Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika tidak
ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian, kejadian trauma dada terjadi
sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta sekitar
sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah sakit. Beberapa cedera dada yang
dapat terjadi antara lain, tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest,
hematotoraks, tamponade jantung. Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering
menyebabkan terjadinya trauma pada toraks. Tingkat morbiditas mortalitas akan
meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua didunia pada tahun 2020 menurut
WHO (Word Health Organitation). Tension Pneumotoraks merupakan suatu cedera
dada yang umum di temukan pada kejadian trauma diluar rumah sakit, serta
merupakan kegawat daruratan yang harus di berikan penanganan secepat mungkin
untuk menghindari dari kematian. Angka insidennya di masukan pada insiden cedera
dada atau trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien
menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami tension pneumotoraks.
Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala dari tension pneumotorak
menyebabkan banyak penderita meninggal setelah atau dalam perjalanan menuju
kerumah sakit. Sebenarnya penanganan tension pneumotoraks dapat dilakukan
dengan bantuan hidup dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan, sebelum
mengirim pasien ke pusat pelayanan medis terdekat, sehingga disini diperlukan
pengatuhan untuk identifikasi awal dari gejala tension pneuomotoraks, untuk
mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tension Pneumotorax
2. Bagaimana patofisiologi Tension Pneumotorax
3. Apa manisfestasi klinis dari Tension Pneumotorax
4. Bagimana WOC Tension Pneumotorax
5. Bagaimana pemeriksaan fisik dari Tension Pneumotorax
6. Bagimana pemeriksaan diagnostik dari Tension Pneumotorax
7. Bagaimana pengobatan medis dari Tension Pneumotorax
8. Bagaimana pencegahan primer,sekunder,tersier dari Tension Pneumotorax
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Tension Pneumotorax
10. Bagaimana program discharge planning dari Tension Pneumotorax
11. Apa aspek legal etik dari Tension Pneumotorax

C. Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui tentang Tension Pneumotorax
2. Agar pembaca mengerti patofisiologi dari Tension Pneumotorax
3. Agar pemebaca mengerti manifestasi klinis Tension pneumothorax
4. Agar pembaca mengerti Tension Pneumothorax
5. Agar pembaca mengetahui pemeriksaan Tension pneumothorax
6. Agar pembaca memahami pemeriksaan Diagnostik Tesion Pneumothorax
7. Agar pembaca mengetahui pengobatan medis Tension pneumothorax
8. Agar pembaca mengetahui pecegahan Primer,sekunder,tersier Tension
Pneumothorax
9. Agar pembaca memahami asuhan keperawatan Tension Pneumothorax
10. Agar pembaca memahami Discarge planning Tension Pneumothorax
11. Agar pembaca mengerti legal etik Tension Pneumothorax

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tension Pneumotoraks adalah Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu
kegawat daruratan pada cedera dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang
menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar,
keadaan ini disebut dengan fenomena ventil ( one –way-valve). Akibat udara yang
terjebak didalam rongga pleura ssehingga menyebabkan tekanan intrapleura meningkat
akibatnya terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-

2
paru kontralateral, penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia. (Sharma
A, 2008).

Pada keadaan normal rongga pleura dipenuhi oleh paru – paru yang mengembang
pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan permukaaan ( tekanan negatif )
antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga potensial di antara pleura
visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara
yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin banyak udara yang masuk kedalam
rongga pleura akan menyebabka paru –paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara
yang masuk meningkat tekanan pada intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan
pada proses perfusi oksigen kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam
paru yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak
terjadi. (Berg RA, Hemphill R. 2010)

B. Patofisiologi
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki tekanan
yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara memasuki rongga pleura
dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Udara dapat memasuki
rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur
tersebut akan menutup pada saat ekspirasi

Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan udara
mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan udara akan mendorong paru
yang dalam keadaan recoiling sehingga terjadi atelektasis kompresi.

3
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran jantung dan
pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat
akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk
dan tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena
dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan
pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada
jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intrapleura yang
negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika udara masuk ke
ruang pleura faktor-faktor ini akan hilang dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan
oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada
saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek
bola katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan
akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke sisi
berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang
berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran
darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan
hipotensi arterial dan syok.(Kowalak, 2011).

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding
dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi


kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika
pasien sangat hipotensi) dan sianosis.

 Terjadi sesak napas yang progresif dan berat

 Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan
pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung

4
 Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat

 Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada
dinding toraks

 Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension


pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh
darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris
(Corwin, 2009)

D. WOC

5
E. Pemeriksaan Klinis

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi
rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

6
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara
batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.

f. Pernapasan

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot


aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang
(auskultasi  mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura),
fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi
dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental:
ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis,
inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

6. Pemeriksaan Diagnostik

A. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) : diperlukan apabila pemeriksaan foto


dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
dengan pneumotoraks sekunder.

7
B. merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar
dibandingkan pemeriksaan CT-
Scan. Ada 4 derajat.

C. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura
tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan
vascular pada daerah tersebut. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada
area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

D. Pemeriksaan Laboratorium :

 GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2

8
mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah
arteri memberikan gambaran hipoksemia.
 Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah. Torasentesis : menyatakan darah / cairan
sero sanguinosa.

7. Pengobatan Medis

Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan


dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan
pneumotoraks adalah :

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen

Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula
dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan
akan direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari.
Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.

b. WSD (Water Seal Drainage)

Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%.
Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS 2-3
sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.

c. Torakoskopi

9
adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu
torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali.
Dengan prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan
untuk pleurodesis (Kurniasih, 2009).

8. Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier

Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4
minggu. Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka
dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan
pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang selama beberapa hari agar paru-
paru bisa kembali mengembang. Untuk menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit. Untuk mencegah serangan ulang, mungkin perlu
dilakukan pembedahan.

Hampir 50% penderita mengalami kekambuhan, tetapi jika pengobatannya berhasil,


maka tidak akan terjadi komplikasi jangka panjang. Pada orang dengan resiko tinggi
(misalnya penyelam dan pilot pesawat terbang), setelah mengalami serangan
pneumotoraks yang pertama, dianjurkan untuk menjalani pembedahan.

Pada penderita yang pneumotoraksnya tidak sembuh atau terjadi 2 kali pada sisi
yang sama, dilakukan pembedahan untuk menghilangkan penyebabnya. Pembedahan
sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan dengan
komplikasi atau penderita pneumotoraks berulang. Oleh karena itu seringkali dilakukan
penutupan rongga pleura dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang
digunakan untuk mengalirkan udara keluar. Untuk mencegah kematian pada
pneumotoraks karena tekanan, dilakukan pengeluaran udara sesegera mungkin dengan

10
menggunakan alat suntik besar yang dimasukkan melalui dada dan pemasangan selang
untuk mengalirkan udara.

 Rehabilitasi
 Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan
pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.

 Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang


mengejan, mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.

 Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah


laksan ringan.

 Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk
atau sesak nafas.

9. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

11
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk
Hipoventilasi sindrom Respiratory status : Airway patency memaksimalkan ventilasi
DS:  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Vital sign Status
 Dyspnea  Auskultasi suara nafas, catat adanya
 Nafas pendek suara tambahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien
DO:  Berikan bronkodilator
menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria
 Penurunan tekanan hasil:  Berikan pelembab udara Kassa basah
inspirasi/ekspirasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang NaCl Lembab
 Penurunan pertukaran bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu  Atur intake untuk cairan
udara per menit mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, mengoptimalkan keseimbangan.
 Menggunakan otot tidakada pursed lips)  Monitor respirasi dan status O2
pernafasan tambahan  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak  Bersihkan mulut, hidung dan secret
 Pernafasan pursed-lip merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan trakea
 Tahap ekspirasi dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Pertahankan jalan nafas yang paten
berlangsung sangat lama  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan  Observasi adanya tanda tanda
 Penurunan kapasitas vital darah, nadi, pernafasan) hipoventilasi
 Respirasi: < 11 – 24 x  Monitor adanya kecemasan pasien
/mnt terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung NOC : NIC :


b/d gangguan arus vena Cardiac
balik, Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
pre load dan afterload Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung
Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan
DO/DS: Tissue perfusion: perifer cardiac putput
 Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan selama………penurunan  Monitor status pernafasan yang
bradikardia kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil: menandakan gagal jantung
 Palpitasi, oedem
Tanda Vital dalam rentang normal  Monitor balance cairan
 Kelelahan (Tekanan darah, Nadi, respirasi)  Monitor respon pasien terhadap efek
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Peningkatan/penur pengobatan antiaritmia
unan JVP Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites  Atur periode latihan dan istirahat untuk
 Distensi venaTidak ada penurunan kesadaran menghindari kelelahan
jugularis AGD dalam batas normal  Monitor toleransi aktivitas pasien
 Tidak ada distensi vena leher
Kulit dingin dan  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
lembab Warna kulit normal dan ortopneu
 Penurunan denyut  Anjurkan untuk menurunkan stress
nadi perifer  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Nafas pendek/  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
sesak nafas atau berdiri
 Perubahan warna  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
kulit

12
 Batuk, bunyi bandingkan
jantung S3/S4  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kerusakan jaringan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 comfort level kualitas dan faktor presipitasi
DS: Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
 Laporan secara verbal selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, ketidaknyamanan
DO: dengan kriteria hasil :  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu menemukan dukungan
 Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu menggunakan  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak tehnik nonfarmakologi untuk nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
capek, sulit atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, mencari bantuan) kebisingan
menyeringai)  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Terfokus pada diri sendiri dengan menggunakan manajemen  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
nyeri intervensi
 Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses  Mampu mengenali nyeri (skala,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
berpikir, penurunan interaksi dengan intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
orang dan lingkungan)  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri dingin
 Respon autonom (seperti berkurang  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
diaphoresis, perubahan tekanan  Tanda vital dalam rentang normal ……...
darah, perubahan nafas, nadi dan  Tidak mengalami gangguan tidur  Tingkatkan istirahat
dilatasi pupil)  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
 Perubahan autonomic dalam tonus nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
otot (mungkin dalam rentang dari antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
lemah ke kaku)  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
 Tingkah laku ekspresif (contoh : pemberian analgesik pertama kali

13
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC : NIC :


perifer berhubungan dengan gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kaji ulkus statis dan gejala selulitas (yaitu nyeri,
aliran vena selama …. Pasien menunjukkan perfusi kemerahan, dan pembengkakan pada
jaringan: perifer, yang dibuktikan oleh ekstrimitas)
DS: indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan Lakukan pengkajian komprehensif terhadap
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak
 Perubahan sensasi sirkulasi perifer (misalnya kaji nadi perifer,
ada gangguan): edema, pengisian ulang kapiler, warna dan suhu
DO:
 Pengisian ulang kapiler (jari tangan dan (ekstrimitas)
 Perubahan karakteristik kulit
jari kaki)  Pantau tingkat ketidak nyamanan atau nyeri saat
(misalnya, rambut, kuku, dan
kelembapan)  Warna kulit melakukan latihan fisik, pada malam hari atau
 Bruit (suara yang terjadi didalam  Sensasi saat istirahat (arterial)
pembuluh darah akibat turbulensi)  Integritas kulit  Pantau status cairan, termasuk asupan dan
 Perubahan tekanan darah ke haluaran
ekstrimitas  Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpulan
 kelambatan penyembuhan atau panas, dingin (pada perifer)
 Nadi arteri lemah  Pantau trombosis vena profunda

14
 Edema
 Tanda Homan positif
 Disklorasi kulit (biru kehitaman)
 Perubahan suhu kulit
 Nadi lemah dan tidak teraba

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

15
Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :
berhubungan ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kaji suara paru; frekuensi nafas, kedalaman, dan
ventilasi selama …. Pasien menunjukkan : usaha nafas
 Mempunyai fungsi paru dalam batas  Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
DS: normal  Pantau hasil gas darah (misal kadar pao2 yang
 Dispnea  Memiliki ekspansi paru yang simetris rendah, dan PaCO2 yang tinggi menunjukan
DO:  Tidak menggunakan pernafasan perburukan pernafasan)
 Gas darah arteri tidak normal pursed-lip  Pantau kadar elektrolit
 PH arteri tidak normal  Tidak mengalami napas dangkal atau  Pantau status mental (misal; tingkat kesadaran,
 Ketidaknormalan frekuensi, irama, ortopnea gelisah, dan konfusi)
dan kedalaman pernafasan  Tidak menggunakan otot aksesoris  Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat
 Warna kulit tidak normal untuk bernafas pasien tampak somnolen
 Hiperkapnia (CO2 meningkat)  Observasi terhadap sianosis, terutama membran
 Hiperkarbia mukosa mulut
 Hipoksia  Identifikasi kebutuhan pasien terhadap
pemasangan jalan nafas aktual atau potensial
 Hipoksemia
 Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan
 Iritabilitas
atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
 Napas cuping hidung tambahan
 Gelisah  Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai
 Somnolen dengan kebutuhan
 Takikardia

10. Discharge Planning

 Hilangkan nyeri interkosta yang mungkin terjadi dengan menggunakan pemanasan


lokal dan nalgesia oral.
 Selingi berjalan dan aktivitas lain dengan periode istirahat yang sering. Sadari bahwa
kelemahan dan keletihan adalah umum untuk 3 minggu pertama.

 Praktikkanlah latihan pernapasan beberapa kali sehari selama beberapa minggu


pertama di rumah.

 Hindari mengangkat beban lebih dari 10 kg sampai terjadi penyembuhan sempurna;


otot-otot dada dan insisi mungkin lebih lemah dari normal selama 3 sampai 6 bulan
setelah operasi.

 Berjalan dengan jarak sedan, secara bertahap tingkatkan waktu dan jarak berjalan.
Jaga tetap persisten.

16
 Dengan segera hentikan semua aktifitas yang dapat menyebabkan keletihan
peningkatan sesak nafas, atau nyeri dada.

 Hindari iritan bronkhial (merokok, asap, polusi udara, semprot aerosol)

 Cegah kedinginan atau infeksi paru.

 Melapor untuk tindak lanjut perawatan oleh ahli bedah atau kllinik sesuai kebutuhan

11. Aspek legal etik

Prinsip etik dan legal keperawatan :

a. Autonomy

Berkaitan dengan hak seseorang untuk membuat keputusan bagi dirinya misalnya
seorang pasien yang akan mengalami suatu tindakan seperti pembedahan, keputusan
harus diputuskan oleh pasien itu sendiri, tetapi tenaga kesehatan berkewajiban
memberikan informasi yang rinci sehingga pasien membuat keputusan secara benar.

b. Beneficence (kemurahan hati/pemanfaatan)

Kewajiban melakukan yang terbaik meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

c. Non maleficence (tidak merugikan orang lain)

Kewajiban untuk tidak menimbulkan kerugian atau cedera bagi org lain apalagi
membunuh. Perawat akan bersikap hati-hati, teliti dan cermat.

d. Veracity (jujur).

Kewajiban menyampaikan atau mengatakan sesuatu dengan benar, tidak berbohong


apalagi menipu. Perawat berbicara benar, terbuka sehingga dapat dipercaya.

17
e. Justice (adil).

Kewajiban berlaku adil kepada semua orang. Perawat berlaku adil, tidak membeda-
bedakan pasien yang dirawat baik aspek sosial, agama, suku dll.

f. Fidelity (komitmen).

Kewajiban untuk setia atau loyal dengan kesepakatan atau tanggung jawab secara
bersungguh-sungguh terhadap tugas bebannya.

Unsur-unsur yang penting diperhatikan dalam kode etik :

 Perawat memberikan pelayanan dengan memperhatikan dan menghargai


kemuliaan seseorang sebagai manusia.
 Perawat melindungi hak azasi manusia.

 Perawat bertindak untuk melindungi pasien dan masyarakat.

 Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap setiap tindakan dan
pengambilan keputusa keperawatan.

 Perawat mempertahankan kompetensinya dalam melaksanakan pelayanan


kesehatan.

 Perawat melatih diri dalam menetapkan informasi dan menggunakan kompetensi


individunya.

 Perawat berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang terkait dengan pengembangan


keilmuan dari profesi keperawatan.

 Perawat berpartisipasi dalam upaya profesi untuk melaksanakan dan


meningkatkan standar profesi serta meningkatkan mutu pelayanan.

18
 Perawat berpartisipasi dalam upaya profesi untuk melindungi masyarakat
terhadap mis informasi serta mempertahankan integritas keperawatan

12. Penanganan pertama pada pasien Tension Pneumothorax

Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadan ini, karena


pemberian terapi oksigen 10% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura,
oksigen terapi 10% diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap
nitrogen, sehinga nitrogen dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui
sistem vaskular, terjadi perbedan tekanan antara pembuluh kapiler jaringan
dengan udara pada ronga pleura, sehinga terjadi peningkatan absorpsi dari udara
pada ronga pleura. Kemudian penanganan dengan jarum dekompresi yang
dilakukan pada intercostal 2 pada garis midklavikula, ini merupakan metode
konvensional. Pada literatur American Colege Of Chest Physician (ACCP) dan
Britsh Thoracic Society (BTS) dekompersi dapat dilakukan pada intercosta 5 pada
garis anterior aksila. Pengunan pipa torakostomi digunakan pada pneumotoraks
dengan gejala klinis sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada, hipoksia dan
gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi. Pada pengunanya Pipa
torakostomi disambungkan dengan alat yang disebut WSD (water seal drainage).
WSD mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal yang berfungsi
sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditengelamkan dibawah air, untuk
mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif ronga pleura. dan ruang
pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang maksimal
dan kebocoran udara sudah tidak ada. Pada sirkulasi (circulation) kita menilainya
dengan meraba denyut nadi, untuk mengevaluasi kemungkinan tanda-tanda syok
pada korban (denyut nadi cepat dan lemah, akral dingin, laju pernafasan dll) jika

19
denyut nadi tidak teraba langsung berikan kompresi sebanyak 30 kali dengan
memberikan 2 kali napas bantuan. Pemberian terapi cairan secara intravena
dilakukan untuk resusitasi awal pada penderita pneumotoraks dengan keadan
syok, dengan pemasangan kateter intravena ukuran besar (minimum 16 gauge)
dengan pemberian larutan elektrolit isotonik, untuk menstabilkan volume
vasukuler dengan menganti cairan pada ruang interstisial dan intraseluler.

Pada pneumotorak terbuka, yang terdapat luka yang menganga pada dinding
dada dan udara masuk melalui perlukan tersebut. Penanganan awal yang dapat
kita lakukan adalah tutup luka tersebut dengan mengunakan gas steril ataupun
kain yang bersih yang ditutup pada tiga sisinya. Fungsi dari penutup ini sebagai
katup, udara dapat keluar melalui luka, tetapi tidak dapat masuk melalui luka
tersebut. Karena jika kita tutup pada ke empat sisinya, pneumotoraks terbuka ini
akan berubah menjadi pneumotoraks terdesak, akibat udara yang masuk tidak
dapat keluar, dan terperangkap di rongga pleura.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aru W.Sudoyo,dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:Interna
Publishing.

Kowalak, Jennifer P. dkk ; Buku Ajar Patofisiologi: “SISTEM PERNAPASAN-


PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253 :EGC-Jakarta, 2011

Buku Saku Patofisiologi Corwin , Elizabeth J. Corwi 2009 Manson, J. Robert. 2010. Murray &
Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. Saunders. Philadelphia. Netter, 1979 dalam
Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Berg RA, Hemphil R, Abela BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner EB, Rea TD,
Sayre MR, Swor RA. Adult Basic Life Suport: 2010

American Heart Asociation Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency


Cardiovascular Care. 2010;12(supl 3):S685–S705

American Colege Of Surgeons Commite On Trauma, Student Course Manual 7th Editon :
advanced Trauma Life Suport for Doctors : Bab 5 Trauma Thoraks: 11- 127.

Sharma A, Jindal P : Priciples of diagnosis and management of traumatic pneumothorax. 208 ;34
– 40

Leigh-smith S, Haris T : Tension pneumothorax – time for a re-think ?. Emerg Med J 205;2:8-
16.doi: 10.136/emj.203.010421.

21
22

Anda mungkin juga menyukai