Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24
April 1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun
pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu
terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang
kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh
kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan
perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak pada masa itu,
tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan semangat Konferensi Asia Afrika
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah dunia.
Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika. Jiwa dan
semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja sama antar bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam hubungan percaturan
internasional meningkat dan disegani.
Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat jika Konferensi
Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya diabadikan dalam
sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota
Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia
Afrika. Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja,
S.H., LL.M., sering bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia
Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut dia sering mendapat pertanyaan dari mereka
tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika.
Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat
mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.
Terilhami oleh hal tersebut serta kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika, maka
lahirlah gagasan dia untuk mendirikan Museum Konperensi Asia Afrika di Gedung Merdeka ini.
Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia
Afrika (1980) yang dihadiri antara lain Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio
sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata gagasan itu mendapat
sambutan baik, termasuk dari Presiden RI Soeharto. Gagasan pendirian Museum Konperensi
Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun
Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri,
bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan
pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT. Decenta, Bandung. Museum Konperensi Asia Afrika
diresmikan berdirinya oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak
peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.
Luas 7500 m²
Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24
April 1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun
pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu
terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang
kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh
kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan
perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak pada masa itu,
tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan semangat Konferensi Asia Afrika
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah dunia.
Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika. Jiwa dan
semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja sama antar bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam hubungan percaturan
internasional meningkat dan disegani.
Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat jika Konferensi
Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya diabadikan dalam
sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota
Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia
Afrika. Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja,
S.H., LL.M., sering bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia
Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut dia sering mendapat pertanyaan dari mereka
tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika.
Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat
mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.
Terilhami oleh hal tersebut serta kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika, maka
lahirlah gagasan dia untuk mendirikan Museum Konperensi Asia Afrika di Gedung Merdeka ini.
Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia
Afrika (1980) yang dihadiri antara lain Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio
sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata gagasan itu mendapat
sambutan baik, termasuk dari Presiden RI Soeharto. Gagasan pendirian Museum Konperensi
Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun
Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri,
bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan
pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT. Decenta, Bandung. Museum Konperensi Asia Afrika
diresmikan berdirinya oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak
peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.
Museum ini bernama Museum Konferensi Asia Afrika. Nama tersebut digunakan untuk
mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi Sumber inspirasi dan motivasi bagi
bangsa Asia-Afrika.
Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah wewenang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara pengelolaannya di bawah koordinasi
Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.
Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konferensi Asia-Afrika dialihkan dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah pengawasan Badan Penelitian
dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada Tahun 2003 dilakukan restrukturisasi di Tubuh
Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi Asia Afrika dialihkan ke Ditjen Informasi,
Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional (Sekarang Ditjen Informasi dan Diplomasi
Publik). Saat ini UPT Museum Konferensi Asia Afrika berada dalam koordinasi Direktorat
Diplomasi Publik. Museum ini menjadi museum sejarah bagi perjuangan politik luar negeri
Indonesia.
Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan peringatan 50 tahun Konferensi
Asia Afrika 1955, pada 22-24 April 2005, tata pameran Museum Konferensi Asia Afrika
direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan Wirajuda.
Penataan kembali museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar NEgeri
dengan sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan
teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty.
Museum KAA
1. LATAR BELAKANG
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 – 24 April 1955
merupakan peristiwa sangat bersejarah dalam politik luar negeri Indonesia dan peristiwa besar
bagi bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi hanya 10 tahun setelah bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Dalam waktu yang singkat, bangsa Indonesia telah berani
mengusulkan dan bersedia menjadi tuan rumah bagi konferensi bertaraf internasional. Yang
paling penting ialah bahwa konferensi itu berakhir dengan sukses besar, baik dalam
mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika
maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini
melahirkan Dasasila Bandung yang kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia
dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya yang kemudian menjadi prinsip dasar dalam
upaya memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya
tampak pada masa itu, tetapi juga, dan yang lebih penting, terlihat pada masa sesudahnya, karena
jiwa dan semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan
jalannya sejarah dunia.
Sesungguhnya jiwa dan semangat Konferensi Asia Afrika dapat menjadi pegangan, modal dasar,
dan motivasi, baik bagi aktivitas politik (luar negeri) negara kita, maupun bagi Negara-negara
Asia Afrika pada umumnya. Konferensi tersebut selain meningkatkan volume kerja sama
antarbangsa-bangsa Asia dan Afrika sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam percaturan
internasional meningkat dan disegani, juga menanamkan kesadaran bagi generasi mendatang
bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk lebih berperan dan berprestasi.
Dalam rangka membina dan mencapai tujuan tersebut di atas, adalah penting dan tepat jika
Konferensi Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya diabadikan
dalam sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka yang
berlokasi di Kota Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi
bangsa-bangsa Asia Afrika.
2. GAGASAN
Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978-1988), Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. seringkali bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin
negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut, beliau sering mendapat
pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya
Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan
mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.
Terilhami oleh kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan
tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia, ketika jiwa, semangat, dan
pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia terutama bumi Asia Afrika dan Negara-negara
Nonblok, serta terdorong oleh keinginan sejumlah pemimpin Asia Afrika untuk mengunjungi
Kota Bandung, maka lahirlah gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. untuk
mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Gagasan tersebut
dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980
yang dihadiri antara lain oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai
wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gagasan tersebut mendapat sambutan baik
terutama dari Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia
Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan gagasan tersebut.
3. PERESMIAN
Gagasan pendirian Museum Konperensi Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave, sebagai Ketua
Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan
Konsuler Departemen Luar Negeri, bekerjasama dengan Departemen Penerangan, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas
Padjadjaran. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT Decenta, Bandung.
Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan berdirinya oleh Presiden Soeharto pada 24 April
1980, sebagai puncak Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.
Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah wewenang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. sementara pengelolaannya di bawah koordinasi
Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.
Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konperensi Asia Afrika dialihkan dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah pengawasan Badan Penelitian
dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada tahun 2003 dilakukan restrukturisasi di tubuh
Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi asia Afrika dialihkan ke Ditjen Informasi,
Diplomasi Publik, dan Perjanjian Internasional (sekarang Ditjen Informasi dan Diplomasi
Publik). Saat ini, UPT Museum Konferensi Asia Afrika berada dalam koordinasi Direktorat
Diplomasi Publik. Museum ini menjadi museum sejarah bagi politik luar negeri Indonesia.
5. TUJUAN
Menyajikan peninggalan-peninggalan, informasi yang berkaitan dengan Konferensi Asia Afrika,
termasuk latar belakang, perkembangan konferensi tersebut, sosial budaya, dan peran bangsa-
bangsa Asia Afrika, khususnya bangsa Indonesia dalam percaturan politik dan kehidupan dunia.
Mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan buku-buku, majalah, surat kabar, naskah, dokumen,
dan penerbitan lainnya yang berisi uraian dan informasi mengenai kegiatan dan peranan bangsa-
bangsa Asia Afrika dan negara-negara berkembang dalam percaturan politik dan kehidupan
dunia serta tentang sosial budaya negara-negara tersebut.
Melakukan penelitian tentang masalah-masalah Asia Afrika dan negara-negara berkembang guna
menunjang kegiatan pendidikan dan penelitian ilmiah di kalangan pelajar, mahasiswa, dosen, dan
pemuda Indonesia serta bangsa-bangsa Asia Afrika pada umumnya, dan memberi masukan bagi
kebijakan pemerintah dalam kegiatan politik luar negeri.
Menunjang upaya-upaya dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan
generasi muda, dan peningkatan kepariwisataan.
Menunjang upaya-upaya untuk menciptakan saling pengertian dan kesatuan pendapat serta
meningkatkan volume kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika dan bangsa-bangsa
lainnya di dunia.
6. LOKASI
Menghargai nilai sejarahnya, Museum Konperensi Asia Afrika berlokasi di Gedung Merdeka
yang terletak di Jalan Asia Afrika Nomor 65 Bandung.
7. RUANG LINGKUP
a. PAMERAN TETAP
Museum Konperensi Asia Afrika memiliki ruang pameran tetap yang memamerkan sejumlah
koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto dokumenter peristiwa Pertemuan Tugu,
Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.
b. PERPUSTAKAAN
Untuk menunjang kegiatan Museum Konperensi Asia Afrika, pada 1985 Abdullah Kamil (pada
waktu itu Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London) memprakarsai
dibuatnya sebuah perpustakaan.
Perpustakaan ini memiliki sejumlah buku mengenai sejarah, sosial, politik, dan budaya Negara-
negara Asia Afrika, dan negara-negara lainnya; dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia
Afrika dan konferensi-konferensi lanjutannya; serta majalah dan surat kabar yang bersumber dari
sumbangan/hibah dan pembelian.
c. AUDIO VISUAL
Bersamaan dengan berdirinya perpustakaan, disiapkan pula ruang audio visual pada 1985. Ruang
tersebut juga diprakarsai oleh Abdullah Kamil.
Ruangan ini menjadi sarana untuk penayangan film-film dokumenter mengenai kondisi dunia
hingga tahun 1950-an, Konferensi Asia Afrika dan konferensi-konferensi lanjutannya, serta film-
film mengenai kebudayaan dari Negara-negara Asia dan Afrika.
d. RISET
Museum Konferensi Asia-Afrika meningkatkan berbagai studi mengenai Asia-afrika dan luar
negeri serta memfasilitasi penelitian-penelitian dalam dan luar negeri yang dilakukan oleh para
peneliti dan mahasiswa.
e. AKTIVITAS
1. Pemanduan. Pemanduan dilakukan kepda pengunjung, baik kunjungan resmi tamu pemerintah
maupun kunjungan kelompok/umum.
2. Pameran Temporer. Museum Konferensi Asia-Afrika menyelenggarakan pameran temporer
dalam upaya mengedukasi publik berkaitan dengan pelaksanaan politik luar negeri dan sejarah
diplomasi Indonesia. Pameran temporer ini dilakukan juga di lokasi-lokasi di luar Museum
Konferensi Asia-Afrika.
3. Komunitas. Di dalam Museum Konferensi asia-afrika terdapat komunitas masyarakatyang
dibentuk atau didukung oleh Museum Konferensi Asia-Afrika. Berbagai komunitas masyarakat
ini di bentuk dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai sejarah, politik
internasional, wawasan kebangsaan mengingat tentang yang dihadapi dalam politik luar negeri
Indonesia di masa yang akan datang, dalam diplomasipublik maupun diplomasi antar waraga
(citizen diplomacy). Beberapa kegiatan yang diselenggarakan bekerjasama dengan komunitas
diantaranya: Diskusi Buku, Diskusi Film, berbagai Festival, Klab Budaya, Pameran, dan lain-
lain.
Sejarah Konferensi Asia Afrika
Penjajahan yang dialami oleh negara-negara di kawasan Asia dan Afrika merupakan masalah
krusial sejak abad ke-15. Walaupun sejak tahun 1945 banyak negara, terutama di Asia, kemudian
memperoleh kemerdekaannya, seperti : Indonesia (17 Agustus 1945), Republik Demokrasi
Vietnam (2 September 1945), Filipina (4 Juli 1946), Pakistan (14 Agustus 1947), India (15
Agustus 1947), Birma (4 Januari 1948), Ceylon (4 Februari 1948), dan Republik Rakyat
Tiongkok (1 Oktober 1949), namun masih banyak negara lainnya yang berjuang bagi
kemerdekaannya seperti Aljazair, Tunisia, Maroko, Kongo, dan di wilayah Afrika lainnya.
Beberapa Negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah
sisa penjajahan seperti daerah Irian Barat, Kashmir, Aden, dan Palestina. Selain itu konflik
antarkelompok masyarakat di dalam negeri pun masih berkecamuk akibat politik devide et
impera.
Lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, yaitu Blok Barat yang dipimpin
oleh Amerika Serikat (kapitalis) dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet (komunis),
semakin memanaskan situasi dunia. Perang Dingin berkembang menjadi konflik perang terbuka,
seperti di Jazirah Korea dan Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata nuklir meningkat.
Hal tersebut menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya Perang Dunia.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan ini belum berhasil
menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini
sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para
Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu, Puncak,
Jawa Barat pada 9 – 22 Maret 1954, untuk membahas rumusan yang akan dibawa oleh Perdana
Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan Indonesia untuk
meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika.
Pada 28 April – 2 Mei 1954, Konferensi Kolombo berlangsung untuk membicarakan masalah-
masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Usul ini diterima oleh semua peserta konferensi walaupun masih dalam suasana skeptis.
Konferensi memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjajaki kemungkinannya dan
keputusan ini dimuat di bagian akhir Komunike Konferensi Kolombo.
Pada 18 Agustus 1954, melalui suratnya, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India
mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu yang
semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil-
tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada
25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi tersebut, seperti
tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia :
“Para perdana menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang
mewakili Negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat
diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah
masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin“.
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma, U Nu, pada 28 September 1954.
Pada 28 – 29 Desember 1954, atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para perdana menteri
peserta Konferensi Kolombo (Birma, Ceylon, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan
pertemuan di Bogor, untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi tersebut berhasil merumuskan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-
negara yang diundang pada Konferensi Asia Afrika.
Kelima negara peserta Konferensi Bogor menjadi sponsor Konferensi Asia Afrika dan Indonesia
dipilih menjadi tuan rumah pada konferensi tersebut, yang ditetapkan akan berlangsung pada
akhir minggu April tahun 1955. Presiden Indonesia, Soekarno, menunjuk Kota Bandung sebagai
tempat berlangsungnya konferensi.
Pemerintah Indonesia sendiri membentuk Panitia Interdepartemental pada 11 Januari 1955 yang
diketuai oleh Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya
berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi tersebut.
Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuklah Panitia Setempat pada 3 Januari 1955,
dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas
mempersiapkan dan melayani hal-hal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transportasi,
kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang
konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 hotel lainnya serta 31 bungalow di sepanjang
Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit dipersiapkan sebagai tempat menginap para peserta
yang berjumlah lebih kurang 1.500 orang. Selain itu, disediakan juga fasilitas akomodasi untuk
lebih kurang 500 wartawan dalam dan luar negeri.
Keperluan transportasi dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir
dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.
Pada 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala
pemerintah dari 25 Negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu
negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah, karena memang negara itu
masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya, sedangkan 24 negara lainnya menerima baik
undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.
Tidak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan
Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan sorak-sorai
dan pekik “merdeka”. Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua pimpinan Pemerintah
Indonesia itu disambut oleh lima perdana menteri negara sponsor.
Pada pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : “Indonesia Raya”,
Presiden Indonesia, Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul “Let a New Asia
And a New Africa be Born” (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru). Dalam
kesempatan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta konferensi, berasal dari
kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama, sistem politik,
bahkan warna kulit pun berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman
pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam usaha mempertahankan
dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan :
“Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin
Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila
mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan
terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan
menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan
dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah
lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!”
Pidato tersebut berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi hadirin yang dibuktikan dengan
adanya usul Perdana Menteri India dan didukung oleh semua peserta konferensi untuk
mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada presiden atas pidato pembukaannya.
Pada pukul 10.45 WIB., Presiden Indonesia, Soekarno, mengakhiri pidatonya, dan selanjutnya
sidang dibuka kembali. Secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia terpilih sebagai ketua
konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama, Roeslan Abdulgani, dipilih sebagai sekretaris
jenderal konferensi.
Kelancaran jalannya konferensi dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu
di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai
yaitu pada 17 April 1955. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian
dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa
kesepakatan itu berisi antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan
sesederhana mungkin dan dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem
musyawarah dan mufakat (sistem konsensus).
Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta
konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite
Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan
pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan
kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan
pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada
pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang Umum
terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris
jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil konferensi.
Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan
pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato
penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Konsensus itu dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai :
Dasasila Bandung :
1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam
Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif,
sesuai dengan Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus
negara besar mana pun.
(b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui
perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya
yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
DAMPAK KONFERENSI ASIA AFRIKA
Konferensi Asia Afrika di Bandung telah membakar semangat dan menambah kekuatan moral
para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu tengah memperjuangkan
kemerdekaan tanah air mereka, sehingga kemudian lahirlah sejumlah negara merdeka di kawasan
Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa cita-cita dan semangat Dasasila Bandung
semakin merasuk ke dalam tubuh bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Konferensi Asia Afrika juga telah berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di antara Negara-
negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun regional. Beberapa
konferensi antarorganisasi dari negara-negara tersebut diselenggarakan, seperti Konferensi
Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi Wartawan Asia
Afrika, dan Konferensi Islam Afrika Asia.
Jiwa Bandung dengan Dasasilanya telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan
internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau “Non-Aligned” terhadap
Dunia Pertama Washington, dan Dunia Kedua Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga
struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB tidak lagi menjadi forum eksklusif
Barat atau Timur saja.
SEJARAH SINGKAT MUSEUM GEOLOGI
Museum Geologi didirikan pada tanggal 16 Mei 1928. Museum ini telah direnovasi
dengan dana bantuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Setelah
mengalami renovasi, Museum Geologi dibuka kembali dan diresmikan oleh Wakil
Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada tanggal 23 Agustus 2000. Sebagai salah
satu monumen bersejarah, museum berada di bawah perlindungan pemerintah dan
merupakan peninggalan nasional. Dalam Museum ini, tersimpan dan dikelola materi-
materi geologi yang berlimpah, seperti fosil, batuan, mineral. Kesemuanya itu
dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak 1850.
Masa Penjajahan Belanda Keberadaan Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah
penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang dimulai sejak
pertengahan abad ke-17 oleh para ahli Eropa. Setelah Eropa mengalami revolusi
industri pada pertengahan abad ke-18, Eropa sangat membutuhkan bahan tambang
sebagai bahan dasar industri. Pemerintah Belanda sadar akan pentingnya penguasaan
bahan galian di wilayah Nusantara. Melalui hal ini, diharapkan perkembangan industri di
Negeri Belanda dapat ditunjang. Maka, pada tahun 1850, dibentuklah Dienst van het
Mijnwezen. Kelembagaan ini berganti nama jadi Dienst van den Mijnbouw pada tahun
1922, yang bertugas melakukan penyelidikan geologi serta sumberdaya mineral.
Hasil penyelidikan yang berupa contoh-contoh batuan, mineral, fosil, laporan dan
peta memerlukan tempat untuk penganalisaan dan penyimpanan,sehingga pada
tahun 1928 Dienst van den Mijnbouw membangun gedung di Rembrandt Straat
Bandung. Gedung tersebut pada awalnya bernama Geologisch Laboratorium yang
kemudian juga disebut Geologisch Museum.
Gedung Geologisch Laboratorium dirancang dengan gaya Art Deco oleh arsitek Ir.
Menalda van Schouwenburg, dan dibangun selama 11 bulan dengan 300 pekerja
serta menghabiskan dana sebesar 400 Gulden. Pembangunannya dimulai pada
pertengahan tahun 1928 dan diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929.
Seiring dengan perkembangan zaman, pada tahun 1999 Museum Geologi mendapat
bantuan dari Pemerintah Jepang senilai 754,5 juta Yen untuk direnovasi. Setelah
ditutup selama satu tahun, Museum Geologi dibuka kembali pada tanggal 20 Agustus
2000. Pembukaannya diresmikan oleh Wakil Presiden RI pada waktu itu, Ibu Megawati
Soekarnoputri yang didampingi oleh Menteri Pertambangan dan Energi Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono.
Dengan penataan yang baru ini peragaan Museum Geologi terbagi menjadi 3 ruangan
yang meliputi Sejarah Kehidupan, Geologi Indonesia, serta Geologi dan Kehidupan
Manusia. Sedangkan untuk koleksi dokumentasi, tersedia sarana penyimpan koleksi
yang lebih memadai. Diharapkan pengelolaan contoh koleksi di Museum Geologi akan
dapat lebih mudah diakses oleh pengguna baik peneliti maupun grup industri.
Sejak tahun 2002 Museum Geologi yang statusnya merupakan Seksi Museum Geologi,
telah dinaikkan menjadi UPT Museum Geologi. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya
dengan baik, dibentuklah 2 seksi dan 1 SubBag yaitu Seksi Peragaan, Seksi
Dokumentasi, dan SubBag Tatausaha. Guna lebih mengoptimalkan perananya sebagai
lembaga yang memasyarakatkan ilmu geologi, Museum Geologi juga mengadakan
kegiatan antara lain penyuluhan, pameran, seminar serta kegiatan survei penelitian
untuk pengembangan peragaan dan dokumentasi koleksi.
Pergeseran fungsi museum, seirama dengan kemajuan teknologi, menjadikan museum
geologi sebagai :
Tempat pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan bumi dan usaha
pelestariannya.
Tempat orang melakukan kajian awal sebelum penelitian lapangan. Dimana
Museum Geologi sebagai pusat informasi ilmu kebumian yang menggambarkan
keadaan geologi bumi Indonesia dalam bentuk kumpulan peraga.
Objek geowisata yang menarik
Lantai I
Terbagi menjadi 3 ruang utama : Ruang orientasi di bagian tengah, Ruang Sayap Barat
dan Ruang Sayap Timur. Ruang Orientasi berisi peta geografi Indonesia dalam bentuk
relief layar lebar yang menayangkan kegiatan geologi dan museum dalam bentuk
animasi, bilik pelayanan informasi museum serta bilik pelayanan pendidikan dan
penelitian. Sementara, Ruang Sayap Barat, dikenal sebagai Ruang Geologi Indonesia,
yang terdiri dari beberapa bilik yang menyajikan informasi tentang :
Ruang 1 menyajikan informasi tentang manfaat dan kegunaan mineral atau batu
bagi manusia, serta panel gambar sebaran sumberdaya mineral di Indonesia.
Ruang 2 menampilkan rekaman kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya
mineral
Ruang 3 berisi informasi tentang pemakaian mineral dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara tradisional maupun modern.
Ruang 4 menunjukkan cara pengolahan dan pengelolaan komoditi mineral dan
energi
Ruang 5 memaparkan informasi tentang berbagai jenis bahaya geologi (aspek
negatif) seperti tanah longksor, letusan gunung api dan sebagainya.
Ruang 6 menyajikan informasi tentang aspek positif geologi terutama berkaitan
dengan gejala kegunungapian.
Ruang 7 menjelaskan tentang sumberdaya air dan pemanfaatannya, juga pengaruh
lingkungan terhadap kelestarian sumberdaya tersebut.
KOLEKSI MUSEUM GEOLOGI
BATUAN
MINERAL
Fosil
Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang
terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan
secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat
terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
Fosil hidup
Istilah "fosil hidup" adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang menyerupai
sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup antara lain
ikan coelacanth dan pohon ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu kepada sebuah
spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah kelompok kecil
spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari kriteria terakhir ini
adalah nautilus.
Pemanfaatan fosil
Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari waktu
geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada fosil.Organisme
berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk
menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit
harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan
para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-bagian lain di dunia.
VERTEBRATA
MOLUSKA
JENIS-JENIS FOSIL
Dalam ilmu paleontologi, ada dua macam jenis fosil yaitu fosil tubuh dan fosil
jejak. Pengertian fosil adalah dasar untuk bisa memahami yang selanjutnya.
1. FOSIL TUBUH
Pengertian fosil tubuh adalah fosil yang terdiri dari sisa-sisa tubuh organisme atau makhluk
hidup itu sendiri. Seperti misalnya, gading gajah purba mamooth, ataupun tulang-tulang binatang
purba lainnya.
2. FOSIL JEJAK
Jenis fosil yang kedua adalah fosil jejak. Pengertian untuk fosil ini merupakan fosil yang
terbentuk dari aktivitas atau perilaku-perilaku organisme di waktu lampau. Organisme atau
makhluk hidup jaman purba pasti menyisakan jejak-jejak aktivitas mereka saat masih hidup.
Fosil-fosil jejak misalnya, sarang makhluk hidup tersebut, kotorannya, bekas-bekas cakarannya,
atau sisa-sisa aktivitas lainnya.
Jasad organisme seringkali langsung terkubur dan belum mengalami proses pembusukan.
Lapisan sedimen yang mengendap di atasnya membuat jasad tersebut lebih dalam terkuburnya.
Lalu, jasad dari organisme yang terkubur sangat dalam akan terpanaskan oleh panas bumi.
Sehingga akan menyisakan karbon film, contohnya adalah fosil daun.
2. PEMBEKUAN
Fosil terbentuk karena mengalami proses pembekuan. Contohnya adalah mamooth atau gajah
purba. Sisa jasad mereka tertanam di dalam es yang beku.
3. FOSIL AMBER
Pengertian fosil amber adalah fosil yang terbentuk di dalam getah pohon. Misalnya, serangga
purba yang terperangkap di dalam getah pohon. Kemudian jadilah sebuah fosil serangga.
4. REKRISTALISASI
Rekristalisasi adalah proses pemfosilan yang satu jenis mineral berubah menjadi kristal ke dalam
bentuk mineral lainnya.
5. PROSES FOSILISASI FOSFAT
Fosilisasi fosfat adalah proses fosilisasi yang memanfaatkan mineral fosfat untuk meresap ke
dalam pori batuan, kemundian masuk ke sisa organisme. Serat otot makhluk hidup bisa menjadi
awet atau menjadi fosil melalui proses ini.
TUGAS SISWA