Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Penilaian Otentik:

Eureka Pendidikan. Penilaian Otentik atau Autentic Assessment adalah sebuah pengukuran yang
mewakilkan seluruh nilai yang benar melekat pada objek yang dinilai dalam hal kurikulum 2013 objek
penilaian tidak lain adalah peserta didik. Pada kurikulum 2013 pendidik dalam hal ini guru
diharapkan dapat melakukan sebuah penilaian otentik dalam mengukur hasil belajar peserta didik dalam
empat kompetensi inti yakni: Spiritual, Sosial, Pengetahuan dan Keterampilan.

Gulikers (2004) mengungkapkan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang mampu
memfasilitasi siswanya untuk menggunakan kombinasi dari kompetensi pengetahuan, keterampilan dan
sikapnya untuk mengaplikasikan sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Berdasarkan definisi
tersebut, guru bukan hanya dituntut untuk mengukur kompetensi siswa pada aspek pengetahuan melalui
tes tetapi juga aspek sikap dan ketrampilan, karena aspek sikap dan ketrampilan memiliki peran yang
sama dengan aspek pengetahuan untuk menentukan kesuksesan sesorang dalam kehidupannya. Meskipun
penilaian sikap dan ketrampilan bukan merupakan hal baru dalam proses belajar mengajar di Indonesia,
Kurikulum 2013 memberi warna baru dalam penilaian aspek sikap dan ketrampilan melalui sistematika
dan standar penilaian yang diatur melalui Permendikbud No.66 Tahun 2013 yang perlu dipelajari lebih
lanjut oleh guru sebagai komponen pendidikan yang bertanggungjawab penuh terhadap penilaian kelas.

B. Penilaian Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013

Perbaikan kualitas pendidikan senantiasa menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa yang menginginkan
perbaikan kualitas manusianya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan
kualitas pendidikan adalah dengan menyempurnakan kurikulum pendidikan yang digunakan. Kurikulum
2013 merupakan kurikulum terbaru yang dirilis oleh pemerintah Indonesia dalam rangka melakukan
perbaikan dengan melakukan penguatan pada dimensi proses pembelajaran dan penilaian. Dimensi yang
ditekankan dan menjadi perhatian bagi guru selaku pelaksana pendidikan adalah dimensi penilaian
dimana kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengukur bukan hanya hasil kerja siswa tetapi juga proses
belajar yang dilalaui siswa (Kunandar, 2013). Prinsip penilaian yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013
melalui Permendikmud No.66 tahun 2013 tentang standar penilaian adalah penilaian otentik.

Rahayu (2014), Diantara beberapa kelebihan penilaian otentik dalam penerapan kurikulum 2013 antara
lain:

1. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
2. Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
3. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang
lebih autentik.
4. Penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
5. Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes
berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu
saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lazim
digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.
6. Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik.
7. Dalam penilaian autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta
didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
8. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong
kemampuan belajar yang lebih tinggi.
9. Pada penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
10. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa
belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar.
11. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik
berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja.
12. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan
atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
13. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang
subjek.
14. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar,
dan sebagainya.
15. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan
untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

Jenis-jenis Penilaian Autentik


1. Penilaian Kinerja
2. Penilaian Proyek
3. Penilaian Portofolio
4. Penilaian Tertulis
Penilaian Autentik
Definisi penilaian autentik
Pendidikan Biologi. Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Istilah autentik merupakan
sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.

Penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas
pada situasi yang sesungguhnya. Ciri khusus penilaian autektik yaitu (1) melibatkan kegiatan yang
mencerminkan dunia nyata yang dilakukan untuk keperluan penilaian, (2) menggunakan data yang
diperoleh dengan berbagai teknik dan instrument.

Bahrul Hayat (2004) mengemukakan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi
tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-
benar dikuasai dan dicapai.

Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik, berikut ini
dikemukakan beberapa definisi. Dalam Jhon Mueller (2006) penilaian Autentik merupakan suatu bentuk
penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas. Dalam American Librabry Association
asesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan
sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School,
asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan
pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya
pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam
aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan
analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.

Penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan,
membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan
dicapai. Berikut adalah prinsip-prinsip umum penilaian otentik.

 Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan
bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction)
 Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia
sekolah (school work-kind of problems).
 Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
 Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif,
afektif, dan sensori-motorik)
Hakikat penilaian autentik
Model penilaian autentik (authentic assessment) dewasa ini banyak dibicarakan di dunia pendidikan
karena model ini direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan, penggunaannya dalam kegiatan
menilai hasil belajar pebelajar. Salah satu permasalahan yang muncul adalah belum tentu semua
guru/dosen memahami konsep dan pelaksanaan penilaian autentik. Jika sebuah konsep belum terpahami,
bagaimana mungkin kita mau mempergunakannya untuk keperluan praktis pada kegiatan pembelajaran?
Mungkin saja orang menyangka atau mengatakan telah mempergunakan penilaian autentik untuk menilai
hasil belajar siswa, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.

Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan
siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-
mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom
sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di Indonesia
sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai
data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan
dalam belajar, guru segara bisa mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan
belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode
(semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN), tetapi
juga dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi,
2004).
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk mencari informasi
tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar
mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2004).

Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh
tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan
tidak semata-mata hanya berdasarkan pada hasil akhir (produk). Lagi pula sangat banyak kinerja siswa
yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah
dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari
sudut pandang teori Bloom, sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa
kurikulum di Indonesia sebelum ini, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.

Cara penilaian juga bermacam-macam, dapat menggunakan model nontes dan tes sekaligus, serta dapat
dilakukan kapan saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Namun, semuanya harus tetap terencana
secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes (ulangan) harian, latihan-latihan di kelas, penugasan,
wawancara, pengamatan, angket, catatan lapangan/harian, atau portofolio. Penilaian yang dilakukan lewat
berbagai cara atau model, menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah yang
kemudian disebut sebagai penilaian autentik. Autentik dapat berarti dan sekaligus menjamin keobjektifan,
sesuatu yang nyata, konkret, benar-benar hasil tampilan siswa, serta akurat dan bermakna.

Penilaian autentik menekankan kemampuan pebelajar untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang


dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekadar menanyakan atau menyadap
pengetahuan yang telah diketahui pembelajar, tetapi juga kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah
dikuasai. Sebagaimana dinyatakan Mueller (2008) penilaian autentik merupakan a form of assessment in
which students are asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential
knowledge and skills. Jadi, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pebelajar
untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata. secara bermakna yang merupakan penerapan esensi
pengetahuan dan keterampilan. Menurut Stiggins (dalam Mueller, 2008), penilaian autentik merupakan
penilaian kinerja (perfomansi) yang meminta pebelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan
kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya

Karakteristik penilaian autentik


Ciri-ciri penilaian autentik adalah :
 Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
 Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
 Menggunakan berbagai cara dan criteria
 Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
Burhan Nurgiantoro (2011) mengemukakan beberapa karakteristik penilaian autentik, yaitu :

1. Peserta didik harus mampu menunjukkan penguasaan melakukan sesuatu secara bermakna
dalam dunia nyata
2. Guru mengembangkan peserta didik agar mampu mendemosntrasikan kemampuan atau
keterampilan melakukan sesuatu
3. Tingkat keberhasilan peserta didik dinilai melalui kinerja yang hanya mengukur segala
aktivitas peserta didik secara bermakna yang mencerminkan aktivitas dunia nyata
4. Penilaian menentukan kurikulum, guru terlebih dahulu menentukan tugas-tugas yang akan
dilakukan oleh peserta didik untuk menunjukkan penguasaannya.
Mutalazimah, dkk (2008) mengemukakan bahwa penilaian autentik mempunyai karakteristik sebagai
berikut :

1. Pengalaman belajar yang merupakan refleksi dari aktivitas dunia nyata yang lebih valid
2. Memberikan tugas-tugas instruksional kepada peserta didik yang mengharuskan mereka
melakukan konstruksi arti dari setiap materi
3. Menstimulasi agar peserta didik mempunyai pemikiran dan masukan yang kritis serta
menciptakan pendekatan pembelajaran berdasarkan kemampuan kognitif dan metkognitikf
4. Memberikan pengalaman belajar yang autentik untuk meningkatkan ketertarikan dan
memperbaiki sikap peserta didik dalam pembelajaran
5. Mendrong terciptanya berbagai metode untuk mengekspresikan dan mendukung sikap
kolaborasi antar peserta didik. Penilaian tradisional cenderung menekankan pada penguasaan
pengetahuan peserta didik.

Manfaat penilaian autentik


1. Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap
kinerja pembelajar sebagai indikator capaian kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian yang hanya
mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi,
penilaian autentik menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus
bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan keterampilan keilmuannnya.
Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan
tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang
yang dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih
mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam
situasi konkret dan dengan topik aktual-realistik sehingga menjadi lebih bermakna.
2. Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya.
Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah dipelajari karena hal
demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan
penilaian autentik pembelajar diminta untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika
mereka dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun
jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar jawabannya
relevan dan bermakna.
3. Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian
menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model penilaian
tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau sengaja
dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu
aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar pembelajar,
merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan suatu
topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap
penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya
dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4. Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk
kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajar
memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan
penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk
menjawab dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan
model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas
pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan
berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
Jenis-jenis penilaian autentik
Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang
ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap,
keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya,
berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.

1) Penilaian Kinerja
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan
aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik
menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap
kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda
untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
1. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur
tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan.
2. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru menulis
laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan
tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi
standar yang ditetapkan.
3. Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik
berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
4. Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati
peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan
informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum.
Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-langkah kinerja
harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis
kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-
kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.
Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan
diamati.Kelima, urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta didik yang akan diamati.

Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat
pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek
keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara
dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti
penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.

Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri merupakan suatu
teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status,
proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik
penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
 Penilaian ranah sikap. Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
 Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan atau
keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
 Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu
berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama, menumbuhkan rasa
percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga,
mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan
semangat untuk maju secara personal.

2) Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus
diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek
bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.

Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk
mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap penilaian proyek,
setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
1. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
3. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh
peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam kaitan ini serial
kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen penilaian,
pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan
instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk
poster atau tertulis.

Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari
sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara holistik dan analitik.
Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk,
seperti makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat
dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam. Penilaian secara analitik merujuk pada
semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik
merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.

3) Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan
dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta
didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan
dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut
dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai),
atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik
atau mata pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara
individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru,
meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.

Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik.
Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik,
gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar
penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan
pembelajaran.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.

1. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.


2. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
3. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
4. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
6. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio
yang dihasilkan.
7. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4) Penilaian Tertulis

Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim
dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes
tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai
jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan
sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan
uraian.

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi
yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga
mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang
berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama. Misalnya, peserta
didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya
keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan
jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes
tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-
response) atau jawaban terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar
peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.

6. Pengembangan penilaian autentik

Semua rangkaian dalam lingkup kegiatan belajar mengajar harus direncanakan dengan baik agar dapat
memberikan hasil dan dampak yang maksimal. Hal inilah antara lain yang kemudian mendorong
intensifnya penerapan teknologi pendidikan dalam dunia pendidikan. Perencanaan yang baik juga harus
diterapkan dalam kegiatan penilaian yang menjadi bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Mueller
(2008) mengemukakan sejumlah langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan penilaian otentik,
yaitu yang meliputi penentuan standar; penentuan tugas otentik; pembuatan kriteria; dan pembuatan
rubrik.

a) Penentuan Standar

Standar dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang harus diketahui atau dapat dilakukan
pembelajar. Di samping standar ada goal (tujuan umum) dan objektif (tujuan khusus), dan standar berada
di antara keduanya. Standar dapat diobservasi (observable) dan diukur (measurable) ketercapaiannya.
Istilah umum yang dipakai di dunia pendidikan di Indonesia untuk standar adalah kompetensi
sebagaimana terlihat pada KBK dan KTSP. Di kurikulum tersebut dikenal adanya istilah standar
kompetensi lulusan dan kompetensi dasar. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP No. 19 Tahun 2005: 2), sedang
kompetensi dasar adalah kompetensi atau standar minimal yang harus tercapai atau dikuasai oleh
pembelajar.

Kompetensi, baik yang dirumuskan sebagai standar kompetensi maupun kompetensi dasar, menjadi acuan
dan tujuan yang ingin dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran. Oleh karena itu, kompetensi apa
yang akan dicapai itu haruslah yang pertama-tama ditetapkan. Untuk kurikulum sekolah (KTSP), standar
kompetensi dan kompetensi dasar, yang dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL), telah secara jelas ditunjuk. Standar Kompetensi
Lulusan inilah yang kemudian dijadikan pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan. Karena standar kompetensi dan kompetensi dasar lazimnya masih abstrak, kompetensi
dasar kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator yang lebih operasional sehingga jelas
kemampuan, keterampilan, atau kinerja apa yang menjadi sasaran pengukuran.

Standar Kompetensi Lulusan tentu saja harus mencerminkan harapan masyarakat tentang apa yang mesti
dicapai dan atau dikuasai oleh lulusan satuan pendidikan tertentu. Akibat perkembangan ilmu dan
teknologi di era informasi, dewasa ini perkembangan kehidupan begitu cepat, perubahan demi perubahan
begitu cepatnya, apa yang semula dianggap mapan atau menzaman, dalam hitungan sedikit tahun atau
bahkan bulan, telah menjadi ketinggalan zaman. Dengan demikian, perubahan kini menjadi kata kunci
untuk tetap bertahan. Maka, keterbukaan terhadap perubahan juga suatu hal yang harus diterima dan
disikapi dengan benar. Konsekuensinya, salah satu kompetensi yang disiapkan untuk lulusan satuan
pendidikan juga harus menerima dan mengikuti arus perubahan itu, dan itu artinya rumusan kompetensi
harus realistik sesuai dengan tuntutan zaman.

b) Penentuan Tugas Otentik

Tugas otentik adalah tugas-tugas yang secara nyata dibebankan kepada pembelajar untuk mengukur
pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran masih berlangsung atau
ketika sudah berakhir. Pengukuran hasil pencapaian kompetensi pembelajar yang secara realistic
dilakukan di kelas dapat bersifat model tradisional atau otentik sekaligus tergantung kompetensi atau
indicator yang akan diukur. Tugas otentik (authentic task) sering disinonimkan dengan penilaian otentik
(authentic assessment) walau sebenarnya cakupan maknayang kedua lebih luas. Permasalahan yang
segera muncul adalah tugas-tugas apa atau model-model pengukuran apa yang dapat dikategorikan
sebagai tugas atau penilaian otentik.

Semua kegiatan pengukuran pendidikan harus mengacu pada standar (standar kompetensi, kompetensi
dasar) yang telah ditetapkan. Demikian pula halnya dengan pemberian tugas-tugas otentik. Pemilihan
tugas-tugas tersebut pertama-tama haruslah merujuk pada kompetensi mana yang akan diukur
pencapaiannya. Kedua, dan inilah yang khas penilaian autentik, pemilihan tugas-tugas itu harus
mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang sesungguhnya di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian
otentik mesti terkandung dua hal sekaligus: sesuai dengan standar (kompetensi) dan relevan (bermakna)
dengan kehidupan nyata. Dua hal tersebut haruslah menjadi acuan kita ketika membuat tugas-tugas
otentik untuk mengukur pencapaian kompetensi pembelajaran kepada peserta didik.

Dengan demikian, apa yang ditugaskan oleh guru kepada pembelajar dan yang dilakukan oleh pembelajar
telah mencerminkan kompetensi yang memang dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Hal itu berarti ada
keterkaitan antara dunia pendidikan di satu sisi dengan tuntutan kebutuhan kehidupan di dunia nyata di
sisi lain. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa, bahasa target apa saja, pasti terdapat standar kompetensi
lulusan yang berkaitan dengan kemampuan menulis. Menulis dalam kaitan ini bukan sekedar menulis
demi tulisan itu sendiri, melainkan menulis untuk menghasilkan karya tulis yang memang dibutuhkan di
dunia nyata. Misalnya, menulis surat lamaran pekerjaan, surat penawaran produk, menulis artikel untuk
media masa, dan lain-lain. Untuk itu, pembuatan tugas-tugas otentik dalam rangka penilaian otentik
capaian hasil belajar peserta didik mesti terkait dengan kemampuan menghasilkan karya tulis jenis-jenis
tersebut.

c) Pembuatan Kriteria

Jika standar (kompetensi, kompetensi dasar) merupakan arah dan acuan kompetensi pembelajaran yang
dibelajarkan oleh pendidik dan sekaligus akan dicapai dalam oleh subjek didik, proses pembelajaran
haruslah secara sadar diarahkan ke capaian kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian pula
halnya dengan penilaian yang dimaksudkan untuk mengukur kadar capaian kompetensi sebagai bukti
hasil belajar. Untuk itu, diperlukan criteria yang dapat menggambarkan capaian kompetensi yang
dimaksud. Kriteria merupakan pernyataan yang menggambarkan tingkat capaian dan bukti-bukti nyata
capaian belajar subjek belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah
dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi kriteria lebih
dikenal dengan sebutan indikator.

Dalam kegiatan pembelajaran, semua kompetensi yang dibelajarkan harus diukur kadar capaiannya oleh
pembelajar. Jika dalam lingkup penilaian otentik harus melibatkan dua macam relevansi, yaitu sesuai
dengan kompetensi dan bermakna dalam kehidupan nyata, kriteria atau indikator penilaian yang
dikembangkan harus juga mengandung kedua tuntutan tersebut. Singkatnya, sebuah kriteria penilaian
capaian hasil belajar harus cocok dengan kompetensi yang dibelajarkan dan sekaligus bermakna atau
relevan dengan kehidupan nyata. Jumlah criteria yang dibuat bersifat relatif, tetapi sebaiknya dibatasi, dan
yang pasti criteria harus mengungkap capaian hal-hal yang esensial dalam sebuah standar (kompetensi)
karena hal itulah yang menjadi inti penguasaan terhadap kompetensi pembelajaran. Kita tidak mungkin
menagih semua tugas yang dibelajarkan dan sekaligus dipelajari subjek didik.

Selain itu, pembuatan kriteria harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang selama ini dinyatakan baik,
baik dalam arti efektif untuk keperluan penilaian hasil belajar. Ketentuan-ketentuan itu antara lain (i)
harus dirumuskansecara jelas; (ii) singkat padat; (iii) dapat diukur, dan karenanya haruslah dipergunakan
kata-kata kerja operasional; (iv) menunjuk pada tingkah laku hasil belajar, apa yang mesti dilakukan dan
bagaimana kualitas yang dituntut; dan (v) sebaiknya ditulis dalam bahasa yang dipahami oleh subjek
didik. Perumusan kriteria yang jelas dan operasional akan mempermudah kita, para guru, untuk
melakukan kegiatan penilaian.

d) Pembuatan Rubrik

Penilaian otentik menggunakan pendekatan penilaian acuan kriteria (criterion referenced measures) untuk
menentukan nilai capaian subjek didik. Dengan demikian, nilai seorang pembelajar ditentukan seberapa
tinggi kinerja ditampilkannya secara nyata yang menunjukkan tingkat capaian kompetensi yang
dibelajarkan. Untuk menentukan tinggi rendahnya skor kinerja yang dimaksud, haruslah dipergunakan
alat skala untuk memberikan skorskor tiap kriteria yang telah ditentukan. Alat yang dimaksud disebut
rubric (rubric). Rubrik dapat dipahami sebagai sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang
dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap criteria terhadap tugas-tugas tertentu
(Mueller, 2008).

Dalam sebuah rubrik terdapat dua hal pokok yang harus dibuat, yaitu kriteria dan tingkat capaian kinerja
(level of performance) tiap kriteria. Kriteria berisi hal-hal esensial standar (kompetensi) yang ingin diukur
tingkat capaian kinerjanya yang secara esensial dan konkret mewakili standar yang diukur capaiannya.
Dengan membatasi criteria pada hal-hal esensial, dapat dihindari banyaknya kriteria yang dibuat yang
menyebabkan penilaian menjadi kurang praktis. Selain itu, kriteria haruslah dirumuskan atau dinyatakan
(jadi: berupa pernyataan dan bukan kalimat) singkat padat, komunikatif, dengan bahasa yang gramatikal,
dan benarbenar mencerminkan hal-hal esensial (dari standar/kompetensi) yang diukur. Dalam sebuah
rubrik, kriteria mungkin saja atau boleh juga dilabeli dengan kata-kata tertentu yang lebih mencerminkan
isi, misalnya dengan kata-kata: unsur yang dinilai.

Tingkat capaian kinerja, di pihak lain, umumnya ditunjukkan dalam angka-angka, dan yang lazim adalah
1-4 atau 1-5, besar kecilnya angka sekaligus menunjukkan tinggi rendahnya capaian. Tiap angka tersebut
biasanya mempunyai deskripsi verbal yang diwakili, misalnya skor 1: tidak ada kinerja, sedang skor 5:
kinerja sangat meyakinkan dan bermakna. Bunyi deskripsi verbal tersebut harus sesuai dengan kriteria
yang akan diukur. Yang pasti terdapat banyak variasi dalam pembuatan rubrik, juga untuk criteria dan
angka tingkat capaian kinerja. Penilaian tingkat capaian kinerja seorang pembelajar dilakukan dengan
menandai angka-angka yang sesuai. Rubrik lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria ditempatkan di
sebelah dan tingkat capaian di sebelah kanan tiap kriteria yang diukur capaiannya itu.

7. Contoh penilaian autentik


Penilaian Otentik hendaknya menilai secara nyata apa adanya hasil kerja peserta didik, misalnya :
Kompetensi Teknik Penilaian
Sikap (Afektif) Observasi
Pengetahuan (Kognitif) Tes Tertulis
Keterampilan (Psikomotorik) Unjuk Kerja

Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik


Kompetensi Teknik Proses Hasil
Sikap Observasi (langsung atau tidak V
langsung)
Penilaian Diri V
Penilaian Antar Peserta Didik V
Jurnal V
Pengetahuan Tes Tulis V V
Observasi (Diskusi, Tanya Jawab, V
Percakapan)
Penugasan V V
Keterampilan Unjuk Kerja/Kinerja/Praktik V
Projek V
Portofolio V
Produk V
Tertulis V
Daftar Pustaka

Fitra. 2010. Penilaian Psikomotorik. http://www.slideshare.net/fitrayagami/30-penilaian-psikomotorik.


Diakses pada tanggal 30 November 2015..

Hayat, Bahrul. 2004. Penilaian Kelas dalam Penerapan Standard Kompetensi. Jurnal pendidikan Penabur
No. 3 Desember 108-112.

Elfaty, Lasmi. 2013. Assesment Pembelajaran Penilaian. http://kemilauhijau.


blogspot.co.id/2013/05/assesment-pembelajaran-penilaian.html. Diakses pada 30 November 2015.

Kemendikbud. 2015. Penilaian Hasil Belajar (Perencanaan Penilaian, Penyusunan Instrumen, Dan
Pelaksanaan Penilaian). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah , Direktorat Pembinaan
SMP.

Nurcahyani, Indah, Eko Setyadi, dan Sriyono. 2015. Pengembangan Penilaian Autntik Guna Mengukur
Pengetahuan dan Kreativitas dalam Pembelajaran Fisika pada Peserta Didik SMA Negeri 6 Purworejo.
Jurnal Radisi Volume 3 Nomor 1.

Nurgiantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. Penerbit Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Mutalazimah, dkk. 2008. Pengembangan Model Penilaian Autentik untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika. Jurnal Varia Pendidikan Volume 20 Nomor 2, 102-112.

Rahayu, Yuni Sri dan Adi Rahmat. 2010. Perangkat Rencana Pelaksanaan Pembalajaran Biologi SMA
Transpor Sel. Direktorat Ketenagaan Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional.

Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Penerbit Bumi Akasara, Jakarta Timur.

Tirza. 2014. Makalah Penilaian Autentik. http://tirzapangkali2014.blogspot.co.id /2014/04/makalah-


penilaian-autentik.html. Diakses pada tanggal 30 November 2015.

Widoyoko, Eko Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai