Anda di halaman 1dari 11

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah
dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.
Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009).
Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida
Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan
berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).
Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-
galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan
tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D-
galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit
pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat
diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah
golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari
α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga
mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009).
Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan
dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan
bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang
umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan
semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut
Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan
mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan
refined karagenan (2%) (Fahmitasari 2004). Struktur molekul karagenan dapat
dilihat pada Gambar 1.
5

Gambar 1 Struktur molekul karagenan (a) kappa karagenan, (b) iota karagenan
dan (c) lambda karagenan (Hall 2009).

2.2 Sifat Dasar Karagenan


Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota dan
lambda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan
adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH.
2.2.1 Kelarutan
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut
lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik sedangkan
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut
pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan
mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih
hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-
galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik
karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Imeson 2010).
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari
gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis
potasium lebih sukar larut. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada
6

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat


thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk
gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).
2.2.2 Stabilitas pH
Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan
terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat
dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan
berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya
diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat
digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah
terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.
Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang
mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur
dan waktu.
2.2.3 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,
temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika
konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara
logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif
sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul
menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-
molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat
kental.
Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan
muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan
penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat
hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.
Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu
7

sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi


karagenan.
2.2.4 Pembentukan gel
Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau
mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,
tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat
elastis dan kekakuan.
Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada
saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat
thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk
gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).
Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel
akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil
(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix
(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini
akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks
akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang
kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi
dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis
(Fardiaz 1989).
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus
3,6 -anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat
akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota
karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu
seperti K+, Rb+ dan Cs+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan
akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis
ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono 2000).
8

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karagenan,
konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan
hidrokoloid.
2.2.5 Sifat fungsional karagenan
Karagenan berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan
lain-lain (Imeson 2010). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan,
obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.
Penambahan karagenan (0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai
stabilisator yang sangat baik. Penambahan karagenan dapat mencegah
pengendapan coklat pada susu coklat dan pemisahan es krim serta meningkatkan
kekentalan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996).
Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat, melindungi koloid, penghambat
sineresis dan flocculating agent. Karagenan termasuk senyawa hidrokoloid yang
banyak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu
cairan produk pangan (Distantina et al. 2009).

2.3 Nangka
Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh
dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus
buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Dalam bahasa
Inggris, nangka dikenal sebagai Jackfruit. Menurut Iswanto (2008), nangka
dengan nama latin Artocarpus heterophyllus memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus
9

Gambar 2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) (Anonim 2011).

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m,


batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun
yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar
4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Buah berwarna
kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda.
Daging buah nangka yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda
bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang
keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat
lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, tertutup oleh kulit biji yang
tipis coklat seperti kulit, endokrap yang liat keras keputihan, dan eksokrap yang
lunak.
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian
tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daging buah nangka yang tebal seringkali
diekstrak, dibersihkan, dan dijual dalam keadaan ekstrak segar. Beberapa produk
olahan daging buah nangka yang umum dijumpai adalah: jus, wajik, pasta, dodol,
keripik, sirop, dan produk awetan dalam kaleng. Saat ini juga telah dikembangkan
penelitian mengenai proses pembuatan bubuk konsentrat nangka yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sari buah, selai, jeli, atau bahan
pemberi flavor pada es krim dan berbagai jenis makanan lainnya. Kandungan gizi
buah nangka dapat dilihat pada Tabel 1.
10

Tabel 1 Komposisi kimia dan zat gizi daging buah nangka per 100 g bahan
Komposisi Satuan Konsentrasi (%)
Air (%bb) % 83,10
Protein (%bk) G 1,60
Lemak (%bk) G 0,02
Karbohidrat (%bk) G 7,30
Serat kasar (%bk) G 5,60
Vitamin A µg 18,00
Vitamin B1 Mg 0,06
Vitamnin C Mg 7,90
Kalsium Mg 37,00
Fosfor Mg 26,00
Besi Mg 1,70
Abu G 2,20
Energi Mg 37,00
Sumber : Departement of Agricultural Malaysia 2001

2.4 Susu Kedelai


Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan
yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta
sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan
tekstil (BPPT 2002).

Tabel 2 Komposisi kedelai per 100 garam bahan


Komponen Kadar 100%
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7
Sumber: BBPT 2002

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang
hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan
asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai
mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak,
karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan
isoflavon (Koswara 2006).
11

Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak
mengandung kolesterol. Kandungan asam lemak tak jenuh diantaranya seperti
asam linoleat, asam linolenat dan asam oleat (Winarsih 2010). Susu kedelai
memiliki manfaat lain yaitu untuk mengatasi keluhan menopause pada wanita.
Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Susu
kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan
makanan serealia lainnya (BPPT 2002).

2.5 Sistem Koloid


Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, suatu larutan
didispersikan ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang
didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu micrometer (µm). Zat
yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat
diskontinu (terputus-putus) sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Contoh
dari sistem koloid ini adalah sabun, susu, santan, jeli, selai , mentega dan
mayonaise (Purba 2006).

2.6 Produk Emulsi


Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil terdiri atas dua fase cairan yang
tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang
lain dalam bentuk butiran, sistem ini dibuat stabil dengan adanya suatu zat
pengemulsi (Pakki et al. 2008). Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama,
yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari
lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai
continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah
emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam
air.
Emulsifier merupakan bahan pembentuk pasta kental yang dibuat dari bahan
alami (Chan 2010). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan
tegangan permukaan antara kedua fase sehingga mempermudah terbentuknya
12

emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan


viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muctadi 1990).
Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida,
asam lemak dan gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida dan garam
asam lemak. Bahan pengemulsi ini dapat dijumpai pada produk-produk pangan
yang mengandung campuran minyak atau lemak dengan air. Contoh produk
emulsi yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding dan lainnya.

2.7 Es Krim
Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara
membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang
digunakan biasanya adalah kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan
tambahan seperti gula dan madu dengan atau tanpa stabilizer. Dari sistem tersebut
terbentuk sistem emulsi beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan akan
sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan termasuk stabilizer yang
digunakan (Sinurat et al. 2007). Mutu dan jumlah protein di dalam es krim cukup
tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu dan sisanya berasal dari
bahan penstabil.
Marshall dan Arbuckle (2000) mengklasifikasikan beberapa jenis es krim
komersial menjadi nonfat ice cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat
ice cream, soft serve ice cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet,
dan ice. Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut
Mc Sweeney & PF Fox (2009) komposisi es krim paling baik adalah 12 % lemak,
padatan susu tanpa lemak 11 %, gula 15 %, bahan penstabil dan pengemulsi 0.3 %
dan total padatan 38.3 %. Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim adalah
sebagai berikut.
13

Tabel 3 Syarat Mutu Es Krim (SNI 01-3713-1995)


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
1.1 penampakan - Normal
1.2 bau - Normal
1.3 rasa - Normal
2 Lemak % b/b Minimum 5,0
3 Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Minimum 8,0
4 Protein % b/b Minimum 2,7
5 Jumlah padatan % b/b Minimum 3,4
6 Bahan tambahan makanan
4.1 pewarna tambahan -
Negatif
4.2 pemanis buatan -
4.3 pemantap dan pengemulsi -
7 Cemaran logam
7.1 timbal (Pb) Mg/kg Maksimum 1,0
7.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimum 20,0
8 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maksimum 0,5
9 Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maksimum 2,0 x
9.2 MPN Coliform APM/g 105
9.3 Salmonella Koloni/25 g <3
9.4 Listeria SPP Koloni/25 g Negative
Negative
Sumber : BSN 1995

2.8 Melorin
Melorin atau es krim imitasi adalah adalah jenis makanan pencuci mulut
berbentuk beku seperti es krim dan berkadar lemak rendah yang berasal dari
lemak nabati (CFR 2010). Melorin biasanya menjadi pilihan camilan dingin dan
manis. Hal ini disebabkan karena melorin hampir menyerupai es krim, yang
membedakan hanya komposisinya. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 %
lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es
krim (Hubeis et al. 1996).
Melorin mengandung kadar lemak yang rendah. Lemak yang terkandung
hanya berasal dari sari buah dan sari kedelai. Lemak nabati yang digunakan dalam
melorin dapat berasal dari minyak kelapa, sari kedelai, minyak biji kapas, minyak
jagung atau tanaman lainnya (Yunita 1995).
14

2.9 Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan
pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas
daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi W 2008).
2.9.1 Stabilizer dan Emulsifier
Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan
produk, mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman
produk, memberikan ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki
sifat produk. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai
membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan
menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim
(Chan 2010).
Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk
mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan
menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung
yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut
akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema 2008).
Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar,
natrium alginat, pektin, karagenan dan karboksi metal selulosa (CMC).
2.9.2 Essence
Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut
menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Essence digolongkan
sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah,
mempertegas aroma dan rasa. Terdapat dua jenis essence yaitu essence alami dan
buatan. Essence alami diekstrak dari senyawa aroma yang terdapat pada bahan
pangan (ester volatil), sedangkan essence buatan berasal dari sintesis senyawa
yang menimbulkan aroma. Penambahan essence buatan bertujuan untuk
mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu
pemasakan lebih lama (Jufebryanti 2007).

Anda mungkin juga menyukai