Anda di halaman 1dari 14

2.3 PT.

Madukismo

2.3.1 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan oleh PG Madukismo Yogyakarta dapat


dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang.

2.3.1.1 Bahan Baku Utama

PG Madukismo menggunakan tebu (Saccharum officinarum) dengan


persen brix terendah 17%, sebanyak rata-rata 3.500 TCD sebagai bahan baku
utama. Tebu disuplai dari empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta
(Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul, Sleman) serta beberapa daerah di Jawa
Tengah bagian selatan (Pati, Magelang, Temanggung, Sragen).

Tebu yang digunakan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1. TR (Tebu Rakyat)
TR adalah tebu yang pengolahannya mendapatkan perhatian khusus dari
pabrik dalam hal pengelolaan tanaman.

2. TS (Tebu Sendiri)
TS adalah tebu milik pabrik dengan sistem menyewa tanah rakyat dan
penggarapannya dibiayai oleh pabrik.

Umur tebu masak tergantung pada jenis tebu, ada 3 macam yaitu :

- Tebu masak awal = 10 bulan.


- Tebu masak tengah = 12 bulan.
- Tebu masak akhir = 14 bulan.
Kriteria tebu yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. MUTU A = prima
Tebangan once/dongkel pada puncak masak
Bersih mutlak (bebas daduk, pucuk, tanah, akar, sogolan, tebu mati)
Batang besar, lurus, tidak dicacah, sangat segar, ruas normal.
b. MUTU B = MBS (Manis, Bersih, Segar)

1
Masa optimal, tidak dicacah, bebas sogolan,
Bersih (sedikit daduk, pucuk, tanah, dan akar, tebu mati)
Batang agak besar, agak bengkok, ruas medium atau sedang.
c. MUTU C = kotor, diengsel/dikembalikan
Ada daduk, pucuk, tanah, akar, sogolan, tebu mati.
Batang kecil, bengkok, ruas pendek, dicacah, agak layu. Tercampur tebu
mati
d. MUTU D = sangat kotor, ditolak
Banyak (daduk, pucuk, tanah, akar, sogolan)
Tebu mati, layu, dan sangat muda.
Batang kecil, bengkok, sangat pendek, banyak cacahan.
e. MUTU E = terbakar
Kualitas tebu yang diterima pabrik diharapkan tidak terlalu banyak
mengandung kotoran seperti daduk, pucukan, akar, dan sogolan, dengan meliputi
kualitas A sebesar > 15 %, kualitas B > 75 % dan kualitas C < 10 %. Untuk
kualitas D dan E sangat ditekan kuantitasnya agar produksi gula yang dihasilkan
baik.
Pada tahap ini, tebu yang telah ditebang akan diangkut dengan truk atau
lori yang ditimbang sebelum masuk stasiun gilingan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah tebu yang masuk tiap hari produksi. Penimbangan langsung
dilakukan terhadap tebu sehingga dapat diketahui seketika berat tebu yang
sebenarnya. Setelah ditimbang maka tebu akan dibawa ke cane carrier dengan
menggunakan crane unloading untuk kemudian dipotong-potong dengan
unigrator (pisau cacah tebu).
2.3.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk
meningkatkan mutu gula. Beberapa bahan penunjang yang digunakan adalah:
1. Asam fosfat (H3PO4)
Penambahan asam fosfat dilakukan pada tangki nira mentah tertimbang
pada stasiun pemurnian, dengan tujuan untuk membantu proses
pengendapan sebelum ditambahkan susu kapur. Asam fosfat tidak dapat

2
digantikan dengan asam lain, karena hanya senyawa ini yang mampu
mengikat susu kapur.
2. Kapur Tohor (CaO)
Penambahan kapur tohor dalam nira dilakukan dalam bentuk susu kapur,
dengan tujuan :
 menaikkan nilai pH nira dari asam menjadi alkalis
 mencegah terjadinya inversi sukrosa
 membantu menjernihkan nira
Kapur tohor (CaO) digunakan untuk memproduksi Ca(OH)2, yang akan
digunakan pada stasiun pemurnian.
Proses Pembuatan Ca(OH)2:
Kapur tohor dicampur dengan air panas, kemudian dimasukkan ke
dalam molen (tempat pembentukan susu kapur) sehingga terbentuk
senyawa hidroksida kuat dengan reaksi sebagai berikut:
CaO + H2O → Ca(OH)2 + kalor
Tromol akan terus berputar sehingga terbentuk larutan susu kapur yang
masih kotor dan kasar. Larutan ini kemudian disaring pada bak-bak
penampung yang dibatasi oleh sekat, untuk memisahkan bagian yang kasar
dan yang halus. Larutan yang halus ditampung dalam tangki buffer susu
kapur dengan kekentalan 7-8°Be. Dari tangki buffer, kemudian susu kapur
dialirkan menuju defekator.
3. Sulfur
Sulfur (belerang) digunakan dalam pembuatan gas SO2, yang digunakan
pada proses pemurnian. Kebutuhan belerang rata-rata mencapai 2000
kg/hari. Syarat belerang yang digunakan adalah sebagai berikut :
- kadar air maksimal 1%.
- kadar abu maksimal 0,1%.
- bituminous substance maksimal 0,1%.
- arsen maksimal 0,05%.
- rest after incinerator maksimal 1%.

3
Belerang ditambahkan dalam bentuk gas SO2 yang diperoleh melalui
pembakaran belerang padat dengan udara kering sebagai sumber oksigen
dalam furnace. Kegunaan gas SO2 adalah sebagai pemucat warna karena
mereduksi senyawa-senyawa berwarna menjadi tak berwarna. Selain itu,
gas SO2 dapat menetralkan kelebihan kapur yang ditambahkan dalam nira
serta menurunkan viskositas nira.
Proses pembuatan gas SO2:
Belerang padat dimasukkan ke dalam tobong belerang dan dibakar
dengan menggunakan api hingga suhu 160ºC. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
S(s) → S(l) + kalor
S(l) → S(g)
S(g) + O2(g) → SO2(g) + kalor
Reaksi di atas berlangsung secara eksotermis, sehingga suhu gas SO2
menjadi lebih tinggi. Gas SO2 ini kemudian didinginkan dengan
menggunakan air pendingin sampai suhu 70—80ºC. Hal ini dilakukan
untuk mencegah supaya tidak terbentuk gas SO3 yang tidak diinginkan.
Selanjutnya gas SO2 dialirkan ke sublimator yang berisi susunan batu
tahan api dan ijuk untuk menyerap sisa-sisa air sekaligus sebagai
pendingin. Dari sublimator, gas SO2 dimasukkan ke sulfitir.
4. Flokulan
Penambahan flokulan dilakukan pada snow balling tank. Penambahan
flokulan bertujuan sebagai katalisator dalam pemurnian nira dengan cara
mengikat endapan sehingga ukuran menjadi lebih besar sehingga dapat
mempercepat proses pengendapan.
5. NaOH
NaOH digunakan pada saat pembersihan evaporator, karena sifatnya yang mampu
melunakkan kerak yang terdeposit dalam badan-badan evaporator. Setiap
pembersihan evaporator dibutuhkan 200—400 kg dengan kadar 4—5 ppm pada
luas penampang 1.000—1.500 ft2, namun jumlah tersebut dapat berubah
tergantung pada kondisi kerak yang terbentuk dalam evaporator.

4
2.3.2. Proses Pengolahan tebu dan alkohol
Proses Pengolahan tebu
Pengolahan tebu menjadi gula proses awal yaitu mengambil tebu yang
diperoleh dari beberapa kebun tebu diberbagai daerah diantaranya Kutorejo,
Purworejo, Yogyakarta, Magelang dan lain-lain. Tebu merupakan tanaman yang
hanya bisa dipanen setiap 12 bulan sekali. Tebu dipanen setelah cukup masak,
dalam arti kadar gula (sakarosa) maksimal, dan kadar gula pecahan (
monosakarida) minimal.
Untuk dilakukan analisis pendahuluan untuk mengetahui faktor kemasakan,
koefisien daya tahan dll. Dan ini lakukan sekitar 1,5 bulan sebelum giling dimulai.
Tenu diangkat dari kebun dengan truk atau lori tebu pelaksanaan tebang dapat
dilakukan petani sendiri atau diserahkan pabrik dengan biaya petani sesuai
kesepakatan dalam FMPG ( Forum Musyawarah Produksi Gula). Beberapa KUD
mandiri telah dapat melaksanakan tebang angkut sendiri. Kapasitas tebang harus
sesuai dengan kapasitas giling agar tidak terjadi stagnasidi emplasement yang
menurunkan rendemen dan sebaliknya, kekurangan tebu akan menyebabkan
berhenti giling, produksi ampas berkurang, sehingga perlu suplemasi BBM untuk
bahan bakar boiler, jumlah tebu ditebang per hari sekitar 3.000 per tahun, alat
transportasinya 80% menggunakan truk sisanya dan sisanya 20% menggunakan
lori.
Jadi PG madukismo hanya bisa memproduksi tebu satu tahun sekali, hal
inilah yang menjadi salah satu kendala dari proses penggilingan tebu di pabrik
gula Madubaru menjadi gula.
Tahap – tahap pengolahan tebu untuk menjadi gula adalah sebagai berikut:
1. Pemerahan nira
Tebu dikirim ke stasiun gilingan ( ekstraksi) untuk dipisahkan antara bagian
padat (ampas) dengan cairnya yang mengandung gula(nira mentah) dengan alat-
alat yang berupa unigrator mark IV dancane knife digabung dengan lima gilingan
masing – masing terdiri atas 3 rol.
Hasil pemerahan tebu yang berupa ampas dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kertas, dan bahan bakar. Di PG Madubaru ampas tebu digunakan untuk

5
bahan bakar di pabrik sendiri, digunakan untuk bahan bakar di stasiun ketel (
pusat tenaga). Sedangkan nira mentah akan dikirim kebagian pemurnian untuk
pemurnian lebih lanjut. Untuk mencegah kehilangan gula karena bakteri
dilakukan salinitas di stasiun gilingan.
2. Pemurnian nira
Pemurnian bertujuan untuk memisahkan gula (sukrosa) dari kotoran yang
ikut terlarut dalam nira agar diperoleh gula yang relatif lebih murni, menekan
kehilangan gula (memaksimalkan efisiensi proses), dan optimalisasi pemakaian
bahan pembantu proses.
Proses pemurnian diusahakan agar tidak sampai merusak ataupun
menghilangkan sukrosa. Kotoran-kotoran gula yang terdapat dalam nira mentah
antara lain :
 Zat yang terapung dalam nira berupa serabut-serabut tebu.
 Zat-zat yang mengendap baik berupa emulsi maupun suspensi dalam nira,
misalnya : pasir, lempung, dan lain-lain.
 Bahan-bahan yang berupa koloid dalam nira, misalnya protein, pektin dan
tanin.
Nira mentah ditimbang, kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 700-
750˚C kmudian direaksikan dengan Ca(OH)2 ( susu kapur) dalam defakator.
Pereaksian dengan kapur bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada pada
nira. Lalu diteruskan dengan proses sulfitasi, yakni pemberian SO2 dalam peti
sulfitasi hingga pH 7. Tujuannya untuk mengatur kadar keasaman nira dan untuk
membunuh bakteri yang ada pada nira. Setelah itu, dipanaskan lagi sampai suhu
1000-1050˚C
Kotoran yang dihasilkan diendapkan doi tangki pengendap evaporator, door
clarifier, dan disaring menggunakan rotary vacum filter (alat penampis hampa).
Endapan padatnya disebut blotong. Kemudian nira jernihnya dikirim ke stasiun
penguapan.
3. Penguapan nira
Nira jernih akan dipekatkan dalam stasiun penguapan. Nira jernih akan
dipekatkan didalam pesawat penguapan dengan stasiun multiple effect. Nira encer

6
dengan padatan terlarut 16% dapat dinaikkan menjadi 64% dan disebut nira
kental. Nira kental siap dikristalkan distasiun kristalisasi. Sebelumnya nira kental
ini diberi gas SO2 untuk proses pemucatan.
4. Kristalisasi
Nira kental dari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam kristalisasi
sampai melewati titik jenuh. Penguapan ini sampai suhu 1000-1500˚C. Setelah itu
pembentukan kristal kristal gula dengan cara uap. Nira kental didinginkan sampai
suhu 650˚C, jadi sukrosa tidak rusak akibat panas tinggi. Hasil kristalisasi
merupakan campuran kristal gula dan larutan ( Stroop). Sebelum dipisahkan
antara kristal gula dan stroop, gula lebih dulu didinginkan didalam palung
pendingin (kultrog).
5. Pemisahan gula
Pada proses ini gula dipisahkan dari larutannya. Pemisahan gula ini
menggunakan alat puteran yang menggunakan gaya sentrifugal. Pemisahan gula
dilakukan dengan proses karbonatasi yakni mereaksikan gula dengan gas karbon.
Sehingga gula dengan stoop dapat terpisahkan. Hasil pemisahan berupa gula,
stroop, dan tetes tebu. Tetes tebu dan stroop merupakan limbah dari proses
pembuatan gula. Dan PG Madubaru dapat mengolah limbah tersebut sehingga
bermanfaat. Stroop yang menjadi tetes tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan etanol ( C2H5OH). Jadi limbah dari proses pembuatan gula dapat
dimanfaatkan.
6. Penyaringan dan pengepakan
Setelah gula tepisahkan dari stroop dilakukan proses penyaringan gula.
Pemisahan antara gula halus, kasar dan normal. Gula normal dan halus dikirim ke
gudang gula dan dikemas dalam karung plastik yang setengah kwintal. Sedang
gula kasar akan kembali diproses atau kembali ke proses kristalisasi
Pembuatan Alkohol Spiritus
Selain memproduksi gula Madubaru juga memproduksi Alkohol (C2H5OH)
sebagai produk sampingan. Alkohol yang diproduksi di P.S Madubaru merupakan
alkohol jenis etanol. Etanol di P.S Madubaru dibuat dengan bahan baku tetes tebu
yang merupakan limbah dari proses produksi tebu menjadi gula. Jadi pembuatan

7
alkohol ini merupakan salah satu upaya P.S Madubaru untuk mengolah limbah.
Alkohol dapat digunakan sebagai campuran kosmetik dan industri farmasi. Tetes
tebu sebelum menjadi alkohol akan mengalami tahap-tahap pengolahan sebagai
berikut :
1. Pengenceran
Tetes tebu yang diperoleh dari sentrifuge diencer di Tangki Pengencer Brix
14’ tetes tebu. Sebelumnya tetes tebu diukur di tangki ukur.
2. Penyaringan (Filtrasi)
Proses penyaringan, tetes tebu diatur pHnya sekitar 4,8 dengan diberi H2SO4
agar tetes tebu tidak tekontaminasi dengan bakteri lain. Hal ini dilakukan agar
tetes tebu tidak gagal dalm proses peragian. Karena dalam proses peragian tetes
tebu akan diberi bakteri khusus yang dapat menjadikan tetes tebu menjadi atau
memiliki kandungan alkohol.
3. Peragian
Tetes tebu yang pHnya telah diatur (4,8), kemudian masuk ke tangki
pembibitan dan fermentasi. Pada tangki tersebut tetes tebu diberi ragi yang
mengandung bakteri (Sacharomyces Cereviceae).
Reaksi:
a. Sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa C12H22O11 + H2O 2C6H12O6
b. Gula reduksi bereaksi sehingga menjadi etanol dan CO2 C6H12O6
2C2H5OH+2CO2
4. Destilasi(Penyulingan)
Tetes tebu yang telah diberi ragi akan masuk ke proses destilasi. Destilasi
atau penyulingan bertujuan untuk memisahkan alkohol dengan air sehingga kadar
alkohol lebih tinggi. Di P.S Madubaru destilasi dilakukan secara bertingkat atau
disebut destilasi bertingkat. Destilasi bertingkat bertujuan untuk meningkatkan
kadar alkohol.
2.1.2.3 Produk yang dihasilkan
Produk yang dihasilkan oleh Pabrik Spiritus Madukismo PT. Madu Baru
memiliki spesifikasi sebagai produk utama yaitu alkohol terdiri dari alkohol prima
dan alkohol teknis, serta produk samping berupa minyak fussel.

8
a. Alkohol
Alkohol merupakan zat cait yang tidak berwarna, berbau menyengat,
memabukkan, mudah menguap, dan mudah terbakar dengan
menghasilkan nyala api berwarna kebiru-biruan. Alkohol merupakan
senyawa polar yang mudah larut dalam air. Sifat fisik lain alkohol
dapat dilihat pada tabel berikut.

b. Alkohol Prima
Alkohol prima merupakan alkohol yang memiliki kadar alkohol
minimal 95%. Jumlahnya lebih dari 90% total produksi alkohol rata-
rata. Alkohol jenis ini biasa digunakan sebagai bahan tambahan dalam
industri kosmetik, obat-obatan (farmasi) dan lain sebagainya.

9
c. Alkohol Teknis
Alkohol teknis memiliki kadar minimal 94%. Alkohol jenis ini melalui
pengolahan lebih lanjut menjadi spiritus dengan cara menambahkan
denaturan dan zat pewarna. Spiritus biasanya digunakan sebagai bahan
bakar untuk pemanasan, dan industri meubel.
d. Minyak Fussel
Minyak fussel merupakan produk samping dari pembuatan alkohol
yang merupakan gumpalan dari senyawa-senyawa kimia dan menyatu.
Minyak ini berbentuk cairan seperti minyak yang memiliki bau khas

10
dan bersifat melemaskan. Fussel berwarna kuning dengan titik didih
yang cukup tinggi yaitu 90 – 150 ◦C.

2.1.2.4 Utilitas dan Unit Penunjang Peralatan


A. Utilitas
Utilitas merupakan fasilitas penunjang pada proses produksi yang dimiliki
oleh perusahaan yang diperlukan agar proses produksi dapat berjalan dengan
lancar. Berjalannya proses produksi secara lancar dengan menghasilkan alkohol
prima dan alkohol teknis dengan utilitas seperti penyediaan air, penyediaan tenaga
listrik, penyediaan uap dan penyediaan udara. Seperti halnya, untuk memenuhi
kebutuhan air di pabrik spiritus Madukismo memiliki unit pengelolaan air sendiri
yang aliran air berasal dari sungai Winongo, sedangkan kebutuhan uap dihasilkan
dari steam yang berasal dari stasiun boiler.
B. Unit Penunjang Peralatan
Pada unit penunjang peralatan di PT. Madu Baru dibagi atas empat unit
yaitu unit penyedia sumber daya listrik, unit penyediaan air, unit penyediaan
udara dan unit penyediaan uap (steam).
1. Unit Penyediaan Sumber Daya Listrik
Penyediaan Sumber Daya Listrik sangat perlu diperhatikan oleh
perusahaan besar yang mempu memproduksi kapasitas produk yang cukup
banyak. Kebutuhan Tenaga Listrik di Pabrik Spiritus sudah dipenuhi oleh
Kapasitas Listrik yang berasal dari Pabrik Gula Madukismo yang
mempunyai 3 generator turbin uap yang digunakan pada musim giling dan
suling dengan kapasitas listrik 3,6 juta watt. Apabila tidak musim giling
dan suling berlangsung maka penerangan kantor dan listrik yang
digunakan menggunakan listrik PLN.
2. Unit Penyediaan Air
Kebutuhan air yang digunakan untuk proses produksi berasal dari air
sungai Winongo, dan air sumur bor. Air sumur bor digunakan untuk
proses pemasakan, air pendingin pada kolom destilasi, pendingin produk
alkohol, MCK dan laboratorium. Air Sumur bor hanya mengalami

11
perlakuan pengendapan saja sedangakan air sungai tidak mengalami
pengendapan dan digunakan untuk kebutuhan air pendingin pada proses
pembibitan dan fermentasi. Sebelum digunakan, awalnya dilakukan
penyaringan kasar yang bertujuan untuk menyaring sampah plastik dan
dilewatkan ke saringan halus untuk meminimalkan kotoran. Setelah
melewati proses saringan kasar dan saringan halus, kemudian air diproses
lebih lanjut di unit pengolahan air bersih yang terdiri dari enam tahapan
dengan kapasitas 80 – 90 m3 /jam.
3. Unit Penyediaan Udara
Unit Penyediaan udara sangat dibutuhkan karena udara digunakan untuk
proses aerasi di tangki pembibitan, kebutuhan udara diambil dari tenaga
kompresor yang memiliki tekanan 2-4 kg/cm2 dan dilewatkan pada 2 buah
saringan udara yang terdiri dari saringan kapas dan saringan silika gel
yang berfungsi untuk mengikat uap air dan udara bersih dapat dialirka
menuju ke stasiun pembibitan untuk proses aerasi.
4. Unit Penyediaan Uap (Steam)
Unit penyedia uap di Pabrik Spiritus Madukismo sangat dibutuhkan untuk
mendorong dan memisahkan alkohol dengan adonan. Proses steam berasal
dari pengolahan di stasiun boiler dengan memanfaatkan batu bara sebagai
bahan bakar utama yang dapat menghasilkan uap panas. Pembakaran batu
bara membutuhkan bahan baku seperti pasir silika dan arang. Suhu yang
o
diharapkan dari kestabilan suhu pembakaran kurang lebih 700 C.
Kebutuhan steam digunakan untuk sterilisasi tangki pembibitan dan
peragian serta sebagai pemanas ketika proses destilasi. Proses steam
menghasilkan tekanan 0,3 – 0,6 kg/cm2 dengan suhu 100 – 110 oC yang
selanjutnya dialirkan ke stasiun destilasi untuk proses penyulingan.
2.3.3. Pengolahan Limbah PG Madukismo
Pengolahan limbah PG Madukismo adalah sebagai berikut :
1. Limbah padat

12
a) Pasir atau lumpur: kotoran yang terbawa nira mentah, yang dipisahkan
dengan dorchone, dimanfaatkan untuk uruk lahan atas permintaan
masyarakat.
b) Abu ketel uap: sisa pembakaran di stasiun ketel uap, ditampung dengan
lori jading dan dimanfaatkan juga sebagai uruk lahan yang memerlukan
dan sekarang untuk bahan baku pupuk “ mix madros”.
c) Debu atau Langes dari ketel uap: debu yang terbawa keluar lewat cerobang
asap ditangkap dengan alat penangkap debu ( Dust Collector) dan
ditampung dalam lori jading.
d) Blothong: endapan kotoran dari nira debu yang terjadi di stasiun
pemurnian nira dan dipisahkan dengan rotary facum filter, dimanfaatkan
sebagai pupuk tanaman lain, bisa juga dimanfaatkan bahan lain.
Jumlahnya cukup banyak sekitar 100 ton perhari.
2. Limbah cair
a) Bocoran minyak pelumas: berasal dari pelumas mesin-mesin distasiun
gilingan dan pelumas yang dibawa pada air cucian kendaraan garasi
pabrik. Bocoran minyak pelumas ini dipisahkan dalam air limbah didalam
penangkap minyak kemudian ditampung dalam drum- drum untuk
dimanfaatkan lagi.
b) Vinasse (slop): berasal dari sistem penyulingan alkohol, di stasiun
sulingan PG Madukismo. Limbah ini dimanfaatkan untuk air irigasi oleh
pertanian di sekitar pabrik karena mengandung N, P, dan K yang
diperlukan untuk pupuk.
c) Limbah soda: Berasal dari cucian pan-pan penguapan di pabrik gula yang
kandungan COD dan BODnya cukup tinggi. Jumlahnya relative sedikit,
pengolahannya diikutkan di UPLC yang ada.
3. Limbah Gas Limbah berupa gas CO2 dihasilkan dalam proses pembibitan
dan peragian. Gas ini langsung dibuang ke udara bebas.
4. Lutther Wasser Lutther Wasser merupakan limbah cair berwarna coklat
yang dihasilkan oleh kolom prima. Jumlah mencapai 4,5 – 5 m3 /jam.
Limbah ini memiliki kadar alkohol serta tingkat BOD dan COD yang

13
sangat kecil sehingga tidak mencemari lingkungan. Oleh sebab itu, lutther
wasser langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
5. Sisa Buangan Nachloop Column Jumlah limbah ini sangat kecil yaitu
sebanyak 1 – 1,5m3 /jam. Karena memiliki karakteristik yang serupa
dengan lutther wasser, limbah cair ini langsung dibuang ke sungai tanpa
diolah terlebih dahulu.
6. Air Bekas Pencucian Tangki, Drum dan Alat-alat Lainnya Limbah cair ini
berupa air bekas pencucian tangki, drum dan alat-alat lainnya juga
langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan lebih lanjut.
7. Vinase Vinase merupakan limbah yang berasal dari sisa penyulingan
alkohol, dan merupakan hasil bawah dari maishe column yang jumlahnya
sangat besar (12 m3 /jam) dengan tingkat COD 120.000 mg/liter, BOD
50.000 ppm, suhu 100 ◦C, pH 4.5, dan mempunyai warna kecoklatan yang
bersifat korosif.
Proses pengolahan limbah yang harus ditempuh dalam tahapan
pengolahan limbah vinase. Pada tahap pengolahan harus mempersiapkan
pendingin di Unit Pengolahan Limbah Bagian Utara. Tahap pertama, sebelum
memasuki tahap pendinginan maka vinase yang memiliki suhu tinggi 100 ◦C,
dengan pH rendah 4.5 akan ditampung dalam bak penampungan untuk
mendinginkan, menghilangkan buih serta menghilangkan kotoran berupa kayu,
pasir dan benda-benda padat lainnya. Setelah itu, vinase dialirkan menuju unit
pengolahan limbah cair (UPLC) bagian selatan melalui pipa PVC yang terletak
dalam saluran berisi air guna terjadi proses transfer panas dari limbah menuju air
yang berada dalam saluran tersebut. Selanjutnya vinase diolah lebih lanjut
menjadi pupuk cair dengan merek PUCAMADU. Pupuk ini merupakan pupuk
cair organik hayati yang kaya akan nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan
tanaman pertanian.

14

Anda mungkin juga menyukai