Kelompok 7
1. Judul Jurnal: Perbedaan Kekuatan Otot Sebelum dan Sesudah Dilakukan Latihan (Mirrror
Therapy) pada Pasien Stroke Iskemik dengan Hemiparesis di RSUP Dr.
Hasan Sadikin, Bandung
2. Kata Kunci: kekuatan otot, terapi cermin (Mirror Therapy) Stroke Iskemik, Hemiparesis
3. Penulis: Hendri Heriyatno dan Anastasia Anna
4. Telaah Step 1 (Fokus penelitian jelas)
Problems Stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam
sirkulasi darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi
baik lokal atau global yang terjadi secara mendadak, progresif dan
cepat.
Menurut data WHO (2010) menyebutkan setiap tahunnya
terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke dimana 6
juta orang mengalami kematian dan 6 juta orang mengalami
kecacatan permanen dan angka kematian tersebut akan terus
meningkat dari 6 juta ditahun 2010 menjadi 8 juta ditahun 2030.
Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian utama di
Rumah Sakit Pemerintah, penyebab kematian ketiga dan
menyebabkan timbulnya kecacatan utama di Rumah Sakit
(pdpersi, 2010) Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan
sebesar 7 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah 12,1 per 1.000 penduduk. Selain itu
diperkirakan penyebab kematian utama di Rumah Sakit akibat
stroke 15%, dengan tingkat kecacatan mencapai 65%.
Pada pasien stroke, 70-80% mengalami hemiparesis
(kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh) dengan 20 %
dapat mengalami peningkatan fungsi motorik dan sekitar 50%
mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik /
kelemahan otot pada anggota ekstrimitas bila tidak mendapatkan
pilihan terapi yang baik dalam intervensi keperawatan maupun
rehabilitasi pasca stroke
Intervention Terapi latihan rentang gerak dengan menggunakan media
cermin (mirror therapy).
Comparison Tidak ada intervensi pembanding
Intervention
Outcome Rerata kekuatan otot bagian atas sebelum dilakukan latihan
mirror therapy adalah 2,12 (0,45). Rerata kekuatan otot bagian
bawah sebelum dilakukan latihan mirror therapy adalah 2,12
(0,45). Sedangkan, rerata kekuatan otot bagian atas sesudah
dilakukan latihan mirror therapy adalah 3,83 (0,56). Rerata
kekuatan otot bagian bawah sesudah dilakukan latihan mirror
therapy adalah 4,00 (0,66).
Terdapat perbedaan kekuatan otot bagian atas sebelum dan
sesudah latihan mirror therapy (p = 0,00). terdapat perbedaan
kekuatan otot bagian bawah sebelum dan sesudah latihan mirror
therapy (p = 0,00)
LATAR BELAKANG
Terapi cermin diciptakan oleh Vilayanur S. Ramachandran untuk membantu
meringankan nyeri tungkai yang mengalami kelumpuhan, di mana pasien merasa mereka
masih memiliki rasa sakit di tungkai bahkan setelah diamputasi.
Ramachandran dan Rogers-Ramachandran pertama menciptakan teknik dalam
upaya untuk membantu orang-orang dengan phantom nyeri tungkai menyelesaikan apa
yang mereka disebut sebagai 'kelumpuhan belajar' dari nyeri pada. Umpan balik visual,
dari melihat refleksi dari ekstremitas utuh di tempatkelumpuhan anggota badan,
memungkinkan bagi pasien untuk melihat gerakan di kelumpuhan anggota badan.
Hipotesis mereka adalah bahwa setiap kali pasien berusaha untuk memindahkan anggota
badan lumpuh, mereka menerima umpan balik sensoris (melalui visi dan Proprioception)
yang anggota tubuh tidak bergerak. Umpan balik ini dicap dirinya ke dalam sirkuit otak
melalui proses pembelajaran Hebbian, sehingga, bahkan ketika anggota tubuh itu tidak
lagi hadir, otak telah belajar bahwa anggota tubuh (dan phantom berikutnya) lumpuh.
Untuk melatih otak, dan dengan demikian menghilangkan kelumpuhan melalui belajar,
Ramachandran dan Rogers-Ramachandran menciptakan kotak cermin.
TEKNIK
Pasien menempatkan anggota tubuh yang baik dalam satu sisi, dan tunggul ke yang
lain. Pasien kemudian melihat ke dalam cermin di sisi dengan anggota tubuh yang baik
dan membuat "cermin simetris" gerakan, sebagai konduktor simfoni mungkin, atau
seperti yang kita lakukan saat kita bertepuk tangan kami. Karena subjek adalah melihat
gambar tercermin dari tangan bergerak baik, tampak seolah-olah phantom limb juga
bergerak. Melalui penggunaan umpan balik visual buatan ini menjadi mungkin bagi
pasien untuk "bergerak" yang phan tom tungkai, dan unclench dari posisi berpotensi
menyakitkan.