Anda di halaman 1dari 24

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).

Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi


adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat
kesadaran individu penuh atau baik.

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Farida, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud


halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang hanya
mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya rangsang
eksternal (dunia luar) yang sesuai.

2. Jenis – jenis halusinasi


Menurut Farida ( 2010 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis:
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
9

berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap


antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa
yang menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu atau Penciuman
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum
atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan
stroke, kejang atau dimensia.
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
f. Halusinasi Cenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Tahapan halusinasi
Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi,
2013) sebagai berikut :
a. Tahap I (comforting):
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
10

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan


ansietas.
3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku klien :
1) Tersenyum atau tertawa sendiri.
2) Menggerakkan bibir tanpa suara.
3) Pergerakan mata yang cepat.
4) Respon verbal yang lambat.
5) Diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming):
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan.
2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
3) Mulai merasa kehilangan kontrol.
4) Menarik diri dari orang lain.
Perilaku klien :
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
2) Perhatian dengan lingkungan berkurang.
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling):
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak
dapat ditolak lagi dengan karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi).
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku klien :
1) Perintah halusinasi ditaati.
2) Sulit berhubungan dengan orang lain.
3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.
11

4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan


berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering):
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak diikuti.
Perilaku klien :
1) Perilaku panik.
2) Resiko tinggi mencederai.
3) Agitasi atau kataton.
4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
Teori tahapan halusinasi ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sihotang dengan judul “Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum
dan sesudah TAK stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Provinsi
DIY” bahwa gejala halusinasi pada responden penelitian ditunjukan pada 4
tahapan halusinasi yaitu tahapan komforting, kondeming, kontroling dan
konkuering.

4. Etiologi Halusinasi
Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-
obatan, demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan
kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.
b. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang
tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan
12

menakutkan yang tidak dapat dikontrol dan menentang, sehingga


menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan
usaha ego sendiri melawan implus yang menekan dan menimbulkan
kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian
klien.
d. Dimensi sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak
memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun
interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri
dan hanya bertuju pada diri sendiri.
e. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,
mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan
untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas
untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai
dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupanya.

Menurut Struat & Sundden (1998 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) terjadi
halusinasi disebabkan karena
a. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.
b. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti
bufotamin dan dimetyltransferase.
13

Menurut Mc. Forlano & Thomas (dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
mengemukakan beberapa teori yaitu:
a. Teori psikofisiologi
Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena terganggunya
fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, karacunan dan penyakit.
b. Teori psikodinamik
Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sadar yang masuk
dalam alam tak sadar merupakan sesuatu atau respon terhadap konflik
psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi
adalah gambaran atau proyeksi dari rangsangan keinginan dan
kebutuhan yang dialami oleh klien.
c. Teori interpersonal
Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat
dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk
menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa
digunakan.

5. Rentang Respons

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran Logis - Pikiran kadang - Gangguan pikiran


- Persepsi Akurat menyimpang waham
- Emosi konsistensi - Ilusi - Halusinasi
dengan pengalaman - Reaksi emosional berlebih - Kesulitan untuk
atau berkurang memproses halusinasi
- Perilaku sesuai
- Hubungan sosial - Perilaku aneh atau tidak - Ketidakteraturan
lazim perilaku
- Menarik diri - Isolasi sosial

Skema 2.1 Rentang respon neurobiologis menurut Stuart (2006)


14

Keterangan rentang respon menurut Farida (2010) yaitu :


a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca
indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu
sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja
sama.
f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah
atau menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya
sungguh – sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra.
g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari dengan orang lain.
h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh
norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara
kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.
k. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata.
15

l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial


dan berinteraksi.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping menurut Stuart (2006) yaitu perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurologis maladaptif meliputi :
a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas hidup sehari – hari.
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan karancuan persepsi.
c. Menarik diri.

7. Proses terjadinya Masalah


Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping
yang tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi
yang timbul karena kondisi di atas adalah klien cnderung akan menarik
diri dari lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika
berlangsung lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien
akan semakin menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena
adanya hal yang tidak nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh
klien merusak diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk, 2005).

8. Masalah keperawatan
Keliat dkk (2005) menerangkan bahwa 4 masalah keperawatan pada
gangguan halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan
sensori atau persepsi, isolasi sosial: menarik diri, gangguan pemeliharaan
kesehatan.
16

9. Tindakan keperawatan pasien halusinasi


Berdasarkan Dermawan & Rusdi (2013) tindakan keperawatan pada pasien
halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan tindakan
keperawatan untuk keluarga.
a. Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi:
1) Tujuan tindakan meliputi pasien mampu mengenali halusinasi yang
dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien
mengikuti program pengobatan secara obtimal.
2) Tindakan keperawatan meliputi:
a) Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, dapat dilakukan
dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
munculdan respon pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,
dapat melatih pasien dalam 4 cara yang dapat mengendalikan
halusinasi, diantaranya adalah :
(1) Menghardik halusiasi
Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatin
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul.

Kemungkinan halusinasi yang muncul kembali tetap ada,


namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
mengikuti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahap tindakan
keperawatan meliputi menjelaskan cara menghardik,
17

memperagakan cara menghardik, meminta pasien


memperagakan ulang, memamtau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku pasien.
(2) Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus perhatian
pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu
cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap dengan orang
lain.
(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan
memiliki bayak waktu luang untu sendiri yang dapat
mencetuskan halusinasi. Pasein dapt menyusun jadwal dari
bangun pagi sampai tidur malam. Tahapannya adalah
menjelaskan pentingnya beraktivitas, yang teratur untuk
mengatasi halusinasi. Mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan pasien, melatih melakukan aktivitas, menyusun
jadwal aktivitas sehari-hari, membantu pelaksanaan jadwal
kegiatan, memberi penguata pada perilaku yang positif.
(4) Menggunakan obat secara teratur
Untuk menghindari kekambuhan atau muncul kembali
halusinasi, pasien perlu memgkonsumsi obat secara teratur
dengan tindakan menjelaskan manfaat obat, menjelaskan
akibat putus obat, menjelaskan cara mendapatkan obat atau
berobat dan jelaskan cara menggunakan dengan 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar
dosis).
18

3) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan


(SP):
a) SP 1 P : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan menghardik.
b) SP 2 P : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
c) SP 3 P : melatih pasien mengontrol halusinasi melaksanakan
aktivitas terjadwal.
d) SP 4 P : melatih pasien menggunakan obat secara teratur.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga meliputi:


Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar keluarga
dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah serta keluarga dapat menjadi sisitem pendukung yang efektif
untuk pasien.
1) Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat
di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk
sembuh. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelurga
agar menjadi pendukung yang efektif pada pasien.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP):
a) SP 1 keluarga : pendidikan kesehatan tentang gangguan
halusinasi.
b) SP 2 keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien langsung
didepan pasien.
c) SP 3 keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
19

10. Evaluasi Tindakan Keperawatan


Evaluasi Tindakan keperawatan menurut keliat (2006) yaitu evaluasi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses
atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir:
S = respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O = respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A = analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1. Pengertian kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart &
Laraia (2001, dalam Keliat & Akemat, 2004). Terapi kelompok adalah
metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu
dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok
adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2004).
20

2. Tujuan dan fungsi kelompok


Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang
lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan
kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam
mencapai tujuannya.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling


membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik kritis,
tumbuh-kembang, atau penyesuaian social (Keliat, 2005).
3. Komponen kelompok
a. Struktur Kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola
perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya
pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil
menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lencester
(1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan
Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar
akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup
variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
c. Lama Sesi
Waktu optimal untuk sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart &
Laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi,
21

kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi


bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu
atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok.
Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada
anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok
dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat
kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta
melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada
tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok
dalam kerja kelompok yaitu (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart &
Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role.
Maintenance Roles yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan
fungsi kelompok. Task Roles yaitu fokus pada penyelesaian tugas.
Individual role adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.
f. Peran Perawat dalam TAK
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) menjelaskan bahwa peran
perawat jiwa profesional dalam pelaksanaan TAK pada penderita
skizofrenia adalah
1) Peran perawat sebagai penyusun program terapi yang digunakan
sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan TAK.
2) Peran perawat bertugas sebagai leader dan co-leader, meliputi tugas
menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi
dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari
dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok
menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan
memimpin jalannya TAK.
22

3) Peran Perawat sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan


kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus
pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
4) Peran perawat sebagai observer meliputi mencatat serta mengamati
respon penderita, mengamati jalanya proses TAK dan menangani
peserta atau anggota kelompok yang drop out.
5) Peran perawat dalam mengatsi masalah yang timbul selama
pelaksanaan TAK. Kemungkinan akan timbul sub kelompok,
kurangnya keterbukaan, resistesi baik individu maupun kelompok dan
adanya anggota keompok yang drop out. Untuk mengatasai
permasalahan tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis,
kontrak dan kerangka teori yang mendasari TAK tersebut.
g. Kekuatan Kelompok
Kekuatan adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi
berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota
kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
h. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada pada kelompok. Pengharapan
terharap perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok
berguna untuk mempengaruhi pengaruhnya terhadap komunikasi dan
interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok
dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok.
Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak
dan ditolak anggota kelompok lain (Keliat, 2005).
i. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok berkerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap
betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik
23

dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan


kelompok dapat dipertahankan.

4. Perkembangan kelompok
a. Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah
tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh
perilaku pemimpin dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai
tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun proposal atau panduan
pelaksanaan kegiatan kelompok.

Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar
pemimpin kelompok disertai kehliannya; daftar kerangka teoritis yang
akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota
kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur
kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku
anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang diharapkan;
uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian
alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal
dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan
kelompok.
b. Fase awal kelompok
1) Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi
pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada
tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan,
kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan
komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu
waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota
kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
24

2) Tahap konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih
mengarahakan atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai
pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu
menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang
ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan
pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif, dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang
tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
3) Tahap kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat
satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan.
Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya
memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan
penyelesaian masalah.

Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan
perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang
menjadi suatu realitas.

c. Fase kerja
Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja
keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok.
Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah
membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke
arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja
25

yang dapat mengurangi produktifitas kelompok. Selain itu pemimpin


juga bertindak sebagai konsultan.

Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self


disclosure, dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi sangat
akrab, berlomba mendapat perhatian pemimpin, tidak ada lagi
kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi dan keengganan berubah
perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan
strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktifitas dan kemampuan yang bertambah disertai kepercayaan diri
dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase
berikut, yaitu perpisahan.
d. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula
terjadi karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari
kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik
kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan
instrumen evalusai kemampuan individual dari anggota kelompok.
Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang
merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi
yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan
digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi,
perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen.
Juga didokumentasikan pada catatan implementasi tindakan keperawatan
tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi.

5. TAK stimulasi persepsi


a. Pengertian
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas yang menggunakan aktivitas mempersepsikan
berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan
26

untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Hasil diskusi


kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.

Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi


dalam 5 sesi, yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II klien
mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi III klien mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, sesi IV klien
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan
sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

b. Tujuan
1) Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol
halusinasi dalam kelompok secara bertahap.
2) Tujuan khusus
Tujuan khusus pemberian TAK ini diharapkan klien dapat mengenal
halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien dapat mengontrol
halusinasi dengan cara patuh minum obat.
c. Sesi yang digunakan
Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi
yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, sesi III mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, sesi IV mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dan sesi V mengontrol halusinasi dengan cara patuh
minum obat.
27

Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ragatika
(2013) dengan judul “Perbedaan TAK stimulasi dan stimulasi sensori
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik di RSJ Dr.
Amino Gondohutomo Semarang” dengan hasil pemberian TAK stimulasi
persepsi sesi I dan II efektif diberikan pada pasien halusinasi dalam
kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik.
d. Klien
Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien
gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang
mengalami perubahan persepsi.

Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang
masuk kriteria, mengidentifikasi klien yang masuk kriteria,
mengumpulkan klien yang masuk kriteria dan membuat kontrak dengan
klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada
klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.
e. Kriteria Hasil
Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur,
evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi
lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien
untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan, posisi tempat dilantai
menggunakan tikar, peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan, alat yang
digunakan dalam kondisi baik, leader, Co-leader, Fasilitator dan
observer berperan sebagaimana mestinya.

Evaluasi proses terdiri dari leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan


dari awal hingga akhir, leader mampu memimpin acara, co-leader
membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan, fasilitator mampu
memotivasi peserta dalam kegiatan, fasilitator membantu leader
melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah,
observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
28

kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok dan peserta


mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.

Evaluasi hasil diharapkan dari kelompok mampu menjelaskan apa yang


sudah digambarkan dan apa yang dilihat dan menyampaikan halusinasi
yang dirasakan dengan jelas.

f. Antisipasi Masalah
Hasil penelitian Ragatika (2013) mengguankan antisipasi masalah oleh
Purwaningsih & Karlina (2010) yaitu pelaksanaan TAK terdapat
penangan pada klien yang tidak aktif dalam aktivitas TAK diantaranya
adalah dengan memanggil klien dan memberi kesempatan pada klien
untuk menjawab sapaan perawat atau klien lain. Bila klien meninggalkan
kegiatan tanpa izin, maka panggil nama klien dan tanyakan alasan klien
meninggalkan kegiatan, apabila klien lain ingin ikut maka berikan
penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih,
katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh
klien tersebut, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan
tidak memberi pesan pada kegiatan ini.

6. TAK stimulasi sensori


a. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah aktivitas membantu anggotanya
untuk mengatasi identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah
tingkah laku yang adaptif (Keliat, 2004). Terapi aktivitas kelompok
(TAK) adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap
sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan antar anggota.Terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca indra (sensori)
agar memberi respons yang adekuat.
29

b. Tujuan
Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespons
terhadap stimulus pancaindra yang diberikan.Tujuan khususnya meliputi
klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar, klien mampu
berespons terhadap gambar yang dilihat dan klien mampu
mengekspresikan perasaan melalui gambar.
c. Karakteristik klien
Klien dengan masalah perubahan sensori persepsi : halusinasi yang sudah
di mulai melakukan interaksi interpersonal.
d. Antisipasi masalah
Purwaningsih & Karlina (2010) menerangkan bahwa terdapat masalah
yang mungkin timbul dalam TAK ini antara lain:
1) Keterbukaan yang kurang, tindakan berupa : Terapi baik leader, co-
leader, maupun fasilitator harus berusaha memotivasi klien dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka.
2) Berikan dukungan dan rasa nyaman kepada klien sehingga klien
mampu mengekspresikan perasaannya dengan leluasa.
3) Resistensi baik individu maupun kelompok, tindakan berupa: Peran
fasilitator sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang
mendukung keberhasilan suatu terapi.
4) Pasien lain yang bukan kelompok TAK ingin ikut TAK, tindakan
berupa: peran fasilitator sangat diperlukan untuk mengalihkan
perhatian pasien yang lain dengan bantuan perawat, misalnya dengan
memberikan permainan menggambar agar pasien kembali ke
kamarnya sehingga tidak mengganggu jalannya TAK
5) Pasien memaksa ingin ikut TAK, tindakan berupa : fasilitator
berusaha membujuk agar klien tetap ditempat untuk mengikuti TAK
hingga selesai. Jika tidak bias maka fasilitator mengantarkan kembali
keruangannya.
30

C. Kerangka Teori Penelitian

Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon Maladaptif


1. Pikiran kadang menyimpang
1. Respon adaptif
2. Reaksi emosional berlebih
2.S Pikiran logis
3. Perilaku aneh atau tidak lazim
3. Persepsi akurat
4. Menarik diri
4. Emosi konsistensi stabil
5. Isolasi sosial
dengan pengalaman
6. Kelainan pikiran atau
5. Perilaku sesuai hubungan
halusinasi
sosial

TAK Halusinasi:

1. TAK stimulasi persepsi


2. TAK stimulasi sensori

Berhasil Tidak berhasil


mengontrol mengontrol

Sumber : Stuart (2006)


31

D. Kerangka Konsep Penelitian


Menurut Riyanto (2011) kerangka konsep penelitian merupakan kerangka
hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur dan diamati melalui
penelitian yang akan dilakuakan. Karena konsep tidak dapat langsung diamati
maka konsep dapat diukur melalui variabel. Didalam kerangka konsep harus
menunjukan hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka
konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan
teori untuk memudahkan di dalam menyusun hipotesis (Nursalam, 2008).
Dibawah ini adalah bagan kerangka konsep penelitian ini.

TAK Stimulasi Persepsi dan


Sensori

Sebelum Sesudah
Kemampuan mengontrol Kemampuan mengontrol
Halusinasi Halusinasi

Skema 2.3 Kerangka Konsep Peneltian

E. Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori
2. Variabel terikat : kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah
TAK persepsi-sensori.

F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : ada pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi
persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RSJD Dr.
Amino Gondhohutomo Semarang.

Anda mungkin juga menyukai