Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NI PUTU ANGGI PUTRI MIJAYA

NIM : 1513071040
SEMESTER :III. B
JURUSAN/FAK : PENDIDIKAN IPA / MIPA
MATA KULIAH : STRATEGI BELAJAR DAN MENGAJAR IPA
FENOMENA SAINS YANG ADA DI SEKITAR LINGKUNGAN KITA
Sains adalah ilmu pengetahuan alam yang ada disekitar kita yang dapat kita amati dengan
panca indera. Di lingkungan sekitar kita terdapat berbagai fenomena alam yang berkaitan
dengan sains. Salah satu dari perwujudan sains pada fenomena yang ada di sekitar lingkungan
kita saat ini yaitu kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi). Keberhasilan beberapa
IPTEK dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi motivasi yang besar untuk kehidupan
masyarakat yang lebih maju dan efisien. Salah satu bidang kemajuan IPTEK yaitu IPTEK pada
bidang energi. Berikut adalah jenis – jenis fenomena sains yang ada pada tema “Kemajuan
IPTEK Dalam Bidang Energi”.
1. Briket Batubara Sebagai Pengganti Minyak Tanah
Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan
sedkit campuran seperti tana liat dan tapioka. Briket batubara mampu menggantikan
sebagian dari kegunaan minyak tanah seperti untuk : pengolajan makanan, pengeringan,
pembakaran, dan pemanasan. Inonesia telah mengembangkan briket batubara sejak
tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat minyak tanah masih
disubsidi karena harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat masih
menggunakannya pada kehidupan sehari – hari.
Adapun jenis – jenis briket batubara :
a) Jenis berkarbonasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonasi
sebelum menjadi briket. Dengan proses karbonasi zat – zat terbang yang terkandung
dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk
akhirnya tidak berbau dan berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat
karena pada batubara tersebut terjadi rendeman sebesar 50%. Briket ini cocok
digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya.
b) Jenis non-karbonasi (biasa), jenis yang ini tidak mengalami dikarbonasi sebelum
diproses menjadi briket dan harganya pun lebih murha. Karena zat terbangnya
masih terkandung dalam briket batubara maka dalam penggunaannya lebih baik
menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran
yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket akan habis
terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan oleh
industri kecil.
Keunggulan briket batubara yaitu lebih murah, panas yang tinggi dan kontinyu
sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama, tidak beresiko meledak/terbakar,
tidak mengeluarkan suara bising serta tidak terjelasa, dan sumber batubara melimpah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penggunaan teknologi ini meninjau ilmu sains dari
tiga segi yaitu :
1) Segi fisika
Pada proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan
penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada
kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk , ukuran
fisik, dan sifat kimia tertentu. Proses ini merupakan proses fisika dimana akan
membutuhkan parameter kalor. Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value,
merupakan parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific
value diperoleh dengan membakar sutu sampel briket di dalam bomb
calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient temperatur. Net calorific
value biasanya antara 93 – 97 % dari gross value dan tergamtung dari
kadnungan inherent moisure serta kandungan hidrogen dalam briket. Selain ada
nilai kalor yang terkandung dalam proses pembuatan briket yang merupakan
sifat fisikanya, maka ada hal lain seperti bahan pengikat yang juga digunakan
dalam proses pembuatan briket batubara. Dimana salah satu bahan pengikat
yang digunakan harus mempunyai karakteristik seperti mempunyai gaya kohesi
yang baik bila dicampur dengan semikokas atau batu bara, mudah terbakar dan
tidak berasap, karakteristik ini melambangkan beberapa sifat dari fisika yang
mana merupakan bahan pengikat yang juga berperan penting dalam proses
pembuatan briket batubara. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa briket
batubara mengandung unsur fisika dalam proses pembuatannya maupun
penggunaannya di masyarakat, karena digunakan sebagai alat memasak.
2) Segi kimia
Proses pembuatan briket batubara juga melibatkan penggunaan zat terbang.
Dimana zat terbang tediri dari gas gas yang mudah terbakar seperti hidrogen,
karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang – kadang terdapat
juga gas – gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah
bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila
briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 oC. Untuk
kadar volatile matter ± 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang
panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar
volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena
asap yang dihasilkan sedikit. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa briket
batubara juga mengandung unsur kimia, dilihat dari beberapa kandungan yang
telah dijelaskan pada uraian tersebut.
3) Segi biologi
Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu,
sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam bahan
baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas
briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung
mengeluarkan asap dan bau tidak sedap. Terkandungnya selulosa merupakan
unsur biologi yang nyata yang ada pada pembuatan briket batubara ini. Jenis
bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk pembuatan briket, yaitu
Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran
sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu. Pengikat anorganik
ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan
pengikat sehingga dapat menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor.
Contoh dari pengikat anorganik antara lain semen, lempung, natrium silikat.
Serta pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah
pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif.
Contoh dari pengikat organik diantaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase dan
parafin. Jenis bahan baku yang digunakan sebagai pengikat pembuatan briket
ini juga menunjukkan bahwa briket mengandung unsur biologi.
2. Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran
bahan yang mengandung unsur karbon (Djatmiko, 1985), sedangkan arang aktif adalah
arang yang diaktifkan dengan cara perendaman dalam bahan kimia atau dengan cara
mengalirkan uap panas ke dalam bahan, sehingga pori bahan menjadi lebih terbuka
dengan luas permukaan berkisar 300 sampai 2000 m2/g. Arang aktif banyak digunakan
sebagai adsorben pemurnian minyak, katalis, dan sebagainya. Arang aktif dapat dibuat
dari semua bahan yang mengandung arang, baik arang organik maupun anorganik
dengan syarat bahan tersebut memounyai struktur berpori (Sudrajat, 1994). Hampir
60% produksi arang aktif di dunia ini dimanfaatkan oleh industri – industri gula dan
pembersihan minyak dan lemak, kimia dan farmasi. Aspek – aspek sains yang
terkandung pada pembuatan arang aktif ini, ditinjau dari beberapa aspek atau segi
sebagai berikut :
1) Segi fisika
Cangkang kelapa sawit dibersihkan dari pengotor yang tidak diinginkan kemudian
dihilangkan kadar airnya dengan dehidrasi menggunakan oven pada
temperatur1000C selama 1 jam dan dihitung kadar airnya. Cangkang kelapa sawit
dimasukan ke dalam suatu wadah untuk proses pengarangan pad asuhu 300 selama
1 jam sampai terbentuk arang dan kemudian aktivitas secara fisika dalam furnace
pada suhu 7500C selama 3 jam. Hal ini merupakan aktivitas fisika yang mana
memberikan arti bahwa pembuatan arang aktif ini mengandung unsur fisika.
2) Segi kimia
Cangkang kelapa sawit yang telah diarangkan kemudian ditimbang sebanyak 100
gram dan dimasukan ke dalam 250 mL larutan ZnCl2 0,1 N diaduk dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu kamar. Cangkang disaring dan dicuci dengan aquadest
agar arang yang dihasilkan netral dari sifat ZnCl2 dan dikeringkan pada suhu 1000C
selama 1 jam. Kemudian arang aktif dihilangkan kadar airnya dengan cara
pemanasan dalam oven dan disimpan di dalam wadah tertutup. Hal ini merupakan
pembuktian dari adanya aktivitas secara kimia pada pembuatan arang aktif ini.
3) Segi biologi
Jika hanya berdasarkan proses pembuatan maka yang terdapat hanyalah aktivitas
dari segi fisika dan kimia. Untuk meninjau adanya unsur biologi yang terkandung
dalam pembuatan arang aktif ini yaitu dengan melihat bahan dasarnya yaitu
cangkang kelapa sawit. Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat
bagi industri usaha dan rumah tangga. Cangkang sawit merupakan bagian paling
keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Oleh karena itu pada segi
biologinya memberikan peranan penting sebagai bahan dasar yang diambil dari
tumbuhan di lingkungan sekitar kita.
3. Pembangkit Listrik Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan
minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana
lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas
metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Proses
pengolahan minyak sawit menghasilkan sejumlah besar limbah cair (55-67 persen),
yang dapat mencemari air karena mengandung 20.000 - 30.000 mg/l Biological Oxygen
Demand (BOD). Peningkatan kandungan BOD mengurangi kadar oksigen dalam air,
sehingga berbahaya bagi ekosistem perairan – bahkan dapat menghilangkan
keanekaragaman hayati di dalamnya. Pemprosesan POME mengurangi sejumlah besar
kandungan BOD dan mengurangi dampak negatif dari limbah pabrik kelapa sawit
terhadap ekosistem perairan.
Tingginya kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sejumlah 50.000-
70.000 mg/l dalam limbah cair kelapa sawit memberikan potensi untuk konversi listrik
dengan menangkap gas metana yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan proses
pemurnian. Sumber energi terbarukan tersebut dapat menghasilkan listrik bagi desa-
desa di sekitar perkebunan sawit yang saat ini banyak bergantung pada generator diesel
yang mahal, serta mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dengan mengubah limbah
bermasalah menjadi energi.
Indonesia memiliki lebih dari 600 pabrik kelapa sawit yang berpotensi
menghasilkan sampai dengan 1.000 MW listrik jika semua pabrik tersebut
memanfaatkan gas metana yang dikeluarkan dan mengolahnya menjadi listrik. Pada
saat ini ada beberapa pabrik kelapa sawit yang telah berinvestasi untuk listrik dari
POME namun hanya ada satu pabrik yang mempunyai kontrak komersial dengan
Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Tak banyak pabrik minyak sawit yang berinvestasi untuk listrik dari POME
karena kurang memahami proses penjualan listrik yang dapat dihasilkan, dibandingkan
dengan keuntungan yang cepat diperoleh dari perkebunan dan pengolahan sawit. Selain
itu, pabrik dan pihak perbankan belum memahami teknologi dan peluang usaha POME.
Berdasarkan data tahun 2011, listrik dari PLN menjangkau 70 persen wilayah
Kabupaten Muaro Jambi, sekitar 1 persen menggunakan sumber daya listrik selain PLN
dan sisanya menggunakan listrik dari sumber daya lain. Rendahnya jangkauan listrik
akan memperlambat pertumbuhan daerah. Akses terhadap listrik akan mempermudah
kelompok usaha untuk beroperasi dengan lebih efisien dan mendorong munculnya
usaha lain. Kabupaten Muaro Jambi memiliki setidaknya 10 pabrik kelapa sawit yang
berpotensi menghasilkan 15-20 megawatt listrik. Saat ini, empat pabrik kelapa sawit
telah menyatakan ketertarikan mereka berinvestasi untuk listrik dari POME.
Mengubah limbah cair kelapa sawit menjadi sumber listrik terbarukan akan
secara langsung memenuhi tujuan Proyek Kemakmuran Hijau, yaitu meningkatkan
pendapatan masyarakat miskin karena inisiatif tersebut dapat mengurangi biaya listrik
bagi desa-desa di sekitar kawasan perkebunan sawit. Berikut adalah aspek – aspek sains
yang terkandung dalam proses ini, yaitu terdiri dari :
1) Segi Fisika
Dari urairan penjelesan tersebut, dapat kita ketahui bahwa produknya
menghasilkan listrik. Listrik merupakan salah satu fenomena yang ada pada bagian
fisika. Aspek fisika yang terkandung lebih jelas terlihat pada penjelasan mengenai
tingginya kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sejumlah 50.000-70.000
mg/l dalam limbah cair kelapa sawit memberikan potensi untuk konversi listrik
dengan menangkap gas metana yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan
proses pemurnian. Sumber energi terbarukan tersebut dapat menghasilkan listrik
bagi desa-desa di sekitar perkebunan sawit yang saat ini banyak bergantung pada
generator diesel yang mahal, serta mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dengan
mengubah limbah bermasalah menjadi energi.
2) Segi Kimia
Aspek kimia pada proses ini ditinjau dari penjelasan mengenai POME adalah
limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit.
Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan
karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan
gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Proses
pengolahan minyak sawit menghasilkan sejumlah besar limbah cair (55-67 persen),
yang dapat mencemari air karena mengandung 20.000 - 30.000 mg/l Biological
Oxygen Demand (BOD).
3) Segi Biologi
Melihat aspek biologi dalam peranannya pada pembangkit listrik dari limbah cair
pabrik kelapa sawit yaitu dilihat dari bahan produknya yang menggunakan
tumbuhan kelapa sawit, serta dampak penggunaannya pada lingkungan sekitar.
Yaitu membuat lingkungan ekosistem semakin terjaga dan juga terjaganya
keanekaragaman hayati di dalamnya.
Berdasarkan ketiga kriteria materi sains pada tema Kemajuan IPTEK Dalam Bidang
Energi, maka strategi belajar yang cocok digunakan dalam pembelajaran untuk
membawa materi tersebut pada topik pembelajaran yaitu dengan menggunakan strategi
problem solving. Strategi problem solving adalah strategi yang digunakan pengajar
yang mana pada pembelajaran berlangsung didasari atas masalah. Selain itu juga
menggunakan pendekatan STS (Sains Technology Society), merupakan pendekatan
yang pembelajarannya juga memperkenalkan berbagai teknologi yang membantu
pendidikan pembelajar. Pendekatan STS (Sains Technologi Society) merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengarahkan pembelajaran pada kesinergisan antara
konsep dan prinsip sains, teknologi dan masyarakat. Pembelajaran sains akan lebih
bermakna jika konsep – konsep, prinsip – prinsip, dan teori – teori sains dikemas dalam
kerangka yang bertalian dengan penerapan teknologi dan isu – isu sains yang terdapat
di masyarakat. Pada saat berlangsungnya proses pembelajaran yang diawali dengan
pendekatan STS, menanamkan konsep kepada siswa agar segala ilmu dan pengetahuan
yang ia dapatkan dapat diterapkan secara nyata pada kehidupan sehari – hari yang
nantinya akan menjadi produk sains. Contohnya seperti yang telah diuraikan pada
penjelasan fenomena sains diatas. Untuk mendukung kelanjaracan proses belajar, maka
pengajar perlu memberikan tambahan strategi yaitu strategi problem solving. Hal ini
dilakukan atas dasar konsep dari pendekatan yang sudah diberikan, selanjutnya siswa
perlu diberikan suatu masalah dan dituntun untuk memecahkannya. Dengan bekal awal
dari pendekatan STS dan siswa telah paham agar mengaitkan sains dengan terknologi
dan juga masyarakat maka jika diberikan suatu permasalahan, dapat menguji sejauh
mana konsep yang mereka telah terima. Sehingga siswa tak hanya belajar secara teoritis
tetapi juga mengetahui hasil produk apa yang akan dihasilkan ketika ia mempelajari
suatu konsep sains tertentu. Disamping itu, jika menemukan suatu permaslahan dalam
kehidupan sehari – hari, mereka dapat lebih berkreativitas agar bisa menciptakan
produk sains untuk membantu kehidupan sehari – harinya.

DAFTAR PUSTAKA :
Anonim.TT. “Briket Batubara Sebagai Alternatif Pengganti Minyak”. Diakses pada
http://www.academia.edu/8290430/BRIKET_BATUBARA_SEBAGAI_ALTERNAT
IF_PENGGANT I_MINYAK. Diundur pada 4 oktober 2016 pukul 19.10
Anonim. 2013. “Pembangkit Listrik Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”. Diakses pada
http://mca- indonesia.go.id/wp-
content/uploads/2013/12/Factsheet_GP_POME_ID.pdf. Diunduh pada 4 oktober
2016 pukul 20.14
Purnama, RR. 2012. “Identifikasi Berbagai IPTEK Dalam Meningkatkan Daya Dukung
Lingkungan”. Diakses pada https://tammzt.wordpress.com/2012/11/11/identifikasi -
berbagai-iptek-- dalam-meningkatkan-daya-dukung-lingungan/. Diunduh pada 4
Oktober 2016 pukul 19.02

Anda mungkin juga menyukai