Anda di halaman 1dari 50

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. NS


KHUSUSNYA An. RE, An. JC, dan An. WJ DENGAN KESEHATAN
REPRODUKSI
DI BANJAR KEBONKURI MANGKU, KESIMAN, DENPASAR TIMUR
TANGGAL 10-12 JANUARI 2018

OLEH

KELOMPOK II

Ni Luh Diah Pradnya Kerthiari (1302106036)


Luh Putu Utami Adnyani (1302106013)
Ni Putu Sri Anggreni (1302106021)
Ni Putu Messy Juliantini (1302106075)
Ni Luh Putu Dianthi Handayani (1302106014)
I Gusti Ayu Citra Kusmala Dewi (1302106001)
Dewa Ayu Made Indah Kristyanti (1302106062)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere (Latin) yang berarti
tumbuh ke arah kematangan meliputi kematangan fisik maupun sosial-
psikologis (Muss, 1968 dalam Sarwono, 2011). Remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut PERMENKES RI Nomor 25 Tahun
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah (WHO, 2014).

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan


perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan
dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini
adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara
perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja. Dari sudut pandang
kesehatan, tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah masalah
yang berkaitan dengan seks bebas (unprotectedsexuality), penyebaran
penyakit kelamin (sexual transmitted disease), kehamilan di luar nikah atau
kehamilan yang tidak dikehendaki (adolescent unwanted pragnancy)
dikalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat
menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu unsafe aborsi dan
pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah
kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari
berbagai organisasi internasional.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi (Kemenkes RI, 2015).
Hasil SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3%
remaja perempuan dan 31,2%remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui
bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Begitu
pula gejala MS kurang diketahu remaja. Infoemasi tentang HIV relative lebih
banyak diterima oleh remaja, meskipun hanya 9,9% remaja perempuan dan
10,6% laki-laki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS.
Tempat pelayaan remaja juga belum banyak diketahui remaja (Kemenkes RI,
2015).

Kondisi memprihatikan ini sangatlah perlu perhatian khusus bagi segala


pihak slaah satunya adalah orang tua, dimana orang tua merupakan orang
pertama yang mendidik dan memberikan kasih sayang kepada anak. Perhatian
yang ekstra dari orang tua sangat dibutuhkan oleh anak remaja, komunikasi
yang baik antara orang tuan dan anak sangat diperluka dalam keluarga untuk
membina hubungan yang baik serta berbagi informasi mengenai segala hal.
Pemberian pendidikan kesehatan sejak dini pada anak mengenai kesehatan
reproduksi sangatlah penting. Adanya keinginan dalam meningkatkan
manajemen kesehatan pada anak remaja memotivasi kami melakukan asuhan
keperawatan kepada keluarga yang memiliki anak remaja serta melakukan
pembahasan penelitian-penelitian pendukung tentang manajemen kesehatan
reproduksi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini, di antaranya:

1.2.1 Apakah definisi kesehatan reproduksi, bagian-bagian alat reproduksi


beserta fungsinya, masalah kesehatan reproduksi?

1.2.2 Apakah definisi keluarga, struktur keluarga, fungsi keluarga, tahapan


keluarga, tugas keluarga?

1.2.3 Bagaimana ringkasan jurnal utama manajemen kesehatan reproduksi?

1.2.4 Bagaimana kondisi critical appratisal pada jurnal utama manajemen


kesehatan reproduksi?

1.2.5 Apakah kekuatan, kelemahan, peluang penerapan, dan hambatan


penerapan pada jurnal utama manajemen kesehatan reproduksi?
1.2.6 Bagaimanakah implikasi jurnal utama manajemen kesehatan reproduksi?

1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan pada keluarga dengan kesiapan


meningkatkan manajemen kesehatan (kesehatan reproduksi pada remaja)
di Banjar Kebonkuri Mangku, Kesiman, Denpasar Timur?

1.3 Tujuan

Tujuan pembahasan makalah ini, di antaranya:

1.3.1 Mengetahui definisi kesehatan reproduksi, bagian-bagian alat reproduksi


beserta fungsinya, masalah kesehatan reproduksi

1.3.2 Mengetahui definisi keluarga, struktur keluarga, fungsi keluarga,


tahapan keluarga, tugas keluarga

1.3.3 Mengetahui kondisi critical appratisal pada jurnal utama manajemen


kesehatan reproduksi.

1.3.4 Mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang penerapan, dan hambatan


penerapan pada jurnal utama manajemen kesehatan reproduksi.

1.3.5 Mengetahui implikasi jurnal utama manajemen kesehatan reproduksi.

1.3.6 Mengetahui asuhan keperawatan pada keluarga dengan kesiapan


meningkatkan manajemen kesehatan (kesehatan reproduksi pada remaja)
di Banjar Kebonkuri Mangku, Kesiman, Denpasar Timur

1.4 Manfaat

Manfaat pembahasan makalah ini, di antaranya:

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Sebagai ilmu pengetahuan tambahan tentang teori dan penelitian


pendukung pada kesehatan reproduksi serta penerapan ilmu pengetahuan
yang didapatkan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
keluarga dengan remaja dengan kesiapan meningkatkan manajemen
kesehatan.
1.4.2 Bagi Keluarga

Sebagai pengetahuan dalam melakukan manajemen kesehatan untuk


mencegah masalah kesehatan reproduksi pada remaja.

1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai ulasan materi dalam menerapkan hasil penelitian dan teori


dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap kelurga dengan tahap
perkembangan usia remaja.

1.4.4 Bagi Peneliti

Sebagai materi tambahan tentang penelitian pendukung tentang


manajemen kesehatan keluarga dengan kesatan reproduksi.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Konsep Keluarga
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).

Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan


sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum:
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap
anggota. Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam
masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas
kehidupan keluarga saling berhubungan, dan menempati posisi antara individu
dan masyarakat (Harmoko. 2012).

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui


pertalian darah, adopsi atau perkawinan. (WHO, dalam Harmoko 2012).
Keluarga adalah sekelompok manuasia yang tinggal dalam satu rumah tangga
dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat. (Helvie, dalam
Harmoko 2012). Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga
merupakan sekumpulan orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta
adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

B. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
1. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu
rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.

2. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya
3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah,
anak-anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti
karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah
satu bekerja di rumah.
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
7. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
8. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah
10. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
15. Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
(Harmoko, hal 23; 2012)

C. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak
sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada
anggota keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan
untuk keberlangsungan hidup masyarakat,.
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan (Marilyn M. Friedman, 2010 : 86)
Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi
keluarga dalam delapan bentuk yaitu :
1. Fungsi Keagamaan
a. Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup
seluruh anggota keluarga.
b. Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada
seluruh anggota keluarga
c. Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan
dari ajaran agama
d. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang
keagamaan yang kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat
e. Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama
sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

2. Fungsi Budaya
a. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan
norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin
dipertahankan.
b. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma
dan budaya asing yang tidak sesuai
c. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya
mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi
dunia.
d. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat
berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa
Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.
e. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan
budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma
keluarga kecil bahagia sejahtera.
3. Fungsi Cinta Kasih
a. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar
anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan
terus-menerus
b. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara
kuantitatif dan kualitatif.
c. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi
dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
4. Fungsi Perlindungan
a. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak
aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
b. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
c. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai
modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

5. Fungsi Reproduksi
a. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi
sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
b. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga
dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
c. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan
dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak
yang diinginkan dalam keluarga.
d. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang
kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

6. Fungsi Sosialisasi
a. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga
sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
b. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai
pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan seko lah maupun
masyarakat.
c. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang
diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik
dan mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun
masyarakat.
d. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam
keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga
bagi orang tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup
bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
7. Fungsi Ekonomi
a. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan
keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan
kehidupan keluarga.
b. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan
dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
c. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan
perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras
dan seimbang.
d. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

8. Fungsi Pelestarian Lingkungan


a. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan internal
keluarga.
b. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan eksternal
keluarga.
c. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang
serasi, selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan
lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.
d. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup
sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
(UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994, dalam Setiadi 2008)

D. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


1. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan
istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-
masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk keluarga baru.
Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan
kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran
dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan
dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan baru dengan
keluarga dan kelompok sosial pasangan masing- masing. Masing-masing
belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya. Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, bekerja dan
sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat
untuk mempunyai anak dan berapa jumlah anak yang diharapkan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :
a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
b. Menetapkan tujuan bersama;
c. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial
d. Merencanakan anak (KB)
e. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.

2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan
(2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan
suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran
bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga
pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan
merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi.
Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya. Tugas
perkembangan pada masa ini antara lain :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung jawab
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangan
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

3. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningatkan
pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak
sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur
waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan
ekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi
arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan
keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar
kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara menguatkan
kerja sama antara suami istri. Orang tua mempunyai peran untuk
menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya kemandirian anak
agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat
tinggal, privasi, dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang
lain juga harus terpenuhi
d. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling
repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia
6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain
aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat
sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan
anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah
dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan perhatian tentangkegiatan sosial anak,
pendidikan dan semangat belajar
b. Tetep mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktivitas untuk anak
e. Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dengan mengikutsertakan anak
5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang
tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung
jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi
lebih dewasa. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain
sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

6. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching


center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan
utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap
berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga
empersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan
tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina
hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa
kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena anak-
anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini
orang tua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai
pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
d. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
f. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.

7. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families)


Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini
semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk
mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini atara lain adalah :
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam artimengolah minat
sosial dan waktu santai
c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
d. Keakraban dengan pasangan
e. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
f. Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban pasangan

8. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut


Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan
pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai
proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor tersebut
adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial,
kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi
kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya
lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama
anaknnya.Tugas perkembangan tahap ini adalah :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik,
dan pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan life review
f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
(harmoko, 2012).

E. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara
jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima
pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim
bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan
komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi,
ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak
valid.
Karakteristik pemberi pesan :
a. Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
b. Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
c. Selalu menerima dan meminta timbal balik.
Karakteristik pendengar
a. Siap mendengarkan
b. Memberikan umpan balik
c. Melakukan validasi

2. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status
sebagai istri/suami.

3. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power),
ditiru (referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power),
paksa (coercive power), dan efektif power.

4. Struktur nilai dan norma


Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku
yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
a. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak
dapat mempersatukan anggota keluarga.
b. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem
nilai dalam keluarga.
c. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan
ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah. (Friedman,
dalam Harmoko hal 19; 2012)

F. Stres dan Koping Keluarga


Menurut Friedman (2010) proses dan strategi koping keluarga berfungsi sebagai
proses atau mekanisme vital yang memfasilitasi fungsi keluarga. Tanpa koping
keluarga yang efektif, fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan perawatan
kesehatan tidak dapat dicapai secara dekuat. Oleh karena itu, proses dan strategi
koping keluarga mengandung proses yang mendasari dan memungkinkan keluarga
mengukuhkan fungsi keluarga yang diperlukan.

Kesehatan Reproduksi Remaja


A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau
Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta
mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi International
Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan
sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan
dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi.

Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa


peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun.
Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk
mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah
terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun. Sementara
itu dalam program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 10-24 tahun. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang
penuh dengan kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode
yang paling berat.

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi., 2008).
B. Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia remaja
antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi kognitif
dan dimensi sosial.
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat
menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain
itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul
mulai membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan.
Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis,
jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat
dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007) (seorang
ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode
ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan
mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak
mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan
dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dan sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang
kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan
lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan
hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.

C. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Wanita


Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar dan organ
reproduksi bagian dalam yang diuraikan sebagaimana berikut ini.
1. Bagian Luar
a. Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang meliputi labia
majora, labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli, vestibulum vaginae,
glandula vestibularis major dan minor, serta orificium vaginae.
b. Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak yang
ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis.
c. Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan
anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis akan ditutupi
oleh rambut ikal yang membentuk pola tertentu.
d. Payudara / kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk menyusui.
2. Bagian Dalam
a. Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia majora, dan
berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis sewaktu masa
perkembangan janin yang kemudian mengalami atrofi. Di bagian tengah
klitoris terdapat lubang uretra untuk keluarnya air kemih saja.
b. Hymen, yaitu merupakan selaput tipis yang bervariasi elastisitasnya
berlubang teratur di tengah, sebagai pemisah dunia luar dengan organ
dalam. Hymen akan sobek dan hilang setelah wanita berhubungan seksual
(coitus) atau setelah melahirkan.
c. Vagina, yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otot-otot
melingkar yang di kanankirinya terdapat kelenjar (Bartolini) menghasilkan
cairan sebagai pelumas waktu melakukan aktifitas seksual.
d. Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer, bagian
bawahnya mengecil dan berakhir sebagai leher rahim/cerviks uteri. Uterus
terdiri dari lapisan otot tebal sebagai tempat pembuahan, berkembangnya
janin. Pada dinding sebelah dalam uterus selalu mengelupas setelah
menstruasi.
e. Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan uterus,
sebagai tempat melintasnya sel telur/ovum.
f. Ovarium, yaitu merupakan organ penghasil sel telur dan menghasilkan
hormon esterogen dan progesteron. Organ ini berjumlah 2 buah.

D. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Laki – Laki


Organ reproduksi laki-laki dibedakan menjadi 2 yaitu bagian luar dan dalam yang
dijabarkan sebagaimana berikut ini.
1. Bagian Luar
a. Penis. Penis yaitu
organ reproduksi berbentuk bulat panjang yang berubah ukurannya pada
saat aktifitas seksual. Bagian dalam penis berisi pembuluh darah, otot dan
serabut saraf. Pada bagian tengahnya terdapat saluran air kemih dan juga
sebagai cairan sperma yang di sebut uretra.
b. Skrotum. Skrotum
yaitu organ yang tampak dari luar berbentuk bulat, terdapat 2 buah kiri dan
kanan, berupa kulit yang mengkerut dan ditumbuhi rambut pubis.
2. Bagian Dalam
a. Testis. Testis
merupakan isi skrotum yang berjumlah 2 buah terdiri dari saluran kecil –
kecil membentuk anyaman sebagai tempat pembentukan sel spermatozoa.
b. Vas deferens. Vas
Deferens merupakan saluran yang membawa sel spermatozoa yang
berjumlah 2 buah.
c. Kelenjar prostat.
Kelenjar prostat merupakan sebuah kelenjar yang menghasilkan cairan
kental yang memberi makan sel – sel spermatozoa serta memproduksi
enzim – enzim.
d. Kelenjar Vesikula
Seminalis. Kelenjar yang menghasilkan cairan untuk kehidupan sel
spermatozoa secara bersama – sama cairan tersebut menyatu dengan
spermatozoa menjadi produk yang disebut semen yang dikeluarkan setiap
kali pria ejakulasi.

E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Remaja


Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kebersihan
alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah,
penyakit menular seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau, dan hubungan yang harmonis
antara remaja dengan keluarganya.
1. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja tersebut
dalam merawat dan menjaga kebersihan alat-alat genitalnya. Bila alat
reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu
memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena
penyakit genital bila tidak menjaga kebersihan alat-alat genitalnya karena
organ vagina yang letaknya dekat dengan anus.

2. Akses terhadap pendidikan kesehatan


Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan
dan hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan
informasi tersebut harus berasal dari sumber yang terpercaya. Agar remaja
mendapatkan informasi yang tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya
diajarkan di sekolah dan di dalam lingkungan keluarga. Hal-hal yang diajarkan
di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja mencakup
tentang tumbuh kembang remaja, organ-organ reproduksi, perilaku berisiko,
Penyakit Menular Seksual (PMS), dan abstinesia sebagai upaya pencegahan
kehamilan, Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja secara
benar, kita dapat menghindari dilakukannya hal-hal negatif oleh remaja.
Pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja tersebut berguna untuk
kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk mencegah dilakukannya perilaku
seks pranikah, penularan penyakit menular seksual, aborsi, kanker mulut
rahim, kehamilan diluar nikah, gradasi moral bangsa, dan masa depan yang
suram dari remaja tersebut.

F. Penyakit Menular Seksual dan Penatalaksanaannya


Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Cara penularannya tidak hanya terbatas secara
genital-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital.
Sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya
terbatas pada daerah genital saja, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital.
Penyakit menular seksual juga dapat terjadi dengan cara lain yaitu kontak
langsung dengan alat-alat seperti handuk, pakaian, termometer dan lain-lain.
Selain itu penyakit menular seksual dapat juga ditularkan oleh ibu kepada
bayinya ketika di dalam kandungan. Penyakit menular seksual yang umum
terjadi di Indonesia antara lain: gonore, vaginosis bakterial, herpes simpleks,
trikomoniasis, sifilis, limfogranuloma venerium, ulkus mole, granuloma
inguinale, dan Acquired immune deficiency syndrom (AIDS).
1. Gonore
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi diantara
penyakit menular seksual yang lain, penyakit ini tersebar di seluruh dunia
secara endemik, termasuk di Indonesia. Di Amerika Serikat dilaporkan setiap
tahun terdapat 1 juta penduduk terpenyakit gonore. Pada umumnya diderita
oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan wanita muda usia 15 sampai
19 tahun. Konjungtivis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat
dengan sekret purulen yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae.
Gambaran klinisnya, yaitu ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning
kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan
purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka (gambar 3) dan terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik
dan tebal.
a. Pencegahan
i. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular
seksual.
ii. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah
lahir (harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi
1%).
iii. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio
borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata.
iv. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes
aktif saat melahirkan.
v. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang
lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi.
b. Penatalaksanaan
i. Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif
diplokok batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis
gonore.
ii. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan
suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
iii. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus)
atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam, kemudian diberi salep
penisillin setiap ¼ jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam
bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 – 20.000 unit/ml) setiap 1
menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit
selama 30 menit., disusul pemberian salep penisillin setiap 1 jam
selama 3 hari.
iv. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
v. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang
dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
vi. Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan
cefriaksone (Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi.

2. Vaginosis bacterial
Pertumbuhan bakteri normal vagina secara berlebihan menyebabkan produksi
cairan vagina yang berlebihan (keputihan). Dulu, keadaan ini dinamakan
Gardnerella Vaginitis karena ditemukannya bakteri ini pada cairan keputihan,
namun istilah Vaginosis Bakterial memperlihatkan bukti bahwa penyakit ini
terjadi akibat pertumbuhan hebat bakteri normal vagina. Gangguan
keseimbangan pertumbuhan bakteri ini menyebabkan terjadinya fluor albus
yang sangat berbau.
Gejala Vaginosis Bakterial adalah fluor albus yang amat berbau. Umumnya
tidak disertai gejala lainnnya. Jumlah cairan fluor albus dapat normal atau
berlebihan sehingga fluor albus pada seorang wanita harus diperiksa lebih
lanjut.
Cairan vagina pada vaginosis bakterial biasanya encer dan berwarna keabu-
abuan dan umumnya keluar pasca sanggama sehingga sering mengakibatkan
masalah dalam hubungan seksual terutama pada pria. Terkadang vaginosis
Bakteri tidak memerlukan pengobatan alias sembuh dengan sendirinya. Hal ini
akan terjadi apabila organisme laktobasillus kembali pada level normal dan
bakteri jahat dalam vagina menurun. Akan tetapi bila vaginosis tidak sembuh
dengan sendirinya, penggunaan obat obatan antibiotik biasanya diberikan pada
penderita.
3. Herpes simpleks
Penyakit herpes simpleks yang paling umum dan banyak orang yang
terdiagnosis sejak masa kecil disebabkan oleh Virus penyakit herpes simpleks
tipe 1 (HSV-1), biasanya terkain dengan penyakit pada bibir, mulut, wajah.
Virus herpes simpleks tipe 1 ini sering menyebabkan luka (lesi) di dalam
mulut, seperti luka dingin (lepuh demam), atau penyakit mata (terutama
konjungtiva dan kornea). Hal ini juga dapat menyebabkan penyakit pada
selaput otak (meningoencephalitis). Virus herpes simpleks ditularkan melalui
kontak dengan air liur yang terpenyakit. Pada orng dewasa 30 – 90% akan
memiliki antibodi terhadap virus penyakit herpes simpleks 1. Kemungkinan
penyakit masa kanak-kanak lebih tinggi di antara mereka yang dengan status
sosial ekonomi rendah. Pada virus penyakit herpes simpleks 2 (HSV-2)
biasanya menular seksual. Gejala termasuk ulkus kelamin atau luka. Namun,
beberapa orang dengan HSV-2 tidak memiliki gejala. Sampai dengan 30%
orang dewasa di
Saat ini tidak ada obat yang dapat membasmi virus herpes dari tubuh, tetapi
obat antivirus dapat mengurangi frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan
wabah. Obat antivirus juga mengurangi shedding asimtomatik; diyakini
asimtomatik menumpahkan genital HSV-2 virus terjadi pada 20% dari hari per
tahun pada pasien yang tidak menjalani pengobatan antivirus, versus 10% dari
hari sedangkan pada terapi antiviral
4. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit saluran urogenital yang dapat bersifat akut
atau kronis dan merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita,
namun pria dapat terpenyakit dan menularkan ke pasangannya lewat kontak
seksual. Vagina merupakan tempat penyakit paling sering pada wanita,
sedangkan uretra (saluran kemih) merupakan tempat penyakit paling sering
pada pria. Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara
terbaik menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa
cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain: Pemakaian
kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini, tidak pinjam
meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di
luar tubuh manusia selama 45 menit, dan bersihkan diri sendiri segera setelah
berenang di tempat pemandian umum. Pengobatan dapat topical maupun
sistemik :
a. Topikal
i. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrokarbon peroksida 1-2% dan
larutan asam laktat.
ii. Bahan berupa suposituria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal.
iii. Gel atau krim yang bersifat trikomoniasidal.

b. Sistemik, dengan menggunakan obat dari olongan obat nitromidazol


seperti:
i. Metronidazol :
dosis tunggal 2gr atau 3 x 500mg/hari selama 7 hari.
ii. Nimorazol :
dosis tunggal 2gr
iii. Tinidazol :
dosis tunggal 2gr
iv. Omidazol :
dosis tunggal 1.5 gr

5. Sifilis
Penyakit Sifiis adalah suatu penyakit yang dimana seseorang mempunyai
kelainan pada alat kelamin dan merupakan penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Treponema pallidum bersifat kronis dan menahun. Penyebab
yang dapat terkena oleh Penyakit Sifilis adalah karena terkena oleh virus
bakteri Treponema pallidum yang masuk kedalam tubuh manusia melalui
selaput lendir pada vagina, penis, dubur ataupun mulut sehingga bakteri ini
dapat berkembang melalui selaput lendir. Penyebab yang lainnya adalah
karena tertular melalui hubungan seksual, baik vaginal, rektum, anal, maupun
oral. Akan tetapi Penyakit Sifilis ini tidak menular melalui peralatan makanan,
tempat duduk, toiet, knop pintu, kolam renag, dan tukar-menukar pakaian.
Menghindari hubungan seksual dengan penderita sifilis yang sedang dalam
masa pengobatan. Jika sifilis sudah memasuki tahap laten maka perlu
mengonsumsi obat anti bodi atas petunjuk dokter. Juga dianjurkan untuk tes
darah.
6. Limfogranuloma Venerium
Limfogranuloma Venereum adalah suatu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama ditemukan di
daerah tropis dan subtropis. Bakteri Chlamydia trachomatis, yang merupakan
bakteri yang hanya tumbuh di dalam sel. Chlamydia trachomatis penyebab
limfogranuloma venereum berbeda dengan Chlamydia trachomatis lainnya
yang menyebabkan uretritis dan servisitis.
Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terpenyakit.
Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai
nyeri. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik
sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya. Selanjutnya terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau kedua
selangkangan.
Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat, dan jika tidak diobati akan
terbentuk lubang (sinus) di kulit yang terletak diatas kelenjar getah bening
tersebut. Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan, lalu akan
membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi,
nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan penyakit rektum yang
menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah.
Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka pembuluh getah
bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi pembengkakan
jaringan.
Penyakit rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang
selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.

Pemberian doksisiklin, eritromisin atau tetrasiklin per-oral (melalui mulut)


selama 3 minggu akan mempercepat penyembuhan. Setelah pengobatan,
dilakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui bahwa penyakit telah sembuh.
Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini adalah
abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang
diketahui menderita penyakit ini). Untuk mengurangi resiko tertular oleh
penyakit ini, sebaiknya menjalani perilaku seksual yang aman (tidak berganti-
ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom).
7. Ulkus Mole
Ulkus mole ialah penyakit penyakit genital akut, setempat, dapat inokulasi
sendiri (auto-inoculable), disebabkan oleh Haemophilus ducreyi
(Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat
masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.
Penyebabnya ialah H.ducreyi yang merupakan bakteri gram negative,
anaerobic fakultatif, berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak
bergerak, tidak membentuk spora dan memerlukan hemin untuk
pertumbuhannya. Penuakit ditularkan secara langsung melalui hubungan
seksual. Predileksi pada genital, jari, mulut, dan dada. Pada tempat masuknya
mikroorganisme terbentuk ulkus yang khas. Masa inkubasi sekitar 1-5 hari.
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang menutupi
kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan) untuk mengurangi
resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan, jangan berganti-ganti
pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi pada praktek-praktek
prostitusi.
8. Granuloma inguinale
Granuloma Inguinale adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Calymatobacterium granulomatis, yang menyebabkan peradangan
menahun pada alat kelamin. Sering terjadi di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini disebabkan oleh Bakteri Calymatobacterium granulomatis.
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-12 minggu setelah terpenyakit. Gejala
awalnya berupa bintil-bintil merah yang tidak nyeri, yang secara perlahan
tumbuh menjadi benjolan bulat dan menonjol.
Bagian tubuh yang terkena pada pria adalah penis, buah zakar, selangkangan
dan paha, sedangkan pada wanita meliputi vulva, vagina dan kulit di
sekitarnya. Pada pria dan wanita, daerah lainnya yang juga terkena adalah
dubur, bokong dan wajah. Pada akhirnya benjolan tersebut akan menutupi alat
kelamin. Penyembuhannya berlangsung lambat dan bisa terbentuk jaringan
parut.
Biasanya benjoolan tersebut akan terpenyakit oleh organisme lainnya. Jika
tidak diobati, bisa menyebar ke seluruh tubuh, yaitu ke tulang, persendian atau
hati dan menyebabkan penurunan berat badan, demam serta anemia.
Bisa diberikan antibiotik seperti streptomisin, tetrasiklin, eritromisin,
kloramfenikol dan trimetroprim-sulfametoksazol. 6 bulan setelah pengobatan,
penderita harus diperiksa untuk memastikan bahwa penyakit sudah berhasil
diatasi.
9. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS).
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.
Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak
berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam
tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4)
sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau
berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit
berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak
Virus HIV baru, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk
sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita
diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan
penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza
atau pilek biasa. Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah
langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan
waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk
menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan. Cara Penularan virus
HIV AIDS1. Melalui darah. misalnya ; Transfusi darah, terkena darah HIV+
pada kulit yang terluka, jarum suntik, dan sebagainya, melalui cairan semen,
air mani (sperma atau peju Pria). misalnya ; seorang Pria berhubungan badan
dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom atau pengaman lainnya,
oral sex, dan sebagainya, melalui cairan vagina pada wanita, melalui Air Susu
Ibu (ASI), misalnya bayi meminum ASI dari wanita hiv+, Pria meminum susu
ASI pasangannya, dan sebagainya.

Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam


mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya
termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari
Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan
pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh,
meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV
dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.
BAB IV

RINGKASAN JURNAL

Jurnal utama yang digunakan berjudul “Adolescent - parent communication


on sexual and reproductive health issues among high school students in Dire
Dawa, Eastern Ethiopia: a cross sectional study” (Ayalew, Mengistie &
Semahegn, 2014). Secara umum jurnal ini berisi studi kualitatif tentang materi
yang kemungkinan dapat dibahas pada penyuluhan terhadap kesiapan
manajemen keluarga dalam meningkatkan pengetahuin seksual dan
reproduksi. Selain itu, hasil penelitian pada jurnal juga dapat menjadi
gambaran tentang materi tertentu yang tepat diberikan dengan metode tertentu,
seperti apakah diberikan melalui penyuluhan perawat kepada remaja, atau
sharing pengalaman orang tua kepada remaja, ataupun materi tertentu yang
bisa didapatkan sendiri oleh remaja melalui pembelajaran mandiri. Berikut
merupakan ringkasan jurnal.

3.1.1 Pendahuluan

Remaja sering terlibat dalam perilaku seksual berisiko termasuk


kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.
Komunikasi orang tua dengan remaja terkait seksual reproduksi dinilai
penting karena bagi banyak remaja, aktivitas seksual dimulai sejak usia
dini (Jaccard, 2002). Orang tua memiliki potensi yang signifikan untuk
mengurangi perilaku berisiko serta mempromosikan seksual remaja yang
sehat. Salah satunya dengan cara mengkomunikasi secara terbuka
tentang perilaku seksual dan pengambilan keputusan (Martino, 2008).
Paparan awal pendidikan seks oleh keluarga dilaporkan dapat
mendorong pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam
seksual reproduksi. Namun, komunikasi tentang seksualitas rendah
hampir di seluruh negara (Bastien, 2011). Selain itu, pemberian materi di
sekolah tentang pendidikan seksual secara komprehensif juga dapat
meningkatkan fokus pada reproduksi, latihan dalam negosiasi seksual,
keterampilan komunikasi, serta meningkatkan pengetahuan tentang
informasi layanan kesehatan kontrasepsi dan reproduksi.
3.1.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Dire Dawa dari Februari sampai Maret 2011.


Cross sectional kualitatif dan kualitatif dilakukan untuk mendapatkan
populasi penelitian. Sebanyak 695 siswa menjadi populasi penelitian.
Serangkaian prosedur sampling digunakan untuk memilih studi subyek.
Dari enam sekolah yang terdapat kelas 9-12, empat sekolah menengah
dipilih secara acak. Dari 4350 siswa, 695 peserta dipilih melalui imple
random sampling (metode undian) dengan menggunakan daftar absen
sebagai kerangka sampling. Siswa yang buta dan sakit saat pengumpulan
data dieksklusikan. Orang tua siswa yang dipilih secara sengaja dipilih
untuk terlibat dalam empat diskusi kelompok terarah untuk
mengeksplorasi persepsi masyarakat tentang komunikasi masalah
seksual dan kesehatan reproduksi Setiap diskusi kelompok terarah terdiri
dari 9 sampai 10 orang tua.

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara.


Kuesioner diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Global School-based
Student Health Survey (GSHS), Core-Expanded Questions for the
Module on Sexual Behaviors (WHO, 2010)). Data kualitatif
dikumpulkan oleh fasilitator terlatih dan peneliti utama menggunakan
panduan wawancara terbuka. Respon yang diberikan kemudian direkam.

3.1.3 Hasil Penelitian

Pengetahuan dan komunikasi tentang transmisi seksual infeksi

Lebih dari tiga perempat (77,2%) siswa tahu tentang infeksi menular
seksual umum termasuk HIV /AIDS. Hampir, setengah (53,4%) siswa
mengetahui tentang HIV /AIDS diikuti oleh gonore 214 (33,4%). Tiga
ratus lima puluh delapan (55,9%) siswa berdiskusi tentang HIV / AIDS,
dari jumlah tersebut, lebih dari separuh 152 (54,1%) dari mereka
memilih mendiskusikan dengan teman sebayanya. Alasannya yakni
siswa yang malu jika harus mendiskusikan hal tersebut dengan orang
tuanya. Mayoritas sampel mengatakan, "... orang tua tidak secara
terbuka berdiskus itentang fakta reproduksi manusia dengan anak
mereka. Sebagian besar orang tua menekankan untuk menghindari
hubungan seks pranikah demi mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan dan HIV / AIDS ... "

Pengetahuan dan komunikasi tentang alat kontrasepsi

Lima ratus tiga puluh satu (82,8%) siswa tahu tentang setidaknya satu
metode kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan. Kondom (47,7%) diikuti oleh abstinence (37,1%)
paling banyak dilaporkan sebagai metode kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan. Hampir semua kelompok diskusi
terarah tidak nyaman untuk berdiskusi tentang seks dan masalah
reproduksi dengan remaja mereka. Tak ada pembahas mengatakan
pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Seorang peserta
perempuan (orangtua) berkata, "Saya katakan padanya untuk tidak
terjadi dulu tapi jika memang dia hamil, saya akan merawatnya dan
anaknya ... tapi ... hamil sebelum menikah membawa prestise negatif
masyarakat yang akan berdampak pada keluarganya"

Sikap dan perilaku seksual remaja

Usia rata-rata partisipan saat pertama kali melakukan hubungan


intim15,3 (± 1,5) tahun. Delapan puluh sembilan siswa yang aktif secara
seksual menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Dari
mereka, enam puluh empat laki-laki dan dua puluh lima remaja
perempuan di sekolah menggunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual pertama kali. Sebagai tambahan, lima puluh sembilan siswa laki-
laki dan tiga puluh siswa perempuan menggunakan metode kontrasepsi
lainnya. Alasan ketidaksetujuan seks pranikah adalah mempertahankan
keperawanan sampai menikah, bertentangan dengan nilai agama, takut
terhadap IMS, menunggu sampai dewasa, dan takut terjadi kehamilan
yang tidak diinginkan. Salah satu orangtua laki-laki berkata, "... Secara
kultural dan religius tidak dapat diterima untuk melakukan hubungan
seks pranikah di masyarakat ... dan anak perempuan harus menjaga
keperawanan sampai menikah .... "

Faktor yang berhubungan dengan proses komunikasi seksual dan


kesehatan reproduksi

Tujuh puluh tujuh persen siswa menyadari pentingnya untuk membahas


tentang masalah kesehatan seksual dan reproduksi dengan orang tua
mereka Namun, hanya 36,8% siswa yang pernah membahas setidaknya
dua isu masalah kesehatan seks dan reproduksi. Tiga-perempat (74,7%)
siswa lebih suka mendiskusikan masalah kesehatan seksual dan
reproduksi mereka dengan teman seusianya. Namun, siswa juga
membahas tentang seks dan seksual reproduksi dengan ibu, saudara
perempuan, saudara laki - laki dan ayah masing-masing 15,4%, 11,4%,
8,9%, 5,9%. Tapi hanya 17,9% ayah dan 25,4% ibu bersikap transparan
dan bersedia berdiskusi tentang isu seksual dan reproduksi. Siswa lebih
mungkin berdiskusi dengan ibu tentang masalah kesehatan seksual dan
reproduksi dari pada anggota keluarga lainnya. Sebagian besar ibu
biasanya membahas tentang menstruasi dengan putrinya. Seorang ibu
berkata, "... saya berbagi pengalaman saya kepada anak perempuan
saya tentang tindakan pencegahan yang dia lakukan saat menstruasi
datang ... " Sedangkan, sebagian besar ayah lebih sering mendiskusikan
masalah kesehatan reproduksi dan seksual yang bertentangan dengan
budaya.

3.1.4 Pembahasan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tahu
tentang infeksi menular seksual termasuk pandemi HIV / AIDS saat ini.
Delapan dari setiap sepuluh siswa mengetahui metode kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Siswa pernah melakukan
hubungan seksual pertama diusia rata-rata 15 tahun. Sekitar tujuh dari
setiap sepuluh siswa menolak praktik seksual pranikah. Tidak lebih dari
setengah siswa berdiskusi tentang seks dan reproduksi masalah
kesehatan dengan orangtua, tetapi lebih dominan dikomunikasikan
dengan teman sebaya. Sebagian besar ibu berdiskusi dengan remaja
tentang masalah kesehatan seksual dan reproduksi,sedangkan sebagian
besar ayah mendiskusikan tentang budaya yang bertentangan dengan
seksual reproduksi. Perasaan tabu atau memiliki budaya yang
menganggap tabu, perasaan malu dan kurangnya keterampilan
komunikasiremaja membuat sebagian besar remaja tidak berdiskusi
secara terbuka dengan orang tua tentang seks dan masalah kesehatan
reproduksi (Gebreysus, 2010; Martha, 2009).

3.1.5 Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa ada komunikasi yang rendahtentang


masalah kesehatan seksual dan reproduksi antaraorang tua dan remaja.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem pendukung untuk memotivasi
komunikasi yang terbuka antara remaja dengan orangtua, misalnya
sekolah atau pendidikan kesehatan yang diberikan mahasiswa kesehatan.
Selain itu, perlu juga dipilah materi yang kira-kira harus
dikomunikasikan oleh orangtua atau materi yang dapat dicari secara
mandiri oleh remaja sehingga tidak memberi kesan tidak efisien dan
memaksakan.
BAB V

PEMBAHASAN

a. Critical Appraisal

NO PROSES PERTIMBANGAN DALAM MENGKRITISI ARTIKEL


PENELITIAN
1 JUDUL  Judul artikel jelas dan akurat yaitu “Adolescent - parent
communication on sexual and reproductive health issues among high
school students in Dire Dawa, Eastern Ethiopia: a cross sectional
study” dan judul mencerminkan isi artikel mengenai bagaimana
komunikasi orang tua dengan anak remaja tentang seksual dan
kesehatan reproduksi di kalangan siswa sekolah menengah atas
Ethiopia Timur.
2 PENULIS  Penulis artikel ini adalah Mulatuwa Ayalew, Bezatu Mengistie dan
Agumasie Semahegn. Spesifikasi dari pernulis sudah sesuai dengan
artikel yang dibahas yaitu dari Fakultas Ilmu Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Haramaya, Ethiopia.
3 WAKTU  Penulis mencantumkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
penelitian, yaitu bulan Februari-Maret 2011.
4 JURNAL  Jurnal ini merupakan jurnal keperawatan karena diterbitkan oleh
Reproductive Health Journal Vol 11 No 77. Jurnal ini juga membahas
mengenai cara meningkatkan komunikasi antara orang tua dan remaja
mengenai masalah seksual dan kesehatan reproduksi.
5 ABSTRAK  Abstrak jurnal sudah menampilkan latar belakang, tujuan, metodologi,
hasil, dan kesimpulan. Namun, yang ditampilkan hanyalah tujuan
umum yang cakupannya masih terlalu luas tanpa menampilkan tujuan
khusus yang ingin dicapai penulis. Peneliti juga tidak memberikan
rekomendasi yang nantinya penting untuk penulis lain apabila ingin
mengembangkan penelitian ini.
Fokus dari jurnal ini cukup jelas, dimana penulis ingin mengetahui
komunikasi remaja dengan orantua mengenai kesehatan seksual dan
reproduksi.
6 IDENTIFIKASI  Permasalahan dalam jurnal ini adalah untuk mengetahui komunikasi
MASALAH remaja dengan orantua mengenai kesehatan seksual dan reproduksi..
Pengumpul data menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari
penelitian sebelumnya dan menggunakan Global School-based
Student Health Survey (GSHS) serta Core-Expanded Question for the
Module on Sexual Behaviors oleh WHO (2010).
7 FORMULASI  Penulis mencantumkan rasional tentang alasan mengapa hasil studi
PERTANYAAN ini layak untuk diterapkan, seperti mencantumkan penelitian terdahulu
ATAU yang dapat dijadikan perbandingan dalam penelitian ini.
HIPOTESA  Jurnal ini sudah mencantukan tujuan penelitian yang ingin dicapai dari
penelitian ini. Jurnal tidak mencantumkan hipotesis
8 KAJIAN  Dalam jurnal ini penulis mencerminkan pemahamannya terhadap
PUSTAKA subjek yang diteliti yaitu terkait
 Penulis menggunakan sumber pustaka yang cukup relevan yaitu
sebagian besar sumber terbit dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
(2007-2017). Namun terdapat beberapa sumber yang digunakan lebih
dari 10 tahun namun sumber tersebut dalam jurnal tersebut masih
terkait dengan topic bahasan dan digunakan sebagai data pelengkap
dari sumber lain yang terbit 10 tahun terakhir.
 Penulis tidak hanya menampilkan kumpulan kutipan langsung dari
penelitian terdahulu namun juga mengkolaborasikannya dengan
penelitian yang dilakukan penulis.
9  METODOLOGI
RANCANGAN  Dalam jurnal ini menggunakan jenis penelitian dengan metode
qualitatif dan quantitatif dengan pendekatan cross sectional.
ALAT UKUR  Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis menggunakan
binary logistic regression analysis, analisis bivariate dan analisis
multivariat (α = 0,05).
 Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari
beberapa studi dan Global School-based Student Health Survey
(GSHS), Core-Expended Questions Module on Sexual Behaviors
 Sample yang digunakan sebanyak 659 subjek penelitian
SAMPEL  Cara peneliti memilih sampel lansia sebanyak 659 subjek.
 Penulis mencantumkan cara pemilihan sampel yaitu Radomly
Sampling (Lotre Method), serta dicantumkan penjelasan mengenai
cara pemilihan sampel
ETIK  Dalam jurnal, dijelaskan bahwa yang dijadikan responden adalah
siswa yang sudah menandatangani informed consent.
 Dalam jurnal dijelaskan, bahwa penelitian sudah lolos uji etik di
Haramaya Unversit, serta sudah mendapatkan persetujuan dari
administrasi sekolah serta guru komitte sekolah.
 Dalam penelitian ditampilkan bahwa apakah kerahasiaan dan privasi
peserta dijamin.
RELIABILITAS  Dalam penelitian ini menggunakan instrument berupa alat ukur
& VALIDITAS kuesioner yang diadaptasi dari beberapa studi dan Global School-
based Student Health Survey (GSHS), peneliti tidak memaparkan
terkait uji layak ukur kuesioner tersebut.
10 PILOT STUDY  Pilot study merupakan tindakan uji coba dalam penelitian. Dalam
jurnal ini tidak menggunakan pilot study namun menggunakan desain
deskriptif.
11  PENELITIAN UTAMA
HASIL  Dalam jurnal ini, hasil data penelitian ditampilkan dalam bentuk
persentase dalam tabel.
 Pada bagian result telah dijelaskan lebih dalam mengenai data hasil
terkait penelitian.
DISKUSI/  Diskusi hasil penelitian dapat dipahami, karena pada bagian diskusi
REKOMENDASI penulis sudah mencantumkan hasil penelitiannya, tidak hanya hasil
penelitian sendiri tapi juga hasil penelitian dari pendapat peneliti yang
lainnya.
 Penulis menampilkan rekomendasi dalam penelitiannya.
Dimana peneliti menyarankan penelitian mengenai bagaimana
komunikasi dan juga pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi antar orang tua. Selain itu juga karena desain
penelitian ini adalah sebab akibat maka tidak dapat dijadikan
suatu desain penelitian selanjutnya
 Dalam jurnal penulis mencantumkan keterbatasan penelitian yang
ditemui. Keterbatasan penelitian yaitu pada penelitian ini didasarkan
pada system pelaporan sendiri dari partisipan yang mungkin akan
terpengaruh oleh keinginan social dan juga terhambat untuk
melakukan diskusi terbuka untuk karena pengaruh budaya.
 Dalam jurnal penulis menampilkan saran bagi peneliti selanjutnya
 Dalam jurnal peneliti menjelaskan pada diskusi terkait dengan
manfaat pengetahan reproduksi pada remaja.
KESIMPULAN  Kesimpulan berkaitan dengan hasil penelitian karena apa yang
disampaikan dalam kesimpulan merupakan ringkasan bahasan dari
hasil penelitian jadi dalam kesimpulan itu sudah berkaitan dengan
hasil penelitian tersebut.
 Dalam penilitian ini kesimpulannya sudah sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini, dimana melihat bagaimana pengetahuan dan
komunikasi antara orang tua dan remaja terkait kesehatan reproduksi.
Dimana komunikasi antara orang tua dan remaja sangat minim
mengenai kesehatan reproduksi, sedangkan remaja lebih sering
berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan teman sebayanya.

b. Analisa SWOT

Strength
a. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh orang tua dapat mendorong
pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam seksual
reproduksi. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama
dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan
negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan
berpengaruh terhadap belajar. Dalam hal ini, keluarga merupakan
sumber utama yang diperlukan oleh anak-anak khususnya remaja
dalam mencegah masalah seksualitas dan reproduksi melalui
pendidikan kesehatan.
b. Dalam hal seksualitas keluarga khususnya ibu dan ayah dapat menjadi
pemberi tanggungjawab kepada anak untuk mematuhi aturan yang
disepakati oleh keluarga. Komunikasi yang intim antar orang tua
dengan anak terkait norma agama, batasan budaya, yang ada pada
akhirnya mengarahkan anak pada pola hubungan seksual reproduksi
yang sehat.
c. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan seksual reproduksi
diharapkan anak dapat memiliki pondasi yang kuat sehingga
menjauhkan diri dari seks bebas, penyakit kelamin, kehamilan di luar
nikah, dan kehamilan yang tidak dikehendaki.
Weakness
a. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh orang tua dapat mendorong
pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dalam seksual reproduksi.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi
anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara sehingga cara
orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar.
Dalam hal ini, keluarga merupakan sumber utama yang diperlukan oleh
anak-anak khususnya remaja dalam mencegah masalah seksualitas dan
reproduksi melalui pendidikan kesehatan.
b. Dalam hal seksualitas keluarga khususnya ibu dan ayah dapat menjadi
pemberi tanggungjawab kepada anak untuk mematuhi aturan yang
disepakati oleh keluarga. Komunikasi yang intim antar orang tua dengan
anak terkait norma agama, batasan budaya, yang ada pada akhirnya
mengarahkan anak pada pola hubungan seksual reproduksi yang sehat.
c. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan seksual reproduksi
diharapkan anak dapat memiliki pondasi yang kuat sehingga menjauhkan
diri dari seks bebas, penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah, dan
kehamilan yang tidak dikehendaki.

Opportunity
a. Adanya budaya yang melarang melakukan seks pranikah dengan tujuan
mempertahanan keperawanan sampai menikah, selain itu hal ini
bertentangan dengan nilai agama, takut terhadap IMS, menunggu sampai
dewasa dan takut terjadi kehamilan yang tidak diinginkan
b. Penggunaan kondom dan kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual,
dimana dengan menggunakan kondom dan kontrasepsi dapat mencegah
terjadinya penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Treath
a. Kemajuan teknologi menyebabkan banyak remaja melihat situs-situs yang
tidak diharapkan.
b. Masih banyak remaja yang tidak mengetahui tentang kesehatan
resproduksi remaja

c. Implikasi Keperawatan

Remaja merupakan salah satu fase dalam siklus kehidupan manusia.


Berkaitan dengan kesehatan, permasalahan juga banyak ditemukan pada masa
remaja. Permasalahan kesehatan remaja yang sering ditemui seperti seks
bebas, penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah dan kehamilan
yang tidak dikehendaki. Menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia tahun 2007, sebesar 1,3% perempuan mengaku pernah melakukan
hubungan seks sebelum menikah dan 6,4 % remaja laki-laki pernah
melakukan hubungan seks sebelum menikah (Indonesia Young Adult
Reproductive Health Survey, 2007)

Menurut Dien (2007), berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia pubertas,
pengetahuan, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan
pacar dan paparan media elektronik dan cetak berhubungan dengan perilaku
seksual remaja (Nursal, Dien, 2008). Penelitian lain menunjukan bahwa
pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi rumah
tangga, akses terhadap informasi, komunikasi dengan orang tua, dan
keberadaan teman memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
berisiko seperti merokok, minum alkohol, melakukan hubungan seksual pra
nikah dan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Indonesia (Lestary, Heny
dan Sugiharti, 2011).

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak tempat anak


belajar dan mengatakan sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya
anak melakukan interaksi yang intim. Keluarga adalah sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga
(Setiadi, 2008). Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara sehingga
cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar.
Dalam hal ini, keluarga merupakan sumber utama yang diperlukan oleh anak-
anak khususnya remaja dalam mencegah masalah seksualitas dan reproduksi.

Keluarga memiliki 2 fungsi yang berperan penting dalam mencegah masalah


kesehatan remaja, di antaranya fungsi pendidikan dan fungsi sosialisasi.
Fungsi pendidikan adalah fungsi keluarga dalam menyekolahkan anak untuk
memberikaan pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai
dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk
kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai
orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembanganya
(Mubarak, dkk 2009). Sedangkan, fungsi sosialisasi adalah membina
sosialisasi pada anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan
tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya
(Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembagkan
proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi (Setiawati, 2008).
Kedua fungsi ini penting untuk memberikan pengetahuan dan batasan anak
khususnya remaja dalam bertingkah laku saat memasuki usia remaja, salah
satunya yaitu menghindari seks bebas.

Dalam menjalankan fungsinya, keluarga dengan anak dewasa juga harus


berpedoman pada tugas perkembangan keluarga. Adapun tugas
perkembangan keluarga dengan anak remaja, di antaranya 1.) pengembangan
terhadap remaja (memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung
jawab mengingat remaja adalah seorang yang dewasa muda dan mulai
memiliki otonomi); 2.) memelihara komunikasi terbuka antara anak dan
orange tua.hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan; 3.) memelihara
hubungan intim dalam keluarga; dan 4.) mempersiapkan perubahan system
peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh
kembang anggota keluarga. Dalam hal ini, keluarga perlu membiasakan
komunikasi terbuka untuk memberikan pengertian tentang hak dan kewajiban
serta menyampaikan norma-norma yang diberi oleh pemegang kekuatan di
keluarga terhadap remaja.

Berkaitan dengan implikasi dari jurnal utama yang berjudul “Adolescent -


parent communication on sexual and reproductive health issues among high
school students in Dire Dawa, Eastern Ethiopia: a cross sectional study”
(Ayalew, Mengistie & Semahegn, 2014), hasil penelitian yang didapatkan dari
jurnal dapat menjadi pedoman bagi tenaga kesehatan dalam mengedukasi
metode yang tepat dalam memberikan pendidikan kesehatan terkait masalah
reproduksi dan seksualitas. Dalam hal ini, metode pendidikan sekolah
berbasis pendidikan kesehatan reproduksi dapat digunakan untuk
menyampaikan materi tentang penyakit reproduksi. Sedangkan, berkaitan
dengan masalah seksualitas, keluarga khususnya ayah dan ibu dapat menjadi
pemberi tanggungjawab kepada anak untuk mematuhi aturan yang telah
disepakati oleh keluarga. Selain itu, ayah juga harus selalu mengingatkan
anak tentang norma agama serta batasan budaya yang pada akhirnya
mengarahkan anak pada pola hubungan seksual reproduksi yang sehat.

Berkaitan dengan fungsi perawat, perawat dapat menjadi fungsi edukator bagi
keluarga dalam berbagi pengetahuan tentang 5 fungsi perawatan kesehatan
keluarga. Adapun dalam hal ini, perawat perlu menjelaskan kepada keluarga
tentang mengenal masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas;
mengarahkan keluarga tentang hal negatif yang dapat terjadi jika terdapat
masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas; menjelaskan kepada keluarga
tentang perawatan yang dapat dilakukan bila ada masalah misalnya
mengunjungi konselor reproduksi, dokter spesialis kandungan dan
ginekologi, serta psikolog jika memang telah terjadi masalah fisik ataupun
psikologis pada anak; memodifikasi interaksi terbuka antara anak dan
orangtua; serta mengarahkan keluarga kepada pusat kesehatan dalam
menangani suatu kasus seksual reproduksi. Namun, dalam memberikan
materi-materi kesehatan reproduksi dan seksualitas, perawat tidak bisa
melakukan satu arah. Perawat sebaiknya menyarankan orangtua untuk ambil
andil dalam menceritakan pengalamannya pada masing-masing materi yang
disampaikan, sehingga anak dapat terinspirasi dari kisah nyata dalam
memahami teori yang diberikan perawat. Dengan begitu, diharapkan anak
dapat memiliki pondasi yang kuat dalam menghindari diri dari pergaulan dan
seks bebas yang berdampak fase bagi kehidupan selanjutnya.
BAB VI

PENUTUP

5.1 Simpulan

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan


yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Perkembangan
pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai
aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses
yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan
psikis pada remaja. Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang
yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks
bebas (unprotectedsexuality), penyebaran penyakit kelamin (sexual
transmitted disease), kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak
dikehendaki (adolescent unwanted pragnancy) dikalangan remaja. Kesehatan
reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
sistem, fungsi dan proses reproduksi. Jurnal utama yang digunakan
menunjukkan bahwa perlunya motivasi pendukung untuk meningkatkan
komunikasi antara orangtua dan remaja dalam pembahasan terkait kesehatan
reproduksi.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Mahasiswa

Mencari jurnal-jurnal pendukung lain yang membahas tentang cara


mempertahankan atau meningkatkan manajemen kesehatan reproduksi

5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Membuat program untuk meningkatka pola komunikasi orang tua dan


remaja mengenai kesehatan reproduksi semenjak dini , serta memberika
pendidikan kesehatan mengenai cara berkomunikasi antara orang tua dan
remaja yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.


Bastien S, Kajula LJ, Muhwezi WW: A review of studies of parent–child
communication about sexuality and HIV/AIDS in sub-Saharan Africa.
BMC Reprod Health 2011, 8(25):1–17.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.


Friedman, Marilyn M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori,
dan Praktek. Edisi ke -5. Jakarta : EGC.
Gebreysus D, Fantahun M: Assessing communication on sexual and reproductive
health issues among high school students with their parents, Bullen
Woreda, Benishangul Gumuz Region, North West Ethiopia. Ethiop J
Health Dev 2010, 24(2):89–95.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey. 2007.

Jaccard J, Dodge T, Dittus P: Parent-Adolescent Communication about Sex and


Birth Control in Talking Sexuality. New Directions in Child and
Adolescent Development. San Francisco, CA: Jossey-Bass; 2002:9–41.
jfi.sagepub.com/ content/33/2/136.ref.

Joanne McCloskey Dochterman, Gloria M. Bulecheck. (2004). Nursing


Intervention Classification. Amerika: United Statis of America.

Kemenkes RI. 2015. Kesehatan Repoduksi. Infodatin


Lestary, Heny dan Sugiharti. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia menurut
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007.
Jurnal Kesehatan Reproduksi, 2011; 1.

Martha F: Assessment of Parent-Adolescent Communication on Sexual and


Reproductive Health Matters in Hawassa Town. 2009. www.academia.
edu/…/assessment_of_parent-adolescent_C (etd.aau.edu.et).
Martino SC, Elliott MN, Corona R, Kanouse DE, Mark SA: The roles of breadth
and repetition in parent-adolescent Communication about sexual topics.
Off J Am Acad Pediatrics 2008, 121(3):612–618.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Nursal, Dien G.A. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual


Murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2008.

Potter, P.A., dan Perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 2.
Jakarta: EGC.
Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Setiadi. (2008). Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Setiadi. (2008). Konsep & Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha ilmu.

Setiawati, S. (2008). Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.


Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. (2004).
Nursing Outcome Classification. Amerika: United States of America.

T. Heather Herdman. (2012). Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC

Tamboyang, Jan. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC


WHO. 2014. Kesehatan Reproduksi. Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai