Anda di halaman 1dari 6

M.

Iqbal Cakrbuana

14016610534

BAB 1

Dibidang perundang-undangan, perubahan telah terjadi dengan terbentuknya


undang-undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan.
Dengan berlakunya undang-undang ini terdapat perubahan mendasar dalam bidang
perundang-undangan baik dalam masalah jenis dan hierarki, materi muatan peraturan
perundang-undangan, maupun proses dan teknik pembentukannya. Pengembangan ilmu di
bidang perundang-undangan dapat mendorong fungsi pembentukkan peraturan perundang-
undangan yang sangat diperlukan kehadirannya, oleh karena di dalam negara yang berdasar
atas hukum modern (verzorgingsstaat), tujuan utama dari pembentukkan undang – undang
bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah
mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama pembentukan undang-undang itu
adalah menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat. Kodifikasi
adalah penyusunan dan penetapan peraturan-peraturan hukum dalam kitab undang-
undang secara sistematis mengenai bidang hukum yang agak luas. Kodifikasi mungkin hanya
cocok pada abad yang lalu dan mencapai puncaknya pada awal abad ke – 19. undang-
undang kodifikasi adalah undang-undang yang membakukan pendapat hukum yang berlaku,
atau lebih bersifat tradisional. Sementara pada abad ke – 20, peraturan perundang –
undangan lebih condong untuk menciptakan suatu negara kesejahteraan sosial, atau dikenal
dengan nama modifikasi.

Ilmu pengetahuan perundang-undangan merupakan ilmu yang berhubungan dengan


ilmu politik dan sosiologi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :

a) Teori perundang-undangan , berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan


makna atau pengertian-pengertian, dan bersifat efektif
b) Ilmu perundang-undangan , berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.
Dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dirumuskan pula tentang kedua pengertian tersebut dalam pasal 1
angka 1 dan angka 2, yang dirumuskan sebagai berikut :

a) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan , proses pembuatan peraturan


perundang-undangan, dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan,
perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
b) Peraturan Perundang-undangan , peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Pembentukan hukum nasional dapat diartikan dengan pembentukkan hukum tidak


tertulis yang berwujud hukum kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat adat, dapat juga diartikan dengan pembentukan hukum yang tertulis, yang
dibentuk oleh lembaga yang berwenang, yang berwujud peraturan perundang-undangan
yang bersifat legislatif maupun bersifat administratif. Hukum tidak tertulis merupakan
sinonim dari hukum kebiasaan, yang di Indonesia juga disebut dengan nama hukum adat,
hukum tidak tertulis merupakan bentuk hukum tertua.Hukum tertulis yang berlaku umum
dan mengikat orang banyak serta mempunyai lingkup laku wilayah, wilayah ruang, dan
wilayah waktu yang lebih luas, tidak tentu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada
hukum tidak tertulis.

BAB 2

Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, norma atau kaedah adalah
patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilaku atau bersikap tindak dalam
hidup. Norma baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, oleh karena norma itu pada
dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain, terhadap
lingkungannya, atau dengan kata lain suatu norma baru dijumpai dalam suatu pergaulan
hidup manusia. Norma yang berlaku di Indonesia dan masih sangat dirasakan adalah norma
adat, norma agama, norma moral, dan norma hukum negara.

Hans Kelsen mengemukakan adanya dua sistem norma, yaitu sistem norma statik
dan sistem norma dinamik, beriku penjelasannya :
a) Sistem norma statik : sistem ini melihat pada isi dari suatu norma, suatu norma
umum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus, atau norma-norma khusus itu
menjadi suatu norma yang umum. Contohnya adalah salah satu norma yang berlaku
seperti “menghormati orangtua”, norma tersebut dilakukan oleh semua orang
karena isinya adalah positif dan orang-orang tidak memperdulikan siapa yang
menciptakan norma tersebut pada awalnya, namun tetap dilakukan
b) Sistem norma yang dinamik : sistem ini melihat pada berlakunya suatu norma atau
dari cara “pembentukkannya” atau “penghapusannya”, menurut Kelsen norma itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu susunan yang bersifat hierarki.

Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam sistem norma yang dinamik, karena
hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang
berwenang membentuk atau menghapusnya.

Dinamika dari suatu norma hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dinamika
norma hukum yang vertikal dan horizontal :

a) Dinamika norma hukum vertikal, adalah dinamika norma hukum yang berjenjang
dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas. Dinamika yang vertikal ini, bersumber
dan berdasar pada norma hukum di atasnya. Dinamika norma hukum vertikal ini
dapat dilihat dalam tata susunan norma hukum yang ada di Indonesia, secara
berurutan mulai dari Pancasila sebagai norma dasar negara yang merupakan sumber
dasar bagi terbentuknya norma-norma hukum dalam Batang Tubuh UUD 1945
b) Dinamika norma hukum horizontal, adalah dinamika norma yang bergeraknya ke
samping, norma itu bergerak ke samping karena adanya suatu analogi yaitu
penarikan suatu norma hukum untuk kejadian-kejadian lainnya yang dianggap
serupa.

Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang
banyak, umum, dan tidak tertentu, sedangkan norma hukum individual adalah norma
hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada seseorang, beberapa orang, atau banyak
orang yang telah tertentu. Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat
pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti konkret. Norma hukum
konkret melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkret). Norma hukum
umum-abstrak adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya
masih bersifat abstrak. Norma hukum umum-konkret adalah suatu norma hukum yang
ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu. Norma hukum individual-abstrak
ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak.
Norma hukum individual-konkret ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan
perbuatannya bersifat konkret

Dari segi adresat, norma hukum juga dapat dilihat dari segi daya lakunya, ada yang
terus-menerus dan ada yang sekali selesai. Norma hukum yang berlaku terus-menerus
adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, berlaku terus-menerus
sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru. Norma hukum yang
berlaku sekali-selesai adalah norma hukum yang berlakunya satu kali saja dan setelah itu
selesai.

Norma hukum tunggal adalah suatu norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak
diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, berupa suatu suruhan tentang bagaimana
seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. Norma hukum berpasangan adalah
suatu norma hukum yang terdiri atas dua norma hukum yaitu norma hukum primer dan
norma hukum sekunder. Norma hukum primer ialah berisi aturan atau patokkan bagaimana
cara seseorang harus berperilaku dalam masyarakat ( das Sollen ). Norma hukum sekunder
ialah berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak dipenuhi.

Suatu norma itu berlaku karena ia mempunyai suatu daya laku (validitas) atau
karena ia mempunyai keabsahan. Daya laku ini ada apabila norma itu dibentuk oleh norma
yang lebih tinggi atau oleh lembaga yang berwenang membentuknya.

BAB 3

Menurut Hans Kelsen, berdasarkan teori mengenai jenjang hukum, norma-norma


hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan) , suatu
norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
begitu seterusnya sampai suatu norma dasar (grundnorm). norma dasar tersebut ditetapkan
terlebih dahulu oleh masyarakat, menjadi suatu gantungan bagi norma-norma yang berada
dibawahnya. Benyamin Akzin mengemukakan bahwa pembentukan norma-norma publik
berbeda dengan pembentukan norma-norma hukum privat. Berdasarkan struktur norma,
hukum publik itu berada diatas hukum privat, berdasarkan struktur lembaga, maka
lembaga-lembaga negara berada diatas masyarakat. Norma dalam hukum publik dibentuk
oleh lembaga-lembaga negara, maka pembentukannya harus dilakukan dengan lebih
berhati-hati, dan harus dapat memenuhi kehendak serta keinginan masyarakat. Norma
dalam hukum privat biasanya selalu sesuai dengan kehendak/keinginan masyarakat oleh
karena hukum privat ini dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan dengan perjanjian
atau transaksi yang bersifat perdata.

Menurut Hans Nawiasky, pengelempokkan norma hukum dalam suatu negara itu
terdiri atas empat kelompok besar, yaitu :

a) Norma fundamental negara


b) Aturan dasar negara
c) Undang-undang formal
d) Aturan pelaksana & aturan otonom

Norma Hukum yang tertinggi dan merupakan kelompok pertama dalam hierarki
norma hukum negara, merupakan norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih
tinggi lagi, dan sudah ditetapkan terlebih dahulu. Norma ini juga merupakan dasar bagi
pembentukkan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara. Aturan ini
merupakan kelompok norma hukum dibawah norma fundamental negara, norma dari
aturan ini masih bersifat pokok dan merupakan aturan umum yang masih bersifat garis
besar. Di Indonesia, Aturan Dasar Negara / Aturan Pokok Negara tertuang dalam Batang
Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR. Selain itu juga terdapat Hukum Dasar tidak tertulis
yang disebut sebagai Konvensi Ketatanegaraan, adalah hukum dasar tidak tertulis yang
tumbuh dan terpelihara di dalam masyarakat.

Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom merupakan peraturan yang terletak


dibawah UU yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam UU. Peraturan
pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedangkan Peraturan Otonom
bersumber dari kewenangan atribusi. Atribusi Kewenangan dalam pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-
undangan yang diberikan oleh UUD atau UU. Delegasi kewenangan dalam peraturan
perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-
undangan yang dilakukan oleh peraturan yang lebih tinggi kepada peraturan yang lebih re
dah, baik dinyatakan dengan tegas maupun tidak. Sedangkan kewenangan atribusi,
kewenangan delegasi tidak diberikan, namun diwakilkan.

Anda mungkin juga menyukai