Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedaruratan endodontik biasanya dikaitkan dengan rasa nyeri atau

pembengkakan dan memerlukan penegakan diagnosis serta perawatan dengan

segera. Kedaruratan ini disebabkan oleh adanya kelainan dalam pulpa dan atau

jaringan periradikuler. Kebanyakan keadaan darurat gigi adalah adanya gangguan

yang tidak direncanakan di dalam praktek sehari-hari, namun dokter gigi harus

memberikan pertolongan dengan cepat dan efektif. Kedaruratan endodontik

adalah suatu tantangan, baik dalam penegakan diagnosis maupun

penatalaksanaannya.

Dalam beberapa aspek diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang

baik, ketidakmampuan menerapkan keterampilan dan kemampuan yang baik akan

menimbulkan akibat yang membahayakan. Diagnosis danperawatan yang tidak

tepat mungkin dapat meredakan nyeri yang diderita, bahkan dapat memperparah

keadaan. Para klinisi hendaknya memiliki pengetahuan mengenai mekanisme

nyeri, penatalaksanaan pasien, diagnosis, anastesi, cara-cara pengobatan

terapeutik dan perawatan yang tepat, baik untuk jaringan lunak maupun jaringan

keras (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Kedaruratan adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi

dan stafnya. Berbagai frekuensi nyeri atau pembengkakan terjadi pada pasien

sebelum, selama atau sebuah perawatan saluran akar. Penyebabnya adalah adanya

iritan yang menimbulkan inflamasi yang hebat di dalam jaringan pulpa atau

jaringan periradikuler.

1
Merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri apabila kita berhasil

menanggulangi dengan baik seorang pasien yang datang dalam keadaan kesakitan.

Sebaliknya, tidak ada yang lebih menyesakkan hati, baik bagi pasien maupun

dokternya, selain menerima pasien yang mengalami flare-up setelah dirawat

saluran akarnya padahal pada awalnya gigi tersebut asimptomatik (Walton ang

Torabinejad, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu kedaruratan endodontik ?

2. Bagaimana prosedur penegakan Diagnosa pada kedaruratan Endodontik ?

3. Bagaimana Penatalaksanaan praperawatan Endodontik ?

4. Bagaimana penatalaksanaan kedaruratan endodontik pasca obturasi ?

5. Bagaimana Seleksi Kasus dan Rencana perawatan ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kedaruratan Endodontik

Kedaruratan endodontik didefinisikan sebagai kondisi yang

berhubungan dengan rasa nyeri atau bengkak yang membutuhkan diagnosis dan

perawatan segera. Penanganan kedaruratan dilakukan untuk memberikan

pertolongan terhadap gejala nyeri. Hal tersebut juga didorong oleh komplikasi

yang tak terduga, yang tidak terkait dengan nyeri, tetapi memerlukan perawatan

sementara sampai perawatan definitif. Kedaruratan pada gigi vital dapat terjadi

karenapulpitis akut, terbukanya pulpa karena karies, cedera iatrogenik atau

trauma, nyeri selama atau setelah perawatan pulpektomi.

2.2 Penegakan Diagnosa

Pasien yang dalam keadaan sakit akan memberikan informasi dan respons

serba berlebihan dan tidak tepat. Mereka cenderung bingung dan cemas. Oleh

karena itu, harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar dan pendekatan yang

sistematik agar diagnosis akurat. Agar sampai pada diagnosis yang tepat dan dapat

menentukan sumber nyerinya, maka klinisi harus mendapatkan informasi yang

tepat mengenai riwayat medis dan riwayat giginya; mengajukan pertanyaan

mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang

menyebabkan timbulnya nyeri; melakukan pemeriksaan visual pada wajah,

jaringan keras dan lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral;

melakukan pengetesan pulpa; melakukan tes palpasi, tes perkusi dan melakukan

pemeriksaan radiograf (Weine, 1996; Walton ang Torabinejad, 2002).

3
2.2.1 Riwayat medis dan gigi

Sebelum memulai prosedur yang berkaitan dengan masalah yang

harus ditanggulangi segera, riwayat medis dan giginya harus ditinjau terlebih

dahulu. Jika pasien sudah pernah datang sebelumnya, riwayat medisnya

sudah ada dan hanya perlu diperbaharui saja. Jika pasien baru, buatlah

riwayat standarnya dengan lengkap. Riwayat gigi dapat dibuat lengkap atau

seperlunya dulu yang meliputi pengumpulan data prosedur gigi yang telah

dilakukan, kronologis gejala, dan menanyakan kepada pasien bagaimana

komentar dokter gigi terakhir yang dikunjunginya (Ingle, 1985; Walton and

Torabinejad, 2002).

2.2.2 Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan

yang berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter

dan stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus

suhu dan menyebar, besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri yang terjadi

pada waktu mastikasi atau ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin

berasal dari periaspeks.

Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri

adalah spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah

satu gejala ini, besar kemungkinan terdapat lelainan yang cukup signifikan.

Pertanyaan yang hati-hati dan tajam akan mengorek informasi seputar sumber

nyeri yang bisa berasal dari pulpa atau periradikuler. Seorang klinisi yang

pandai akan mampu menetapkan diagnosis sementara melalui pemeriksaan

subyektif yang teliti sedangkan pemeriksaan obyektif dan radiograf

4
digunakan untuk konfirmasi (Cohen and Burn, 1994; Weine, 1996; Walton

and Torabinejad, 2002).

2.2.3 Pemeriksaan obyektif

Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak

rongga mulut. Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan,

pemeriksaan dengan kaca mulut dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya

kerusakan restorasi, mahkota yang berubah warna, karies sekunder atau

adanya fraktur.

Tes periradikuler membantu mengidentifikasi inflamasi periradikuler

sebagai asal nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau

menggoyangkan gigi dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut.

Tes vitalitas pulpa tidak begitu bermanfaat pada pasien yang sedanh

menderita sakit akut karena dapat menimbulkan kembali rasa sakit yang

dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik dilakukan untuk memeriksa apakah

gigi masih vital atau nekrosis (Cohen ang Burn, 1994; Walton and

Torabinejad, 2002).

2.2.4 Pemeriksaan periodonsium

Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde

periodontium (periodontal probe) untuk membedakan kasus endodontik atau

periodontik. Abses periodontium dapat menstimuli gejala suatu abses apikalis

akut. Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih vital dan terdapat

poket yang terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa

nekrosis. Abses – abses ini kadang kadang berhubungan dengan sulkus

sehingga sulkus menjadi dalam. Jika diagnosis bandingnya sukar ditentukan,

5
tes kavitas mungkin dapat membantu mengidentifikasi status pulpa (Cohen

and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).

2.2.5 Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat

yang tepat, memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan

konfigurasi sistem saluran akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai

keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi periradikuler mungkin ada,

tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan tulang kortikal,

struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula, lesi yang

terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran

kerusakan tulang sebenarnya (Bence, 1990, Cohen and Burn, 1994).

2.3 Penatalaksanaan Praperawatan Endodontik

Tahapan-tahapan untuk memaksimalkan efisiensi dan meminimalkan

kesalahan dalam identifikasi, diagnosis dan rencana perawatan adalah menentukan

masalah yang dihadapi; melakukan pengkajian riwayat medisnya; menentukan

sumber nyeri; membuat diagnosis pulpa; periradikuler dan periodontal; membuat

rancangan rencana perawatan kedaruratan dan melakukan perawatan (Walton and

Torabinejad, 2002).

2.3.1 Penatalaksanaan Pasien

Hal ini merupakan faktor yang penting karena pasien yang sedang

cemas harus diyakinkan bahwa dia akan ditangani dengan baik. Untuk

mengurangi kecemasan dan memperoleh informasi mengenai keluhan utama

dan agar diperoleh kerjasama pasien selama perawatan, klinisi hendaknya

membangun dan mengendalikan situasi, membangkitkan kepercayaan pasien,

6
memberikan perhatian dan simpati kepada pasien dan memperlakukan pasien

sebagai individu yang penting. Penatalaksanaan psikologis merupakan faktor

yang penting dalam perawatan kedaruratan (Cohen and Burn, 1994; Walton

and Torabinejad, 2002).

2.3.2 Penatalaksanaan Penyakit Pulpa dan Periradikuler

Setelah melakukan pemeriksaan, klinisi harus dapat mengidentifikasi

gigi penyebab dan jaringan pulpa atau periradikuler yang merupakan sumber

rasa nyeri dan harus dapat menentukan diagnosis pulpa dan periradikulernya

sehingga jelas rencana perawatannya (Grossman, 1988; Walton and

Torabinejad, 2002).

2.3.3 Penatalaksanaan Pulpitis Reversibel Akut

Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis

dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan

radiograf. Pulpitis reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif

yaitu aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa

sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila sakit tetap bertahan atau menjadi

lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi.

Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak

prematur, memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan

rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri

setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada

kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan aplikasi semen seng

oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan

protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma

7
oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan

injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau

memoles restorasi amalgam (Grossman, 1988; Gutmann et all, 1992).

2.3.4 Penatalaksanaan Pulpitis Irreversibel Akut

Gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel akut sangat responsif

terhadap rangsang dingin, rasa sakit berlangsung bermenit-menit sampai

berjam-jam, kadang – kadang rasa sakit timbul spontan, mengganggu tidur atau

timbul bila membungkuk. Perawatan darurat yang lebih baik dikakukan adalah

pulpektomi daripada terapi paliatif untuk meringankan rasa sakit.

2.4 Penatalaksanaan Kedaruratan Endodontik Pasca Obturasi

Keadaan darurat endodontik dapat terjadi setelah dilakukan obturasi.

Menurut Seltzer dalam Walton and Torabinejad (2002), sekitar sepertiga pasien

endodontik mengalami nyeri setelah obturasi.

2.3.1 Faktor-faktor Penyebab

Hanya sedikit yang diketahui faktor etiologi yang menyebabkan nyeri

pasca perawatan setelah obturasi. Ketidaknyamanan pasca obturasi

diperkirakan disebabkan oleh iritasi periapikal akibat material obturasi,

penambalan mahkota yang tidak baik, oklusi yang mengganjal (ada kontak

prematur), semen saluran akar masuk ke jaringan periapikal dan pengisian

saluran akar berlebih sehingga menyebabkan inflamasi jaringan periapikal

(Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

2.3.2 Perawatan Keadaan Darurat Pasca Obturasi

8
Jika timbul rasa tidak nyaman pada gigi setelah dilakukan obturasi,

sebaiknya dilakukan pengecekan oklusinya dan pengisian saluran akar

dievaluasi kembali. Pertolongan bagi kasus darurat dengan rasa tidak nyaman

adalah pemberian analgetik ringan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien

dan mencegah terjadinya reaksi berlebihan mengenai ketidaknyamanan yang

dirasakan.

Bila terjadi komplikasi serius dan memerlukan tindak lanjut, perawatan

ulang diindikasikan pada kasus nyeri persisten yang perawatan terdahulunya

tidak memadai, misalnya pada saluran akar yang obturasinya berlebih atau

tidak tepat atau pengisiannya tidak hermetis. Jika nyeri tidak kunjung reda

tetapi tanpa pembengkakan, maka dilakukan bedah apikal. Pasien yang

mendapat perawatan saluran akar yang baik tetapi mengalami pembengkakan

setelah obturasi, hendaknya dirawat dengan insisi dan drainase kemudian

diberi antibiotika dan analgetik, biasanya kasus ini pulih tanpa perlu

perawatan lanjutan.

Kadang-kadang pasien mengatakan adanya sakit yang hebat, tetapi tidak

terlihat pembengkakan dan perawatan saluran akar diselesaikan dengan baik.

Untuk pasien-pasien ini bisa dilakukan pemberian analgetik dan ditenangkan,

sering gejala reda dengan sendirinya (Grossman, 1988; Walton anf

Torabinejad, 2002).

2.5 Seleksi Kasus dan Rencana Perawatan Endodontik

2.5.1 Seleksi Kasus

A. Kasus darurat

9
Menurut Grossman dan kawan-kawan (1988) yang memerlukan perawatan

darurat adalah keadaan sebagai berikut:

1. Pulpitis akut reversibel.

2. Pulpitis akut irevesibel.

3. Abses alveolar akut.

4. Abses periodontal akut (Parietal Abses).

5. Darurat waktu perawatan.

6. Fraktur korona.

7. Fraktur akar.

8. Tooth avulsion.

9. Referred pain.

B. Kasus Biasa

1. Nekrosis pulpa

Nekrosis Pulpa atau kematian jaringan pulpa adalah kondisi

irreversibel yang ditandai dengan dekstruksi jaringan pulpa. Nekrosis

pulpa dapat terjadi secara parsial maupun total. Etiologi primer dari

nekrosis pulpa adalah iritan akibat infeksi bakteri. Luasnya proses nekrosis

berkaitan langsung dengan besarnya invasi bakteri. Nekrosis pulpa dibagi

menjadi dua tipe :

10
1. Nekrosis koagulasi

Pada kondisi ini, terjadi kerusakan sel, yaitu proses fosforilasi

oksidatif terganggu sebagai respon dari kerusakan pada mitokondria.

Transpor intraseluler dan ekstraseluler juga terganggu. Sel akan

mengeluarkan proteolisat yang akan menarik granulosit ke jaringan

nekrosis. Bentuk khusus dari nekrosis koagulasi adalah gangren (dry

type), yang mewakili efek dari nekrosis, dimana terjadi proses

pengeringan atau desikasi, yang menghambat pertumbuhan bakteri dan

destruksi autolitik. Pada nekrosis koagulasi, protoplasma sel menjadi kaku

dan opak. Massa sel dapat dilihat secara histologis, dimana bagian

intraselular hilang.

2. Nekrosis Liquefaksi

Nekrosis liquefaksi (wet type) disebabkan oleh kolonisasi primer

atau sekunder bakteri anaerob, dimana terjadi dekstruksi enzimatik

jaringan. Area nekrosis liquefaksi dikelilingi oleh zona leukosit PMN, dan

sel inflamatori kronik yang padat.

2.5.2 Rencana Perawatan

A. Konvensional

a. Pulp Capping

Pulp capping adalah suatu tindakan perlindungan terhadap pulpa

vital dengan cara memberikan selapis tipis material proteksi pada

pulpa yang hampir terbuka. Obat yang digunakan adalah kalsium

hidroksida dan formokresol yang berkhasiat merangsang

11
odontoblas untuk membentuk dentin sekunder. Perawatan pulp

capping dengan kalsium hidroksida memperlihatkan persentase

keberhasilan sebanyak 75%, sedangkan pulpotomi formokresol

memperlihatkan persentase keberhasilan 90%. Pulp Capping dibagi

menjadi dua :

1. Indirect Pulp Capping

Perawatan indirect pulp capping dianjurkan pada gigi

sulung vital dengan lesi karies yang luas dan hampir mendekati

pulpa, tanpa ada gejala degenerasi pulpa atau penyakit

periapikal. Tujuan utama perawatan indirect pulp capping

adalah mempertahankan vitalitas pulpa dengan cara:

menghentikan proses karies; meningkatkan sklerosis dentin

(mengurangi permeabilitas dentin); merangsang pembentukan

dentin reparatif, dan; meremineralisasi dentin yang terkena

karies. Dua bahan yang paling umum digunakan dalam

perawatan indirect pulp caping adalah kalsium hidroksida dan

zinc oxide eugenol. Pemberian kalsium hidroksida yang

langsung mengenai pulpa pada gigi sulung dapat merangsang

odontoblas membentuk dentin reparatif, tetapi bila

penggunaannya berlebihan dapat menyebabkan resorpsi

interna.Tingkat keberhasilan perawatan direct pulp caping telah

dilaporkan 90% pada gigi sulung, dengan demikian

penggunaannya direkomendasikan pada pasien yang

didiagnosis menunjukkan ada tanda-tanda degenerasi pulpa.

12
 Indikasi perawatan indirect pulp capping adalah:

a. Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik

sangat dekat ke pulpa tetapi tidak mengenai pulpa.

b. Tanda-tanda mulut yang terabaikan termasuk karies

rampan, dan;

c. Kerusakan parah atau pada sindrom susu botol

(nursing bottle syndrome).

 Kontraindikasi perawatan indirect pulp capping ialah:

a. Sakit spontan, biasanya pada malam hari

b. Pembengkakan;

c. Fistula;

d. Peka atau sakit pada perkusi;

e. Mobilitas patologis;

f. Resorbsi akar atau internal eksternal;

g. Radiolusen di daerah periapikal atau interradikular,

dan;

h. Kalsifikasi pulpa.

 Teknik perawatan indirect pulp capping adalah sebagai

berikut:

a. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies;

b. Pemberian anestesi lokal, kemudian gigi diisolasi

dengan rubber dam;

13
c. Semua jaringan karies dibuang, kecuali yang

berdekatan dengan pulpa karena dapat menyebabkan

perforasi pulpa, dan irigasi dengan aquades steril;

d. Kavitas dibersihkan dan dikeringkan, sebab jaringan

karies yang tertinggal tidak boleh lunak, basah atau

lembab;

e. Meletakkan base zinc oksida eugenol atau kalsium

hidroksida yang cepat mengeras di atas selapis tipis

dentin, kemudian ditumpat dengan bahan restorasi

sementara atau restorasi permanen.

2. Direct pulp capping

Perawatan direct pulp capping dilakukan pada gigi yang

pulpanya terbuka secara mekanis tanpa kontaminasi bakteri dan

tidak boleh dilakukan pada perforasi pulpa gigi sulung karena

karies. Dengan demikian pulpa dapat bertahan dalam keadaan

sehat dan bahkan dapat menyembuhkan diri sebagai respon

terhadap bahan atau obat pelindung pulpa. Direct pulp caping

adalah prosedur yang dilakukan ketika pulpa sehat telah terpapar

selama prosedur operasi. Gigi harus asimptomatik dan situs

eksposur harus tepat dengan diameter dan bebas dari kontaminasi

oral. Kalsium hidroksida ditempatkan di atas situs eksposur untuk

merangsang pembentukan dentin untuk menjaga vitalitas pulpa.

 Indikasi direct pulp capping pada gigi sulung adalah:

14
a. Perforasi pulpa secara mekanis yang kurang dari 1 mm2

, dikelilingi oleh dentin sehat;

b. Pada gigi yang sebelumnya vital dan tanpa tanda dan

gejala patologis;

c. Preparasi kavitas atau ekskavasi jaringan dentin lunak;

d. Gigi permanen muda, dimana pembentukan akar dan

apeks belum sempurna.

 Kontraindikasi perawatan direct pulp caping ialah:

a. Nyeri spontan;

b. Mobilitas patologis;

c. Keluar pus atau eksudat dari pulpa yang terbuka;

d. Ada pembengkakan, fistula, dan sakit saat perkusi;

e. Resorpsi eksternal dan internal, terjadi kalsifikasi pulpa;

f. Perforasi pulpa secara mekanis karena kurang hati-hati

sehingga instrumen terdorong ke dalam pulpa;

g. Radiolusen di daerah periapikal dan interradikular, dan;

h. Perdarahan yang berlebihan dari pulpa yang terbuka.

Perawatan direct pulp caping kurang berhasil pada gigi

sulung karena penjalaran proses peradangan pada pulpa

bagian mahkota gigi sulung berjalan cepat.

 Teknik perawatan direct pulp capping adalah sebagai

berikut:

a. Rontgen foto;

15
b. Pemberian anestesi lokal, kemudian gigi diisolasi

dengan rubber dam, dan kavitas dibersihkan dengan

gulungan kapas yang direndam dalam air atau garam

dengan tekanan ringan untuk membendung perdarahan

pulpa;

c. Irigasi kavitas dengan aquades untuk mengeluarkan

kotoran dari dalam kavitas, kemudian dikeringkan;

d. Mengaplikasi pasta kalsium hidroksida atau trioksida

agregat mineral (MTA), lalu di atasnya diletakkan dasar

semen kemudian direstorasi sementara, dan;

e. Setelah 6 minggu, bila reaksi pulpa terhadap panas dan

dingin normal dapat dilakukan restorasi tetap.

B. Pulpotomi

Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa pada bagian koronal gigi

yang telah mengalami infeksi, sedangkan jaringan pulpa yang terdapat dalam

saluran akar ditinggalkan. Pulpotomi bertujuan untuk mempertahankan vitalitas

pulpa radikular dan membebaskan rasa sakit pada pasien dengan pulpagia akut.

Kalsium hidroksida pada pulpotomi vital gigi sulung dapat menyebabkan resorpsi

interna. Metode pulpotomi untuk gigi-gigi molar sulung yaitu vital pulpotomi

dengan menggunakan formokresol atau glutaraldehid, dan devitalisasi pulpotomi.

Pulpotomi dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1. Pulpotomi Vital

16
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan

jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan

melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang

diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital dapat

dilakukan pada gigi sulung dan permanen muda. Pulpotomi gigi sulung

tidak menggunakan kalsium hidroksida, sebab dapat menyebabkan

resorbsi interna. Oleh karena itu, pulpotomi vital pada gigi sulung

umumnya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Reaksi

formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi

dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan

formokresol dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan

untuk mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa.

 Indikasi pulpotomi vital

pada gigi sulung adalah:

a. Gigi tanpa rasa sakit spontan atau persistensi, bebas dari pulpitis

radikular, dan nekrosis;

b. Karies yang luas dan masih tertinggal 2/3 panjang akar gigi

sulung, c. Jika gigi diamputasi tidak terlihat perdarahan yang

berlebihan, berwarna merah pucat serta mudah dikontrol;

d. Tidak ada abses, fistula, dan tanda resorbsi interna;

e. Tidak kehilangan tulang intraradikular karena akan

menunjukkan kerusakan yang luas dan memerlukan perawatan

pulpektomi;

17
f. Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas

yang kurang hati-hati, atau pulpa terbuka karena trauma tetapi

tidak lebih dari 24 jam dan infeksi periapikal belum ada;

g. Pada gigi posterior di mana eksterpasi pulpa sulit dilakukan;

h. Apeks akar belum tertutup sempurna, dan;

i. Usia pasien tidak lebih dari 20 tahun.

 Kontraindikasi pulpotomi vital adalah:

a. Pada gigi yang tidak dapat direstorasi;

b. Adanya abses atau blackening di bifurkasi;

c. Resorbsi patologis eksterna akar dan interna akar;

d. Pembengkakan dari asal pulpa dan fistula;

e. Gigi permanen pengganti sudah dekat erupsi;

f. Adanya radiolusen pada daerah periapikal atau interradikuler;

g. Mobilitas patologik;

h. Adanya pus pada pulpa yang terbuka.

i. Rasa sakit spontan atau rasa sakit bila diperkusi maupun palpasi.

j. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh

terhadap infeksi sangat rendah.

k. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.

Keuntungan perawatan pulpotomi vital adalah perawatan dapat

diselesaikan dalam waktu singkat, hanya satu sampai dua kali

kunjungan; pengambilan pulpa hanya di bagian korona, hal ini

menguntungkan karena pengambilan jaringan pulpa bagian

saluran akar sulit karena adanya mumifikasi; iritasi instrumen atau

18
obat-obatan terhadap jaringan periapikal dapat dihindari, dan; bila

perawatan pulpotomi gagal, maka dapat dilakukan pulpektomi

atau pulpotomi devital.Pulpotomi dibagi menjadi 2, yaitu sebagai

berikut :

1) Pulpotomi Satu Kali Kunjungan

Teknik perawatan pulpotomi vital satu kali kunjungan adalah sebagai

berikut:

a) Rontgen foto, pemberian anestesi lokal, kemudian gigi yang

hendak di pulpotomi diberi isolasi rubber dam;

b) Pengambilan seluruh jaringan karies sebelum membuka kamar

pulpa, tujuannya agar tidak menyulitkan pandangan dalam

membedakan jaringan yang sudah mengalami karies bila terjadi

perdarahan pada pulpa dan juga mengurangi kontaminasi bekteri;

c) Membuka atap pulpa bagian mahkota dan menghapus semua

jaringan pulpa koronal yang terkontaminasi dengan ekskavator

atau bur bulat dengan kecepatan rendah;

d) Pulpa dipotong sampai muara saluran akar;

e) Ruang pulpa diirigasi dengan aquades untuk menghindari

terdorongnya potongan dentin ke bagian pulpa radikuler;

f) Mengaplikasikan formokresol selama tiga sampai lima menit

pada muara saluran akar;

g) Di atas potongan pulpa diletakkan pasta campuran zinc fosfat

dan zinc oksida eugenol yang cepat mengeras, lalu ditumpat

dengan tumpatan permanen atau dibuatkan mahkota logam tahan

19
karat, dan; h) Gigi yang telah dilakukan perawatan pulpotomi

harus diperiksa berulang, baik secara klinis dan radiografis pada

kunjungan berikutnya, yaitu setiap enam bulan sekali;

2) Pulpotomi Dua Kali Kunjungan:

Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa,

berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena

itu diperlukan 2 kali kunjungan. Teknik perawatan pulpotomi vital dua

kali kunjungan adalah sebagai berikut:

a) Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus, pulpa ditekan

dengan kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump

dan ditutup dengan tambalan sementara.

b) Hindari pemakaian obat – obatan untuk menghentikan

perdarahan, seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema

20
perdarahan ini dapat membantu dugaan keparahan keradangan

pulpa.

c) Pada kunjungan kedua (setelah 7 hari), tambalan sementara

dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol diambil dari

kamar pulpa;

d) Letakkan pasta campuran zinc fosfat dan zinc oksida eugenol,

kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan ditutup dengan

tambalan permanen.

3. Pulpotomi Devital (Mumifikasi)

Pulpotomi devital (mumifikasi) adalah pengambilan jaringan pulpa yang

terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya telah didevitalisasi, kemudian

dengan pemberian obat-obatan, jaringan pulpa dalam saluran akar ditinggalkan

dalam keadaan aseptik dan diawetkan. Pulpotomi devital dilakukan hanya terbatas

pada ruang pulpa. Dalam perawatan pulpotomi devital, dilakukan devitalisasi gigi

(gigi dimatikan) dengan memasukkan bahan tertentu ke dalam ruang pulpa,

kemudian disertai dengan sterilisasi pulpa. Minimal dilakukan dua kali

penggantian obat untuk sterilisasi, bila pada kunjungan berikut sudah tidak ada

rasa sakit, maka ruang pulpa diberi obat mumifikasi dan pada kunjungan

berikutnya lagi bisa ditumpat permanen.

 Indikasi untuk perawatan pulpotomi devital yaitu:

a. Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karena karies atau

trauma;

21
b. Pasien dengan perdarahan yang abnormal, misalnya hemofili;

c. Kesulitan dalam membuang semua jaringan pulpa pada

perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior;

d. Bila pulpotomi vital sulit dilakukan, misalnya kesulitan untuk

melakukan anestesi lokal, dan;

e. Gigi yang akarnya bengkok, atau lokasi gigi sukar untuk

dilakukan pulpektomi.

 Kontra indikasi perawatan pulpotomi devital adalah:

a. Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi

tidak mungkin dilakukan;

b. Infeksi periapikal, apeks masih terbuka, dan;

c. Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun

rontgenologis.

 Teknik perawatan pulpotomi devital adalah sebagai berikut:

Kunjungan pertama :

a. Rontgen foto;

b. Isolasi daerah kerja dengan rubber dam;

c. Karies disingkirkan kemudian pasta devital paraformaldehid

dengan kapas kecil diletakkan di atas pulpa;

d. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada

pulpa, dan;

e. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu –

waktu jika timbul rasa sakit;

22
Kunjungan kedua (setelah 7 – 10 hari) :

a. Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan;

b. Diperiksa apakah gigi goyang; c. Gigi diisolasi dengan rubber

dam; d. Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta

paraformaldehid dilepas;

e. Membuka atap pulpa, kemudian menghilangkan jaringan yang

nekrosis dalam kamar pulpa;

f. Bagian yang diamputasi ditutup dengan campuran zinc oksida

eugenol pasta atau formokresol, dan;

g. Tutup ruang pulpa dengan semen fosfat, kemudian di restorasi.

4.Pulpektomi

Pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar.

Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak

memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.

Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :

1) Pulpektomi vital

2) Pulpektomi devital

3) Pulpektomi non vital

 Indikasi Pulpektomi

1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital

atau non vital

2) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal

3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar

4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal

23
 Kontraindikasi Pulpektomi

1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal

2) Resorpsi akar gigi yang meluas

3) Kesehatan umum tidak baik

4) Pasien tidak koperatif

5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis

Macam-macam Pulpektomi

1. Pulpektomi vital

Pulpektomi vital adalah pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa

dan saluran akar secara vital.

Indikasi pulpektomi vital yaitu:

1) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis

2) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun

3) Tidak ada bukti–bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih

dari 2/3.

2. Pulpektomi devital

Pulpektomi devital adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa

dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu dimatikan dengan

bahan devitalisasi pulpa.

Indikasi pulpektomi devital yaitu sering dilakukan pada gigi posterior

sulung yang telah mengalami pulpitisatau dapat juga pada gigi anterior

sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi.

3. Pulpektomi non vital

24
Pulpektomi non vital adalah gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital

adalah gigi sulung dengandiagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.

Indikasi pulpektomi non vital yaitu:

1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik

2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal

3) Belum terlihat adanya fistel

4) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada

gigi-geligi sulung

5) Kondisi pasien baik

6) Keadaan sosial ekonomi pasien baik

Kontraindikasi pulpektomi non vital yaitu:

1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.

2) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes

dan TBC

3) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukar

dibersihkan.

Ada dua macam pulpektomi gigi sulung yaitu:

1. Pulpektomi parsial

Pulpektomi parsial dilakukan pada gigi sulung bila jaringan pulpa

bagian koronal dan dalam saluran akar masih vital tetapi menunjukkan

gejala klinis hiperemia, atau bila perdarahan pada pemotongan pulpa yang

tidak dapat dikontrol. Prosedur ini dapat dilakukan dalam satu kali

kunjungan.

25
 Teknik perawatan pulpektomi parsial yaitu:

a. Rontgen foto;

b. Pemberian anestesi lokal, lalu gigi diisolasi dengan rubber dam;

c. Membuang semua jaringan karies dan seluruh atap pulpa, lalu

jaringan pulpa bagian koronal diambil dengan eskavator atau bur

bulat;

d. Sisa jaringan dibersihkan dan diirigasi, lalu dikeringkan;

e. Jaringan pulpa dalam saluran akar diambil dengan jarum

eksterpasi yang dimasukkan dengan perlahan-lahan sampai

dirasakan adanya hambatan untuk masuk lebih dalam;

f. Saluran akar dilebarkan dengan file untuk memudahkan

pengisian saluran akar, dan didirigasi berulang-ulang dengan

larutan NaOCL agar sisa debris hilang;

g. Saluran akar dikeringkan dengan paper point, dan diisi dengan

bahan pengisian yang dapat mengalami resorbsi dengan

menggunakan jarum lentulo, pressure syringe, file, atau kondensor

amalgam, dan;

h. Di atas bahan pengisi saluran akar diletakkan dasar semen, lalu

gigi direstorasi permanen.

2. Pulpektomi Lengkap

Pulpektomi lengkap atau menyeluruh dilakukan untuk merawat

gigi sulung nonvital, dan dilakukan dalam beberapa kali kunjungan. Bila

gigi goyang, terdapat pembengkakan atau fistula, terdapat pus pada

26
saluran akar, atau instrumetasi saluran akar tidak boleh dilakukan pada

kunjungan pertama.

 Teknik perawatan pulpektomi menyeluruh adalah sebagai berikut:

a. Pada kunjungan pertama, dilakukan perkusi pada gigi yang

akan dirawat, bila terdapat abses, fistula, atau reaksi positif

terhadap perkusi, pulpa segera harus dibuka untuk drainase dan

meredakan rasa sakit;

b. Abses yang berfluktuasi diinsisi dan fistula yang menonjol

dieksisi; c. Pada kunjungan berikutnya gigi diisolasi dengan

rubber dam, lalu semua jaringan karies dibuang;

d. Jaringan pulpa pada mahkota diambil dan jaringan nekrotik

dibersihkan,

e. Kavitas diirigasi dengan aquades, kemudian ruang pulpa diisi

dengan kapas yang dibasahi dengan obat antibakteri, seperti

CHKM, kresofen, lalu ditutup dengan tumpatan sementara;

f. Pada kunjungan berikutnya, setelah ruang pulpa kering dan

semua gejala hilang, tumpatan sementara dibuka, kemudian

saluran akar diisi dengan pasta seperti pada pulpektomi parsial,

untuk mengetahui apakah pengisian saluran akar sudah baik,

digunakan radiogram, dan; g. Di atas bahan pengisi saluran akar

diletakkan lapisan dasar semen, lalu direstorasi permanen.

B. Bedah

27
Perawatan bedah endodontik adalah pengembangan perawatan yang lebih luas

untuk menghindari pencabutan gigi. Ruang lingkup perawatan bedah endodontik

diantaranya insisi untuk drainase, bedah apeks, hemiseksi, amputasi akar dan

replantasi.

Tujuan

1. Untuk menjamin penempatan suatu bahan penutup/tumpatan yang tepat

diantara periodonsium dan foramina saluran akar.

2. Untuk membuang sebagian akar yang saluran akarnya tidak dibersihkan

dengan baik atau untuk mengobsturasi secara retrograde ketika penutupan

yang sempurna tidak bias diperoleh dengan pendekatan obsturasi ortograd.

3. Memungkinkan control visual dan manipulative dari daerah dan

penempatan tumpatan (pengisian retrograde) melalui tempat pembedahan.

Indikasi

Indikasi endodontik bedah:

1. Proses pathologi tidak dapat dihambat dengan perawatan non bedah

(konvensional). Contohnya recurent akut eksaserbasi dan fraktur akar.

2. Tidak mungkin dilakukan pembersihan dan pengisian saluran akar dari

jalan koronal seperti pada perawatan endodontic konvensional. Contoh:

1.akar gigi sangat bengkok

2.saluran akar mengalami kalsifikasi

3.restorasiuntuk post and core

3. Untuk mengkoreksi perawatan endodontic yang gagal/ kecelakaan pada

waku preparasi/ pengisian saluran akar. Contoh: - perforasi akar

4.patahnya alat preparasi pada saluran akar

28
5.pengisian saluran akar yang kurang/ berlebih

4. tidak ada resorpsi dari tulang alveolar yang mengelilingi akar gigi tersebut,

kedudukan gigi masih kuat di dalam tulang alveolar.

5. Mahkota jaket atau mahkota penuh yang baik dengan kelainan apikal.

6. Ujunng akar yang terkena fraktur horizontal dengan penyakit

periradikular.

7. Apeksogenesis yang tidak sempurna dengan bunder buss.

8. Kegagalan sembuh setelah perawatan endodontik non bedah yang terlatih.

9. Eksaserbasi berulang dan persisten selama perawatan non bedah atau rasa

sakit persisten yang idak dapat dijelaskan setelah penyelesaian perawatan

non bedah.

10. Perawatan sembarang gigi dengan lesi yang dicurgai memerlukan biopsi

diagnosa.

11. Lesi periapikal yang sangat besar dan masuk ke dalam.

12. Perusakan dari penyempitan apikal saluran akar yang disebabkan oleh

instrumentasi yang tidak terkontrol sehingga foramen apikal tidak dapat

ditutup dengan memadai dengan pengisian ortograd.

Kontraindikasi

Kontraindikasi Bedah Endodonti

- Pertimbangan umum

 Pasien yang secara medis membahayakan atau “rapuh” : seorang

pasien dengan penyakit sistemik aktif seperti diabetes yang tidak

terkontrol, tuberkulosis, sifilis, nefritis, kelainan darah,

osteoradionekrosis, dll.

29
 Pasien yang secara emosional sukar : seorang pasien yang secara

fisiologis tidak mampu menahan atau mengalami setiap prosedur

bedah.

 Keterbatasan ketrampilan dan pengalaman bedah operator.

- Pertimbangan lokal

 Inflamasi akut setempat : bila prosedur darurat, seperti insisi dan

drainase atau trefanasi dapat dilakukan, bedah periapikal sebaiknya

dihindari

 Pertimbangan anatomoik : Prosedur yang menembus saluran

mandibular, sinus maksiler, foramen mental, dasar lubang hidung,

atau yang memutus pembuluh darah besar palatin sedapat mungkin

dihindari

 Tempat-tempat pembedahan yang tidak dapat dicapai : posisi dan

lokasi apeks akar yang tidak dapat dicapai, terutama pada gigi

belakang dan perlunya mendapatkan jalan masuk ke tempat

pembedahan melalui lapisan padat tulang, seperti permukaan

lingual gigi-gigi molar atau batas miring eksternal rahang bawah

dapat menghalangi keberhasilan pembedahan

 Gigi dengan prognosis jelek : Gigi berakar pendek, gigi dengan

penyakit periodontal lanjut, gigi dengan fraktur vertical, non

strategik, dan gigi yang tidak dapat direstorasi jangan

dipertimbangkan untuk bedah periapikal.

1. Bedah Apeks

30
Bedah apeks Adalah pemotongan sebagian ujung akar yang tidak

dapat dijangkau dengan instrumen, sehingga tidak dapat dibersihkan,

dibentuk maupun diisi/ berhubungan dengan infeksi ekstraradikular

yang gagal dilakukan dengan perawatan konvensional orthograde.

Tujuan :

Untuk menghilangkan mikroorganisme yang terdapat di ujung akar/

memoerangkap dan menutupnyadalam sistem saluran akar yang

mempercepat kebocoran

Urutan tahap-tahap yang selalu dipakai pada bedah apeks adalah

sebagai berikut:

1. Desain flap.

2. Insisi dan refleksi.

3. Pembukaan / akses apeks.

4. Kuretase periradikular.

5. Pemotongan ujung akar.

6. Preparasi ujung akar dan pengisian retrograde.

7. pengembalian flap dan penjahitan.

8. Perawatan pasca operasi dan pemberian petunjuk bagi pasien .

9. Pengangkatan benang dan evaluasi.

2. Amputasi Akar

Amputasi akar adalah pengangkatan akar gigi salah satu/ lebih pada

gigi ganda, sedangkan mahkota dipertahankan tetap utuh.

31
 Setelah PSA pada gigi yang dipertahankan selesai dan saluran akar

gigi yang akan dipotong diisi amalgam disekitar orifice hingga ke

dalam saluran akar sekitar 4 mm.

 Amputasi dilakukan dengan membuat potongan horizontal untuk

memisahkan akar dengan mahkota.

3. Hemiseksi

Yaitu pemisahan pembelahan gigi akar ganda mulai mahkota hingga

furkasinya dan pencabutan salah satu/ lebih belahan akar yang rusak/

mengalami kelainan periodonsium.

6. Pada molar bawah dibelah arah bukolingual.

7. Pada molar atas dibelah mesodistal melalui furkasi.

Prosedur

 Pada molar rahang atas  dibelah arah mesiodistal.

 Pada molar rahang bawah  dibelah arah bukolingual.

 Gigi dibelah secara vertikal, sisi gigi yang mengalami kerusakan

dicabut. Sisi yang masih baik dipertahankan.

Indikasi:

 Kerusakan tulang/periodontium parah pada akar atau furkasi

gigi yang tidak bisa disembuhkan dengan perawatan non bedah.

 Akar tidak bisa dirawat, yang dikarenakan instrumen patah,

perforasi, karies, resorpsi, fraktur vertikal, dan saluran akar

terkalsifikasi.

Kontraindikasi:

 Dukungan tulang tidak memadai.

32
 Akar berfusi atau jarak sedemikian rupa sehingga tidak dapat

dipisahkan.

 Tersedia gigi penjangkaran yang kaut  dicavut dan dibuat

pothesa.

 Perawatan tidak dapat dilakukan dengan baik pada akar yang

ada.

4. Bikuspidasi

Yaitu pemisahan pembelahan akar gigi ganda mulai dari mahkota

hingga bifurkasi arah bukolingual secara bedah dan kedua belahan

mahkota serta akar tetap dipertahankan

 Biasanya dilakukan pada gigi molar bawah yang mengalami

kerusakan tulang yang terbatas pada daerah bifurkasi

 Setelah gigi dibelah secara hemiseksi dan dikuret didaerah

bifurkasinya, masing – masing bagian dapat direstorasi menyerupai

premolar

 Indikasi :

 Adanya perforasi pada bifurkasi

 Kelainan peridonsium pada furkasi gigi

 Karies pada daerah servikal ke arah furkasi

 Kontraindikasi :

 Adanya furkasi yang dalam

 Restorasi tidak dapat dilakukan

 Adanya kelainan peridonsium

 PSA tidak dapat dilakuakan

33
 Adanya fusi pada akar gigi

2.5.1 Indikasi dan Kontra indikasi Perawatan Endodonti

Dalam melakukan perawatan saluran akar, ada tiga faktor yang mempengaruhi

keputusan apakah perawatan saluran akar dilakukan atau tidak, yaitu :

1. Daya tahan tubuh pasien secara umum

2. Tingkat keterlibatan jaringan periapeks

3. Pencapaian daerah periapeks melalui saluran akar

A. Indikasi Perawatan Endodontik :

a. Karies yang luas.

b. Email yang tidak di dukung oleh dentin.

c. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi

vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.

d. Saluran akar yang dapat dimasukkan instrumen.

e. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari

sepertiga apeks. f. Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk

keperluan prostetik (untuk pilar restorasi jembatan).

f. Gigi tidak goyang dan periodonsium normal.

g. Foto rontgen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal,

tidak ada granuloma pada gigi sulung.

h. Kondisi pasien baik

i. Pasien ingin giginya di pertahankan dan bersedia untuk memelihara

kesehatan gigi dan mulutnya.

34
j. Keadaan ekonomi pasien memungkinkan.

B. Kontraindikasi Perawatan Endodontik :

Bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari

sepertiga panjang akar Kasus seperti ini merupakan luar biasa, karena dalam

pengamatan dikatakan bahwa makin besar jumlah kerusakan tulang yang rusak,

makin kecil kemungkinan untuk diperbaiki.

a. Bila saluran akar gigi tanpa pulpa dengan daerah radiolusen terhalang oleh

akar berkurva/bengkok, akar berliku-liku, dentin sekunder, kanal yang

mengapur atau sebagian mengapur, gigi malposisi, atau suatu instrumen

yang patah.

b. Bila apeks akar mengalami fraktur. Pada umumnya kontraindikasi

perawatan saluran akar bergantung pada :

c. Status pasien

d. Alasan dental

e. Alasan lokal

f. Gigi tidak dapat direstorasi lagi

g. Resorpsi akar lebih dari sepertiga apikal

h. Kondisi pasien buruk, mengidam penyakit kronis, seperti diabetes melitus,

TBC, dan lain-lain.

i. Terdapat belokan ujung dengan granuloma (kista) yang sukar di bersihkan

atau sukar dilakukan bedah endodonti.

35
BAB III

PENUTUP

3.1 simpulan

Kedaruratan endodontik didefinisikan sebagai kondisi yang berhubungan

dengan rasa nyeri atau bengkak yang membutuhkan diagnosis dan perawatan

segera. Penanganan kedaruratan dilakukan untuk memberikan pertolongan

terhadap gejala nyeri. Hal tersebut juga didorong oleh komplikasi yang tak

terduga, yang tidak terkait dengan nyeri, tetapi memerlukan perawatan sementara

sampai perawatan definitif. Kedaruratan pada gigi vital dapat terjadi

karenapulpitis akut, terbukanya pulpa karena karies, cedera iatrogenik atau

trauma, nyeri selama atau setelah perawatan pulpektomi.

3.2 Saran

36
DAFTAR PUSTAKA

Andari R.S. & Endang R, 2007. Perawatan Saluran Akar Satu Kali
Kunjungan pada Gigi Premolar Kedua Kiri Mandibula dengan Nekrosis Pulpa
disertai Lesi Periapikal. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gadjah Mada.

Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro.


Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathways of The Pulp. 6 th ed. St. Louis :
Mosby.

Guttman, J.L. 1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention,


Identification and Management. 2 nd ed., St Louis : Mosby Year Book.

Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed.


Philadelphia : Lea & Febiger.

Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea
& Febiger.

Mardewi, S. K. S. A. 2003. Endodontologi, Kumpulan Naskah. Cetakan I.


Jakarta : Hafizh.

Tarigan, R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodoti). Cetakan I, Jakarta :


Widya Medika.

Walton, R. and Torabinejad, M., 2002. Principle and Practice of


Endodontics. 2 nd ed. Philade lphia : W.B. Saunders Co.weine, F.S.
1996. Endodontic Therapy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc.

37

Anda mungkin juga menyukai