Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan perbankan merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
perantara keuangan, dimana landasan kegiatan usaha bank adalah kepercayaan dari nasabah,
sebagai lembaga kepercayaan, bank dalam operasinya lebih banyak menggunakan dana
masyarakat dibanding dengan modal sendiri dari pemilik atau pemegang saham, oleh karena
itu pengelola bank dalam melakukan usahanya dituntut untuk dapat menjaga keseimbangan
antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dengan pencapaian rentabilitas yang wajar, serta
pemenuhan modal yang memadai, dengan kondisi yang demikian maka kinerja keuangan
bank dapat dikatakan baik (Sumarta, 2000:50). Pada krisis ekonomi tahun 1997 yang terjadi
di Indonesia mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun
sehingga perbankan kesulitan dalam menghimpun dana dari masyarakat yang menyebabkan
masyarakat takut dana yang disimpan di bank tidak dapat dikembalikan. Krisis tersebut
mengakibatkan melambatnya dana pihak ketiga dan berdampak turunnya lending capacity
perbankan, sehingga mengurangi kemampuan bank dalam penyaluran kredit. Kondisi lain
yang dihadapi perbankan adalah tingginya kredit macet dan timbulnya masalah penurunan
permodalan. Kuantitas bank yang banyak menciptakan persaingan yang semakin ketat dan
kinerja bank yang menjadi rendah karena ketidakmampuan bersaing di pasar, sehingga hal itu
membuat banyak bank yang memiliki kinerja yang cenderung menurun bahkan kurang sehat
secara keuangan.
Kesehatan suatu bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi suatu kewajibannya dengan baik
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Manimpurung,
2014). Kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan atas usaha yang telah dilakukan
sebagai tolak ukur dari keberhasilan dalam memperoleh tujuan perusahaan sehingga dapat
dilihat pertumbuhan dan prospek dimasa mendatang. Kondisi dan kinerja perusahaan
haruslah dicermati agar perusahaan dapat tumbuh dan berkembang. Diperlukan adanya suatu
analisis yang tepat untuk mengetahui kondisi dan kinerja suatu perusahaan dengan
menggunakan analisis rasio keuangan yang membutuhkan laporan keuangan selama kurang
dari 2 tahun terakhir dari berjalannya perusahaan. Menurut Soemarso (2009), analisis laporan
keuangan adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain
yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.
Kasmir (2012:11) menyatakan salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan
analisis CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning Power, Liquidity) tujuannya adalah
untuk mengetahui kondisi bank tersebut yang sesungguhnya apakah dalam keadaan sehat,
kurang sehat atau mungkin tidak sehat. Di zaman modern ini, analisis tersebut kemudian
berkembang menjadi analisis metode CAMELS (Capital, Asset, Management, Earning
Power, Liquidity, Sensitivity to Market Risk) dan bahkan muncul analisis metode RGEC
(Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning Dan Capital) yang tujuannya sama
seperti analisis CAMEL.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan perubahan
dari metode CAMEL, CAMELS, sampai RGECdan juga mengetahui perbandingan serta cara
menghitung kedua metode tersebut

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang melatar belakangi makalah ini yaitu sebagai berikut:
1) Bagaimana sejarah perkembangan perubahan dari metode CAMEL, CAMELS,
sampai RGEC?
2) Bagaimana perbandingan dan cara menghitung metode analisis CAMELS dan
RGEC?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dari CAMEL, CAMELS, sampai RGEC


CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket
Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai
dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang
menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS
berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan
moneter. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja
keuangan bank umum di Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kemudian dikeluarkan PBI No.
13/1/PBI/2011 dan SE BI No. 13/24/DPNP yang berlaku per Januari 2012 menggantikan cara
lama penilaian kesehatan bank dengan metode CAMELS dengan metode RGEC. Metode
CAMELS tersebut sudah diberlakukan selama hampir delapan tahun sejak terbitnya PBI No.
6/10/PBI/2004 dan SE No.6/23/DPNP. Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode
CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank
Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan
menggunakan pendekatan risiko RBBR (Risk-based Bank Rating) baik secra individual
maupun secara konsolidasi.
A. Metode CAMEL
Indikator pada CAMEL tersebut sangat sederhana, yaitu:
1. Penilaian “Capital” hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu CAR (Capital
Adequacy Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko”.
2. Penilaian “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif bank dengan
menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan
terhadap aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif
terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan”.
3. Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup manajemen
permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan
manajemen likuiditas.
4. Penilaian “Earning” menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba terhadap total
aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
5. Penilaian “Liquidity” menggunakan LDR yaitu “rasio kredit terhadap dana yang
diterima” dan “Rasio kewajiban call money bersih terhadap aktiva lancar.
Selain perhitungan kuantitatif di atas, metode CAMEL memperhitungkan faktor lain,
yaitu pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil (KUK); pelaksanaan pemberian kredit
ekspor; pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan
Pelanggaran terhadap Posisi Devisa Netto (PDN). Selain itu, tingkat kesehatan bank akan
diturunkan menjadi “tidak sehat” apabila ada perselisihan internal, campur tangan pihak luar
dalam manajemen, “window dressing” atau rekayasa keuangan, praktek “bank dalam bank”,
dan kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri
dari keikutsertaannya dalam kliring.
B. Metode CAMELS
Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 serta Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam CAMELS lebih mengarah pada ukuran-ukuran
kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management, Earning Power,
dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk. Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut
sering disebut dengan CAMELS Rating System. Penilaian CAMEL secara umum adalah
sebagai berikut:
C. Metode RGEC

Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian


Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank
dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi.
Tahap-tahap penilaian bank pada RGEC boleh disebut model penilaian kesehatan
bank yang sarat dengan manajemen resiko. Menurut BI dalam PBI tersebut, Manajemen
Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai
Tingkat Kesehatan Bank: Berorientasi Risiko, Proporsionalitas, Materialitas dan Signifikansi,
serta Komprehensif dan Terstruktur. Cara perhitungan pada RGEC – dibandingkan metode
CAMELS – relatif berbeda signifikan pada komponen “R“, yaitu Risk Profile.
Kini, penilaian Risk Profile relatif lebih rumit karena mengunakan matriks dengan
dua dimensi. Sebelumnya dengan CAMELS, dapat langsung mengetahui nilai peringkat
(skornya antara 1 sampai 5) jika sudah mengetahui nilai indikatornya. Namun kini, ada aspek
lain yang perlu dipertimbangkan sebelum memperoleh nilai akhir untuk indikator tersebut.
Misalnya “rasio debitur inti terhadap total kredit” sebuah bank adalah ….%. Tahap
pertamanya sama dengan metoda CAMELS yaitu menentukan peringkat jika diketahui nilai
indikatornya.
Namun dengan metode baru (RGEC), nilai rasio tersebut belum menentukan nilai
akhirnya. Kita harus melihat bagaimana implementasi manajemen risiko bank terkait dengan
konsentrasi nilai kredit pada para debitur kelas kakap. Andaikan bank tersebut sudah
memagari risiko tersebut dengan segala kebijakan, prosedur, SOP, atau teknik pengendalian
risikonya, maka bisa jadi nilai untuk indikator tersebut malah membaik, atau tidak dinilai
“peringkat 3“ seperti cara CAMELS.
Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan
kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Penilaian Risiko
inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang
dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan
Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal,
antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank,
industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.
Jadi untuk “Risk Profile“ dapat menggunakan dua dimensi, yaitu nilai faktor dan
peringkat risiko sebelum menentukan peringkat akhirnya. Atau dengan kata lain, nilai sebuah
indikator merupakan fungsi dari nilai indikatornya dan kualitas manajemen risiko yang
terkait dengan indikator tersebut. Inilah esensi dari penilaian kesehatan bank yang baru, yaitu
kualitas manajemen risiko. Aspek “Risk Profile“ tersebut mencakup 8 (delapan) jenis Risiko
yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum,
Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi.
Penilaian untuk faktor lainnya, yaitu faktor “G, E, dan C” secara umum sama seperti
penilaian dengan CAMELS sebelumnya. Hingga pada akhirnya sampai pada penilaian
peringkat komposit tingkat kesehatan bank.

2.2 Perbandingan dan cara menghitung metode analisis CAMELS dan RGEC
Sistem penilaian kesehatan bank antara CAMELS tidak berbeda jauh dengan RGEC.
Beberapa bagian tampak masih sama seperti masih digunakannya sistem penilaian Capital
dan Earnings. Adapun sistem penilaian Management pun diganti menjadi Good Corporate
Governance. Sedangkan untuk komponen Asset Quality, Liquidity dan Sensitivity to Market
Risk akhirnya dijadikan satu dalam komponen Risk Profile.
1. Capital CAMELS vs Capital RGEC
Ada sedikit perbedaan antara sistem penilaian Capital pada CAMELS dan RGEC. Hal
itu terkait dengan beberapa perubahan regulasi yang turut juga merubah parameter atau
indikator dalam melakukan penilaian kesehatan bank antara CAMELS dan RGEC. Salah
satunya terkait dengan adanya perubahan regulasi dari Basel I menjadi Basel II, dimana Basel
II baru mulai dibentuk pada tahun 2004. Dampak dari adanya perubahan regulasi tersebut
berkaitan dengan perhitungan rasio kecukupan modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio)
yang merupakan salah satu parameter atau indikator dari komponen Capital. Untuk
perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama.
Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko. Pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya
memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja.
Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah
digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan
menggunakan risiko operasional.
2. Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, Risk Profile yang wajib
dinilai terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko
Hukum, Risiko Stratejik, Risko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Untuk penilaian Asset
Quality memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Kredit pada Risk Profile. Adapun untuk
penilaian Liquidity memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Likuiditas pada Risk Profile.
Sedangkan untuk penilaian Sensitifity to Market Risk memiliki kesamaan dalam penilaian
Risiko Pasar pada Risk Profile. Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank
pada parameter atau indikator pada Asset Quality, Liquidity, & Sensitifity to Market Risk
buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi
dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada
Risk Profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan
selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau
meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
a) Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti halnya perbedaan Capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada
Asset Quality dan Risk Profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya
perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No. 50 dan No. 55 pada tahun 2006
tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan
padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP
sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang
membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada
ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada
data kerugian kredit yang telah terjadi.
b.) Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara Liquidity
CAMELS dengan Liquidity Risk Profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang
membedakan adalah bahwa pada parameter Liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio
LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter Liquidity Risk Profile tidak terdapat
adanya perhitungan rasio tersebut.
c.) Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara Market Risk CAMELS dengan Market Risk Profile
adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing
bank pada penilaian pada Market Risk Profile. Sedangkan untuk Market Risk CAMELS lebih
terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
3. Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC
Pada Management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator Good
Corporate Governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen
risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada
komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai Risiko Kepatuhan
pada Risk Profile.
4. Earnings CAMELS vs Earnings RGEC
Pada Earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO
(Beban Operasional dibagi dengan Pendapatan Operasional), sedangkan Earnings RGEC
tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada Earnings RGEC terdapat parameter
atau indikator Beban Operasional dibagi dengan Total Aset dan Pendapatan Operasional yang
juga dibagi dengan Total Aset.
Berikut ini cara perhitungan metode CAMELS & RGEC

1. Risk Profile

2. Good Corporate Govarnance


Analisis dalam surat edaran yang menggunakan kertas kerja self assessment Good
Corporate Governance yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
3. Earning

4. Capital
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sangat penting peranannya dalam
kegiatan ekonomi, karena melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh
bank, maka mampu melayani berbagai kebutuhan pada berbagai sektor ekonomi dan
perdagangan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank merupakan inti dari sektor keuangan
setiap sektor. Dalam mengukur tingkat kesehatan dan kinerja keuangan suatu bank,
diperlukan metode analisis berupa CAMEL. Seiring berkembangnya zaman, metode ini
mengalami penyempurnaan dari CAMEL, CAMELS, sampai RGEC. Namun, sistem
penilaian kesehatan bank antara CAMELS tidak berbeda jauh dengan RGEC, hanya beberapa
bagian tampak masih sama seperti masih digunakannya sistem penilaian Capital dan
Earnings. Adapun sistem penilaian Management pun diganti menjadi Good Corporate
Governance, sedangkan untuk komponen Asset Quality, Liquidity dan Sensitivity to Market
Risk akhirnya dijadikan satu dalam komponen Risk Profile. Walaupun mengalami berbagai
penyempurnaan, tetapi tujuan dari metode ini tetaplah sama yaitu mengukur kinerja dan
kesehatan keuangan dari suatu bank.
DAFTAR PUSTAKA

Widati, Listyorini Wahyu. November. 2012. Analisis Pengaruh Camel Terhadap Kinerja
Perusahaan Perbankan Yang Go Publik. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan.Vol.
1, No. 2.Hal: 105 – 119.

http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/04/29/analisis-kesehatan-bank-camels-vs-rgec/

http://elidakusumastuti.blogspot.co.id/2014/05/risk-based-bank-rating-rbbr.html

http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/16448.pdf

Anda mungkin juga menyukai