BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).
3. Tahapan halusinasi
Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi,
2013) sebagai berikut :
a. Tahap I (comforting):
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
10
4. Etiologi Halusinasi
Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-
obatan, demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan
kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.
b. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang
tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan
12
Menurut Struat & Sundden (1998 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) terjadi
halusinasi disebabkan karena
a. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.
b. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti
bufotamin dan dimetyltransferase.
13
Menurut Mc. Forlano & Thomas (dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
mengemukakan beberapa teori yaitu:
a. Teori psikofisiologi
Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena terganggunya
fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, karacunan dan penyakit.
b. Teori psikodinamik
Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sadar yang masuk
dalam alam tak sadar merupakan sesuatu atau respon terhadap konflik
psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi
adalah gambaran atau proyeksi dari rangsangan keinginan dan
kebutuhan yang dialami oleh klien.
c. Teori interpersonal
Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat
dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk
menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa
digunakan.
5. Rentang Respons
6. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping menurut Stuart (2006) yaitu perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurologis maladaptif meliputi :
a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas hidup sehari – hari.
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan karancuan persepsi.
c. Menarik diri.
8. Masalah keperawatan
Keliat dkk (2005) menerangkan bahwa 4 masalah keperawatan pada
gangguan halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan
sensori atau persepsi, isolasi sosial: menarik diri, gangguan pemeliharaan
kesehatan.
16
1. Pengertian kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart &
Laraia (2001, dalam Keliat & Akemat, 2004). Terapi kelompok adalah
metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu
dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok
adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2004).
20
4. Perkembangan kelompok
a. Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah
tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh
perilaku pemimpin dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai
tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun proposal atau panduan
pelaksanaan kegiatan kelompok.
Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar
pemimpin kelompok disertai kehliannya; daftar kerangka teoritis yang
akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota
kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur
kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku
anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang diharapkan;
uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian
alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal
dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan
kelompok.
b. Fase awal kelompok
1) Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi
pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada
tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan,
kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan
komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu
waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota
kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
24
2) Tahap konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih
mengarahakan atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai
pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu
menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang
ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan
pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif, dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang
tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
3) Tahap kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat
satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan.
Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya
memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan
penyelesaian masalah.
Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan
perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang
menjadi suatu realitas.
c. Fase kerja
Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja
keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok.
Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah
membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke
arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja
25
b. Tujuan
1) Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol
halusinasi dalam kelompok secara bertahap.
2) Tujuan khusus
Tujuan khusus pemberian TAK ini diharapkan klien dapat mengenal
halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien dapat mengontrol
halusinasi dengan cara patuh minum obat.
c. Sesi yang digunakan
Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi
yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, sesi III mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, sesi IV mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dan sesi V mengontrol halusinasi dengan cara patuh
minum obat.
27
Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ragatika
(2013) dengan judul “Perbedaan TAK stimulasi dan stimulasi sensori
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik di RSJ Dr.
Amino Gondohutomo Semarang” dengan hasil pemberian TAK stimulasi
persepsi sesi I dan II efektif diberikan pada pasien halusinasi dalam
kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik.
d. Klien
Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien
gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang
mengalami perubahan persepsi.
Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang
masuk kriteria, mengidentifikasi klien yang masuk kriteria,
mengumpulkan klien yang masuk kriteria dan membuat kontrak dengan
klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada
klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.
e. Kriteria Hasil
Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur,
evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi
lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien
untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan, posisi tempat dilantai
menggunakan tikar, peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan, alat yang
digunakan dalam kondisi baik, leader, Co-leader, Fasilitator dan
observer berperan sebagaimana mestinya.
f. Antisipasi Masalah
Hasil penelitian Ragatika (2013) mengguankan antisipasi masalah oleh
Purwaningsih & Karlina (2010) yaitu pelaksanaan TAK terdapat
penangan pada klien yang tidak aktif dalam aktivitas TAK diantaranya
adalah dengan memanggil klien dan memberi kesempatan pada klien
untuk menjawab sapaan perawat atau klien lain. Bila klien meninggalkan
kegiatan tanpa izin, maka panggil nama klien dan tanyakan alasan klien
meninggalkan kegiatan, apabila klien lain ingin ikut maka berikan
penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih,
katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh
klien tersebut, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan
tidak memberi pesan pada kegiatan ini.
b. Tujuan
Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespons
terhadap stimulus pancaindra yang diberikan.Tujuan khususnya meliputi
klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar, klien mampu
berespons terhadap gambar yang dilihat dan klien mampu
mengekspresikan perasaan melalui gambar.
c. Karakteristik klien
Klien dengan masalah perubahan sensori persepsi : halusinasi yang sudah
di mulai melakukan interaksi interpersonal.
d. Antisipasi masalah
Purwaningsih & Karlina (2010) menerangkan bahwa terdapat masalah
yang mungkin timbul dalam TAK ini antara lain:
1) Keterbukaan yang kurang, tindakan berupa : Terapi baik leader, co-
leader, maupun fasilitator harus berusaha memotivasi klien dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka.
2) Berikan dukungan dan rasa nyaman kepada klien sehingga klien
mampu mengekspresikan perasaannya dengan leluasa.
3) Resistensi baik individu maupun kelompok, tindakan berupa: Peran
fasilitator sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang
mendukung keberhasilan suatu terapi.
4) Pasien lain yang bukan kelompok TAK ingin ikut TAK, tindakan
berupa: peran fasilitator sangat diperlukan untuk mengalihkan
perhatian pasien yang lain dengan bantuan perawat, misalnya dengan
memberikan permainan menggambar agar pasien kembali ke
kamarnya sehingga tidak mengganggu jalannya TAK
5) Pasien memaksa ingin ikut TAK, tindakan berupa : fasilitator
berusaha membujuk agar klien tetap ditempat untuk mengikuti TAK
hingga selesai. Jika tidak bias maka fasilitator mengantarkan kembali
keruangannya.
30
TAK Halusinasi:
Sebelum Sesudah
Kemampuan mengontrol Kemampuan mengontrol
Halusinasi Halusinasi
E. Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori
2. Variabel terikat : kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah
TAK persepsi-sensori.
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : ada pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi
persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RSJD Dr.
Amino Gondhohutomo Semarang.