OLEH
KELOMPOK II
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi (Kemenkes RI, 2015).
Hasil SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3%
remaja perempuan dan 31,2%remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui
bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Begitu
pula gejala MS kurang diketahu remaja. Infoemasi tentang HIV relative lebih
banyak diterima oleh remaja, meskipun hanya 9,9% remaja perempuan dan
10,6% laki-laki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS.
Tempat pelayaan remaja juga belum banyak diketahui remaja (Kemenkes RI,
2015).
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJUAN PUSTAKA
Konsep Keluarga
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).
B. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
1. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu
rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.
2. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya
3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah,
anak-anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti
karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah
satu bekerja di rumah.
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
7. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
8. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah
10. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
15. Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
(Harmoko, hal 23; 2012)
C. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak
sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada
anggota keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan
untuk keberlangsungan hidup masyarakat,.
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan (Marilyn M. Friedman, 2010 : 86)
Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi
keluarga dalam delapan bentuk yaitu :
1. Fungsi Keagamaan
a. Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup
seluruh anggota keluarga.
b. Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada
seluruh anggota keluarga
c. Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan
dari ajaran agama
d. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang
keagamaan yang kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat
e. Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama
sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
2. Fungsi Budaya
a. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan
norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin
dipertahankan.
b. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma
dan budaya asing yang tidak sesuai
c. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya
mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi
dunia.
d. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat
berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa
Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.
e. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan
budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma
keluarga kecil bahagia sejahtera.
3. Fungsi Cinta Kasih
a. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar
anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan
terus-menerus
b. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara
kuantitatif dan kualitatif.
c. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi
dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
4. Fungsi Perlindungan
a. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak
aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
b. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
c. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai
modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
5. Fungsi Reproduksi
a. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi
sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
b. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga
dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
c. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan
dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak
yang diinginkan dalam keluarga.
d. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang
kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
6. Fungsi Sosialisasi
a. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga
sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
b. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai
pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan seko lah maupun
masyarakat.
c. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang
diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik
dan mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun
masyarakat.
d. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam
keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga
bagi orang tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup
bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
7. Fungsi Ekonomi
a. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan
keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan
kehidupan keluarga.
b. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan
dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
c. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan
perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras
dan seimbang.
d. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan
(2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan
suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran
bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga
pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan
merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi.
Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya. Tugas
perkembangan pada masa ini antara lain :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung jawab
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangan
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningatkan
pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak
sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur
waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan
ekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi
arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan
keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar
kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara menguatkan
kerja sama antara suami istri. Orang tua mempunyai peran untuk
menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya kemandirian anak
agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat
tinggal, privasi, dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang
lain juga harus terpenuhi
d. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling
repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia
6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain
aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat
sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan
anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah
dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan perhatian tentangkegiatan sosial anak,
pendidikan dan semangat belajar
b. Tetep mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktivitas untuk anak
e. Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dengan mengikutsertakan anak
5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang
tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung
jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi
lebih dewasa. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain
sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
E. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara
jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima
pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim
bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan
komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi,
ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak
valid.
Karakteristik pemberi pesan :
a. Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
b. Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
c. Selalu menerima dan meminta timbal balik.
Karakteristik pendengar
a. Siap mendengarkan
b. Memberikan umpan balik
c. Melakukan validasi
2. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status
sebagai istri/suami.
3. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power),
ditiru (referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power),
paksa (coercive power), dan efektif power.
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi., 2008).
B. Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia remaja
antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi kognitif
dan dimensi sosial.
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat
menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain
itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul
mulai membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan.
Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis,
jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat
dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007) (seorang
ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode
ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan
mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak
mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan
dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dan sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang
kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan
lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan
hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
2. Vaginosis bacterial
Pertumbuhan bakteri normal vagina secara berlebihan menyebabkan produksi
cairan vagina yang berlebihan (keputihan). Dulu, keadaan ini dinamakan
Gardnerella Vaginitis karena ditemukannya bakteri ini pada cairan keputihan,
namun istilah Vaginosis Bakterial memperlihatkan bukti bahwa penyakit ini
terjadi akibat pertumbuhan hebat bakteri normal vagina. Gangguan
keseimbangan pertumbuhan bakteri ini menyebabkan terjadinya fluor albus
yang sangat berbau.
Gejala Vaginosis Bakterial adalah fluor albus yang amat berbau. Umumnya
tidak disertai gejala lainnnya. Jumlah cairan fluor albus dapat normal atau
berlebihan sehingga fluor albus pada seorang wanita harus diperiksa lebih
lanjut.
Cairan vagina pada vaginosis bakterial biasanya encer dan berwarna keabu-
abuan dan umumnya keluar pasca sanggama sehingga sering mengakibatkan
masalah dalam hubungan seksual terutama pada pria. Terkadang vaginosis
Bakteri tidak memerlukan pengobatan alias sembuh dengan sendirinya. Hal ini
akan terjadi apabila organisme laktobasillus kembali pada level normal dan
bakteri jahat dalam vagina menurun. Akan tetapi bila vaginosis tidak sembuh
dengan sendirinya, penggunaan obat obatan antibiotik biasanya diberikan pada
penderita.
3. Herpes simpleks
Penyakit herpes simpleks yang paling umum dan banyak orang yang
terdiagnosis sejak masa kecil disebabkan oleh Virus penyakit herpes simpleks
tipe 1 (HSV-1), biasanya terkain dengan penyakit pada bibir, mulut, wajah.
Virus herpes simpleks tipe 1 ini sering menyebabkan luka (lesi) di dalam
mulut, seperti luka dingin (lepuh demam), atau penyakit mata (terutama
konjungtiva dan kornea). Hal ini juga dapat menyebabkan penyakit pada
selaput otak (meningoencephalitis). Virus herpes simpleks ditularkan melalui
kontak dengan air liur yang terpenyakit. Pada orng dewasa 30 – 90% akan
memiliki antibodi terhadap virus penyakit herpes simpleks 1. Kemungkinan
penyakit masa kanak-kanak lebih tinggi di antara mereka yang dengan status
sosial ekonomi rendah. Pada virus penyakit herpes simpleks 2 (HSV-2)
biasanya menular seksual. Gejala termasuk ulkus kelamin atau luka. Namun,
beberapa orang dengan HSV-2 tidak memiliki gejala. Sampai dengan 30%
orang dewasa di
Saat ini tidak ada obat yang dapat membasmi virus herpes dari tubuh, tetapi
obat antivirus dapat mengurangi frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan
wabah. Obat antivirus juga mengurangi shedding asimtomatik; diyakini
asimtomatik menumpahkan genital HSV-2 virus terjadi pada 20% dari hari per
tahun pada pasien yang tidak menjalani pengobatan antivirus, versus 10% dari
hari sedangkan pada terapi antiviral
4. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit saluran urogenital yang dapat bersifat akut
atau kronis dan merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita,
namun pria dapat terpenyakit dan menularkan ke pasangannya lewat kontak
seksual. Vagina merupakan tempat penyakit paling sering pada wanita,
sedangkan uretra (saluran kemih) merupakan tempat penyakit paling sering
pada pria. Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara
terbaik menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa
cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain: Pemakaian
kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini, tidak pinjam
meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di
luar tubuh manusia selama 45 menit, dan bersihkan diri sendiri segera setelah
berenang di tempat pemandian umum. Pengobatan dapat topical maupun
sistemik :
a. Topikal
i. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrokarbon peroksida 1-2% dan
larutan asam laktat.
ii. Bahan berupa suposituria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal.
iii. Gel atau krim yang bersifat trikomoniasidal.
5. Sifilis
Penyakit Sifiis adalah suatu penyakit yang dimana seseorang mempunyai
kelainan pada alat kelamin dan merupakan penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Treponema pallidum bersifat kronis dan menahun. Penyebab
yang dapat terkena oleh Penyakit Sifilis adalah karena terkena oleh virus
bakteri Treponema pallidum yang masuk kedalam tubuh manusia melalui
selaput lendir pada vagina, penis, dubur ataupun mulut sehingga bakteri ini
dapat berkembang melalui selaput lendir. Penyebab yang lainnya adalah
karena tertular melalui hubungan seksual, baik vaginal, rektum, anal, maupun
oral. Akan tetapi Penyakit Sifilis ini tidak menular melalui peralatan makanan,
tempat duduk, toiet, knop pintu, kolam renag, dan tukar-menukar pakaian.
Menghindari hubungan seksual dengan penderita sifilis yang sedang dalam
masa pengobatan. Jika sifilis sudah memasuki tahap laten maka perlu
mengonsumsi obat anti bodi atas petunjuk dokter. Juga dianjurkan untuk tes
darah.
6. Limfogranuloma Venerium
Limfogranuloma Venereum adalah suatu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama ditemukan di
daerah tropis dan subtropis. Bakteri Chlamydia trachomatis, yang merupakan
bakteri yang hanya tumbuh di dalam sel. Chlamydia trachomatis penyebab
limfogranuloma venereum berbeda dengan Chlamydia trachomatis lainnya
yang menyebabkan uretritis dan servisitis.
Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terpenyakit.
Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai
nyeri. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik
sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya. Selanjutnya terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau kedua
selangkangan.
Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat, dan jika tidak diobati akan
terbentuk lubang (sinus) di kulit yang terletak diatas kelenjar getah bening
tersebut. Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan, lalu akan
membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi,
nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan penyakit rektum yang
menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah.
Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka pembuluh getah
bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi pembengkakan
jaringan.
Penyakit rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang
selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.
RINGKASAN JURNAL
3.1.1 Pendahuluan
Lebih dari tiga perempat (77,2%) siswa tahu tentang infeksi menular
seksual umum termasuk HIV /AIDS. Hampir, setengah (53,4%) siswa
mengetahui tentang HIV /AIDS diikuti oleh gonore 214 (33,4%). Tiga
ratus lima puluh delapan (55,9%) siswa berdiskusi tentang HIV / AIDS,
dari jumlah tersebut, lebih dari separuh 152 (54,1%) dari mereka
memilih mendiskusikan dengan teman sebayanya. Alasannya yakni
siswa yang malu jika harus mendiskusikan hal tersebut dengan orang
tuanya. Mayoritas sampel mengatakan, "... orang tua tidak secara
terbuka berdiskus itentang fakta reproduksi manusia dengan anak
mereka. Sebagian besar orang tua menekankan untuk menghindari
hubungan seks pranikah demi mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan dan HIV / AIDS ... "
Lima ratus tiga puluh satu (82,8%) siswa tahu tentang setidaknya satu
metode kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan. Kondom (47,7%) diikuti oleh abstinence (37,1%)
paling banyak dilaporkan sebagai metode kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan. Hampir semua kelompok diskusi
terarah tidak nyaman untuk berdiskusi tentang seks dan masalah
reproduksi dengan remaja mereka. Tak ada pembahas mengatakan
pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Seorang peserta
perempuan (orangtua) berkata, "Saya katakan padanya untuk tidak
terjadi dulu tapi jika memang dia hamil, saya akan merawatnya dan
anaknya ... tapi ... hamil sebelum menikah membawa prestise negatif
masyarakat yang akan berdampak pada keluarganya"
3.1.4 Pembahasan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tahu
tentang infeksi menular seksual termasuk pandemi HIV / AIDS saat ini.
Delapan dari setiap sepuluh siswa mengetahui metode kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Siswa pernah melakukan
hubungan seksual pertama diusia rata-rata 15 tahun. Sekitar tujuh dari
setiap sepuluh siswa menolak praktik seksual pranikah. Tidak lebih dari
setengah siswa berdiskusi tentang seks dan reproduksi masalah
kesehatan dengan orangtua, tetapi lebih dominan dikomunikasikan
dengan teman sebaya. Sebagian besar ibu berdiskusi dengan remaja
tentang masalah kesehatan seksual dan reproduksi,sedangkan sebagian
besar ayah mendiskusikan tentang budaya yang bertentangan dengan
seksual reproduksi. Perasaan tabu atau memiliki budaya yang
menganggap tabu, perasaan malu dan kurangnya keterampilan
komunikasiremaja membuat sebagian besar remaja tidak berdiskusi
secara terbuka dengan orang tua tentang seks dan masalah kesehatan
reproduksi (Gebreysus, 2010; Martha, 2009).
3.1.5 Simpulan
PEMBAHASAN
a. Critical Appraisal
b. Analisa SWOT
Strength
a. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh orang tua dapat mendorong
pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam seksual
reproduksi. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama
dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan
negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan
berpengaruh terhadap belajar. Dalam hal ini, keluarga merupakan
sumber utama yang diperlukan oleh anak-anak khususnya remaja
dalam mencegah masalah seksualitas dan reproduksi melalui
pendidikan kesehatan.
b. Dalam hal seksualitas keluarga khususnya ibu dan ayah dapat menjadi
pemberi tanggungjawab kepada anak untuk mematuhi aturan yang
disepakati oleh keluarga. Komunikasi yang intim antar orang tua
dengan anak terkait norma agama, batasan budaya, yang ada pada
akhirnya mengarahkan anak pada pola hubungan seksual reproduksi
yang sehat.
c. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan seksual reproduksi
diharapkan anak dapat memiliki pondasi yang kuat sehingga
menjauhkan diri dari seks bebas, penyakit kelamin, kehamilan di luar
nikah, dan kehamilan yang tidak dikehendaki.
Weakness
a. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh orang tua dapat mendorong
pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam seksual reproduksi.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi
anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara sehingga cara
orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar.
Dalam hal ini, keluarga merupakan sumber utama yang diperlukan oleh
anak-anak khususnya remaja dalam mencegah masalah seksualitas dan
reproduksi melalui pendidikan kesehatan.
b. Dalam hal seksualitas keluarga khususnya ibu dan ayah dapat menjadi
pemberi tanggungjawab kepada anak untuk mematuhi aturan yang
disepakati oleh keluarga. Komunikasi yang intim antar orang tua dengan
anak terkait norma agama, batasan budaya, yang ada pada akhirnya
mengarahkan anak pada pola hubungan seksual reproduksi yang sehat.
c. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan seksual reproduksi
diharapkan anak dapat memiliki pondasi yang kuat sehingga menjauhkan
diri dari seks bebas, penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah, dan
kehamilan yang tidak dikehendaki.
Opportunity
a. Adanya budaya yang melarang melakukan seks pranikah dengan tujuan
mempertahanan keperawanan sampai menikah, selain itu hal ini
bertentangan dengan nilai agama, takut terhadap IMS, menunggu sampai
dewasa dan takut terjadi kehamilan yang tidak diinginkan
b. Penggunaan kondom dan kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual,
dimana dengan menggunakan kondom dan kontrasepsi dapat mencegah
terjadinya penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Treath
a. Kemajuan teknologi menyebabkan banyak remaja melihat situs-situs yang
tidak diharapkan.
b. Masih banyak remaja yang tidak mengetahui tentang kesehatan
resproduksi remaja
c. Implikasi Keperawatan
Menurut Dien (2007), berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia pubertas,
pengetahuan, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan
pacar dan paparan media elektronik dan cetak berhubungan dengan perilaku
seksual remaja (Nursal, Dien, 2008). Penelitian lain menunjukan bahwa
pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi rumah
tangga, akses terhadap informasi, komunikasi dengan orang tua, dan
keberadaan teman memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
berisiko seperti merokok, minum alkohol, melakukan hubungan seksual pra
nikah dan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Indonesia (Lestary, Heny
dan Sugiharti, 2011).
Berkaitan dengan fungsi perawat, perawat dapat menjadi fungsi edukator bagi
keluarga dalam berbagi pengetahuan tentang 5 fungsi perawatan kesehatan
keluarga. Adapun dalam hal ini, perawat perlu menjelaskan kepada keluarga
tentang mengenal masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas;
mengarahkan keluarga tentang hal negatif yang dapat terjadi jika terdapat
masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas; menjelaskan kepada keluarga
tentang perawatan yang dapat dilakukan bila ada masalah misalnya
mengunjungi konselor reproduksi, dokter spesialis kandungan dan
ginekologi, serta psikolog jika memang telah terjadi masalah fisik ataupun
psikologis pada anak; memodifikasi interaksi terbuka antara anak dan
orangtua; serta mengarahkan keluarga kepada pusat kesehatan dalam
menangani suatu kasus seksual reproduksi. Namun, dalam memberikan
materi-materi kesehatan reproduksi dan seksualitas, perawat tidak bisa
melakukan satu arah. Perawat sebaiknya menyarankan orangtua untuk ambil
andil dalam menceritakan pengalamannya pada masing-masing materi yang
disampaikan, sehingga anak dapat terinspirasi dari kisah nyata dalam
memahami teori yang diberikan perawat. Dengan begitu, diharapkan anak
dapat memiliki pondasi yang kuat dalam menghindari diri dari pergaulan dan
seks bebas yang berdampak fase bagi kehidupan selanjutnya.
BAB VI
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey. 2007.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 2.
Jakarta: EGC.
Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Setiadi. (2008). Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Setiadi. (2008). Konsep & Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha ilmu.