IDENTIFIKASI MASALAH
ANALISIS MASALAH
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainya
dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus
frontalnya tidak berkembang. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang
terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. (Lee,
2008)
c. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena dapat
merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus
etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior
ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm
di bagian posterior (Netter, 2006; Mangunkusomo, 2007).
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmo id, yang terletak di antara
konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara ke meatus
media dan sinus etmoid posterior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina
basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan sedikit
jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis (Ballenger, 2009)
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os
sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus. (Netter, 2006)
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. (Netter, 2006)
B. Fisiologi
Membran yang melapisi sinus memproduksii mucus dibersihkan keluar atau
membersihkan sinus dan dikeluarkan lewat orificiumnya ke jalur nasal (nasopharynx).
Membran mukosa di dalam sinus di bentuk oleh :
Squamous cell
Glandula cilia
Jaringan limfe
Nervous olfactorius
Fungsi utama dari sinus adalah :
Membersihkan fibrasi atau resonasi dari suara
Mengurangi beban ossa cranii dan ossa facialis dengan sturktur yang
berlubang
Memberikan bentuk kepada wajah
Meredam getaran yang dapat menyebabkan trauma wajah
Menjauhjan struktur yang sensitif seperti akar gigi dari fluktuasi temperatur
udara di cavum nasi
3.2. Mengapa pasien merasakan hidungnya tersumbat?
Keluhan hidung tersumbat oleh pasien, dapat diakibatkan akibat :
Rhinitis
Inflamasi dari membran yang meliputi cavum nasi
Polip nasi
Adanya prolaps dari membran mukosa cavum nasi yang diikuti pertumbuhan sel
epitel di pangkalnya
Septum deviasi
Deviasi septum nasi dapat menyebabkan nasal congesti, hanya pada satu bagian
hidung atau kedua bagian hidung kanan dan kiri
Adenoid yang membesar
Pembesaran adenoid atau tonsil yang berada di nasopharynxmembuat hidung
seperti tersumbat
Sinusitis
Sinus membuka lubang pada hidung dan membantu mengendalikan suhu dan
kelembapan udara yang masuk ke paru-paru. Terdapat empat pasang sinus di kerangka
kepala manusia yaitu di belakang dahi, di kedua sisi dari batang hidung, di belakang
mata, serta di belakang tulang pipi, dimana semua sinus mempunyai muara (ostium) ke
dalam rongga hidung (Ballenger, 2010).
Menurut Adams, Boeis & Higler (2012) serta Soepardi, Iskandar,
Bashiruddin &Resuti (2014) lendir atau mukosa yang dihasilkan oleh sinus mengalir
ke hidung melalui saluran-saluran kecil, dan saluran ini bisa terhalang jika sinus
terinfeksi atau mengalami peradangan. Akibatnya gerakan silia pada mukosa sinus
menjadi sangat terganggu sehingga timbul penumpukan sekret dan penebalan mukosa
sinus yang menyebabkan hidung tersumbat. Oleh karena itu, yang menyebabkan
penyumbatan hidung pada pasien adalah karena terjadinya sinus yang terinfeksi.
3.3. Keluar cairan kental dan berwarna kekuningan dari hidung
Cairan kental dari hidung merupakan tanda yang mengikuti terjadinya edema dari
mukosa cavum nasi. Nyeri wajah juga berkaitan dengan nyeri wajah ini. Edem
mengakibatkan tertekannya saraf atau komplek saraf di area wajah seperti tekanan
ganglion sphenopalatina, nervus ficialis dan nervus vidianus, yang merupakan sensory
dari beberapa bagian wajah dan mukosa di facial.
3.5. Penyebab keluhan pasien disertai nyeri pada wajah sebelah kanan
Menurut Ballenger (2010), Adam et al. (2012) dan Soepardi et al. (2014) nyeri wajah
sebelah kanan yang menyertai keluhan pasien disebabkan sinus yang terinfeksi adalah
sinus maksila yang berada dibelakang tulang pipi. Sehingga apabila sinus maksila
disebelah kanan yang terkena peradangan, maka akan mengakibatkan nyeri wajah
disebelah kanan yang seringkali terasa nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk.
Di antara keempat sinusitis paranasal itu, sinus maksila merupakan sinus yang paling
sering terinfeksi. Hal ini terjadi karena (1) sinus maksila merupakan sinus paranasal yang
terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar
akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis
maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris
yang sempit sehingga mudah tersumbat (Ballenger, 2010; Adam et al., 2012).
Adams, G.L., Boeis, L.R. & Higler, P.H. (2012). BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
Ballenger, J.J. (2010). Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid 1.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Slavin, R.G., Spector, S.L. & Bernsytein, I.L. (2005). The diagnosis and management of
sinusitis : A practice parameter update. Journal of Allergy and Clinical Immunology,
116, S13-47.
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin,J. & Resuti, R.D. (2014). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Eddisi 7. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI.