYU WS 10011381621094

BUNGA ANGGRAINI S 10011281621058 NADA SALSABILA 10011381621141

BUNGA DWI S 10011181621212 NUR RIZKA FADILA 10013816221084

CICI MEISARI 10011381621116 RAHMI SAFITRI M 10011381621159

DWI FITRI ANI 10011281621057 RENNI 10011181621006

GUSTIA ASTRI N 10011381621071 RINI AULIA 10011381621120

INDRIANI 10011381621125 YUNIARTI A 10011381621100

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Mobilitas Sosial, Kelompok Sosial, dan Birokrasi” ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Pengantar Sosiologi dan Antropologi dengan judul “Mobilitas Sosial,
Kelompok Sosial, dan Birokrasi” Makalah ini disusun sesuai dengan pengetahuan yang
kami miliki saat ini .
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi pembaca. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Indralaya, Juni 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1. Latar Belakang ............................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
3. Tujuan ............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
1. Mobilitas Sosial …………………………...................................... 4
2. Kelompok Sosial ………………………………………..….......... 16
3. Birokrasi ……………………………………………..................... 24
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 33
Kesimpulan ......................................................................................... 33
Saran.................................................................................................... 34
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mobilitas Sosial : Setiap individu pasti menginginkan status dan
penghasilan yang tinggi dan setiap individu pasti menginginkan suatu kehidupan
yang serba kecukupan bahkan lebih, keinginan-keinginan itu adalah normal karena
pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas.
Seperti halnya kalu kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak,
makan ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi
pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan, impian dan cita-cita itu
berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena keinginan
untuk pencapaian status sosial maupun penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut
merupakan pendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial demi
tercapainya kesejahterahan hidup. Namun pada kenyataannya mobilitas sosial yang
terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan
tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa direncanakan.
Kelompok Sosial : Sebagai makhluk sosial kita pasti melakukan bahkan
membutuhkan interaksi sosial dengan orang lain karena dalam kehidupan mustahil
kita bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam interaksi di kalangan
masyarakat yang secara langsung atau pun tidak maka akan membentuk kelompok
sosial, mulai dari kelompok sosial yang terkecil yaitu keluarga sampai dengan
kelompok sosial yang sangat kompleks. Kelompok sosial terbentuk karena adanya
kesamaan kepentingan, tujuan serta untuk memenuhi kepentingan sosial yang kita
terima sebagai anggota masyarakat.

1
Birokrasi : Birokrasi yaitu anggota sekelompok pejabat yang bekerja sama
secara ketat dan tidak boleh ada penyimpangan sedikit pun terhadap peraturan-
peraturan yang berlaku dan merupakan status jabatan yang terkait dengan sumpah
kesetiaan, kerahasiaan dan kejujuran ketat untuk seumur hidup. Birokrasi sebagai
instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja
berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan ,impersonalitas hubungan,
pengaturan perilaku dan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai penyelenggara administrasi pemerintah. Masyarakat dapat merasakan
langsung hasil dari pelayanan yang dilakukan birokrasi.
2. Rumusan Masalah
Mobilitas Sosial :
A. Apakah pengertian Mobilitas Sosial ?
B. Apa sifat dasar dan bentuk dari Mobilitas Sosial ?
C. Apa faktor-faktor penentu Mobilitas Sosial ?
D. Apa saluran Mobilitas Sosial ?
E. Bagaimana dampak dari adanya Mobilitas Sosial ?
F. Apa saja contoh kasus dari Mobilitas Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat?
Kelompok Sosial :
A. Apakah pengertian dari Kelompok Sosial ?
B. Apa saja ciri-ciri dari Kelompok Sosial ?
C. Bagaimanakah hubungan antara kelompok sosial dan masyarakat ?
D. Apa saja contoh kasus dari Kelompok Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat?
Birokrasi :
A. Apakah yang dimaksud dengan Birokrasi?
B. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Birokrasi?

2
C. Bagaimana gambaran umum Birokrasi Sosial yang ideal?
D. Bagaimana kondisi Birokrasi Sosial di Indonesia?
E. Apa saja contoh kasus dari Birokrasi Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat?
3. Tujuan
Mobilitas Sosial :
A. Mengetahui pengertian Mobilitas Sosial.
B. Mengetahui sifat dasar dan bentuk Mobilitas Sosial.
C. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Mobilitas Sosial.
D. Mengetahui saluran Mobilitas Sosial.
E. Mengetahui dampak dari adanya Mobilitas Sosial.
F. Mengetahui contoh kasus dari Mobilitas Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat
Kelompok Sosial :
A. Mengetahui pengertian dari Kelompok Sosial
B. Mengetahui ciri-ciri dari Kelompok Sosial
C. Mengetahui hubungan antara kelompok sosial dan masyarakat
D. Mengetahui contoh kasus dari Kelompok Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat
Birokrasi :
A. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Birokrasi
B. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Birokrasi
C. Mengetahui gambaran umum Birokrasi Sosial yang ideal
D. Mengetahui kondisi Birokrasi Sosial di Indonesia
E. Mengetahui contoh kasus dari Birokrasi Sosial yang berhubungan dengan
Kesehatan Masyarakat

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Mobilitas Sosial
A. Pengertian Mobilitas Sosial
Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah
dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata
sosial yang ada pada istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan
seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok sosial. Mobilitas Sosial
(Gerakan sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan
status dan peran anggotanya.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian Mobilitas Sosial, di
antaranya:
1) Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial
adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup
sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara
individu dengan kelompoknya[1].
2) William Kornblum (1918: 172), Mobilitas sosial adalah perpindahan
individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok sosialnya dari satu
lapisan ke lapisan sosial lainnya.
3) Michael S. Bassis (1988: 276), Mobilitas sosial adalah perpindahan ke
atas atau ke bawah lingkungan sosial ekonomi yang mengubah status
sosial seseorang dalam masyarakat.
4) H. Edward Ransfrod (Sunarto, 2001: 108), Mobilitas sosial adalah
perpindahan ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosial secara
hirarki.

4
5) Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari
satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata
yang satu ke strata yang lainnya.
Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau
sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Misalnya,
seorang gur yang tidak puas dengan pendapatannya beralih pekerjaan menjadi
seorang pengusaha properti dan berhasil dengan gemilang.
B. Sifat Dasar dan Bentuk Mobilitas
1) Sifat Mobilitas
a. Mobilitas sosial akan bersifat tinggi apabila masyarakat menganut
sistem stratifikasi sosial terbuka.
b. Mobilitas sosial akan terhambat apabila masyarakat menganut sistem
stratifikasi sosial tertutup.
c. Semakin tinggi mobilitas sosial dapat meminimaisasi diskriminasi
terhadap ras, etni, jabatan, dan perbedaan gender.
d. Mobilitas sosial bersifat rendah karena masyarakat berpedoman pada
nilai-nilai kutural daerah.
2) Bentuk Mobilitas
Dilihat dari arah pergerakannya terdapat dua bentuk mobilitas sosial ,
yaitu mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan lagi menjadi social sinking
dan social climbing.
Sedangkan mobilitas horizontal dibedakan menjadi mobilitas sosial
antar wilayah (geografis) dan mobilitas antar generasi.
1. Mobilitas vertical
Mobilitas Vertikal : adalah perpindahan status sosial yang
dialami seseorang atau sekelompok orang pada lapisan sosial yang tidak

5
sederajat (berbeda). Mobilitas vertikal mempunyai dua bentuk yang
utama :
a. Mobilitas vertikal keatas (Social Climbing)
Sosial climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya
peningkatan status atau kedudukan seseorang Sosial climbing
memiliki dua bentuk, yaitu :
1. Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang
lebih tinggi, dimana status itu telah tersedia. Contoh: A adalah
dosen biasa di salah satu Perguruan Tinggi, karena memenuhi
persyaratan, ia diangkat menjadi dekan fakultas
2. Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari pada
lapisan sosial yang sudah ada. Contoh: Pembentukan organisasi
baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari
organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik. Seperti
seorang anggota partai yang mendirikan partai baru dan dia
menjadi ketua.
Adapun penyebab sosial climbing adalah sebagai berikut :
1. Melakukan peningkatan prestasi kerja
2. Menggantikan kedudukan yang kosong akibat adanya proses
peralihan generasi
b. Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau
kedudukan seseorang. Proses sosial sinking sering kali menimbulkan
gejolak psikis bagi seseorang karena ada perubahan pada hak dan
kewajibannya.
Social sinking dibedakan menjadi dua bentuk :

6
1. Turunnya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah.
Contoh: seorang prajurit dipecat karena melakukan tidakan
pelanggaran berat ketika melaksanakan tugasnya.
2. Tidak dihargainya lagi suatu kedudukan sebagai lapisan
sosial. Contoh Kepala daerah yang disenangi masyarakat
karena kedermawanannya akhirnya dipecat karena terbukti
melakukan korupsi.
Penyebab sosial sinking adalah sebagai berikut.:
1. Berhalangan tetap atau sementara
2. Memasuki masa pensiun.
3. Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau di
pecat dari jabatannya.
2. Mobilitas horizontal
Mobilitas Horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang
atau sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata
lain mobilitas horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-
obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya yang sederajat.
Ciri utama mobilitas horizontal adalah tidak terjadi perubahan
dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh:
Seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya
dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosialnya
disebut dengan mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang
dilakukannya tidak merubah status sosialnya.
Mobilitas sosial horizontal dibedakan dua bentuk :

7
a. Mobilitas sosial antar wilayah/ geografis. Gerak sosial ini adalah
perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain
seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.
b. Mobilitas antargenerasi. Mobilitas antargenerasi secara umum berarti
mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu,
generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai
dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu
generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu
sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke
generasi lainnya. Contoh: Seorang petani yang hanya menamatkan
pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik
anaknya menjadi seorang direktur. Contoh ini menunjukkan telah
terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
Mobilitas antargenerasi dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas
intragenerasi dan mobilitas intergenerasi.
a. Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh
b. seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi yang sama.
Contoh: Seseorang yang awalnya hanya sebagai tukang ojek dengan
motor sewaan, namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan
mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki motor sendiri
bahkan sampai beberapa motor yang bisa disewakan kepada orang
lain akhirnya menjadi tukang ojek yang sukses. Contoh lain, Seorang
bapak yang memiliki dua orang anak, yang pertama bekerja sebagai
nelayan dan anak kedua awalnya juga sebagai nelayan. Namun anak
kedua lebih beruntung daripada kakaknya, karena ia dapat mengubah
statusnya dari nelayan menjadi seorang pengusaha pengekspor ikan.

8
Sementara sang kakak tetap menjadi nelayan. Perbedaan status sosial
juga dapat disebut sebagai mobilitas intragenerasi.
c. Mobilitas Intergenerasi adalah perpindahan status atau kedudukan
yang terjadi diantara beberapa generasi.
Mobilitas intergenerasi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Mobilitas intergenerasi naik. Contoh: Bapaknya seorang kepala
sekolah, anaknya seorang direktur
b. Mobilitas intergenerasi turun. Contoh : Kakeknya seorang bupati,
bapaknya seorang camat dan anaknya sebagai kepala desa.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
1. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang
bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contohnya
ketidakseimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan
dengan jumlah pelamar kerja.
Faktor struktural meliputi:
a. Struktur Pekerjaan
Sebuah masyarakat yang kegiatan ekonominya berbasis industri
dengan teknologi canggih, tentunya yang berstatus tinggi akan lebih
banyak dibandingkan dengan yang berkedudukan rendah. Sehingga
untuk itu yang berkedudukan rendah akan terpacu untuk menaikkan
kedudukan sosial ekonominya.
b. Perbedaan Fertilitas
Setiap masyarakat memiliki tingkat fertilitas (kelahiran) yang
berbeda-beda. Tingkat fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah
jenis pekerjaan yang mempunyai kedudukan tinggi atau rendah. Hal ini

9
tentu akan berpengaruh terhadap proses mobilitas sosial yang akan
berlangsung.
c. Ekonomi Ganda
Setiap negara yang menerapkan sistem ekonomi ganda
(tradisional dan modern) sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa
dan Amerika, tentunya akan berdampak pada jumlah pekerjaan, baik
yang berstatus tinggi maupun yang rendah. Bagi masyarakat yang berada
dalam tekanan sistem ekonomi ganda seperti ini, mobilitasnya
terrgantung pada keberhasilan dalam melakukan pekerjaan di bidang
yang diminatinya karena dalam masyarakat seperti ini (modern)
kenaikan status sosial sangat dipengaruhi oleh faktor prestasi.
2. Faktor Individu
Faktor individu ini lebih menekankan pada kualitas dari orang
perorang, baik dilihat dari tingkat pendidikan, penampilan maupun
keterampilan pribadinya.
a. Perbedaan Kemampuan
Setiap inidvidu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
b. Orientasi Sikap Terhadap Mobilitas
Setiap individu memiliki cara yang beragam dalam
mengupayakan meningkatkan prospek mobilias sosialnya.
c. Faktor Kemujuran
Usaha adalah sebagai proses untuk meraih kesuksesan. Tetapi kemujuran
tetap berada pada posisi yang tidak bisa kita anggap sepele.
3. Faktor Status Sosial
Status sosial orang tua akan terwarisi kepada anak-anaknya.
4. Faktor Keadaan Ekonomi

10
Masyarakat desa yang melakukan urbanisasi karena akibat himpitan
ekonomi di desa. Masyarakat ini kemudian bisa dikatakan sebagai
masyarakat yang mengalami mobilitas.
5. Faktor Situasi Politik
Kondisi politik suatu negara dapat menjadi penyebab terjadinya
mobilitas sosial. Karena dengan kondisi politik yang tidak menentu akan
sangat berpengaruh terhadap struktur keamanan. Sehingga, memunculkan
sebuah keinginan masyarakat untuk pindah ke daerah yang lebih aman.
6. Faktor Kependudukan (demografi)
Dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat dapat
mengakibatkan sempitnya lahan pemukiman dan mewabahnya kemiskinan,
sehingga menuntut masyarakat untuk melakukan transmigrasi.
7. Keinginan melihat daerah lain
Apabila keinginan melihat daerah lain itu dikuasai oleh jiwa
(mentalitas) mengembara, biasanya kuantitas mobilitas agak terbatas pada
orang-orang atau suku bangsa tertentu. Suku Minangkabau dan suku Batak
misalnya, sering dikatakan memiliki jiwa petualang. Ada semacam naluri
yang hidup di dalam jiwa pemuda Minang dan Batak untuk merantau ke
daerah lain, atau melihat kehidupan di kota lain, sebelum mereka
menjalankan pekerjaannya ditempat yang tetap.
8. Faktor Agama
Agama juga menurut penulis memegang peranan penting dalam
mobilitas sosial khususnya agama Islam. Dalam Surat Ar Ra’du:11 Allah
SWT berfirman:
١١ :‫ الرعد‬- ‫إن هللا ال يغير ما بقوم حتى يغير ما بأنفسهم‬-
Artinya:

11
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu
berusaha merubah nasib mereka”. QS. Ar Ra’du:11
Islam selalu mendorong ummatnya untuk melakukan gerakan perubahan
sosial ke arah mobilitas sosial vertikal ke atas (climmbing).
Dalam sebauah Hadits Rasulullah SAW memotivasi untuk terus bekerja
menjadi yang terbaik:
‫ ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون ومن كان يومه شرا من‬،‫من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح‬
‫أمسه فهو ملعون‬
Artinya:
“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia
telah beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah
merugi, dan barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia
tergolong orang-orang yang terlaknat” (HR. Al Baihaqi)
D. Saluran Mobilitas
Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial mempunyai
saluran-saluran yang disebut social circulation sebagai berikut:
1. Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang dikuasai
oleh sebuah rezim militer atau dalam keadaan perang. Seseorang yang
tergabung dalam angkatan bersenjata biasanya ikut berjasa dalam membela
nusa dan bangsa sehingga dengan jasa tersebut ia mendapat sejumlah
penghargaan dan naik pangkat.
2. Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa keagamaan yang
karena reputasinya kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di tingkat
nasional.
3. Lembaga pendidikan. Pendidikan baik formal maupun nonformal
merupakan saluran untuk mobilitas vertikal yang sering digunakan, karena
melalui pendidikan orang dapat mengubah statusnya. Lembaga-lembaga

12
pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas
vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang
bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi.
Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan
kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin
mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki
pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha,
sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis
telah meningkatkan status sosialnya
4. Organisasi Politik. Seorang anggota parpol yang profesional dan punya
dedikasi yang tinggi kemungkinan besar akan cepat mendapatkan status
dalam partainya. Dan mungkin bisa menjadi anggota dewan legislatif atau
eksekutif
5. Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat jelata dapat masuk menjadi
anggota kelas bangsawan. Status sosial seseorang yang
bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati posisi tinggi dalam
struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi
dari masyarakat.
6. Lembaga Keagamaan. Lembaga ini merupakan salah satu saluran mobilitas
vertikal, meskipun setiap agama menganggap bahwa setiap orang
mempunyai kedudukan yang sederajat
7. Organisasi Ekonomi. Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang
perusahan maupun jasa umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi seseorang untuk mencapai mobilitas vertikal.
8. Organisasi keolahragaan. Melalui organisasi keolahragaan, seseorang dapat
meningkatkan status nya ke strata yang lebih tinggi.

13
E. Dampak Mobilitas Sosial
1. Dampak Positif
Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan
berprestasi agar dapat memperoleh status yang lebih tinggi.
2. Dampak Negatif
Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak negatif,
dan hal itu bisa berupa konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik
yang mungkin terjadi akibat dari terjadinya mobilitas ini, seperti terjadinya
konflik antar kelas, antar generasi, antar kelompok dan lain sebagainya.
Sehingga akan berakibat pada menurunnya solidaritas baik kelompok atau
antar kelompok.
F. Contoh Kasus
KARANGANYAR – Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Karanganyar
menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD)
di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten. Penetapan status tersebut menyusul
peningkatan kasus DBD yang menyerang sembilan warga setempat.
Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK
Karanganyar , Fatkul Munir, mengatakan pihaknya telah menerima laporan
terkait peningkatan kasus DBD di Desa Ngringo, Jaten. Sembilan warga
setempat dilarikan ke rumah sakit lantaran positif menderita penyakit DBD.
“Statusnya KLB karena terjadi peningkatan kasus DBD yang cukup
signifikan,” ujarnya, Jumat (26/4/2013).
Menurutnya, Desa Ngringo merupakan wilayah endemis penyakit DBD
di Karanganyar. Pasalnya, wilayah tersebut merupakan permukiman padat
penduduk dengan mobilitas penduduk cukup tinggi. Kondisi ini memicu
terjadinya peningkatan kasus DBD di wilayah tersebut.

14
Pihaknya bakal menerjunkan tim di lokasi kejadian untuk
mengidentifikasi dan menanggulangi penyebaran penyakit DBD.
“Wilayah Desa Ngringo termasuk endemis penyakit DBD. Peningkatan
kasus DBD terjadi dalam sepekan terakhir,” paparnya.
Menurutnya, terdapat lima kecamatan yang endemis penyakit DBD di
Karanganyar yakni Colomadu, Jaten, Karanganyar, Gondangrejo dan
Kebakkramat. Dalam empat bulan terakhir, terjadi peningkatan kasus DBD di
Desa Ngasem, Kecamatan Colomadu. Dua anak Sekolah Dasar (SD) meninggal
dunia akibat serangan penyakit DBD pada pertengahan Januari lalu.
Sementara Camat Jaten, Titik Umarni, menjelaskan pihaknya langsung
berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mencegah penularan penyakit DBD
di Desa Ngringo. Pihaknya langsung meminta agar warga setempat
meningkatkan kesadaran hidup bersih terutama menguras bak mandi dan
tempat-tempat yang bisa menjadi sarang telur nyamuk aedes aegypti.
Analisis kasus :
Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan
(base line condition) yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat serta
memerlukan upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan
akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena
persebaran penyakit tersebut. Kejadian Luar Biasa (KLB) pertama kali di
Indonesia diaporkan adalah David Beylon di Batavia (Jakarta) pada tahun 1779.
Namun, demam berdarah dengue baru dikenal pada tahun 1968 dalam KLB di
Jakarta dan Surabaya dengan angka kematian sangat tinggi sekitar 41,3 persen.
Menurut PP 40, tahun 1991, Bab 1 , Pasal 1 Ayat 7, KLB adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupkan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Penanggung

15
jawab operasional pelaksanaan penanggulangan KLB adalah Bupati/Walikota.
Sedangkan penanggungjawab teknis adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota. Bila KLB terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota maka
penanggulangannya dikoordinasikan oleh Gubernur.
Daerah atas usulan Kepala Dinas Kesehatan setempat menetapkan dan
mencabut KLB. Penetapan KLB, dapat juga ditetapkan pada faktor risiko
penyakit seperti bila terjadi ledakan gas beracun, ledakan industri, atau suhu
yang meningkat sehingga menimbulkan populasi nyamuk atau ledakan gas,
memang tidak lazim disebut sebagai KLB, namun terminologi ini digunakan
untuk tujuan atau rumusan upaya antisipatif, prediktif, dan akhirnya berupa
pencegahan

2. Kelompok Sosial
A. Pengertian Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran
bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh
anggota masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para
anggotanya. Kelompok sosial merupakan salah satu fokus perhatian dari pusat
pemikiran sosiologi. Hal ini dikarenakan titik tolaknya adalah kehidupan
bersama. Kita telah mengetahui bahwa semua manusia atau individu yang ada di
dunia ini pada awalnya merupakan kelompok sosial yang bernama keluarga,
kemudian berkembang ke dalam lingkungan masyarakat. Istilah kelompok
sosial merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “sosial groups”, social berarti
sosial/kemasyarakatan, sedangkan groups berarti kelompok.
Menurut para ahli tentang kelompok sosial :

16
1) Hendro Puspito mendefinisikan bahwa “Kelompok sosial adalah suatu
kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan
perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.”
2) Robert K. Merton berpendapat bahwa “Kelompok sosial adalah kelompok
yang saling berinteraksi sesuai dengan pola-pola yang telah matang.”
3) Paul B. Horton dan Cheaster L.Hunt menjelaskan bahwa “Kelompok sosial
adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya
dan saling berinteraksi.”
4) Mayor Polak mengatakan bahwa “Kelompok sosial adalah sejumlah orang
yang saling berhubungan dalam sebuah struktur.”
5) Mack Iver dan Charles H. Page berpendapat bahwa “Kelompok sosial
adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama.
Hubungan antarmanusia dalam himpunan tersebut”.
B. Ciri-ciri Dari Kelompok Sosial
1) Terdapat kesadaran setiap anggota kelompok
2) Terdapat hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota
yang lain
3) Terdapat persamaan tertentu
4) Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola
5) Struktur sosial bersistem dan berproses
C. Bentuk-Bentuk Kelompok Sosial
1) Kelompok sosial teratur dibedakan sebagai berikut:
a. Kelompok primer, yaitu kelompok sosial yang saling mengenal antar
sesama anggotanya, saling tatap muka
b. Kelompok sekunder, yaitu kelompok sosial dengan jumlah anggota
banyak, sifat hubungan cenderung formal dan tidak saling mengenal

17
c. Kelompok informal yaitu organisasi kelompok yang tidak resmi,
tidak mempunyai struktur dan organisasi yang peraturannya tidak
tertulis secara resmi
d. Kelompok formal yaitu organisasi kelompok yg mempunyai
peraturan tegas dan sengaja dibentuk oleh anggota kelompoknya
untuk serta berfungsi mengatur hubungan antar anggotanya.
e. In-group, yaitu kelompok sosial yg individunya mengidentifikasikan
diri dalam kelompok tersebut.
f. Pengayuban, yaitu bentuk kehidupan bersama antaranggota
masyarakat yg mempunyai hubungan solidaritas mekanis, sifatnya
alami dan kekal yg biasanya dikaitkan dgn masyarakat desa
g. Pelembayan, yaitu bentuk kehidupan yg bersifat pamrih, bersifat
solidaritas organis, dan berlangsung dlm jangka waktu pendek
h. Kelompok referensi, yaitu kelompok sosial yg menjadi acuan bagi
seseorang utk membentuk pribadi dan pelakuannya
i. Kelompok membership, yaitu kelompok yg hubungan
antaranggotanya terjadi secara fisik
2) Kelompok sosail tidak teratur dibedakan sebagai berikut:
a. Kerumunan, yaitu kumpulan individu yg bersifat sementara
b. Publik, yaitu kelompok yg terbentuk karena interaksi bersifat tidak
langsung melalui alat-alat media
c. Massa, yaitu kelompok yg memiliki ciri hampir sama dgn
kerumunan tetapi terbentuk secara disengaja dan direncanakan.
D. Hubungan Antara Kelompok Sosial dan Masyarakat
Kelompok social yang dipandang dari sudut individualisme secara
langsung dari seseorang warga masyarakat telah menjadi anggota dari kelompok
– kelompok kecil , kelompok –kelompok kecil yang dimaksud adalah atas dasar

18
keakraban , usia , pekerjaan atau kedudukan. Hubungan antara masyarat dan
kelompok social mempunyai keterkaitan satu sama lain , dalam menjalin
hubungan sebagai makhluk sosial bila ingin mendapatkan kesejahteraan dalam
bermasyarakat harus dengan ikut serta dalam kelompok sosial . Masyarakat bisa
membentuk kelompok sosial yang diminati perindividu dan dikelompokkan
menjadi datu kesatuan. Sehingga berbagai kelompok social pun bermunculan
dillakangan masyarakat dan tidak pernah akan bisa dipisahkan satu sama lain.
Kelompok social tidak akan terbentuk jika tidak ada masyarakat yang
aktif dalam pemukiman nya atau tempat tinggalnya tersebut. Ini menandakat
bahawasannya tingkah laku masyarakat pun menjadi peran penting dalam
pembentukan kelompok social yang aktif dan positif. Kelompok social yang
aktif dan positif sangat lah penting untuk membangun suatu daerah yang adil,
makmur , rukun, aman ,nyaman , dan sentosa. Jika masyarakat tidak mau ikut
serta berperan aktif dalam pemukimannya ini bisa menyebabkan runtuhnya
kelompok social, karena yang paling penting dalam kelompok social adalah
interaksi individu terhadap individu lainnya dalam arti lainnya iyalah keaktifan
bersosialisasi antara individu dengan individu lainya. Dalam masyarakat,
kelompok-kelompok social melakukan kontak dengan pola berbeda. Ada yang
menghasilkan kerja sama , namun tak sedikitpun berujung konflik social jika
tidak memiliki batasan –batasan. Batasan batasan memang harus dimiliki
disuatu kelompok social agar tidak menjadikan konflik dalam bermasyarakat,
agar hidup menjadi aman dan tentram.
E. Contoh Kasus
Anak jalanan Semarang menentang kekerasan terhadap mereka. Aksi
yang didukung oleh FPPHAN pada tahun 1998 di Balai Kota Semarang
Situasi Umum

19
Anak jalanan adalah “seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang
menggunakan atau menghabiskan seluruh waktunya dengan melakukan kegiatan
di jalan untuk mendapatkan uang atau mempertahankan hidupnya”
Keberadaan anak jalanan telah menjadi fenomena global. Seorang
pejabat UNICEF memperkirakan ada sekitar 100 juta anak jalanan di dunia. Di
Asia, menurut perkiraan Childhope Asia, sebuah NGO yang berbasis di
Philipina, memperkirakan ada sekitar 25-30 juta anak jalanan (Chaturvedi,
1994). Di Indonesia, Anwar dan Irwanto (1998) dalam analisis situasi mengenai
anak jalanan, mengutip data Departemen Sosial yang menunjukkan ada sekitar
50,000 anak jalanan. Banyak pihak, termasuk keduanya meyakini besaran
jumlah anak jalanan jauh di atas perkiraan tersebut. Terlebih bila dikaitkan
dengan terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan jumlah anak jalanan di
Indonesia meningkat sekitar 400% (Kompas, 4 Mei 1998). Berbagai perkiraan
yang dilansir berbagai pihak berkisar antara 50,000-170,000 anak jalanan.
Informasi mengenai kehidupan anak jalanan di manapun
menggambarkan situasi buruk yang harus dihadapi anak jalanan. Berbagai
bentuk kekerasan dan eksploitasi hingga penghilangan nyawa secara paksa
menjadi bagian dari kehidupan mereka. Stigmatisasi publik menyebabkan
mereka terisolasi atau mengisolasi diri sehingga tumbuh “nilai-nilai baru” yang
boleh jadi sangat bertentangan dengan “nilai-nilai umum”. Pemerintah yang
seharusnya berkewajiban memberikan perlindungan hukum, menurut Nusa
Putra (1994) justru meletakkan kegiatan anak jalanan sebagai kegiatan yang
melanggar hukum. Keseluruhan situasi yang dihadapi berakibat terhambatnya
perkembangan kapasitas anak baik secara fisik, mental, dan sosial.
Berdasarkan situasi yang dialami anak jalanan, UNICEF
mengelompokkan anak jalanan ke dalam kelompok anak yang mengalami
situasi sulit atau anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

20
Upaya perlindungan terhadap anak menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan dengan lahirnya Konvensi Hak-hak Anak yang diadposi oleh
PBB pada tahun 1989. Indonesia diketahui turut menandatangani dan
meratifikasi KHA tersebut melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dengan
demikian, Indonesia terikat secara yuridis (dan politis) untuk
mengimplementasikan KHA. Namun sejauh mana efektivitas program
pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan KHA, masih menjadi bahan
pertanyaan. Terlebih bila dispesifikkan untuk kepentingan anak jalanan.
Selintas Anak Jalanan Semarang
Keberadaan anak jalanan di Semarang sudah bisa dijumpai sejak awal
tahun 90-an. Pada saat itu hanya ada tiga kawasan yang menjadi tempat kegiatan
mereka yang kemudian berkembang menjadi enam kawasan (Pasar Johar, Tugu
Muda, Terminal Terboyo, Simpang Lima, Karang Ayu, dan Stasiun Poncol).
Pada masa awal terjadi krisis ekonomi, kawasan kegiatan anak jalanan menjadi
20 kawasan (PSW Undip, 1998). Pemetaan yang dilakukan oleh Departemen
Sosial dan PKPM Atmajaya pada tahun 1999 menunjukkan kawasan kegiatan
anak jalanan semakin tersebar luas menjadi 208 titik.
Perkembangan lokasi kegiatan anak jalanan diakibatkan adanya
peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat. Pendataan yang dilakukan PAJS
pada tahun 1996 memperkirakan jumlah anak jalanan sekitar 500 anak dan pada
tahun 1997 telah meningkat menjadi 700 anak. Pada masa krisis ekonomi,
perkiraan jumlah anak jalanan berkisar antara 1,500-2,000 (lihat Tabloid
Manunggal, edisi V/thn XVII/April-Mei 1998 dan Depsos-PKPM Atmajaya,
1999)
Berdasarkan daerah asal, telah terjadi pergeseran yang perlu dicermati.
Pada tahun 1994, prosentase anak yang berasal dari luar kota masih lebih besar,
yaitu 53%. Pada tahun-tahun berikutnya, pertumbuhan anak jalanan dari dalam

21
kota semakin besar dan menjadi dominan. Berdasarkan data anak yang
difasilitasi oleh Yayasan Setara pada tahun 2000, dari 223 anak di tiga kawasan,
85% dari mereka berasal dari dalam kota Semarang sendiri dan 34% diantaranya
justru tinggal di jalanan. Tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat tinggal
yaitu; bangunan kosong, los pasar, emperan toko, taman atau lapangan, gerbong,
pos jaga, halte dan bus rusak.
Meningkatnya jumlah anak jalanan terutama yang berasal dari kota
Semarang sendiri menyebabkan terjadinya perubahan yang besar dalam
kehidupan anak jalanan, yaitu;
• Lokasi kegiatan anak jalanan semakin meluas
• Mulai terjadi penguasaan wilayah
• Anak jalanan yang berasal dari luar kota semakin tersisih dan cenderung
pindah ke kota lain
• Proses inisiasi yang penuh nuansa kekerasan mulai muncul
• Munculnya berbagai kegiatan baru untuk mendapatkan uang seperti lap
mobil/ motor dan dominannya kegiatan mengemis yang pada tahun sebelumnya
menjadi bahan ejekan sesama anak jalanan.
• Meningkatnya tindakan kriminal
Mencermati perkembangan situasi anak jalanan beberapa tahun belakangan ini,
Yayasan Setara mengidentifikasikan beberapa masalah yang menonjol, yaitu
Kekerasan terhadap anak jalanan
Kekerasan dan eksploitasi seksual
Seks bebas dan Perilaku seksual usia dini
Penggunaan drugs
Tindakan kriminal
Respon yang Muncul
Selintas Pengalaman Bekerja Bersama Anak Jalanan

22
Pelayanan langsung
• Fasilitasi rumah singgah dan shelter
• Pendidikan hadap masalah, hak anak dan kesehatan
• Mendorong anak pulang
• Perlindungan
• Pelayanan kesehatan
• Mempersiapkan masa depan anak
Kampanye dan membangun support system
• Penyelenggaraan diskusi/seminar
• Dialog dengan Pemda, DPRD, dan pihak Kepolisian.
• Membangun dialog antara anak jalanan, pemerintah, DPRD dan Kepolisian
• Mengembangkan Forum Orangtua anak
• Monitoring kekerasan terhadap anak jalanan
• Penerbitan
Hambatan dan Tantangan
“Niat baik belum tentu menghasilkan yang terbaik”, demikian petikan puisi dari
seorang kawan. Perjalanan pelaksanaan program anak jalanan tidak bisa
berlangsung mulus. Hambatan dan tantangan terberat yang harus dihadapi justru
sikap dan tindakan dari penyelenggara negara. Ketika pertengahan tahun 1996
dibuka rumah untuk anak jalanan, berbagai teror harus dihadapi oleh para
pekerja sosial, anak-anak jalanan dan pemilik rumah yang disewa. Bentuk teror
melalui telpon gelap, penculikan terhadap seorang pekerja sosial, interogasi oleh
pihak kepolisian, datangnya orang-orang tak dikenal yang mengancam, hingga
perusakan rumah oleh sekelompok orang tak dikenal pada September 1997 yang
menyebabkan untuk beberapa tahun diputuskan agar tidak membuka open
house/shelter dulu. Pada akhir 1997, ketika rumah sudah tidak digunakan lagi
dan ada beberapa orang tewas akibat minuman keras di sekitar bekas shelter,

23
Walikota saat itu langsung menuduh bahwa rumah anak jalanan digunakan
untuk bermabuk-mabukan. Di tengah sulitnya melakukan kegiatan secara
terbuka, muncul lagi pernyataan dari seorang pejabat pemerintah kota yang
melarang PAJS untuk melakukan kegiatan karena dianggap sebagai organisasi
liar (Wawasan, 4 April 1998).

3. Birokrasi Sosial
A. Pengertian Birokrasi
Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua kata
yaitu biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Birokrasi
memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan
atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah
kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan atau undang-
undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi
birokrasi berasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan oleh Reineer von
Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai
dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan leglistik (Thoha, 1995
dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk kepada empat pengertian yaitu:
1) Birokrasi dapat diartikan sebagai kelompok pranata atau lembaga tertentu.
2) Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu metoda untuk mengalokasikan
sumber daya dalam suatu organisasi.
3) “Kebiroan” atau mutu yang membedakan antara birokrasi dengan jenis
organisasi lain. (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003)
4) Kelompok orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan. (Castle,
Suyatno, Nurhadiantomo, 1983)
Sementara itu Max Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem
kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas

24
bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.”
Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional.
Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh
siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan
sebab-akibatnya.
Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan
pelayanan publik. Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh
eksekutif, dan posisi mereka ini bergantung terhadap prestasi dan produktivitas
kerja mereka sendiri.
B. Faktor-faktor Mempengaruhi Birokrasi
a. Faktor budaya
 Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang
administrasi” atau uang “pelicin”)
 Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
 Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
 Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang profesional
b. Faktor individu
 Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas
dan moralitas
 Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki
seseorang yang memiliki jabatan dan otoritas
 Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
 Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak
mendapat tempat
c. Faktor organisasi dan manajemen
 Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubunganant
ara pemerintah dan masyarakat

25
 Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak
terdesentralisasi
 Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan
prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan
 Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang
kredibel
 Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya
gaji, proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang
rendah.
 Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum
setara; pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki
tempat (citizen charter)
d. Faktor politik
 Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem
hukum
 Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik
Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik
C. Gambaran Umum Birokrasi yang Ideal.
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena
sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun
yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek
birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir
ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi
atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada
umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki
luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar
dengan berjuta-juta penduduk.

26
Pada umumnya birokrasi di negara maju lebih baik dari pada birokrasi di
negara berkembang. Maka perlu kita meninjau birokrasi seperti di luar negri
agar kita dapat mencontohnya.
Sebagai contoh kecil kita bisa melihat dari negara tetangga yang
merdeka sesudah indonesia, yaitu Singapura. Di Singapura, pekerjaan sebagai
pegawai negeri memiliki prestise yang tinggi di Singapura, terdapat kompetisi
yang cukup ketat untuk posisi untuk pegawai negeri dan dewan perundang-
undangan . PNS diangkat tanpa memperhatikan ras atau agama, lebih
mengutamakan kinerja mereka pada ujian tertulis kompetitif. Pegawai Negeri
memiliki empat divisi hierarkis dan beberapa yang berperingkat pejabat
"supergrade". 1 Januari 1988, terdapat 493 perwira supergrade, termasuk
sekretaris tetap kementerian dan departemen sekretaris dan persentasenya < 1
persen dari 69.700 pegawai negeri yang ada.
Divisi satu terdiri dari administrasi senior dan profesional posting , yaitu
14 persen dari pegawai negeri. Tingkat tengah divisi dua dan tiga berisi
pegawai-pegawai berpendidikan dan pekerja khusus yang melakukan pekerjaan
pemerintah yang paling rutin. Divisi empat terdiri dari manual dan pekerja semi-
skilled yang terdiri atas 20 persen dari pegawai negeri.
Pelayanan publik di Singapura dianggap sebagai pelayanan yang hampir
seluruhnya bebas dari korupsi, karena dalam faktanya, hal ini dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang kuat terhadap kepemimpinan nasional yang menekankan pada
kejujuran dan dedikasi kepada nilai- nilai nasional. Biro Investigasi Praktik
Korupsi sangat menikmati kegiatan pemeriksaan kekuasaan dan kegiatan
penyelidikan mendapat dukungan kuat dari perdana menteri.
Pada intinya tidak setiap hal baik yang telah dicapai oleh negara maju
dapat dikembangkan oleh negara berkembang seperti Indonesia, ada hal-hal

27
yang perlu diperhatikan yang berkenaan dengan bagaimana kondisi dari negara
yang bersangkutan.
Sementara itu Max Weber sendiri juga menyatakan bahwa teori
karakteristik birokrasi yang diungkapkannya hanya bersifat ideal artinya bahwa
tidak semua karakterstik telah dapat dijalankan oleh birokrasi karena kadang
masih diselewengkan oleh birokrasi.
Sebagai mana yang diungkapkan oleh Michael G. Roskin, et al, dia
mengungkapkan bahwa sesungguhnya ada 4 fungsi dari birokrasi yaitu
administrasi, pelayanan, pengaturan dan pengumpulan informasi. Tentu bagi
setiap birokrasi yang baik dapat menjalankan rangkaian fungsi birokrasi.
Jika kita menarik gambaran secara umum maka kita bisa mengetahui
bahwa birokrasi yang baik adalah birokrasi yang menjalankan fungsi dan
tujuannya dengan baik tanpa penyelewengan. Secara jelas dapat disimpulkan
bahwa ada 5 hal yang dapat menggambarkan birokrasi yang ideal, yaitu sebagai
berikut :
a. Mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman
dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan
dan kewenangan
b. Organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien
yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang
tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan
kepada masyarakat).
c. Sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri
organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan
tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.
d. Sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu
pembangunan.

28
e. Strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
D. Kondisi Birokrasi di Indonesia
Umur Indonesia yang baru 63 tahun memang belum ada apa apanya
dengan negara negara yang maju dan telah memiliki birokrasi yang baik. Negara
maju telah belajar lama tentang sistem birokrasi yang baik bagi negaranya
dengan, sehingga mereka sudah sangat berpengalaman. Namun Indonesia juga
perlu memperbaiki kondisi birokrasi yang sangat buruk karena jika seperti ini
dapat menyebabkan ketertinggalan terus menerus.
Pada pembahasan kali ini saya akan membahas tentang kondisi birokrasi
di Indonesia. Karena saat ini kita dapat melihat secara kasat mata bagaimana
kebobrokan birokrasi di Indonesia. Namun kita harus mengkajinya lebih dalam
agar kita dapat menemukan bagaimana caranya untuk memperbaiki keadaan
birokrasi pemerintahan Indonesia. Untuk kali ini saya menjadikan teori
karakteristik birokrasi Weber sebagai acuan.
Apabila kita bandingkan dengan teori birokrasi ideal Weber maka kita
akan menemukan keadan birokrasi di Indonesia yang masih jauh belum ideal.
Indonesia hanya baru bisa menerapkan kulit dari birokrasi modern namun belum
sampai ke tata nilainya. Max Weber pernah mengungkapkan tentang dominasi
birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa
mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik
mereka. Hal ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada birokrasi di
Indonesia. Ciri-ciri dominasi birokrasi patrimonial ala Weber yang hampir
secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain:
a. Pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi
b. Jabatan di pandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan
c. Pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi politik ataupun administratif
d. Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik

29
Dengan cara yang seperti ini tentu sangat berlawanan sengan teori
birokrasi ideal Weber, secara jelas maka Indonesia belum bisa menjalankan
birokrasi dengan baik seperti yang diungkapkan oleh Max Weber. Karena dalam
realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang
menyimpang dari teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan
yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan
kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat
dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan
bertele-tele. Secara jelas ada beberapa hal yang berlawanan dengan kerakteristik
ideal birokrasi Weber di Indonesia :
a. Drajat spesialisasi yang masih rendah, di Indonesia pada umumnya
spesialisasi yang diberikan masih terlalu luas sehingga wewenang akan
pekerjaan yang diberikan kepada pegawai tampak kabur dan tidak jelas.
b. Wewenang dan batas tanggung jawab yang tidak jelas, para pimpinan
birokrasi biasanya akan melebihi wewenang mereka, tetapi jika terjadi
kesalahan pada birokrasi maka para pejabat akan mengklaim bahwa itu
bukan tanggung jawab mereka. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah
Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut
jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataanya, segala keputusan
sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi.
c. Hubungan anggota tidak berdasarkan fungsi, hubungan antar jenjang dalam
birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi. Dan akibatnya fungsi
anggota dalam birokrasi tampak diabaikan.
d. Cara pengangkatan pegawai didasarkah pada hubungan pribadi,para
pimpinan birokrasi sangat sering menggunakan wewenangnya untuk
bertindak sesuai kepentingan pribadi. Mereka tidak akan canggung untuk
mengangkat anggota dari keluarganya sendiri untuk bekerja di kantor

30
dinasnya. Padahal seharusnya anggota diangkat berdasarkan profesionalisme
dan kecakapan teknis melewati prosedur yang kompetitif.
e. Mengutamakan urusan pribadi daripada urusan dinas, sebagai contoh kecil
adalah anggota sebenarnya bekerja hanya karena motif pribadi yaitu untuk
mendapatkan gaji agar bisa memenuhi kebutuhan pokok, sebenarnya ini
adalah hal yang wajar akan tetapi tidak boleh terlalu diutamakan dan
ditonjolkan karena dapat menyebabkan anggota melupakan fungsi utama
dalam birokrasi. Bahkan anggota tidak akan segan melakukan korupsi hanya
karena urusan pribadi.
Sebagai contoh kecil adalah para anggota DPR yang masih kurang tegas
dalam membuat undang undang korupsi, mereka membuat undang undang yang
lebih ringan hukumannya dari pada kasus kasus yang lain. Bagaimana mau tegas
dalam membuat undang undang karena yang korupsi adalah mereka sendiri,
sehingga mereka takut jika hukuman bagi mereka sendiri terlalau berat. Hal ini
sangat menjukan bahwa fungsi yang harusnya mereka jalankan masih
diselewengkan dengan urusan pribadi.
Dilain sisi juga ada birokrasi Indonesia yang anggotanya masih
menyalahkan wewenang yang dimilikinya. Sebagai contoh, masih banyak
anggota Kepolisian Lalu-Lintas yang melakukan razia di luar jam kerja atau
diluar jadwal razia lalu-lintas. Hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan
keuntungan ekonomis dan secara jelas sudah menyalahi wewenang yang
dimilikinya. Dan juga banyak anggota Kepolisian RI dan TNI yang melakukan
kekerasan pada masyarakat sipil hanya karena masalah yang yang biasa,
seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena mereka bertugas mengayomi
masyarakat sipil. Jika hal ini terjadi maka sudah jelas bahwa mereka menyalahi
fungsi mereka sebagai anggota birokrasi.

31
Pada dasarnya masih banyak yang perlu diperbaiki pada birokrasi
Indonesia, apalagi Indonesia adalah negara yang luas maka sangat diperlukan
birokrasi pemerintah yang dapat memperhatikan masyarakatnya sendiri. Selain
itu perlu adanya kepercayaan rakyat akan kinerja birokrasi bahwa para birokrat
dapat memberikan yang terbaik bagi negara dimana rakyat menaruh
kepercayaan kepada birokrasi untuk dapat memberikan kehidupan terbaik bagi
rakyat-rakyatnya. Adanya suatu keyakinan bahwa negara mereka dipimpin oleh
orang-orang terbaik dan bisa memberikan hal terbaik untuk masyarakat. Jadi
disini Indonesia perlu menghilangkan stereotype negative tentang birokrasi
Indonesia. Misalnya pandangan bahwa pejabat negara hanya memikirkan
kesejahteraannya. Padahal di sisi lain kita melihat kehidupan rakyat banyak
masih terimpit berbagai kesulitan.
E. Contoh Kasus
Masalah pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintahan
menjadi keluhan utama masyarakat. Ini disebabkan karena dalam proses
pelayanan sering kali tidak sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
Padahal standar pelayanan minimal (SPM) dalam setiap instansi pemerintahan
pasti ada. Inilah permasalahan dari implementasi penyelenggara pemerintahan.
Hal-hal yang sering dikeluhkan masyarakat terhadap proses pelayanan
publik, khususnya mengenai masalah pembuatan kartu keluarga, adalah sebagai
berikut:
1. Terjadinya Diskriminasi dalam Memberikan Pelayanan
2. Sering Terjadinya Pungli
3. Tidak Adanya Kepastian

32
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
1) Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok
orang dari stratasosial yang satu ke strata sosial yang lain.
2) Kelompok sosial adalah sekumpulan manusia yang mempunyai cici-ciri
yang sama, mempunyai pola interaksi yang terorganisir secara berulang-
ulang, dan mempunyai kesadaran bersama akan anggotanya.
3) Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk
pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi birokrasi
adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan
atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu
organisasi.
2. Saran
Sebagai manusia kita akan menuntut untuk status dan peran sosial,
namun sebagai manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan menyadari
mobilitas sosial atau gerakan sosial ini tidak terjadi begitu saja dengan
sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung bagaimana diri kita
menyikapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi kita masing-masing
sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu kita sebagai makhluk sosial seharusnya peka terhadap
lingkungan sekitar. Khususnya pada kelompok sosial. Pada kehidupan
masyarakat terdapat terdapat kelompok sosial yang bermacam-macam. Misalnya
kelompok primer dan sekunder, formal dan informal, paguyuban dan
patembayan, dll.

33
Dan tentunya kita sebagai makhluk sosial pasti termasuk dalam
keanggotaan salah satu kelompok sosial diatas, dan untuk membangun
kelompok sosial dan bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh
pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari
able governmentke better government dan trust government.

34
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Blogspot. Ilmu duniaku. 2016. “Makalah mobilitas sosial”.

Tersedia dalam http://wwwilomuduniaku.blogspot.co.id/2016//11/makalah-


mobilitas-sosial.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2017

Fricilia,asmawati. 2016. “Makalah masyarakat dan kelompok sosial”.

Tersedia dalam https://asmawatyfricilia.wordpress.com/2016/01/26/makalah-


masyarakat-dan-kelompok-sosial/. Diakses pada 4 Juni 2017

Michael G. Roskin, et al., Political Science: An Introduction, Bab 16.


B. Guy Peters and Vincent Wright, “Public Policy and Administration, Old and New,
Robert E. Goodin and Hans-Dieter Klingemann, A New Handbook of Political Science,
Part VII, Bab 27
Andrew Heywood, Politics, Second Edition, (New York : Palgrave Macmillan, 2002)

http://www.blogger.com/comment-
iframe.g?blogID=1100803259243109856&postID=5892308108244141718&blogspotRpcT
o

www.wikipedia.com

http://www.blogger.com/comment-
iframe.g?blogID=348178516436678683&postID=2516817569801378050&blogspotRpcTo
ken=8951267

35
http://www.blogger.com/comment-
iframe.g?blogID=8426869211966940618&postID=3117293166499410872&blogspotRpcT
oken=8782662

http://administrasipublicsoedirman.blogspot.co.id/2015/03/birokrasi-di-indonesia.h

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.Laporan


Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) penyakit Menular (Studi Kasus
DBD). Direktorat Gizi Masyarakat:2006.

Tersedia dalam http://kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah.pdf.


Diakses pada 4 juni 2017

Dini, Amah Majidah Vidyah,dkk. Faktor Kesehatan Angka Insiden Demam Berdarah di
Kabupaten Serang,Makara Kesehatan, Vol 14, No 1, Juni 2010

Tersedia dalam http://www.solopos.com/2013/04/26/kasus-dbd-karanganyar-


tetapkan-ngringo-klb-dbd-400646. Diakses pada 4 juni 2017

Siregar, Faizah A. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatra Utara.2004
Tersedia dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3673/1/fkm-
fazidah3.pdf. Diakses pada 4 juni 2017

Widiyanto,Teguh. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah


Dengue(DBD)di Kota Purwokerto Jawa Tengah.Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang 2007.

36
Tersedia dalam
http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYANTO.pdfer%20ll.pdf. Diakses pada 4
juni 2017

Shalahudin, odi. 2010. Studi kasus atas persoalan sosial.


Tersedia dalam https://odishalahuddin.wordpress.com/2010/01/04/anak-jalanan-
studi-kasus-atas-persoalan-sosial/ Diakses pada 6 Juni 2017

37

Anda mungkin juga menyukai