Kelompok :5
II. Prinsip
2.1. pH
2.2. pKa
pH = pKa + log
2.4. Ionisasi
III. Reaksi
IV. Teori Dasar
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan farmasi lebih dari 50% senyawa kimia baru yang
ditemukan saat ini bersifat hidrofbik. Secara klinik kegunaan obat-obat
hidrofbik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana
akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh.
Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat
disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk.2004).
Kebanyakan obat pada umumnya dapat bersifat basa lemah atau asam
lemah yang diketahui melalui ion-ionnya. Ion-ion ini lah yang mampu masuk
ke dalam sel-sel, karena kemampuannya untuk melewati membran-membran
yang sangat bergantung pada pH dan pKa. Alas an digunakannya asam lemah
atau basa lemah dikarenakan basa kuat atau asam kuat apabila dalam tubuh ia
akan sukar untuk mengabsorbsi karena asam kuat dan basa kuat pasti akan
terionisasi sempurna (seluruhnya). Oleh karena itu obat-obat yang dibuat
cenderung bersifat asam lemah atau basa lemah pada umumnya. Ketika obat
melewati lambung dengan pH asam, maka sifat basa akan terprotonasi dan
saat obat melewati usus dengan pH basa, maka sifat asam yang akan
terprotonasi. Basa didalam media basa akan tetap pada molekulnya namun
apabila berada dalam media asam maka akan terprotonasi, begitupun
sebaliknya (Raharjo, 2008).
Sebagian besar obat merupakan elektrolit lemah, yaitu asam atau basa
lemah. Besarnya ionisasi dari elektrolit lemah tergantung dari pH dan pKa
lingkuangan obat tersebut. Nilai pKa adalah logaritma negatif (log-) dari
tetapan ionisasi asam (Ka). Molekul obat yang terionisasi, lebih larut dalam
air sedangkan molekul obat yang tidak terionisasi, lebih larut dalam lemak.
Membran biologis lebih permeabel terhadap bentuk molekul yang tidak
terionisasi daripada bentuk ion. Dengan mengetahui nilai pKa obat dan pH
tempat obat terlarut maka akan diketahui jumlah obat yang tidak terionisasi,
dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch sebagai berikut :
Persen terionisasi = (Aryani,et al,2005)
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin
merupakan senyawa yang memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan
anti inflamasi pada penggunaan dosis besar. Asetosal termasuk produk Over
The Counter (OTC) yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan telah
digunakan secara luas di masyarakat. Beberapa dekade terakhir ini, asetosal
bukan lagi merupakan pilihan utama sebagai analgesik dikarenakan efek
sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi efek iritasi
lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa (plain
uncoated), buffered tablets, enteric coated tablets, dispersible tablets,
suppositoria dll (Sweetman., 2002). Khasiat lain yang dimiliki asetosal pada
penggunaan dosis kecil adalah sebagai anti platelet yang dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya infark miokard pada orang dengan resiko tinggi
stroke atau ischemia cerebral, sehingga asetosal diproduksi dengan dosis
sediaan 80 dan 160 mg/tablet dengan aturan pakai 1 tablet/hari
(Annuryanti,2013).
V. Alat dan Bahan
5.1. Alat
a. GelasUkur
b. Pipa kapiler
c. Pipet Tetes
e. Tabung reaksi
f. UV Viewing Cabinet
5.2. Bahan
a. Asamasetilsalisilat
b. EtilAsetat
d. Larutan HCl pH 1
5.3. Gambar Alat
VI. Prosedur
Bahan-bahan yang akan di gunakan di timbang terlebih dahulu
menggunakan timbangan analitik, timbang KH2PO4 lalu tambahkan aquades
kemudian timbang Na2HPO4 lalu tambahkan aquades setelah itu dilakukan
pembuatan larutan buffer pH 8 dengan campuran 1 mL 0,2 mol/L NaH2PO4 dan
19 mL 0,2 mol/L Na2HPO4. Pembuatan HCl dilakukan dengan metode
pengenceran dimana larutan HCl ditambahkan aquades.
Sediakan 4 tabung reaksi, beri label pada setiap tabung. Tabung 1 dan
tabung 2 diisi dengan asam asetil salisilat sebanyak ± 30 mg lalu tabung 3 dan
tabung 4 diisi dengan paracetamol sebanyak ±20 mg. Tabung 1 dan tabung 3
ditambahkan HCl pH 1 sebanyak 3 mL, lalu kocok. Tabung 2 dan 4 ditambahkan
dengan larutan buffer pH 8 sebanyak 3 mL lalu kocok. Kemudian tambahkan
larutan etil asetat pada masing-masing tabung reaksi sebanyak 3 mL, campurkan.
Dikeringkan.
Kemudian dilihat
dibawah cahaya
ultraviolet 254 nm.
VIII. Perhitungan
Perhitungan Pembuatan Buffer
Na2HPO4 19 mL KH2PO4 1 mL
IX. Pembahasan
Percobaa kali ini bertujuan untuk meengamati pengaruh pH terhadap
ionisasi dengan menggunakan obat asam asetil salisilat dan parasetamol.
Digunakan asam asetil salisilat atau aspirin karena aspirin merupakan suatu
jenis obat yang sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti
inflamasi di kalangan masyarakat sehingga perlu diketahui ionisasi dan
kelarutannya di dalam tubuh. Begitupula dengan parasetamol yang memiliki
khasiat meredakan sakit atau nyeri dan menurunkan demam. Aspirin dan
parasetamol mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik yang sama,
namun parasetamol tidak mempunyai daya kerja anti radang seperti pada
aspirin.
Pengaruh pH terhadap ionisasi obat dilakukan dengan penambahan
HCl pH 1 atau penambahan larutan buffer pH 8 pada asam asetil salisilat dan
parasetamol, tujuannya untuk melihat perbandingan antara pH rendah dengan
pH tinggi. karena derajat ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan oleh nilai
pKa dan pH. Setelah ditambahkan larutan HCl pH 1, terlihat bahwa semua
sampel tidak tercampur. Hal tersebut menandakan bahwa sampel obat tersebut
memiliki kelarutan yang rendah pada pH asam. Berdasarkan teori bahwa
kelarutan berbanding lurus dengan tingginya pH. Pada perlakuan kedua yaitu
dengan penambahan larutan buffer pH 8 didapatkan hasil bahwa pada aspirin
tidak larut dalam larutan tersebut, namun larut pada parasetamol. Hal tersebut
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kelarutan berbanding lurus
dengan tingginya pH.
Aryani, Ni Luh Dewi, et al. 2005. Penetapan Nilai Tetapan Keasaman (pKa)
Asam Pipemidat Secara Spektrofotometri Lembayung Ultra. Artocarpus
Media Pharmaceutica Indonesia. ISSN 1411- 8734. 5 (1),33-3.
Fessenden dan Joan. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Noviza, Deni, Et Al. 2015. Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto Sugar Ester
dan Propilen Glikol. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis (e-ISSN: 2442-
5435. 1 (2), 132-139.
Sweetman, C.S. 2002. Martindale The Complete Drug Reference, 33th Edition,
London: Pharmaceutical Press.