Anda di halaman 1dari 91

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA PEDAGANG


GORENGAN DI SEKITAR KAMPUS UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI

CHAIRUNISA
NIM. 109102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA


PEDAGANG GORENGAN DI SEKITAR KAMPUS UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

CHAIRUNISA
NIM. 109102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

Dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

Telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Chairunisa

NIM : 109102000018

Tanda Tangan :

Tanggal : 17 September 2013

iii
iv
v
ABSTRAK

Nama : Chairunisa
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Kualitas Minyak Goreng Pada Pedagang Gorengan Di
Sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang di konsumsi
oleh seluruh lapisan masyrakat Indonesia. Akan tetapi masyarakat khususnya
pedagang gorengan menggunakan minyak goreng berkali-kali sampai rusak
hingga dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji kualitas minyak goreng pada pedagang gorengan di sekitar kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode pengambilan sampel penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Dari penelitian ini diperoleh karakteristik uji
kualitas minyak goreng berkisar antara: kadar air 0.218%-0.194%, bilangan asam
1.4361-0.8583 mgKOH/g, bilangan peroksida 15.11-11.45 mekO2/kg, bilangan
iodin 7.501-15.81 gI2/100g minyak, cemaran logam kadmium 0,0005-0,0001
mg/kg dan cemaran logam timbal 0.0019-0.0004 mg/kg. Dari ke lima pedagang
gorengan membuktikan bahwa tidak ada yang memenuhi syarat uji kualitas
minyak goreng pada SNI 01-3741-2013 dan AOAC Internasional kecuali pada
cemaran logam kadmium dan timbal.

Kata Kunci: minyak goreng, pedagang gorengan, kadar air, bilangan asam,
bilangan peroksida, bilangan iod, cemaran logam.

vi
ABSTRACT

Name : Chairunisa
Program Study : Pharmacy
Title : Quality Test Of Frying Oil By Food Sellers Around UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Campus.

Frying oil is primary foods consumed by Indonesian people. But people,


especially food sellers used frying oil many times until damaged and danger to
health. The purpose of this research was to evaluation quality of frying oil in food
sellers around UIN Syarif Hidayatullah Jakarta campus. The sampling method of
this study used purposive sampling. This research has characteristic quality
offrying oil: water content of 0.218%-0.194%, acid value of 1.4361 to 0.8583
mgKOH/g, peroxide value of 15.11 to 11.45 mekO2/kg, iodine value of 7,501-
15.81 gI2/100g oil, cadmium metals contamination of 0.0005 to 0.0001 mg/kg and
lead metals contamination from 0.0019 to 0.0004 mg / kg. Five food sellers prove
that no qualified to quality cooking oil on SNI 01-3741-2013 and AOAC
International except on cadmium and lead metals contamination.

Keyword: frying oil, food sellers, water content, acid value, peroxide value, iodine
value, metals contamination.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “Uji Kualitas Minyak Goreng Pada Pedagang
Gorengan Di Sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan
tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku pembimbing pertama dan ibu
Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil
besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini,
semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan ibu mendapat imbalan
yang lebih baik di sisi-Nya.
2. Bapak Prof. DR. Dr (hc). M. K Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatulah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc. selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatulah Jakarta.
4. Bapak dan ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di program
studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

viii
5. Kak Pipit, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Liken yang telah memberi
bantuan kepada penulis pada saat penelitian di kampus.
6. Teruntuk kedua orang tua ku abi (Drs. H. M. Hasballah. S.M), umi (Dra.
Hj. RabiatulAdawiyah Z. Apt, M.Kes) yang telah melimpahkan segenap
tenaga baik batin maupun lahiriah dan mengucurkan doa yang tak pernah
berhenti serta cinta dan kasih sayangnya yang tak tergantikan.
7. Teruntuk kakak ku cutty (Hayatul Akmal S.Far), adik ku (Alfathu
Amarullah) dan Mak Idah serta seluruh keluarga besar yang telah banyak
membantu dalam hal material dan moril yang tak terhitung.
8. Rekan-rekan mahasiswa program studi Farmasi 2009Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Qaffah silma azas, Warda nabiela, Dina Permata Wijaya, Nadya
Zahrayny, Hissi Fitriyah untuk semua dukungannya.
9. Teman seperjuangan Rahmatia, Iga Adrikni Addhuha, Heri Fajrin,
Syahriga Syahrul, atas semangat serta dukungan moril yang tak
terlupakan.
10. Serta teman-teman jurusan Farmasi angkatan 2009 kelas A dan B. Terima
kasih atas kebersamaan kita dari awal masuk sampai akhir ini, semoga
silaturahmi kita bisa tetap terus terjaga, karena kita adalah keluarga.

Semoga kebaikanyang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai


amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dan penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Aamiin.

Jakarta, 17 September 2013


Penulis

ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIRUNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif


Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertandatangan di bawahini :

Nama : Chairunisa
NIM : 109102000018
Program studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya


dengan judul

UJI KUALITAS MINYAK GORENG PADA PEDAGANG


GORENGAN DI SEKITAR KAMPUS UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

PadaTanggal :17 September 2013

Yang menyatakan,

(Chairunisa)

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 LatarBelakang Masalah................................................................. 1
1.2 RumusanMasalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5


2.1 Minyak Lemak................................................................................ 5
2.1.1 Struktur dan Komposisi Minyak dan Lemak .................... 5
2.1.2 Sifat Fisika Minyak dan Lemak ........................................ 7
2.1.3 Sifat Kimia Minyak dan Lemak ........................................ 11
2.1.4 Minyak Goreng ................................................................. 13
2.1.5 Nilai Gizi Minyak dan Lemak .......................................... 15
2.1.6 Penyebab Kerusakan Minyak dan Lemak ......................... 16
2.1.7 Pengaruh Minyak dan Lemak Terhadap Kesehatan ......... 18
2.2 Uji Analisa Minyak Goreng ........................................................... 20
2.2.1 Warna ................................................................................ 20
2.2.2 Bau .................................................................................... 20
2.2.3 Bilangan Asam .................................................................. 21
2.2.4 Bilangan Peroksida ........................................................... 21
2.2.5 Kadar Air .......................................................................... 22
2.2.6 Bilangan Iod ...................................................................... 22
2.2.7 Cemaran Logam ................................................................ 23
2.2.8 Spektroskopi Serapan Atom ............................................. 25
2.2.9 Standar Mutu Minyak Goreng .......................................... 29

xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 30
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 31
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 31
3.2.1 Alat ..................................................................................... 31
3.2.2 Bahan .................................................................................. 31
3.3 Tahapan Penelitian ........................................................................ 31
3.3.1 Pengumpulan Sampel ......................................................... 31
3.3.2 Analisa Sifat Fisika-Kimia Minyak. ................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 37


4.1 Survai dan Kuisioner ...................................................................... 37
4.1.1 Survai dan Kuisioner .......................................................... 37
4.2 Penentuan Sampel Uji .................................................................... 39
4.3 Organoleptis ................................................................................... 41
4.4 Kadar Air dan Zat Menguap ........................................................... 43
4.5 Bilangan Asam ............................................................................... 46
4.6 Bilangan Peroksida ......................................................................... 49
4.7 Bilangan Iod ................................................................................... 52
4.8 Cemaran Logam ............................................................................. 55

BAB V KESIMPULAN. ..................................................................................... 58


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 59

xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Struktur dan komposisi minyak goreng ............................................ 5


Gambar 2.2 Struktur asam lemak jenuh ................................................................ 6
Gambar 2.3 Struktur asam lemak tidak jenuh ....................................................... 7
Gambar 2.4 Proses reaksi hidrolisa ....................................................................... 11
Gambar 2.5 Struktur dasar bahan pangan yang di goreng .................................... 14
Gambar 2.6 Mekanisme pembentukan peroksida katalis ion logam .................... 25
Gambar 2.7 Komponen-komponen spektrofoto meter serapan atom (SSA) ........ 27
Gambar 4.1 Grafik kadar air pedagang gorengan ................................................. 44
Gambar 4.2 Reaksi pemecahan gliserol membentuk akrolein .............................. 45
Gambar 4.3 Reaksi penyabunan ........................................................................... 46
Gambar 4.4 Grafik bilangan asam ........................................................................ 48
Gambar 4.5 Grafik bilangam peroksida ................................................................ 50
Gambar 4.6 Reaksi oksidasi .................................................................................. 51
Gambar 4.8 Grafik bilangan iod ........................................................................... 54

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Syarat nasional Indonesia (SNI) 01-3741-2013 .................................... 29


Tabel 2.2 AOAC Official Method 993.20 Iodine value of fats and oil.................. 29
Tabel 4.1 Hasil survai lokasi ................................................................................. 37
Tabel 4.2 Hasil kuisioner penggunaan minyak goreng curah/kemasan ................ 39
Tabel 4.3 Hasil uji organoleptis bau dan warna .................................................... 41
Tabel 4.4 Hasil uji kadar air .................................................................................. 43
Tabel 4.5 Hasil uji bilangan asam ......................................................................... 47
Tabel 4.6 Hasil uji bilangan peroksida.................................................................. 49
Tabel 4.7 Hasil uji bilangan iod ............................................................................ 53
Tabel 4.8 Hasil uji cemaran logam kadmium ....................................................... 55
Tabel 4.9 Hasil uji cemaran logam timbal ............................................................ 56

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Organoleptis .................................................................................... 64
Lampiran 2 Perhitungan kadar air dan bahan menguap ...................................... 65
Lampiran 3 Perhitungan bilangan asam .............................................................. 66
Lampiran 4 Perhitungan bilangan peroksida ...................................................... 67
Lampiran 5 Perhitungan bilangan iod ................................................................. 68
Lampiran 6 Perhitungan cemaran logam kadmium ............................................ 69
Lampiran 7 Perhitungan cemaran logam timbal ................................................. 70
Lampiran 8 Kurva kalibrasi timbal ..................................................................... 71
Lampiran 9 Kurva kalibrasi kadmium ................................................................ 72
Lampiran 10 Kesimpulan hasil ............................................................................. 73
Lampiran 11 Pembuatan reagen kimia.................................................................. 74
Lampiran 12 Lembaran kuisioner ......................................................................... 75

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Salah satu kebutuhan bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh
seluruh lapisan masyarakat Indonesia adalah minyak goreng (Amang et al.,
1996). Minyak goreng merupakan zat yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia (Ketaren, 1986). Minyak goreng juga berperan sebagai pemberi
nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya serta dapat memberikan rasa
gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih menarik, serta
permukaan yang kering (Winarno, 1995).
Selain itu minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan
panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng. Cara
penyiapan makanan dengan menggoreng telah digunakan diseluruh dunia sejak
berabad-abad (Gupta, 2005; Kamel, 2012)dikarenakan menggoreng merupakan
salah satu cara memasak bahan pangan secara cepat dan praktis (Sunisa et al.,
2011). Sebagian kecil minyak goreng akan diserap oleh bahan pangan yang
digoreng, sehingga kualitas minyak goreng akan mempengaruhi cita-rasa
makanan yang digoreng, pemilihan minyak goreng dapat dilihat dari kejernihan
dan bau dari minyak goreng (Farida et al., 2006).
Pada umumnya, suhu penggorengan 177-221oC (Winarno, 1995).
Kerusakan minyak goreng terjadi selama proses penggorengan, dengan
penggunaan yang berulang dan suhu yang tinggi, hal ini mengakibatkan
penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang
rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang
enak pada makanan.
Konsumsi minyak di masyarakat cukup tinggi, makanan gorengan
cenderung lebih disukai dibanding rebus, karena berasa lebih gurih dan renyah
(Aminah, 2010). Minyak goreng sangat sulit dipisahkan dari kehidupan
masyarakat (Hartini, 2011). Akan tetapi muncul masalah terkait penggunaan
minyak goreng yakni maraknya penggunaan minyak goreng bekas atau
penggunaan minyak goreng secara berulang. Sayangnya, isu ini seringkali

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

tidak disadari sebagai permasalahan penting dan tidak ditindak lanjuti secara
tegas.
Saat proses penggorengan berlangsung,minyak goreng akan
teradsorbsi pada makanan masuk mengisi ruang-ruang kosong pada makanan
sehingga hasil penggorengan mengandung 5-40% minyak, dengan demikian
minyak goreng juga akan ikut terkonsumsi dan masuk kedalam tubuh. Hal ini
tidak menjadi masalah selama minyak yang digunakan untuk menggoreng
tidak rusak.Akan tetapi masyarakat kebanyakan tidak mengetahui hal tersebut
dan terus menggunakan minyak goreng itu hingga berkali kali, hingga menjadi
rusak (LPPOM, 2010). Penyebabnya sangat bervariasi diantaranya adalah
faktor ekonomi, rasa sayang, dan merasa rugi jika minyak goreng tersebut tidak
digunakan karena harus dibuang , dan diganti dengan yang baru (Yustinah,
2011).
Agama Islam mengajarkan umat Muslim untuk mengkonsumsi
makanan halal dan baik serta menyehatkan yang telah di jelaskan secara
tertulis didalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi :
‫يآ اي ا الناس كل ْوا مما في ْاْ ْرض حلاً طيبًا ْ تتبع ْوا خطوات الش ْيطن انه لك ْم عد ٌ مب ْين‬
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
(Q.S Al – Baqarah [ 02 ] : 168 )
Dari ayat Al-Qur’an diatas sangat jelas anjuran pemilihan makanan
yang halal serta baik untuk dikonsumsi, sehingga dapat menentukan
perkembangan rohani dan pertumbuhan jasmani kearah yang positif dan
diridhoi Allah S.W.T. Hendaknya makanan tersebut mempunyai cita rasa
yang baik, hiegienis, serta memiliki nilai kandungan gizi, dan tidak berubah
selama penyimpanan sehingga tidak berbahaya didalam tubuh.
Dari uraian diatas untuk itu penelitian ini akan mengambil fokus
“Pengujian Kualitas Minyak Goreng pada Pedagang Gorengan disekitar
Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Analisa ini berdasarkan sifat
fisiko-kimianya yang meliputi uji organoleptis, kadar air, bilangan asam,
bilangan peroksida, bilangan iod serta cemaran logam kadmium dan timbal,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

yang digunakan oleh pedagang gorengan disekitar kampus UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta.
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode survai. Dalam penelitian ini, sampel dipilih secara acak berdasarkan
metode purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu, berdasarkan informasi yang
dikumpulkan dari pedagang gorengan disekitar kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan metode wawancara menggunakan kuesioner
(Singarimbun dan Effendi, 1989). Kegunaan kuisioner sendiri sebagai tahap
awal untuk melihat potensi penggunaan minyak goreng bekas disekitar
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selanjutnya merupakan tahapan analisa, dimana penelitian ini
menggunakan minyak goreng yang tidak pernah dipakai, sekali pakai, dua kali
pakai, serta lima minyak goreng yang diperoleh dari pedagang gorengan
disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Minyak goreng yang tidak
pernah dipakai, sekali pakai, dan dua kali pakai digunakan sebagai
pembandingparameter hasil uji dengan minyak goreng yang diperoleh dari
pedagang gorengan disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Minyak goreng yang tidak pernah dipakai, satu kali pakai dan dua kali
pakaidiperoleh dari data hasil survai dan kuisioner tentang jenis minyak
goreng yang digunakan curah atau kemasan.
Minyak goreng sekali pakai dilakukan dengan menggoreng bahan
dengan metode deep frying (menggoreng bahan dengan cara merendam bahan
makanan ke dalam minyak goreng pada suhu 163oC-196oC (Anonim, 2010)
selama 1 jam, sedangkan minyak goreng 2 kali pakai dilakukan dengan
menggoreng bahan selama 2 jam tanpa jeda, ini berdasarkan pernyataan yang
dikemukakan oleh Aminah dan Isworo (2010) frekuensi 1-2 kali selama
penggorengan sekitar 2 hingga 3 jamserta data empiris kebiasaan menggoreng
bahan makanan yang biasa dilakukan oleh pedagang gorengan. Minyak
goreng yang tidak pernah dipakai, sekali pakai serta 2 kali pemakaian
digunakan untuk menunjukkan perbedaan terhadap kualitas dan faktor yang
mempengaruhi minyak goreng.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah


1. Apakah mutu minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan
disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memenuhi
syarat pengujian kualitas minyak goreng SNI 01-3741-2013 dan
AOAC Internasional untuk bilangan iod ?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil uji minyak goreng yang belum
digunakan dengan minyak goreng sekali pakai dan dua kali pakai ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menentukan mutu minyak goreng yang digunakan oleh
pedagang gorengan disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berdasarkan syarat pengujian kualitas minyak gorengSNI 01-3741-
2013 dan AOAC Internasional untuk bilangan iod.
2. Dapat membedakan hasil uji minyak goreng yang belum digunakan
dengan minyak goreng sekali pakai dan dua kali pakai.

1.4 Manfaat penelitian


1. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi sebagai parameter
alternatif pengujian kualitas minyak goreng.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang bahaya penggunaan minyak goreng yang telah
berulang kali dipakai.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu
merupakan lipid netral (Ketaren, 1986). Lemak dan minyak lebih dikenal
dengan trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah itu berarti “triester dari
gliserol” (Fessenden, 1994). Sedangkan dalam ilmu gizi lemak netral adalah
apa yang dikenal sebagai lemak dan minyak (Almatsier, 2009). Lemak
berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair
(Almatsier, 2009; Fessenden, 1994).
Minyak merupakan bahan cair dikarenakan rendahya kandungan asam
lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang
memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya,
sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 1995). Minyak nabati
pada umumnya sebagian besar mengandung asam palmitat, asam sterat, asam
oleat, dan asam linoleat, kecuali minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang
banyak mengandung asam lemak-jenuh rantai sedang (C8–C14) (Almatsier,
2009).
2.1.1 Struktur dan Komposisi Minyak
Sebagian besar lemak dan minyak dalam alam terdiri dari atas 98-99%
trigliserida. Trigliserida adalah ester gliserol, suatu alkohol trihidrat dan asam
lemak yang tepatnya disebut triasilgliserol. Bila ketiga asam lemak di dalam
asam trigliserida adalah asam lemak yang sama dinamakan trigliserida
sederhana; bila berbeda dinamakan trigliserida campuran. Contoh trigliserida
sederhana adalah lemak tristerin (Almatseir,2009).
O
H2C – O – C – R1
O
H C – O – C – R2
O
H2C – O – C – R3
[Sumber: Winarno, 1995]
Gambar 2.1 Struktur Minyak dan Lemak

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu


minyak adalah asam lemaknya. Hal ini disebabkan asam lemak menentukan
sifat kimia dan stabilitas minyak (Sugiati, 2007). Lemak jika terhidrolisis
akan menghasilkan satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Bila
asam lemak yang berikatan dengan gliserol merupakan asam lemak sejenis,
lemaknya disebut triglieserida, namun bila asam lemak yang berikatan
tersebut berbeda disebut triglieserida campuran. Jenis asam lemak yang
berikatan akan menentukan bentuk padat atau cair. Asam lemak jenuh banyak
terdapat pada lemak, sedangkan asam lemak tidak jenuh banyak ditemui pada
minyak yang umumnya berasal dari nabati (Anonim, 2010).
Berdasarkan struktur kimianya asam lemak dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) (Gaman et al., 1994)
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap pada atom karbon. Asam lemak yang bersifat jenuh juga merupakan
asam lemak dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat
dalam minyak atau lemak yang berasal dari hewan. Asam lemak jenuh seperti
asam laurat, asam miristrat, asam palmitat, dan asam stearat ini yang dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya menyebabkan
serangan stroke.

HH HHHHHH HHHH
-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-
HH HHHHHH HHHH

[Sumber: Gaman et al., 1994]


Gambar 2.2 Struktur Asam Lemak Jenuh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

B. Asam lemak tidak jenuh ( Unsaturated Fatty Acid/ UFA) (Gaman et


al., 1994)
Asam lemak tidak jenuh yaitu, bila rantai hidrokarbonnya tidak
dijenuhi oleh hidrogen dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap atau
lebih. Asam lemak tidak jenuh mudah rusak apabila terkena panas tetapi
sangat bermafaat bagi kesehatan. Contoh asam lemak tidak jenuh yaitu
linoleat, linolenat, dan arakidonat yang mempunyai fungsi mencegah
terjadinya arterosklerosis atau mencegah penyumbatan pembuluh darah.

HH HHH H H H H HH
-C-C=C-C=C-C=C-C=C-C=C-
HH H HHHHHHHHH

[Sumber: Gaman et al., 1994]


Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak Tidak Jenuh

2.1.2 Sifat Fisika Minyak dan Lemak


1. Berat Jenis
Berat jenis lemak lebih rendah dari pada air, oleh karena itu minyak
akan mengapung ke atas dalam campuran minyak dan air, atau cuka dan
minyak. Sifat fisika trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia
asam lemak yang membentuknya. Titik cair, meningkat dengan bertambah
panjang rantai asam lemak dan tingkat kejenuhannya. Semakin banyak
mengandung asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh, semakin lunak
dan cair lemak tersebut. Sebaliknya semakin banyak mengandung asam
lemak-jenuh rantai rantai panjang, seperti asam palmitat (C16:O) dan asam
stearat (C18:O) yang terdapat pada lemak hewan, semakin padat lemak
tersebut (Almatseir, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

2. Warna
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah
didalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak
pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β
karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan
minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau–hijauan, dan kemerah-
merahan.Pigmen berwara merah jingga atau kuning disebabkan oleh
karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan
persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka
karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning
berkurang (Ketaren, 1986).
3. Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami,
juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek
sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi
pada umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.
Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya
beta ionone, sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh
nonylmethylketon (Ketaren, 1986).
4. Kelarutan
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas
yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut
dalam pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali
minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam
alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan
pelarut–pelarut halogen. Asam–asam lemak yang berantai pendek dapat larut
dalam air, semakin panjang rantai asam–asam lemak maka kelarutannya
dalam air semakin berkurang (Ketaren, 1986).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

5. Titik Cair dan Polymorphism


Minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada nilai temperatur
tertentu.Sebagai contoh, bila lemak dipanaskan dengan lambat, maka
akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga lemak yang sudah mencair pada
waktu temperatur mulai naik, kemudian akan memadat kembali (Ketaren,
1986).
Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. Polymorphism sering dijumpai pada
beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan
kristal tersebut sangat sukar. Polymorphism penting untuk mempelajari titik
cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk
selanjutnya polymorphism mempunyai peranan penting dalam berbagai
proses untuk mendapatkan minyak atau lemak (Ketaren, 1986)
Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi, misalnya :
Butirat denga C = 14 Titik cair = - 7,9oC
Stearat dengan C = 18 Titik cair = 64,6oC
Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, menyebabkan titik
cair akan lebih rendah (Winarno, 1995). Contoh: Asam sterat (C18)
mempunyai titik cair 70oC, dengan penambahan 1 ikatan rangkap (disebut
alan oleat ( C18), maka titik cair akan turun mencapai 14oC (Ketaren, 1984).
6. Titik Lebur
Dalam bahan makanan terdapat berbagai jenis trigliserida, dan karena
hal inilah titik lebur lemak dan minyak tidak tajam, tetapi merupakan kisaran
suhu. Lemak dan minyak juga menunjukkan variasi yang besar pada sifat
tekstur dan daya pembentuk kreamnya. Asam lemak dengan ikatan yang tidak
begitu kuat memerlukan panas yang lebih sedikit, sehingga energi panas yang
diperlukan untuk mencairkan kristal-kristalnya makin sedikit dan titik
leburnya akan lebih rendah. Titik lebur suatu lemak dan minyak dipengaruhi
juga oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antara asam lemak yang
berdekatan dengan kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah
ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Titik
lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Hal ini di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

karenakan ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat, sebab
rantai pada ikatan rangkap (cis) tidak lurus. Asam lemak jenuh mempunyai
titik lebur yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk
trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik lebur yang
lebih tinggi dari pada adanya bentuk cis (Winarno, 1995).
7. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak ditentukan pada temperatur 25oC,
akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur
40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan bobot
jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek (Ketaren, 1986).
8. Titik Didih, Titik Asap, Titik Nyala, dan Titik Api
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut (Ketaren, 1984).
Bila suatu lemak atau minyak dipanaskan. Pada suhu tertentu timbul asap
tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan
diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat
nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu
terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak
bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun.
Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga
sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai
minyak goreng (Winarno, 1995).
Minyak atau lemak jika dipanaskan dapat dilakukan penetapan titik
asap, titik nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak
atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada saat pemanasan.
Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan
udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat
dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji
(Ketaren, 1986).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

9. Titik Kekeruhan
Titik keruh ditentukan dengan cara memanaskan minyak dan
ditambah pelarut sampai terlarut sempurna, kemudian didinginkan. Pada suhu
tertentu, campuran mulai terpisah dan akan terjadi kekeruhan. Suhu tersebut
dinamakan dengan titik keruh. Pelarut yang biasa digunakan adalah asam
asetat, glasial, metil alkohol, dan campuran alkohol 92% dengan amil alkohol
92%.Titik keruh ini tergantung dari adanya asam lemak bebas (Winarno,
1995).
2.1.3 Sifat Kimia Minyak dan Lemak
Pada umunya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai lurus
mono karboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang
penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, dan
hidrogenasi (Ketaren, 1986).
A. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dirubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat
mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya
sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan
mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik
pada minyak tersebut (Ketaren, 1986).

[ Sumber: Winarno, 1995]


Gambar 2.4 Proses Reaksi Hidrolisa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Persamaan di atas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak


menurut Schwitzer (1957). Proses hidrolisa yang di sengaja, biasanya
dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu di kenal dengan
reaksi penyabunan. Proses penyabunan ini banyak dipergunakan dalam
industri. Minyak atau lemak dalam ketel, pertama-tama dipanasi dengan pipa
uap dan selanjutnya ditambah alkali (NaOH), sehingga terjadi reaksi
penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari lapisan teratas pada
larutan yang merupakan campuran dari larutan alkali, sabun, dan gliserol.
Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan
(Ketaren, 1986).
B. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hiperoksida. Tingkat selanjutnya
ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hiperoksida
menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Mekanisme oksidasi (Ketaren, 1986) yang umum dari minyak atau
lemak adalah sebagai berikut :
- Inisiasi (initiation)
RH + O2 Radikal bebas
ROOH ( antara lain
(ROOH)2 R, OR, RO2, dan HO )

- Perambatan ( propagation)
R + O2 RO2
RO2 + RH R + ROOH

- Penghentian ( Termination)
R+R
R + OR hasil akhir yang tidak stabil
R + RO2 ( non radical)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

C. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi merupakan suatu proses industri yang bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan
hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah
proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator di pisahkan
dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau
kertas tergantung pada derajat kejenuhan (Ketaren, 1986).
Proses hidrogenasi dapat dilakukan untuk meningkatkan titik jenuh
asam lemak tidak jenuh melalui penambahan hidrogen, yang digunakan
secara komersial dalam mengubah minyak cair nabati menjadi lemak padat
yang diperlukan dalam rumah tangga, seperti margarin dan shortening yang
padat pada suhu kamar (Almatseir, 2009).
D. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui
reaksi kimia yang di sebut inter-esterifikasi atau pertukaran ester yang
didasarkan pada prinsip trans-esterifikasi friedel-craft.Dengan menggunakan
prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti
butirat, dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak dapat ditukar
dengan rantai panjang yang tidak menguap (Ketaren, 1986).
2.1.4 Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan minyak yang telah mengalami proses
pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi
(Sugiati, 2007). Sedangkan menurut SNI (2013) minyak goreng adalah bahan
pangan dengan komposisi utama trigliserida yang berasal dari bahan nabati,
dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan
dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk
menggoreng. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah
rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan (Ketaren, 1986; Winarno,
1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong


dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk
lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak
sawit (Ketaren, 1986). Sistem menggoreng bahan pangan ada 2 macam, yaitu
sistem ; 1) gangsa (pan frying), dan 2) menggoreng biasa (deep frying).
Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan lemak atau minyak dengan
titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah
dari suhu pemansan pada metode deep frying. Ciri khas dari proses “gangsa”
ialah karena bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam
minyak (Ketaren, 1986).
Sedangkan metode deep frying, merupakan sistem menggoreng yang
paling umum digunakan untuk mengolah makanan, dikarenakan sistem
menggoreng ini yang cepat, dengan bahan makanan secara langsung
terendam di dalam medium minyak panas, sehingga menghasilkan tekstur dan
flavor produk yang diinginkan (Sunisa et al., 2011; Gosh et al., 2012). Proses
deep fat frying biasanya berlangsung pada suhu tinggi (antara 200-205oC)
(Ketaren, 1986). Semua bahan pangan digoreng mempunyai struktur yang
dasar yang sama.

Core (inner zone)

Lapisan luar(outer zone)

Permukaan luar = kerak(outer zone surface)

[Sumber: Ketaren, 1986]


Gambar 2.5 Struktur Dasar Bahan Pangan Yang Digoreng

Gambar di atas merupakan potongan dari bahan pangan yang


digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari bahan pangan
berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang digoreng.
Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk
ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak
merubah karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

digoreng. Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat
keemasa akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan
disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas
warna tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia
pada permukaan luar dari bahan pangan; sedangkan jenis lemak yang
digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan
pangan.
2.1.5 Nilai Gizi Minyak
Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang
menghasilkan 9 kilo kalori untuk tiap gram, yaitu 21/2 kali besar energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai
simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar.
Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-
zat energi: karbohidrat, lemak, protein. Lemak tubuh pada umumnya
disimpan sebagai berikut: 50% dijaringan bawah kulit (subkutan), 45%
disekeliling organ dalam rongga perut, dan 5% dijaringan intramuskular.
Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan
panas tubuh secara cepat, dan demikian lemak berfungsi juga dalam
memelihara suhu tubuh. Lapisan lemak yang menyelubungi organ organ
tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ-organ
tersebut tetap ditempatnya dan melindunginya terhadap beturan dan bahaya
lain (Almatsier, 2009).
Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi kita terutama
karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sember vitamin A, D, E, dan
K. Manusia dapat digolongkan makhluk omnivora, artinya makanannya
terdiri dari bahan hewani maupun nabati, karena itu dapat menerima minyak
dan lemak dari berbagai sumber baik ternak maupun tanaman (Winarno,
1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

WHO menganjurkan mengkonsumsi lemak untuk orang dewasa


minimum 20% dari energi total (sekitar 60 gram/hari). Konsumsi lemak total
perhari yang dianjurkan maksimal sebesar 30% dari energi total, terdiri dari
10% asam lemak jenuh (SFA), 10% asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA)
dan 10% asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) (Anonim, 2010).
2.1.6 Penyebab Kerusakan Minyak dan Lemak
Reaksi oksidasi disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentkan radikal-radikal
bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi,
seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hiperoksida, logam-logam berat
seperti Cu, Fe, Co, Mn, dan logam porfirin (Winarno, 1995).
Proses ketengikan yaitu jika lemak bersentuhan dengan udara untuk
jangka waktu lama yang menyebabkan terjadi perubahan. Proses ketengikan
terjadi jika oksigen terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida
aktif, senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang
bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai
karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehida-aldehida dan
keton yang bersifat volatill yang mudah menguap, menimbulkan bau tengik
pada lemak dan potensial bersifat toksik. Reaksi ini terjadi perlahan pada
suhu menggoreng normal dan di percepat oleh adanya besi dan tembaga yang
biasa ada di dalam makanan (Almatsier, 2009).
Minyak yang digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau
dipakai berulang kali akan berubah menjadi hitam dan proses oksidasi akan
menumpuk. Asam lemak akan pecah dan terbentuk akrolein dan gliserol.
Akrolein mengeluarkan asap tajam yang merangsang tenggorokan (Winarno,
1995). Hidrogenasi minyak menurunkan kecenderungannya untuk
teroksidasi, dengan demikian meningkatkan stabilitasnya, seperti pada
vitamin E yang banyak terdapat dalam minyak nabati bila dipanaskan akan
dioksidasi, hal ini mencegah terjadinya peroksida dengan demikian mencegah
proses ketengikan, vitamin E dalam hal ini bertindak sebagai antioksidan
(Almatsier, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh,


tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh
pun dapat teroksidasi. Reaksi oksidasi pada penggorengan 200oC
menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat
ketidakjenuhan tinggi, sedangkan reaksi hidrolisis mudah terjadi pada minyak
dan asam lemak jenuh rantai panjang. Proses menggoreng dengan cara deep
friying selain menyebabkan pembentukan asam lemak jenuh rantai panjang,
juga menimbulkan reaksi polimerasi termal dan reaksi oksidasi yang
membentuk asam lemak trans (Anonim, 2010).
Studi yang dilakukan oleh Sartika (2007) menyebutkan bahwa proses
menggoreng dengan cara deepfrying akan menyebabkan perubahan asam
lemak tidak jenuh bentuk cis menjadi bentuk trans, dan jumlah asam lemak
tidak jenuh bentuk cis (asam oleat). Reaksi oksidasi yang terjadi pada asam
oleat (C18:1 cis) akan menghasilkan 2 (dua) senyawa radikal intermediate,
dimana oksigen akan merusak atom karbon paling ujung, yaitu karbon 8, 9,
10 dan 11 allylic hyperoxides. Pada suhu 25oC jumlah cis dan trans 8 dan 11
isomer sama banyak, sedangkan 9- dan 10- isomer lebih banyak dalam
bentuk trans (Anonim, 2010).
Pembentukan asam lemak trans saat proses menggoreng (deep friying)
yang dilakukan oleh Rustika (2005) menyebutkan bahwa makanan jenis
pisang goreng, ubi goreng, kroket, tempe goreng, singkong goreng dan ayam
goreng tepung mengandung asam lemak trans. Padahal jika dilihat dari jenis
bahan pangannya (pangan nabati), tidak mengandung asam lemak trans. Hasil
penelitian Sartika (2007) menyatakan bahwa kandungan asam lemak trans
tertinggi pada makanan gorengan (ayam goreng tepung, telur goreng, dan
tempe mendoan), produk ruminansia (daging rawon, sop buntut, dan beef
burger keju), dan produk makanan jadi (menggunakan margarin atau minyak
yang terhidrogenasi) seperti coklat, biskuit, dan croissant (Anonim, 2010).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hiperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah
atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh
suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas (Winarno, 1995).
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang
dapat membentuk hiperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah
pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi
energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa
dengan rantai karbon C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-
aldehida, dan keton yang besifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada
lemak, perubahan-perubahan selama oksidasi ini dapat diikuti denga
spektrofotometer ultraviolet dengan absorpsi pada 232 nm (Winarno, 1995).
2.2.7 Pengaruh Minyak dan Lemak Terhadap Kesehatan
Salah satu komponen utama makanan yang memberikan dampak
positif dan negatif terhadap kesehatan adalah lemak yang mempunyai
multifungsi, yaitu sebagai penyumbang energi terbanyak (30% atau lebih
energi total yang diperlukan tubuh) serta merupakan sumber asam lemak
esensial linoleat dan linolenat. Selain sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K,
lemak memberikan cita rasa aroma spesifik pada makanan yang tidak dapat
digantikan oleh komponen makanan lainnya, sedangkan dampak negatif
konsumsi yang berkaitan dengan aterogenik dapat terjadi bila konsumsi
lemak lebih dari 30% dari kebutuhan energi total (Anonim, 2010).
Lemak merupakan salah satu komponen dalam bahan pangan. Setiap
orang membutuhkan energi kurang lebih 3.300 kalori perhari, yang berasal
dari hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Secara tidak langsung,
lemak dapat juga membantu pembangunan organ-organ tubuh terutama pada
anak yang sedang berada dalam fase pertumbuhan. Kekurangan lemak dalam
makanan, dapat memperlambat pertumbuhan (Ketaren, 1986).
Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada
suhu tinggi (160-180oC) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada
proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang
komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi.
Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

gelap. Rekasi degradasi ini meurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak
tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang. Produk reaksi degradasi yang
terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang
digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Yustinah, 2011).
Pengaruh minyak dan lemak terhadap kesehatan dapat menyebakan
penyakit seperti jantung koroner. Penyakit jantung koroner dianggap salah
satu penyebab kematian yang menakutkan. Terdapat sejumlah faktor risiko
yang diidentifikasi menyebabkan penyakit jantung koroner, seperti
meningkatnya kadar lipida umumnya kolesterol darah, hipertensi, perokok
berat, dan aktivitas fisik. Beberapa ahli berpendapat bahwa aktifitas fisik
merupakan faktor penting dibandingkan jumlah dan jenis lemak pada makanan
untuk mengatur kadar kolesterol dalam darah. Lembaga Kesehatan Nasional
di Amerika Serikat 1977 melakukan riset yang menunjukkan hasil bahwa
pembatasan rata-rata tingkat konsumsi kolesterol sehari, pengurangan
konsumsi lemak jenuh, dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
berpengaruh nyata terhadap kadar lipida. Demikian juga kadar lipida darah
yang tinggi banyak dijumpai pada orang yang berpendidikan dan status sosial
ekonomi (Anonim, 2010). Selain itu pengaruh minyak dan lemak terhadap
kesehatan juga dapat memicu peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
Kadar kolesterol dalam darah manusia beragam dan mengalami peningkatan
dengan bertambahnya umur. Penambahan kolesterol darah berbeda menurut
jenis kelamin. Pada wanita dimulai umur dua puluhan, sementara pada pria
dapat lebih awal. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kolesterol darah
adalah LDL, lemak total, lemak jenuh, dan energi total. Pada kolesterol darah
yang mengikat berpengaruh tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah
(Almatseir, 2009).
Nilai gizi dan palatability lemak yang teroksidasi, lebih rendah
dibandingkan dengan lemak segar, sehingga dapat mengganggu kesehatan dan
pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya (Ketaren, 1986).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

2.2 Uji Analisa Minyak Goreng


Pengujian sifat fisika-kimia digunakan untuk identifikasi jenis dan
penilaian mutu minyak dan lemak, yang meliputi pengujian kemurnian
terutama terhadap pelarut organik, sifat penyabunan, jumlah ikatan rangkap
atau derajat ketidakjenuhan, ketengikan dan lain-lain, uji tersebut bersifat
kualitatif atau kuantitatif, dan dapat dilakukan berdasarkan cara asidimetri,
oksidimetri, dan uji khusus lainnya (Ketaren, 1986).
2.2.1 Warna
Warna minyak atau lemak dapat diketahui dengan membandingkan
warna contoh dengan warna standar. Perubahan warna pada minyak goreng
menjadi warna gelap dapat terjadi selama proses pengolahan dan
penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Suhu pemanasan
yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik atau
expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang
terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat
warna yang terdapat dalam bahan tersebut, pengepresan bahan yang
mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan
menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap, ekstraksi minyak
dengan menggunakan pelarut organik, misalnya campuran pelarut petroleum-
benzen akan menghasilkan minyak dengan warna lebih cerah jika dengan
minyak yang diekstraksi dengan pelarut tricholor etilen, benzol dan heksan,
logam seperti Cu, Fe, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini
dalam minyak (Ketaren, 1986).
2.2.2 Bau
Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus
dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh
udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan
diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh
lemak menjadi rusak (Winarno, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

2.2.3 Bilangan Asam


Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak.
Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan
sejumlah lemak atau munyak dalam alkohol-eter dan diberi indikator
phenolphtalin. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam
tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak tadi (Ketaren,
1986; SNI, 2013).
Perhitungan Bilangan Asam Minyak Goreng

=
Keterangan:
A = Jumlah ml KOH untuk dititrasi
N = Normalitas larutan KOH
G = Berat sample ( gram )
56,1= Bobot molekul KOH
2.2.4 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
ini dapat ditentukan dengan metoda iodometri (Ketaren 1986). Bilangan
peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah
lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam
pelarut asam asetat dan kloroform (2:1) kemudian iodin yang berbentuk
ditentukan dengan titrasi memakai natrrium thiosulfat (Winarno, 1995; SNI,
2013).
Bilangan peroksida akan memecah ikatan karbonil dan aldehid pada
saat menggoreng dikarenakan suhu yang tinggi, udara, dan cahaya (Serjouie
et al., 2010), ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh
dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda
molekul trigliserida (Gaman et al., 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Perhitungan Bilangan Peroksida

= (mgr / 100 gram)

Keterangan:
a = Jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi contoh
b = Jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi blangko
N= Normalitas larutan Na2S2O3
8= ½ dari bobot atom oksigen
G= Berat sampel minyak ( gram )
2.2.5 Kadar Air
Pengujian kadar air menggunakan metode oven terbuka yaitu:
Sampel diaduk dengan baik sebelum dilakukan pengujian dikarenakan air
cenderung untuk mengendap, dengan pengadukan maka penyebaran air
didalam sampel akan merata. Selanjutnya sampel ditimbang seberat 5 gram
didalam cawan penguap, lalu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan
pada suhu 130oC ±1oC selama 30 menit. Sampel diangkat dari oven
kemudian dinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar, kemudian di
timbang. Pekerjaan ini di ulang sampai kehilangan bobot tetap (Ketaren,
1986).
Kadar air dan zat yang menguap (%)

=
2.2.6 Bilangan Iod (Ketaren, 1986)
Bilangan Iod ditetapkan dengan melarutkan sejumalah contoh minyak
atau lemak (0,1 sampai 0,5 gram) dalam kloroform atau karbon tetraklorida
kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan pada
tempat yang gelap dengan periode waktu yang dikontrol, kelebihan iod yang
tidak bereaksi diukur dengan jalan menitrasi larutan campuran tadi dengan
natrium tiosulfat (Na2S2O3). Reaksi dari iod yang berlebihan tersebut adalah
sebagai berikut :
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan


indikator amilum (Ketaren, 1986).

Perhitungan Bilangan Iod

=
Keterangan :
B = jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi blanko
S = jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi contoh
N = normalitas larutan Na2S2O3
G = bobot sampel (gram)

12,69 =

2.2.7 Cemaran Logam


A. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak
larut basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4g/mol; titik
leleh 320,9oC, dan titik didih 767oC; bobot jenis 8,642 g/cm3; tekanan uap
0,013 Pa pada suhu 180oC. Kadmium biasa ditemukan sebgai mineral yang
terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Kadmium tidak
memiliki rasa maupun aroma spesifik. Kadmium terutama terdapat dalam
kerak bumi bersama dengan seng (Zn) (SNI, 2009).
Menurut Palar (1994) penggunaan kadmium dan persenyawaannya
ditemukan dalam industri, pencelupan fotografi, dan lain-lain. Kadmium
merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dikarenakan berisiko
tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh pada manusia dalam
jangka waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya
hati dan ginjal. Secara prinsip pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru. Logam kadmium ini bersama timbal termasuk dua besar
logam berat yang memiliki tingkat bahaya tertinggi terhadap kesehatan
manusia.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

Paparan kadmium secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal.


Gejalan lain toksisitas akut dari kadmium adalah iritasi alat respiratori, alat
pencernaan, batu ginjal, kerusakan ginjal, radang, paru-paru, pendarahan otak,
migrain, pembengkakan jantung, gangguan pertumbuhan, anemia, rambut
rontok, kulit bersisik dan kering, daya tahan tubuh lemah, nyeri otot, bahkan
dapat menyebabkan kematian (Widowati et al., 2008).
Toksisitas kronis kadmium dapat merusak sistem fisiologis tubuh,
antara lain sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi darah dan jantung,
kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan
kerapuhan pada tulang. Toksisitas kronis kadmium, baik melalui oral maupun
inhalasi, bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh ekskresi
berlebihan, dan gangguan sistem kardiovaskular (Widowati et al., 2008)
B. Timbal (Pb)
Timbal dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat
secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil
melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia.
Timbal merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu
keperakan dengan titik leleh pada 327,5oC; titik didih 1.740oC pada tekanan
atmosfer, dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Logam ini
sangat resisten (terhadap) korosif, oleh karena ini seringkali dicampur dengan
campuran yang bersifat korosif (Saniyyah, 2010). Logam timbal banyak
digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), pestisida,
dan yang paling banyak digunakan sebagai zat anti letup pada bensin.
Timbal bersifat toksik pada manusia, intoksikasi terjadi melalui jalur
oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, lewat kulit, mata, dan jalur
parenteral. Toksisitas akut bisa terjadi jika timbal masuk ke dalam tubuh
seseorang melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif
pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda
klinis akibat paparan Timbal secara akut antara lain adalah gangguan
gastrointestinal (seperti kram perut dan biasanya diawali dengan sembelit,
mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat), gangguan neurologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

(seperti sakit kepala, bingung, atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma),
serta mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan gagal ginjal yang akut dan
dapat berkembang dengan cepat (Widowati et al., 2008).
Katalis logam Pb turut membantu peroksida dalam menyerang
molekul asam lemak jenuh atau tidak jenuh yang utuh dikarenakan asam
lemak jenuh yang murni mulai beraksi dengan oksigen dengan adanya katalis
pada suhu 75oC, dan dibawah suhu 70oC.

O CH CH-O
Linoleat – Pb + O2 Pb + Pb +
O CH CH-O

Timbal Oksida Alkena Karbon Hidroksi

[Sumber: Ketaren, 1986]


Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Peroksida Katalis Ion Logam
Mekanisme pembentukan peroksida katalis ion logam pada gambar
2.6 dimana: linoleat-Pb yang berfungsi sebagai oxygen carier dalam oksidasi
pada periode induksi, akan teroksidasi sehingga membentuk persenyawaan
PbO2 yang bersifat aktif. Persenyawaan PbO2 dapat mengkatalisasi reaksi
oksidasi ikatan jenuh yang masih utuh (Ketaren, 1986).
2.2.8 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
Dalam kimia analitik instrument, spektroskopi serapan atom (SSA)
adalah suatu teknik yang sering digunakan untuk menentukan konsentrasi
logam. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) memanfaatkan metode fenomena
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam dalam bentuk gas
sebagai dasar pengukuran. Atom-atom bebas bisa dihasilkan dengan cara
menyemprotkan sampel yang berupa larutan atau suspensi kedalam nyala.
Besarnya kepekatan analit ditentukan dari besarnya penyerapan berkas sinar
garis resonansi yang melewati nyala (Nubzah, 2010). Keberhasilan analisis
tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang
tepat. Prinsip dasar Spektroskopi Serapan Atom (SSA) terbagi dua yaitu:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

A. Metode Nyala (Flame)


Prinsip dasar Spektroskopi Serapan Atom (SSA) elektron dalam suatu
atom pada keadaan dasar menyerap energi lebih tinggi (tereksitasi). Jumlah
atom yang dilewati oleh cahaya dan tereksitasi berbanding lurus dengan
jumlah energi yang diserap. Dengan mengukur jumlah energi cahaya diserap
maka dapat menetukan jumlah atau konsentrasi atom elemen yang diuji
dalam sampel.
Tahapan proses mulai dari masuknya larutan ke dalam nyala hingga
menjadi atom adalah sebagai berikut:
1. Partikel diubah menjadi titik kabut yang bahan dan pelarut diuapkan;
2. Zat terlarut yang berupa garam-garam diuapkan (volatilisasi partikel-
partikel padat);
3. Disosiasi termis molekul netral zat pelarut menjadi atom-atomnya;
4. Atom tereksitasi ke berbagai tingkat energi karena menyerap energi
cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Spektroskopi serapan atom dengan metode flame memiliki empat
jenis nyala yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yaitu :
1. Asetilen-udara, campuran ini paling banyak digunakan dalam SSA (35
unsur). Suhu yang dihasilkan oleh campuran ini adalah sekitar 2300-
2400oC.
2. Nitro oksida-asetilen, campuran ini dapat menghasilkan nyala dengan
panas ±3200oC.
3. Udara-hidrogen.
4. Argon-udara-hidrogen.
Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analitik dalam larutan standar biasa dipakai untuk menganalisa larutan sampel
tidak diketahui yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan
sampel tersebut terhadap sinar yang sama.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

B. Metode Flameless (tanpa nyala)


Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan energi listrik pada batang
karbon yang biasanya digunakan adalah tabung grafit. Sampel diletakkan
dalam tabung grafit dan arus listrik dialirkan melalui tabung tersebut
sehingga tabung dipanaskan dan sampel akan teratomisasikan. Temperatur
tabung grafit dapat diatur dengan merubah arus listrik yang dialirkan,
sehingga kondisi temperatur optimum untuk setiap macam sampel atau unsur
yang dianalisa dapat dicapai dengan mudah.
C. Komponen Instrumentasi SSA

[Sumber: Day et al., 1981]


Gambar 2.7 Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 2.7 menunjukkan bentuk skema komponen-komponen dasar


dari suatu spektrofotometer serapan atom. Garis-garis absorpsi yang
disebabkan oleh zat-zat berbentuk atom jauh lebih sempit dari pada pita-pita
yang ditemui pada spekrofotometer biasa. Jika pita radiasi yang diberikan
monokramator cukup berkurang untuk dihasilkan harga absorpsi yang cukup,
maka suatu sumber kontinyu yang sangat kuat diperlukan agar member
cukup energi di dalam daerah panjang gelombang yang sempit, yang
diteruskan oleh monokromator untuk menjalankan sistem detektornya.
Tabung lucut katoda-cekung menjadi suber umum pada absorbs
atomik, tabung lucut katoda-cekung mengandung anoda dan katoda dalam
suatu atsmosfer gas inert pada tekanan rendah. Tabungnya dijalankan dengan
sumber tenaga yang memberikan ratus volt. Atom-atom gas terionisasikan
didalam lucutan listrik, dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

katoda mengusir atom-atom logam yang tereksitasikan. Hal ini


mengakibatkan terjadinya spektrum garis dari logam yang menampakkan diri
sebagai suatu bara didalam ruangan pada katoda cekung.
Suatu garis yang cocok didalam spektrum emisi dari sumbernya
dipilih untuk dianalisa. Garis ini yang disebut garis resonansi, menunjukkan
suatu perpindahan dari suatu keadaan bereksitasi suatu atom ke keadaan
dasar, dan dengan demikian menunjukkan frekuensi yang tepat bagi absorpsi
oleh atom-atom didalam nyala yang ada pada keadaan dasar (Day dan
Underwood, 1981).
D. Keuntungan Menggunakan Metode SSA
Analisis dilakukan dengan metode spektrofotometer serapan
atom(SSA) dengan pertimbangan bahwa: metode analisis (SSA) dapat
menentukan hampir keseluruhan unsur logam; metode analisis (SSA) dapat
menentukan logam dalam skala kualitatif karena lampunya 1 (satu) untuk
setiap 1 logam; analisis unsur logam langsung dapat ditentukan walau sampel
dalam bentuk campuran; analisis unsur logam dengan SSA didapat hasil
kuantitatif; analisis dapat diulangi beberapa kali, dan akan selalu di peroleh
hasil yang sama.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

2.2.9 Standar Mutu Minyak Goreng


Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh
Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2013 & AOAC
Internasional menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada
tabel berikut ini:

Table 2.1 Syarat Nasional Indonesia (SNI) 01-3741-2013

No Kriteria uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Warna - Normal
Kadar air dan
2 bahan menguap % (b/b) maks. 0,15
3 Bilangan asam mg KOH/g maks. 0,6
Bilangan
4 Peroksida mek O2/kg maks. 10
5 Cemaran logam
5.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2
5.2 Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1
catatan : - pengambilan sampel dalam bentuk kemasan di pabrik

Tabel 2.2 AOAC Official Method 993.20 Iodine Value Of Fats And Oil

No Bilangan Iod Berat Akurasi


Sample (g/gram) (mg)
1 3 10,58-8,46 0,5
2 10 3,17-2,54 0,2
3 20 1,59-1,27 0,2
4 40 0,79-0,63 0,2
5 80 0,40-0,32 0,2
6 120 0,26-0,21 0,2
7 160 0,20-0,16 0,2
8 200 0,16-0,13 0,2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODE PENELITIAN

Survai Wilayah Pedagang Gorengan di Sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengisian Kuisioner & Wawancara (Pada Pedagang Gorengan )

Pengumpulan Sampel Minyak Goreng

Proses Penggorengan Minyak goreng uji Pengumpulan Minyak goreng uji Pada
1 Kali Pakai Selama 1 Jam, 2 Kali Pakai Pedangang Gorengan di Sekitar Kampus
2 Jam dengan Menggunakan Metode UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Deep Frying pada Suhu 163oC-196oC.

Analisa Sifat Fisiko Kimia Minyak goreng uji

Kadar Air dan Bilangan Bilangan Bilangan Cemaran Logam


Organoleptis Bahan Menguap peroksida Asam Iod (Cd dan Pb)

Hasil Analisa

Kesimpulan

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Obat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan
dilakukan pada bulan April hingga Juli 2013.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu erlenmeyer, labu ukur, tanur, timbangan
analitik, gelas ukur, pipet tetes, oven, cawan penguap, cawan porselen,
buret, beaker glass, seperangkat alat SSA (Perkin Elmer Tipe Analyst
700), alumunium foil, tissue, hot plate (Maspion), dan peralatan gelas.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu 5 sampel minyak goreng uji yang
dikumpulkan dari pedagang gorengan, minyak goreng sania yang belum
digunakan, minyak goreng uji sania 1 kali pakai dan minyak goreng uji
Sania 2 kali pakai dari peneliti. Untuk analisa digunakan larutan KI 15%
(Jenuh), Na2S2O3 0,1 N, indikator pati, etanol 95%, indikator PP, KOH
0,1N, asam asetat glasial, isooktan, larutan K2Cr2O7, aquadest, alumunium
foil, kloroform, karbon tetra klorida, larutan Wijs, HCl pekat, HNO3 pekat,
KCL, HCl 6N, HNO3 0,1 N dan kertas saring.

3.3 Tahapan Penelitian


3.3.1 Pegumpulan Sampel dengan Metode Survai dan Kuisoner
a. Survai Lokasi di Sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahap pertama survai lokasi di daerah sekitar kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang meliputi daerah: Pesanggrahan, Kertamukti,
Kampung Utan, depan Kampus 1 UIN Syarif Hidauayatullah Jakarta dan
disamping Masjid Fathullah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

b. Pengisian Kuisioner
Pengisian kuisioner dilakukan dengan metode wawancara ke
pedagang gorengan di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Data tentang informasi kuisioner meliputi: penggunaan minyak, jenis
minyak goreng uji (curah/kemasan), sumber yang di dapat, jumlah perhari
minyak goreng uji yang di gunakan, jumlah dan waktu menggoreng, lama
waktu yang digunakan dalam 1 periode penggorengan, jenis-jenis
makanan yang digoreng, dan perawatan minyak goreng uji sisa, serta
penyimpanannya.
c. Pengumpulan Sampel
Sampel uji terdiri dari minyak goreng tanpa pemakaian sebagai
kontrol, minyak goreng sekali pakai, minyak goreng dua kali pakai, serta 5
minyak goreng uji yang paling dominan digunakan oleh pedagang
gorengan. Minyak goreng uji 1 kali pakai dilakukan secara deep frying
dengan menggoreng bahan makanan merendam ke dalam minyak goreng
uji pada suhu 163oC-196oC selama 1 jam tanpa jeda, sedangkan minyak
goreng uji 2 kali pakai dilakukan dengan menggoreng bahan selama 2 jam
tanpa jeda.

3.3.2 Analisa Sifat Minyak goreng uji


1. Persiapan Untuk Uji Organoleptik (SNI, 2013).
Buka kemasan minyak goreng uji minyak goreng uji dan ambil
minyak goreng uji secukupnya dan ditempatkan dalam botol minyak
goreng uji yang bersih dan kering.
a. Warna
1. Di ambil minyak goreng uji secukupnya dan letakkan di atas
gelas arloji yang bersih dan kering;
2. Di amati minyak goreng untuk mengetahui warnanya;
3. Jika terlihat warna kuning hingga kuning pucat atau warna
sesuai dengan blanko maka hasil dinyatakan “normal”;

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

4. Jika terlihat warna selain warna di poin 3, maka hasil


dinyatakan “tidak normal”.
b. Bau
1. Di ambil minyak goreng uji secukupnya dan letakkan di atas
gelas arloji yang bersih dan kering;
2. Cium minyak goreng uji untuk mengetahui baunya;
3. Jika tercium bau khas minyak goreng, maka hasil dinyatakan
“normal”;
4. Jika bau tercium selain bau khas minyak goreng, maka hasil
dinyatakan “tidak normal”.

2. Kadar Air dan Bahan Menguap (SNI, 2013).


a. Di panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu
(130 ±1)0C selama kurang lebih 30 menit dan dinginkan dalam
desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian
dengan neraca analitik (W0);
b. Di masukkan 5 g minyak goreng uji ke dalam pinggan, tutup,
dan timbang;
c. Di panaskan cawan porselen yang berisi minyak goreng uji
tersebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan tutup
pinggan di samping pinggan di dalam oven pada suhu (130 ± 1)
0
C selama 30 menit setelah suhu oven (130 ± 1) 0C;
d. Di tutup cawan porselen ketika masih di dalam oven,
pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 20
menit sampai dengan 30 menit sehingga suhunya sama dengan
suhu ruang dan kemudian timbang (W2);
e. Di lakukan pengerjaan 3 dan 4 hingga di peroleh bobot tetap;
dan
f. Di hitung kadar air dan bahan menguap dalam minyak goreng
uji.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

3. Bilangan Asam (SNI, 2013).


a. Di timbang 10 g sampai dengan 50 g minyak goreng uji (W) ke
dalam erlenmeyer 250 ml.
b. Di larutkan dengan 50 ml etanol hangat dan tambahkan 5 tetes
larutan fenolftalein sebagai indikator;
c. Di titrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida (KOH) 0,1
N (N) sampai terbentuk warna merah muda (warna merah
muda bertahan selama 30 detik);
d. Di lakukan pengadukan dengan cara menggoyangkan
erlenmeyer selama titrasi.
e. Catat volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan (v)

4. Bilangan Peroksida (SNI, 2013).


a. Dilakukan pembakuan natrium tiosulfat 0,1 N.
b. Ditimbang dengan teliti 5 g minyak goreng uji (W) kedalam
erlenmeyer bertutup 250 ml yang kering;
c. Ditambahkan 50 ml larutan asam asetat glasial-isooktan (3:2),
tutup erlenmeyer dan aduk hingga homogen;
d. Ditambahkan 0,5 ml larutan kalium iodida jenuh dengan
menggunakan pipet ukur, kemudian kocok selama 1 menit;
e. Ditambahkan 30 ml air suling kemudian tutup erlenmeyer
dengan segera. Kocok dan titrasi dengan larutan natrium
tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang, kemudian
tambahkan indikator kanji 0,5 ml dan lanjutkan penitaran,
kocok kuat untuk melepaskan semua iod dari lapisan pelarut
hingga warna biru hilang;
f. Dilakukan penetapan uji minyak goreng uji blangko; dan
g. Dihitung bilangan peroksida dalam minyak goreng uji.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

5. Bilangan Iod (AOAC Internasional, 2005).


a. Dilakukan pembakuan natrium tiosulfat 0,1 N.
b. Ditimbang dengan teliti 0,5 g minyak goreng uji (W) ke dalam
erlenmeyer bertutup 250 ml yang kering;
c. Ditambahkan 20 ml larutan kloroform (CCL4) tutup
Erlenmeyer dan aduk hingga homogen;
d. Ditambahkan 25 ml larutan Wijs diamkan di dalam lemari
asam selama ± 30 menit.
e. Ditambahkan 20 ml larutan kalium iodida jenuh (15%) dengan
menggunakan pipet ukur, kemudian kocok selama 1 menit;
f. Ditambahkan 50 ml air suling kemudian tutup Erlenmeyer
dengan segera. Kocok dan titar dengan larutan natrium tiosulfat
0,1 N hingga warna cokelat hampir hilang, kemudian
tambahkan indikator kanji 0,5 ml dan lanjutkan penitaran,
kocok kuat untuk melepaskan semua iod dari lapisan pelarut
hingga warna biru hilang;
g. Dilakukan penetapan uji minyak goreng uji blangko; dan
h. Dihitung bilangan iod dalam minyak goreng uji.

6. Cemaran Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) (SNI, 2013).


a. Ditimbang 10 g (W) minyak goreng uji dengan teliti dalam
cawan porselen;
b. Tempat cawan berisi minyak goreng uji di atas pemanas listrik
dan panaskan secara bertahap sampai contoh uji tidak berasap
lagi;
c. Dilanjutkan pengabuan dengan tanur (450 ± 5)oC sampai
berwarna putih, bebas dari karbon;
d. Apabila abu belum bebas dari karbon yang di tandai dengan
warna keabuan-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kira-kira 0,5 ml


sampai dengan 3 ml;
e. Dikeringkan cawan di atas pemanas listrik dan masukkan
kembali ke dalam tanur pada suhu (450 ± 5)oC kemudian
lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan
HNO3 pekat dapat di ulangi apabila abu masih berwarna
keabu-abuan;
f. Dilarutkan abu berwarna putih dalam 5 ml HCl 6 N, sambil di
panaskan di atas pemanas listrik atau penangas air sampai
kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N 20 ml-30 ml
dan masukkan ke dalam labu ukur 50 ml kemudian tepatkan
hingga tanda garis dengan aquabides (V), jika perlu saring
larutan meggunakan kertas saring ke dalam labu ukur;
g. Disiapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan
perlakuan yang sama seperti minyak goreng uji;
h. Dibaca absorbansi larutan baku kerja dan larutan minyak
goreng uji terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang
gelombang maksimal sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283,3
nm untuk Pb;
i. Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL)
sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y;
j. Diplot hasil pembacaan larutan minyak goreng uji terhadap
kurva kalibrasi (C); dan
k. Dihitung kandungan logam minyak goreng uji.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak goreng banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan,


baik sebagai ingredient (Kusnandar, 2010), maupun sebagai medium
perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang
digoreng (Ketaren, 1986) selain itu minyak goreng juga merupakan salah satu
bahan pokok makanan yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia (Amang et al., 1996).
Tahapan dalam pembahasan analisa minyak goreng sampel uji,
meliputi tujuh tahapan analisa yaitu; pertama, survai dan kuisioner, kedua;
organoleptis, ketiga; bilangan asam, keempat; kadar air, kelima; bilangan
peroksida, keenam; bilangan iod, dan ketujuh; cemaran logam.

4.1 Survai dan kuisioner


Tabel 4.1 Hasil Survai Lokasi
Jumlah Pedagang
No. Nama kelurahan Makanan Jajanan
Gorengan
1. Pesanggrahan 4
2 Kampung Utan 2
3. Depan Kampus I UIN Syarif 4
Hidayatullah Jakarta
4 Samping Masjid Fathullah 8
5 Kertamukti 2
Total 20

Survai lokasi dan pengisian kuisioner dilaksanakan pada tanggal 13


Maret hingga 13 April 2013. Pada penelitian ini survai lokasi dilakukan
disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdiri dari wilayah
Pesanggrahan, Kampung utan, depan kampus satu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, samping Masjid Fathullah, dan Kertamukti. Berdasarkan informasi
hasil survai lokasi diketahui pedagang gorengan di sekitar kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta berjumlah 20 orang .

37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

Selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner, yang merupakan


penelitian tahap awal mengenai informasi praktek penggorengan serta untuk
melihat potensi pemanfaatan minyak goreng bekas khususnya yang dilakukan
oleh pedagang gorengan di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Data tentang informasi praktek penggorengan meliputi: jenis minyak goreng
(curah atau kemasan yang akan digunakan sebagai pembanding parameter
kualitas minyak goreng), sumber minyak goreng, jumlah penggunaan minyak
goreng perhari, jenis-jenis makanan yang digoreng, frekuensi penggunaan
minyak goreng, lama penggantian minyak goreng yang telah dipakai dengan
yang baru, dan pengetahuan tentang bahaya penggunaan minyak goreng
bekas.
Berdasarkan informasi praktek penggorengan yang dilakukan oleh
pedagang gorengan menunjukkan bahwa responden tidak mencampuri
minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan (minyak oplosan).
Informasi frekuensi penggunaan minyak goreng oleh responden, sebanyak 17
responden (85%) dari hasil wawancara diketahui, minyak goreng digunakan
secara terus menerus dengan penambahan minyak baru ke dalam minyak
yang telah digunakan selama pemakaian kurang dari 1 hari sekali. Dua
responden (10%) dari hasil wawancara mengatakan bahwa minyak goreng
yang digunakan tidak pernah dibuang, minyak goreng sisa pemakaian yang
akan digunakan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa
penggorengan, minyak goreng tersebut digunakan secara terus menerus,
penambahan minyak goreng baru dilakukan jika minyak yang digunakan
untuk menggoreng tinggal sedikit. Sedangkan 1 responden (5%) minyak
goreng dibuang kurang dari 8 jam sekali dengan penggantian 2 kali dalam
sehari dikarenakan minyak sangat cepat berubah berwarna gelap dan
menimbulkan bau tengik, ini disebabkan bahan yang digoreng oleh pedagang
gorengan tersebut adalah kentang goreng, kentang goreng sangat mudah
teroksidasi, sehingga menyebabkan bahan dan minyak goreng yang
digunakan berubah rasa. Jumlah minyak goreng yang digunakan cukup
bervariasi tergantung pada jumlah dan jenis makanan yang digoreng oleh
setiap responden.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Berdasarkan informasi dari responden mengenai bahaya kesehatan


penggunaan minyak goreng secara berulang, 19 responden (95%)
mengatakan tidak mengetahui bahaya kesehatan penggunaan minyak goreng
yang digunakan secara terus menerus atau berulang, ini mungkin disebabkan
minimnya pengetahuan tentang pengunaan minyak goreng yang baik oleh
responden, sedangkan 1 responden lagi mengetahui bahaya kesehatan seperti
tenggorokan yang gatal. Hasil penelitian Aminah et al (2010) dan Ayu et al
(2010) menunjukkan bahwa minyak yang digunakan untuk menggoreng
secara berulang, akan berpengaruh terhadap bau dan warna minyak goreng,
serta berpengaruh terhadap parameter bilangan asam, bilangan peroksida,
kadar air, bilangan iod, dan tentu akan berdampak berbahaya terhadap
kesehatan (Almatsier, 2009).
4.2 Penentuan Sampel Uji
Tabel 4.2 Hasil Kuisioner Penggunaan Minyak Goreng Curah/Kemasan

No. Minyak goreng Jumlah Pedagang Makanan


Jajanan Gorengan
1. Minyak Goreng Curah 6
2. Minyak Goreng Sofia 1
3. Minyak Goreng Sania 7

4. Minyak Goreng 1
Fortune
5. Minyak Goreng Bimoli 3
6. Minyak 1
Curah/Kemasan
(Campuran)
7. Minyak Goreng 1
Tropical
Total 20

Penentuan sampel uji dilakukan dengan menggunakan metode


purposive sampling, dimana sampel uji dipilih berdasarkan jenis minyak
goreng yang paling dominan digunakan oleh pedagang gorengan disekitar
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan teknik wawancara
dan pengisian kuisioner (Singarimbun dan Effendi, 1989). Hasilwawancara
menunjukkan bahwa minyak goreng yang paling dominan digunakan yaitu
minyak goreng kemasan sania yang terdiri dari 7 responden (35%). Pemilihan
sampel uji disekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

waktu pedagang gorengan mulai berjualan, yaitu sekitar jam 08.00-17.00


WIB, ini dikarenakan sebagian besar sasaran pembeli adalah mahasiswa,
selain itu makanan gorengan merupakan pemberi nilai kalori paling besar
diantara zat gizi lainnya dan memberikan rasa gurih (Aminah, 2010).
Total sampel minyak goreng uji yang akan di analisa yaitu 8 sampel
uji, yang terdiri dari minyak goreng blanko sania, minyak goreng 1 kali pakai
sania, minyak goreng 2 kali pakai sania serta 5 sampel uji dari pedagang
gorengan yang menggunakan minyak goreng sania. Penentuan penggunaan
minyak goreng sania pada pedagang gorengan untuk membandingkan hasil
uji dengan minyak goreng blanko sania, ini dikarenakan jika minyak yang
dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas berbeda pula, ini
disebabkan oleh faktorderajat ketidak jenuhan asam lemak yang di kandung,
bahan-bahan pembantu yang dapat mempercepat atau menghambat proses
kerusakan (Winarno, 1999).
Minyak goreng sekali pakai dilakukan dengan menggoreng bahan
dengan metode deep frying (menggoreng bahan dengan cara merendam bahan
makanan ke dalam minyak goreng pada suhu 163oC-196oC (Anonim, 2010)
selama 1 jam tanpa, sedangkan minyak goreng 2 kali pakai dilakukan dengan
menggoreng bahan selama 2 jam tanpa jeda, untuk dapat dilakukan
pengamatan selanjutnya berdasarkan SNI 01-3741-2013 dan AOAC
Internasional untuk bilangan iod.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

4.3 Uji Organoleptik


Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptis Bau dan Warna
No Nama Sample Bau Warna

1 Sampel Uji Blanko Sania Normal Normal

2 Sample ±1 jamPakai Sania Tidak Normal Normal

3 Sample ±2 jam Pakai Sania Tidak Normal Normal

4 Pedagang Jamur Goreng Tidak Normal Tidak Normal


5 Pedagang Onde-Onde Tidak Normal Tidak Normal
6 Pedagang Aneka Gorengan Tidak Normal Tidak Normal
Simpang Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah Tidak Normal Normal

8 Pedagang Aneka Gorengan Tidak Normal Tidak Normal


Samping Kampus

Analisa uji organoleptik meliputi dua tahapan analisa, yaitu warna dan
bau minyak goreng. Warna minyak goreng dapat diketahui dengan
membandingkan warna contoh dengan warna blanko (SNI, 2013). Dari hasil
analisa menunjukkan bahwa: 3 sample pedagang gorengan menunjukkan
intensitas warna minyak goreng sisa yang berubah menjadi kuning tua, akan
tetapi pada sampel uji minyak goreng onde-onde warna berubah menjadi
hijau tua, sedangkan minyak goreng 1 kali pakai, 2 kali pakai, serta sample
pedagang gorengan cireng masih dalam keadaan normal, ini disebabkan
jumlah bahan yang digoreng lebih sedikit dan tekstur permukaan bahan
pedagang gorengan yang digoreng berwarna putih. Perubahan warna minyak
goreng terjadi pada proses penggorengan dan penyimpanan, yang disebabkan
oleh suhu yang terlalu tinggi, dalam keadaan panas minyak goreng akan
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan yang digoreng (Ketaren,
1986). Selain itu, minyak yang teroksidakasi akan memberikan perubahan
warna pada minyak goreng yang terlihat secara visual,ini disebabkan
terdapatnya senyawa-senyawa volatil yang akan menguap selama proses
penggorengan berlangsung, sehingga menyebabkan intensitas warna pada
minyak goreng menjadi gelap (Serjouie et al., 2010). Ini dapat dilihat pada
lampiran 1.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

Hasil analisa bau pada minyak yang digunakan 1x pakai, 2x pakai, serta
5 sampel uji dari pedagang gorengan menunjukkan bau yang berbeda dengan
bau yang terdapat pada blanko, ini dikarenakan minyak gorengyang telah
digunakan secara berulang telah teroksidasi (Buckleet al.,1985). Bau yang
tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih digunakan,
sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya
disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat
disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,
energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C
lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau tengik pada
lemak (Winarno, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

4.4 Kadar Air dan Bahan Menguap


Tahapan awal pengujian kadar air dan bahan menguap yaitu:cawan
porselen dipanaskan bersama dengan tutupnya di dalam oven pada suhu 130oC
± 1oC selama 30 menit dan dikeringkan didalam desikator 20-30 menit, lalu
ditimbang. Sebelum dilakukan pengujian kadar air dan bahan menguap pada
sampel uji, minyak diaduk dengan baik, dikarenakan air cenderung untuk
mengendap, dengan pengadukan diharapkan penyebaran air dalam sampel uji
akan merata (Ketaren, 1986). Sampel uji yang telah diaduk, ditimbang seberat
5 gram didalam cawan porselen, lalu dimasukkan kedalam oven dan
dikeringkan pada suhu 130oC ±1oC selama 30 menit. Sampel uji diangkat dari
oven dan didinginkan didalam desikator sampai suhu kamar, kemudian
ditimbang (SNI, 2013; Ketaren, 1986).

Tabel 4.4 Hasil Uji Kadar Air dan Bahan Menguap


No Nama Sample Hasil % (b/b) Syarat SNI
2013
1 Sample Blanko Sania 0,138

2 Sample ±1 jam pakai sania 0,146

3 Sample ±2 jam pakai Sania 0,154


4 Pedagang Jamur Goreng 0,202
5 Pedagang Onde-Onde 0,218 ≤ 0,15%
6 Pedagang Aneka Gorengan Simpang 0,198
Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 0,190

8 Pedagang Aneka Gorengan Samping 0,194


Kampus II
Hasil pengamatan pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebanyak 5
sampel minyak uji pedagang gorengan melebihi syarat yang ditetapkan oleh
SNI 01-3741-2013 yaitu 0,15% (b/b). Hasil analisa minyak goreng yang
belum digunakan 0,138% (b/b), minyak goreng satu jam pemakaian 0,146%
(b/b), minyak goreng dua jam pemakaian 0,154% (b/b). Untuk hasil analisa
kadar air minyak goreng satu jam pemakaian dengan minyak goreng yang
belum digunakan terdapat selisih perbedaan 0,008% (b/b) dan minyak goreng
dua jam pemakaian dengan minyak goreng satu jam pemakaian terdapat
selisih perbedaan yaitu 0,008 % (b/b), ini menunjukkan bahwa semakin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

sering penggunaan minyak goreng memberikan efek sinergis meningkatnya


kadar air dan bahan menguap yang kemungkinan dapat disebabkan adanya
proses pencelupan bahan yang akan digoreng dengan tepung yang telah
bercampur air.

Kadar Air (% b/b)


0.218%

0.202% 0.198% 0.194%


0.190%

Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang


Jamur Onde-Onde Aneka Cireng Aneka
Goreng Gorengan Gorengan
Simpang Samping
Kampus II Kampus II

Gambar 4.1 Grafik Kadar Air PedagangGorengan


Sedangkan hasil pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa kadar air dan
bahan menguap goreng uji tertinggi sebesar 0,218% (b/b) pada pedagang
gorengan onde-onde, sedangkan kadar air dan bahan menguap terendah oleh
pedagang cireng sebesar 0,190% (b/b) ini disebabkan bahan yang di goreng
hanya sedikit.
Hasil pengamatan kadar air dan bahan menguap digunakan untuk
lemak hewani dan nabati. Selama proses penggorengan dengan suhu tinggi,
tidak hanya uap dari minyak goreng yang akan terdegradasi, akan tetapi uap
air dari bahan makanan akan ikut tercampur selama proses penggorengan
(Sunisa et al., 2011), air dalam bahan pangan akan keluar dan diisi oleh
minyak goreng (Muallifah, 2009). Dengan adanya air, minyak goreng dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis sangat mudah
terjadi dalam minyak dengan asam lemak rendah (lebih kecil C14) seperti
minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis, titik asap-nya menurun,
bahan-bahan menjadi cokelat, dan lebih banyak menyerap minyak (Winarno,
1995). Selain itu reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan pada minyak
yang digunakan (Ketaren, 1986; Gaman dan Sherrington, 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Reaksi hidrolisis dapat dipicu dengan menggoreng bahan pangan


deep-fat frying. Penggunaan suhu tinggi menghasilkan energi yang terlalu
tinggi, yang dapat memecah struktur lemak, lemak akan terhidrolisis
membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Selanjutnya, ikatan pada gliserol
akan pecah sehingga menyebabkan lepasnya dua molekul air dan membentuk
senyawa akrolein yang dapat mengiritasi mata serta menimbulkan rasa gatal
pada tenggorokan (Kusnandar, 2010; Winarno, 1995). Pembentukn akrolein
dapat dilihat pada gambar 4.2.

CH2-OOC-R1 H-C=OH

CH2-OOC-R -2H2O H-C + H2O


Panas
CH2-OOC-R H-C-H

Gliserol Akrolein

[Sumber: Kusnandar, 2010]


Gambar 4.2 Reaksi Pemecahan Gliserol Membentuk Akrolein

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

4.5 Bilangan Asam


Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1986), serta untuk
menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak yang digunakan (Winarno,
1999). Bilangan asam ditentukan dengan reaksi penyabunan, yaitu dengan
cara mereaksikan minyak dengan basa KOH, seperti yang terdapat pada
gambar 4.3 (Kusnandar, 2010):

O O

3R-C + KOH 3R-C + H2O

OH OK
Kalium
Hidroksida Garam Asam Lemak Air
Trigliserida (Sabun)
(Basa)

[Sumber: Kusnandar, 2010]


Gambar 4.3 Reaksi Penyabunan
Penentuan bilangan asam dilakukan dengan metode titrasi asam-basa
berdasarkan perindahan proton dari zat yang bersifat asam ke larutan yang
bersifat basa (Day dan Underwood, 1981). Minyak yang akan diuji ditimbang
10 gram dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 50 ml etanol 95% sebagai
pelarut minyak, kemudian ditambahkan indikator fenolftalein 5 tetes sebagai
indikator, selanjutnya larutan ini dititar dengan KOH 0,1N sambil erlenmeyer
digoyangkan hingga larutan berwarna merah muda (Ketaren, 1986; SNI,
2013). Larutan berwarna merah muda ini dikarenakan struktur dari
fenolftaleinakan mengalami penataan ulang pada kisaran pH 8,4-10,4
sehingga proton akan dipindahkan dari struktur fenol sehingga pH-nya akan
meningkat dan terjadi perubahan warna pada larutan yang di analisa (Gandjar
dan Rohman, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Tabel 4.5 Hasil Uji Bilangan Asam


Hasil Syarat SNI
No Nama Sample (mgKOH/g) 2013
1 Sample Blanko Sania 0,4488
2 Sample ±1 jam pakai sania 0,5049

3 Sample ±2 jam Sania 0,5778


4 Pedagang Jamur Goreng 0,8976
5 Pedagang Onde-Onde 1,4361 ≤0,6 mgKOH/g
6 Pedagang Aneka Gorengan 0,9573
Simpang Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 0,8583
8 Pedagang Aneka Gorengan 0,9705
Samping Kampus II
Hasil analisa secara keseluruhan memperlihatkan bahwa bilangan
asam lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2013 yaitu
maksimal 0,6 mgKOH/g. Untuk hasil analisa minyak goreng yang tidak
pernah digunakan sebesar 0,4488 mgKOH/g, minyak goreng satu jam
pemakaian 0,5049 mgKOH/g, minyak goreng dua jam pemakaian 0,5778
mgKOH/g. Hasil analisa bilangan asam minyak goreng dua jam pemakaian
dengan minyak goreng yang belum digunakan terdapat selisih perbedaan
0,0561 mgKOH/g, sedangkan minyak goreng dua jam pemakaiandengan
minyak goreng satu jam pemakaianseleisih perbedaan yaitu 0,0729
mgKOH/g. Sedagkan hasil pengamatan gambar 4.4 terhadap kadar bilangan
asam sampel minyak goreng uji pedagang gorengan menunjukkan bahwa
bilangan asam tertinggi 1,4361 mgKOH/g pada minyak goreng uji pedagang
gorengan onde-onde, menurut informasi dari responden, minyak goreng telah
digunakan sebanyak ± dalam 1 hari dari minyak sisa yang ditambahkan
minyak segar untuk menggoreng onde-onde. Sedangkan kadar bilangan asam
terendah 0,8583 mgKOH/g pada minyak goreng uji pedagang gorengan
cireng, menurut informasi dari responden minyak goreng yang digunakan
dalam sehari hanya 1 liter/hari dengan penggantian minyak goreng 1hari
sekali.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Bilangan Asam (mgKOH/g)

0,8976 0,9573 0,9705


0,8583

Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang


Jamur Onde-Onde Aneka Cireng Aneka
Goreng Gorengan Fathullah Gorengan
Simpang Samping
Kampus II Kampus II

Gambar 4.4 Grafik Bilangan Asam Pedagang Gorengan


(mgKOH/g)
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi (Aminah et al.,
2010) serta proses hidrolisis minyak yang disebabkan oleh air dengan katalis
enzim atau panas pada ikatan ester trigliserida seperti yang terdapat pada
reaksi berikut:

Energi
Trigliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + Asam lemak bebas
Panas

Keberadaan asam lemak bebas dalam minyak biasanya dijadikan


indikator awal terjadinya kerusakan minyak karena proses hidrolisis.
Pembentukan asam lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif
minyak, ini dikarenakan asam lemak bebas mudah teroksidasi dibandingkan
dengan bentuk esternya (Kusnandar, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

4.6 Bilangan Peroksida


Asam lemak bebas dalam contoh minyak mudah mengalami reaksi
oksidasi (Kusnandar, 2010). Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
merupakan hasil oksidasi utama dari minyak goreng (Ketaren 1986).
Bilangan peroksida dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan
titrasi iodometri, dengan penentuan jumlah iodin yang dibebaskan
menggunakan kalium iodida. Iodin yang telah dibebaskan dititrasi dengan
natrium tiosulfat, selanjutnya ditambahkan indikator amilum hingga berwarna
biru, kemudian dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat hingga warna biru
tepat menghilang. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dalam miliekuivalen
iodium per kilogram lemak (Day dan Underwood, 1981). Pengujian kadar
bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak (Ketaren, 1986).

Tabel 4.6 Hasil Uji Bilangan Peroksida


No Nama Sample Hasil mekO2/Kg Syarat
SNI 2013
1 Blanko Miyak Goreng Sania 0
2 Sample ±1 jam Pakai Sania 11,45
3 Sample ±2 jam Pakai Sania 15,11
4 Pedagang Jamur Goreng 25,87
5 Pedagang Onde-Onde 27,48
6 Pedagang Aneka Gorengan Simpang 18,32 ≤10
Kampus II mekO2/kg
7 Pedagang Cireng Fathullah 17,40

8 Pedagang Aneka Gorengan Samping 18,32


Kampus II

Hasil analisa minyak goreng satu jam pemakaian11,45 mekO2/kg,


minyak goreng dua jam pemakaian 15,11 mekO2/kg minyak goreng dua jam
pemakaian dengan minyak goreng satu jam pemakaian selisih perbedaan
yaitu 3,66 mekO2/kg, hasil tersebut menunjukkan adanya efek sinergis suhu
yang tinggi dengan waktu yang lama terhadap bilangan peroksida (Aminah et
al., 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Untuk hasil analisa terhadap kadar bilangan peroksida dapat dilihat


pada gambar 4.5 yang menunjukkan bahwa bilangan peroksida tertinggi
27,48 mekO2/kg pada pedagang gorengan onde-onde, sedangkan bilangan
peroksida terendah17,40 mekO2/kg pada sampel uji pedagang gorengan
cireng ini dapat dilihat pada gambar 4.5. Hasil analisa secara keseluruhan
memperlihatkan bilangan peroksida lebih tinggi dari standar yang ditetapkan
oleh SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 10 mekO2/Kg.

Bilangan Peroksida (mekO2/Kg)

27,48
25,87

18,32 17,4 18,32

Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang


Jamur Onde-Onde Aneka Cireng Aneka
Goreng Gorengan Fathullah Gorengan
Simpang Samping
Kampus II Kampus II

Gambar 4.5 Grafik Bilangan Peroksida Pedagang Gorengan


Proses oksidasi lemak berpengaruh terhadap mutu produk-produk
makanan yag dihasilkan, kerusakan minyak dikarenakan adanya reaksi yang
melibatkan oksigen yang dikenal dengan rancidity (ketengikan). Peroksida
terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen akan
menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya atom hidrogen dari molekul
tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru (Aminah,
2010). Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh,
tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh
pun akan teroksidasi. Reaksi oksidasi pada penggorengan dengan suhu 200oC
menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

ketidakjenuhan tinggi. Suhu pemanasan yang baik adalah sekitar 95-120oC.


Ditinjau dari segi ekonomis, suhu pemanasan yang tinggi antara 163-199oC
dapat menekan biaya produksi karena waktu penggorengan yang lebih
singkat.
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan
sebagai berikut :
HHH H HH HH
Energi
R1-C-C=C-C-R2 R1-C-C=C-C-R2 + H

Panas + Sinar H
H H
Asam Lemak Radikal bebas Hidrogen yang
Tidak Jenuh HH HH H labil + O2

H HH H R1-C-C=C-C-R2

R1-C-C=C-C-R2 O-O

H H Peroksida Aktif
Asam Lemak HHHH
H HHH
Tidak Jenuh
R1-C-C=C-C-R2
R1-C-C=C-C-R2
+ H
O-OH
Hidroperoksida Radikal Bebas

[Sumber: Winarno, 1995]


Gambar 4.6 Reaksi Oksidasi

Pada proses ini bilangan peroksida akan memecah ikatan karbonil dan
aldehid pada saat menggoreng dikarenakan suhu yang tinggi, udara, dan
cahaya (Serjouie et al., 2010), ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida
tidak jenuh dengan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada
ikatan ganda molekul trigliserida (Gaman et al., 1994). Pada umumnya
senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, peroksida akan
membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis didalam otot
usus dan mitokondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan
denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam
keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida,
dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan dekomposisi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan gejala


aterosklerosis (Ketaren, 1986; Muchtadi, 1989).

4.7 Bilangan Iod


Derajat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak dapat
ditentukan berdasarkan reaksi adisi antara asam lemak dengan iodin
(Kusnandar, 2010). Pengamatan bilangan iod dilakukan dengan metode Wijs
(Ketaren, 1986) dimana ion iod ditambahkan secara berlebih dan
dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri), selanjutnya
kelebihan dari ion iodin ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang
sedang ditentukan, selanjutnya I2 akan mengadisi ikatan rangkap asam lemak
tidak jenuh yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Day dan
Underwood, 1981) sehingga iod yang diabsorpsi oleh minyak dapat diketahui
jumlahnya (Muchtadi, 1989).
Sebelum menggunakan natrium tiosulfat, dilakukan pembakuan
natrium tiosulfat, dikarenakan larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam
waktu yang lama (Day dan Underwood, 1981). Pada pembakuan natrium
tiosulfat digunakan senyawa kalium dikromat sebagai baku primer, hal ini
dikarenakan kalium dikromat mempunyai berat ekivalen cukup tinggi, tidak
higroskopik, dan merupakan senyawa yang stabil dalam bentuk padatan
maupun larutan. Hasil pembakuan natrium tiosulfat diperoleh kadar 0,1030 N
dengan pengulangan titrasi iodometri sebanyak 3 kali.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Tabel 4.6 Hasil Uji Bilangan Iod


No Nama Sample Hasil (gI2/100g) Syarat AOAC
Internasional
1 Blanko Miyak Goreng Sania 0

2 Sample ±1 jam pakai sania 20,41

3 Sample ±2 jam Sania 18,06


4 Pedagang Jamur Goreng 10,94
5 Pedagang Onde-Onde 7,501
6 Pedagang Aneka Gorengan Simpang 15,16 ≤50 gI2/100g
Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 15,81

8 Pedagang Aneka Gorengan Samping 14,27


Kampus II
Bilangan iod (IV) ditentukan untuk mengukur jumlah asam lemak
tidak jenuh pada minyak dan lemak(Talpur et al., 2009). Dengan semakin
lama penggunaan minyak goreng akan semakin kecil bilangan iod-nya. Hasil
analisa bilangan iod minyak goreng satu jam pemakaian sebesar 20,41
gI2/100g dan minyak goreng dua jam pemakaian sebesar 18,06gI2/100g,
minyak goreng satu jam pemakaian dengan minyak goreng dua jam
pemakaian selisih perbedaan yaitu 2,35gI2/100g. Sedangkan hasil analisa
pada sampel minyak goreng uji bilangan iod terendah pada pedagang
gorengan onde-onde yakni 7,03 gI2/100g sedangkan bilangan iod tertinggi
pada pedagang gorengan cireng yaitu 14,82gI2/100g. Hasil keseluruhan
menunjukkan bahwa sampel minyak goreng uji terjadi penurunan dari syarat
AOAC Internasional di mana kadar bilangan iod minimal ≤50 gI2/100g.
Penurunan bilangan iod ini disebabkan karena adanya dekompisisi pada
minyak goreng dan pemutusan ikatan rangkap yang ada melalui degradasi
hidroperoksida membentuk produk sekunder berupa asam karboksilat,
karbonil dan senyawa hasil degradasi yang lain (Farida et al., 2006). Hasil
pengamatan diatas sejalan dengan penelitian Andarwulan et al., (1997) yang
menunjukkan bahwa penurunan bilangan iod sangat nyata terhadap lama
penggorengan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Bilangan Iod (gI2/100g)

15,16 15,81
14,27
10,94

Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang


Jamur Onde-Onde Aneka Cireng Aneka
Goreng Gorengan Fathullah Gorengan
Simpang Samping
Kampus II Kampus II

Gambar 4.8 Grafik Bilangan Iod Pedagang Gorengan


(gI /100g)
Pembentukan asam lemak jenuh pada minyak goreng akan ikut
terkonsumsi di dalam tubuh menghasilkan asetil KoA yang dapat disintesa
menjadi kolesterol, meningkatnya kolesterol dalam darah dapat membentuk
endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan
yang dinamakan aterosklerosis, bila penyempitan terjadi pada pembuluh
darah jantung dapatmenjadi salah satu pemicu terjadinya penyakit
kardiovaskular atau jantung koroner (Sediaoetama, 2008; Almatsier, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

4.8 Cemaran Logam


Pengamatan cemaran logam menggunakan alat spektrofotometer
serapan atom (SSA). Prinsip pada metode SSA yaitu absorpsi cahaya oleh
atom, atom-atom tersebut akanmenyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar, 1989). Sebelum dilakukan
pengamatan analisa dengan instrument AAS, sampel uji minyak goreng
didestruksi terlebih dahulu dengan cara destruksi kering, dimana dilakukan
pengabuan kering dengan menggunakan hot plate pada minyak goreng
hingga tidak ada ada asap yang keluar, selanjutnya pengabuan dilanjutkan
dengan menggunakan tanur pada suhu 450oC hingga abu berwarna putih.
Setelah abu berwarna putih dilanjutkan dengan pelarutan asam dengan HCl 6
N dan HNO3 0,1 N dan penambahan aquadest sebagai pelarut netral, logam
yang terlarut dianalisa dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan
atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8 nm untuk kadmium
(Cd) dan 283,3 nm untuk timbal (Pb). Kurva koefisien korelasi pada
kadmium dengan serapan 228,8 nm yaitu 0,992324, sedangkan kurva
koefisen korelasi pada timbal (Pb) 0,999836. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dengan absorbansi.
Pada penilitian analitik, grafik kurva standar yang baik ditunjukkan degan
harga > 0,99 (Maria, 2009).

Tabel 4.7 Hasil Uji Kadar Kadmium (Cd)


No Nama Sample Hasil (mg/Kg) Syarat SNI
2013
1 Blanko Minyak Goreng Sania 0,0003

2 Sample ±1 jam pakai sania 0,0003

3 Sample ±2 jam Sania 0,0004


4 Pedagang Jamur Goreng 0,0003
5 Pedagang Onde-Onde 0,0001 ≤0,2 mg/kg
6 Pedagang Aneka Gorengan Simpang 0,0005
Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 0,0005

8 Pedagang Aneka Gorengan Samping 0,0005


Kampus II

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Tabel 4.8 Hasil Uji Kadar Timbal (Pb)


No Nama Sample Hasil (mg/Kg) Syarat SNI
2013
1 Blanko Minyak Goreng Sania 0,0008

2 Sample ±1 jam pakai sania 0,0022

3 Sample ±2 jam Sania 0,0007


4 Pedagang Jamur Goreng 0,0011

5 Pedagang Onde-Onde 0,0004 ≤0,1 mg/kg


6 Pedagang Aneka Gorengan Simpang 0,0012
Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 0,0019

8 Pedagang Aneka Gorengan Samping 0,0005


Kampus II

Pada hasil cemaran logam cadmium blanko minyak goreng blanko


sania sebesar 0,0003 mg/kg, minyak goreng satu jam pemakaian sania 0,0003
mg/kg, minyak goreng dua jam pemakaian sania 0,0004 mg/kg, hasil
pengamatan menunjukkan bahwa semakin seringnya penggunaan minyak
goreng mengakibatkan jumlah cemaran logam cadmium semakin tinggi. Pada
hasil cemaran logam timbal minyak goreng yang belum digunakan sebesar
0,0008 mg/kg, minyak goreng satu jam pemakaian sania 0,0022 mg/kg,
minyak goreng dua jam pemakaian 0,0007 mg/kg, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kadar cemaran logam timbale pada
minyak goreng uji dua jam pemakaian sania kemungkinan ini disebabkan
human error.
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara keseluruhan pada minyak
goreng uji, cemaran logam kadmium dan timbal yang diperoleh tidak
melebihi batas maksimum syarat SNI 01-3741-2013, ini dikarenakan bahan
pangan berlemak pada umumnya mengandung logam dalam jumlah yang
sangat kecil, logam ini biasanya telah terdapat secara alamiah dalam bahan
atau mungkin sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam
garam inorganik; dan garam-garam ini sukar melepaskannya dalam minyak
(Ketaren, 1986). Hasil pengamatan kadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.7
dan untuk timbal (Pb) pada tabel 4.8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi, berat
jenisnya lebih dari 5g/cm3. Pencemaran logam berat yang tidak terkendali,
memberi peluang terakumulasinya logam tersebut dalam lingkungan serta
tubuh (Widowati, 2011). Logam berat umumnya bersifat racun terhadap
makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah
kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian
tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasi. Jika keadaan ini berlangsung
terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia (Supriyanto et al., 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Hasil analisa dari ke lima minyak goreng uji membuktikan bahwa
kualitas minyak goreng tidak memenuhi syarat pengujian kualitas
minyak goreng menurut SNI 01-3741-2013.
2. Hasil analisa cemaran logam kadmium dan timbal tidak melebihi
dari syarat pengujian kualitas minyak goreng menurut SNI 01-3741-
2013 untuk ke lima minyak goreng uji.
3. Kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam
kadmium semakin meningkat pada satu jam sampai dua jam
pemakaian minyak goreng.
4. Bilangan iod semakin menurun pada satu jam dua jam pemakaian
minyak goreng.

5.2 Saran.
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, pengaruh kerusakan minyak
goreng terhadap kadar lipid darah pada manusia.

58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal

50-74.

Amang, B. dkk. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. IPB Press. Hal 327-333.

Aminah, S 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik tempe

Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol.01. Hal 7-13

Aminah, S dan Isworo J.T. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa

Pada Rumah Tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang.

Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Semarang. Hal. 261-266. ISBN:

978.979.704.883.9

Andarwulan. N. dkk. 1997. Pengaruh Lama Penggorengan Dan Penggunaan Adsorben

Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Penggorengan Tahu-Tempe. Buletin

Tekhnologi dan Industri Pangan Vol. VIII. Hal 40-44

Anonim. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajawali Press. Jakarta. Hal 42-62.

AOAC Internasional. 2005. AOAC Official Method993.20 Iodine Value Of Fats And Oils.

Ayu, D. F. dan Hamzah. F. H. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko – Kimia Minyak Goreng Yang

Digunakan Oleh Pedagang Makanan Jajanan Di Kecamatan Tampan Kota

Pekanbaru. Sagu Vol 9. Riau. ISSN 1412-4424. Hal 4-14

Buckle, K.A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Hal 333.

Dauqan, E. et al. 2011. Effect Of Different Vegetable Oil (Red Palm Olein, Palm Olein,

Corn Oil, And Coconut Oil) On Lipid Profile In Rat. Food And Nutrition Sciences.

Hal. 253-258.

59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

David G. Watson. 2009. Analisis Farmasi Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi Dan

Praktisi Kimia Indonesia. EGC. Jakarta169-173.

Farida, Y dan Siregar, I. F. 2009. Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Sifat

Fisikokima Dan Kandungan Asam Palmitat Pada Minyak Goreng. Jurnal Ilmu

Kefarmasian Indonesia. Jakarta. ISSN 1693-1831. Hal 83-91

Febriansyah, R. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang Dan Aplikasi

Adsorben Terhadap Kualitas Minyak Dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada

Kacang Salut. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fessenden dan Fessenden, 1982. Kimia Organik Jilid II. Erlangga. Jakarta. Hal 407-409,

450.

Gaman, P.M. et al. 1994. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal

75.

Gandjar, G.H. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

Gupta, M. 2005. Frying Oils. Texas. Hal 1.

Ham. M. 2009. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 147.

Ham, M. 2009. Kamus Kimia. Bumi Aksara. Jakarta Hal 206.

Harahap. R. 2008. Analisa Komposisi Asam Lemak Dan Sifat Fisiko Kimia Pada Lemak

Hewani (Ayam, Sapi, Babi). [Skripsi] UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Kamel dan El Sheikh. 2012. Quality Evaluation Of Some Commercially Fried Fast Food.

Food Science Anda Quality Management. Egypt. ISSN 2225-0557. Hal 28.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dari Lemak Pangan. UI press. Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Khopkar. S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Hal. 49-57; 275-

285.

Kusnandar. F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta. Hal 168, 176-

187.

LPPOM MUI. 2010. Tidak Thoyyib, Menggunakan Minyak Jelantah Berulang-Ulang.

Jurnal LPPOM MUI. WWW.HALALMUI.ORG. Jakarta

Maria, S. 2009. Penentuan Kadar Logam Besi (Fe) Dalam Tepung Gandum Dengan Cara

Destruksi Basah Dan Kering Dengan Spektrofotometri Serapan Atom Sesuai

Standar Nasional Indonesi (SNI) 01-3751-2006. [Skripsi] Universitas Sumatera

Utara. Medan. Hal. 39

Muallifah, Siti. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat Dan Angka Peroksida Pada

Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian Dengan Karbon Aktif Dari Biji Kelor

(Moringga Oleifera, LAMK). [Skripsi] UIN Malik Ibrahim Malang. Hal 74.

Muchtadi, D, 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor,

Murray. R. K. et al. 2003. Biokimia Harper. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Nakpong, P and Wootthikanokkhan. S. 2009. Biodiesel Production From Mixtures Of

Vegetable Oil And Used Cooking Oil. Asian Journal On Energy And Environment.

P. 221-229

Nugraha, W.S. 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam

Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT. Chaeroen Pokhand

Indonesia-Serang. [ Skripsi ] Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Oxtoby. W. et al. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Pudja. I. A. P. 2009. Model Perubahan Serapan Minyak Pada Kentang Selama

Pengggorengan. Agroteknologi Vo. 15, No. 2. Udayana. ISSN 0853-6414. Hal 49-

52

Raharjo, Sri. 2006. Kerusakan Oksidatf Pada Makanan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. Hal. 44-84

Saniyyah. Nubzah. 2010. Penyerapan Cd, Cr, Cu, Dan Pb Dalam Air Limbah

Menggunakan Sekam Padi. [Skripsi] UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Sartika. R. A. D. 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying)

Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara SAINS Vol. 13. No.1. Depok.

Hal 23-28

Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi I. Dian Rakyat. Jakarta.

Serjouie, A dkk. 2010. Effect Of Vegetable-Based Oil On Psychochemical Properties Of

Oils During Deep Fat Frying. American Journal Of Food Technology. Malaysia.

ISSN 1557-4571 Hal. 310-323

Singarimbun, M. Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3S. Jakarta

SNI. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. BSN (Badan

Standarisasi Nasional). Hal 13, 19-20.

SNI. 2013. Minyak Goreng. BSN (Badan Standarisasi Nasional). Jakarta.

Supriyanto, E, dkk. 207. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, Dan Cd Pada Ikan Air

Tawar Dengan Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III

SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta. Hal 147-152

Sunisa, dkk. 2011. Quality Changes Of Chicken Frying Oil As Affected Of Frying

Condition. International Food Research Journal 18. Thailand. Hal 615

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Talpur. M. Y dkk. 2009. Effects Of Frying On Soy Bean, Sun Flower, And Canola Oils.

Journal Analysis Environment Chemical Vol. 10. Pakistan. ISSN-1996-918X. Hal.

59.

Widayat. 2007. Studi Pengurangan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, dan Absorbansi

dalam Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Zeolit Alam Aktif. Jurnal

Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol.6. Semarang.ISSN 1412-5064. Hal. 7-12.

Widowati, H . 2011. Pengaruh Logam Cd, Pb, Terhadap Perubahan Warna Batang Dan

Sayuran. El-Hayah Vol. 1 No. 4. Hal 167-173

Widowati. Dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Winarno. F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno. F. 1999. Minyak Goreng Dalam Menu Masyarakat. Balai Pustaka. Jakarta.

Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari

Sabut Kelapa. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta.Hal. 1-2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lampiran 1. Organoleptis

Blanko Minyak Minyak Goreng Minyak Goreng Pedagang Cireng


Goreng SANIA Sania ±1 Jam Pakai Sania ±2 Jam Pakai Depan Fathullah
Sania Sania

Pedagang Aneka Pedagang Onde- Pedagang Aneka Pedagang Jamur


Gorengan Samping Onde Depan Gorengan Simpang Goreng Depan
Kampus II Kampus I Kampus II Fathullah

64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Air dan Bahan Menguap

Hasil % Syarat SNI


No Nama Sample W0 W1 W2 (b/b) 2013
1 Sample Blanko Sania 60,2450 65,2450 65,2381 0,138

2 Sample 1x pakai sania 60,2452 65,2452 65,2379 0,146


3 Sample 2x pakai Sania 60, 2488 65,2488 65,2411 0,154

4 Pedagang Jamur Goreng 60,3432 65,3432 65,3331 0,202

5 Pedagang Onde-Onde 60,2571 65,2571 65,2462 0,218 ≤ 0,15%


6 Pedagang Aneka 60,2641 65,2641 65,2542 0,198
Gorengan Simpang
Kampus II
7 Pedagang Cireng 60,2492 65,2492 65,2397 0,190
Fathullah
8 Pedagang Aneka 60,2632 65,2632 65,2535 0,194
Gorengan Samping
Kampus II

Perhitungan Kadar Air dan Bahan Menguap 100%

1. Sampel Blanko Sania = 100%


= 0,138 %
2. Sampel 1x pakai Sania = 100%

= 0,146%

3. Sampel 2x pakai Sania = 100%

= 0,154%

4. Pedagang Jamur Goreng = 100%

= 0,202%

5. Pedagang Onde-onde = 100%

= 0,218%

6. Pedagang Cireng Fathullah = 100%

= 0,190%

7. Aneka Gorengan = 100%


Simpang kampus II
= 0,198%

8. Aneka Gorengan = 100%


Samping kampus II
= 0,194%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 3. Perhitungan Bilangan Asam

Volume Hasil Syarat SNI


No Nama Sample KOH Rata- (mgKOH/g) 2013
(mL) rata
I II III
1 Sample Blanko Sania 0,8 0,8 0,8 0,8 0,4488

2 Sample 1x pakai sania 0,9 0,9 0,9 0,9 0,5049


3 Sample 2x pakai Sania 1,1 1 1 1,03 0,5778
4 Pedagang Jamur Goreng 1,5 1,6 1,7 1,6 0,8976
5 Pedagang Onde-Onde 2,6 2,5 2,6 2,56 1,4361 ≤ 0,6
mgKOH/g
6 Pedagang Aneka Gorengan 1,7 1,7 1,7 1,7 0,9573
Simpang Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 1,4 1,6 1,6 1,53 0,8583

8 Pedagang Aneka Gorengan 1,6 1,8 1,8 1,73 0,9705


Samping Kampus II

Perhitungan Bilangan Asam

1. Sample Blanko Sania =


= 0,4488 mgKOH/g

2. Sampel Uji 1x pakai Sania =


= 0,5049 mgKOH/g

3. Sample uji 2x pakai Sania =


= 0,5778 mgKOH/g

4. Pedagang jamur gorengan =


= 0,8976 mgKOH/g

5. Pedagang onde-onde =
= 1,4361 mgKOH/g

6. Pedagang aneka gorengan =


Sp. Kampus
Simpang II
kampus II = 0,9573 mgKOH/g
7. Pedagang Cireng Fathullah =
= 0,8583 mgKOH/g
8. Pedagang Aneka Gorengan =
Samping kanpus II = 0,9705 mgKOH/g

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 4. Perhitungan Bilangan Peroksida

Volu
No Nama Sample me Rata- Hasil Syarat SNI 2013
Na2S2 rata MekO2/Kg
O3
(mL)
I II III
0 Standarisasi Na2S2O3 8,6 8,8 8,8 8,73
1 Sample Blanko Sania 0,5 0,5 0,5 0,5

2 Sample 1x pakai 1 1 1 1 11,45


sania
3 Sample 2x pakai 1,3 1 1,2 1,16 15,11
Sania
4 Pedagang Jamur 1,6 1,6 1,7 1,63 25,87 ≤10mekO2/kg
Goreng
5 Pedagang Onde-Onde 1,9 1,5 1,7 1,7 27,48

6 Pedagang Aneka 1,5 1,2 1,2 1,3 18,32


Gorengan Simpang
Kampus II
7 Pedagang Cireng 1,5 1,3 1,2 1,26 17,40
Fathullah
8 Pedagang Aneka 1,5 1,2 1,2 1,3 18,32
Gorengan Samping
Kampus II
Perhitungan Bilangan Peroksida

1. Sampel Uji 1x pakai Sania =


= 11,45 mekO2/Kg
2. Sample uji 2x pakai Sania =
= 15,11 mek/O2

3. Pedagang Jamur Gorengn =

= 25,87 mekO2/Kg

4. Pedagang Onde-Onde =
= 27,48 mekO2/Kg
5. Pedagang Aneka Gorengan =
Simpang kampsu II = 18,32 mekO2/Kg

6. Pedagang Cireng Fathullah =


= 17,404 mekO2/Kg

7. Pedagang aneka gorengan =


Samping kampus II = 18,32 mekO2/kg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 5. Perhitungan Bilangan Iod

Volume Syarat AOAC


No Nama Sample Na2S2O Rata- Hasil Internasional
3 (mL) rata gI2/100g

I II III
0 Standarisasi Na2S2O3 9,7 9 9,4 9,36

1 Sample Blanko Sania 25 24,5 25,5 25

2 Sample 1x pakai sania 17 16,9 18,9 17,4 20,41

3 Sample 2x pakai Sania 19 18,5 18,5 18,3 18,06


4 Pedagang Jamur 21 20,7 21,2 20,96 10,94 ≤ 50gI2/100g
Goreng
5 Pedagang Onde-Onde 22,4 22,3 22 22,23 7,501
6 Pedagang Aneka 19,5 19,7 19 19,4 15,16
Gorengan Simpang
Kampus II
7 Pedagang Cireng 19,1 19,2 19,2 19,16 15,81
Fathullah
8 Pedagang Aneka 19,4 18,8 21 19,73 14,27
Gorengan Samping
Kampus II
Perhitungan Bilangan Iod

1. Sample Uji 1x pakai Sania =


= 20,41 gI2/100g

2. Sampel Uji 2x pakai Sania =


= 18,06 gI2/100g

3. Pedagang Jamur Gorengan =


= 10,94 gI2/100g

4. Pedagang Onde-onde
= 7,501 gI2/100g
5. Pedagang aneka gorengan =
Sp. Kampus II
Simpang Kampus II = 15,16 gI2/100g

6. Pedagang Cireng Fathullah =


= 15,81 gI2/100g

7. Pedagang Aneka Gorengan =


Samping Kampus II
= 14,27 gI2/100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 6. Perhitungan Cemaran Logam Kadmium (Cd)

No Nama Sample Konsentrasi Hasil Hasil Cemaran Syarat SNI


Analisa SSA (µg/ml) Logam (mg/kg) 2013
1 Sample Blanko Sania 0,062 0,0003

2 Sample 1x pakai sania 0,060 0,0003


3 Sample 2x pakai Sania 0,083 0,0004
4 Pedagang Jamur Goreng 0,064 0,0003
5 Pedagang Onde-Onde 0,023 0,0001 ≤ 0,2 mg/kg
6 Pedagang Aneka Gorengan 0,117 0,0005
Simpang Kampus II
7 Pedagang Cireng Fathullah 0,108 0,0005
8 Pedagang Aneka Gorengan 0,111 0,0005
Samping Kampus II

Perhitungan Cemaran Logam = x V (mL)

1. Sampel Blanko Sania = 50 mL


=0,31 µg/ml = 0,0003 mg/kg

2. Sampel 1x pakai Sania = 50 mL


=0,30 µg/ml = 0,0003 mg/kg

3. Sampel 2x pakai Sania = 50 mL


=0,41 µg/ml = 0,0004 mg/kg

4. Jamur Goreng = 50 mL
=0,32 µg/ml = 0,0003mg/kg

5. Onde-onde = 50 mL
=0,11 µg/ml = 0,0001 mg/kg

6. Cireng = 50 mL
=0,54 µg/g = 0,0005 mg/kg

7. Aneka gorengan simpang kampus II = 50 mL


=0,58 µg/ml = 0,0005 mg/kg

8. Aneka gorengan Samping kampus II = 50 mL


=0,55 µg/ml = 0,0005 mg/kg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 7. Perhitungan Cemaran Logam Timbal (Pb)

P No Nama Sample Konsentrasi Hasil Hasil Cemaran Syarat SNI


e Analisa SSA Logam 2013
r (µg/ml) (mg/kg)
h 1 Sample Blanko Sania 0,176 0,0008
i
t 2 Sample 1x pakai sania 0,454 0,0022
u 3 Sample 2x pakai Sania 0,148 0,0007
n
g 4 Pedagang Jamur Goreng 0,221 0,0011 ≤ 0,1 mg/kg
a 5 Pedagang Onde-Onde 0,083 0,0004
n
6 Pedagang Aneka Gorengan 247 0,0012
C Simpang Kampus II
e 7 Pedagang Cireng Fathullah 0,393 0,0019
m
8 Pedagang Aneka Gorengan 0,116 0,0005
a
Samping Kampus II
r
an Logam = V (mL)

1. Sampel Blanko Sania = 50 mL


=0,88 µg/ml = 0,0008 mg/kg

2. Sampel 1x pakai Sania = 50 mL


=2,27µg/ml = 0,0022 mg/kg

3. Sampel 2x pakai Sania = 50 mL


=0,74µg/ml = 0,0007 mg/kg

4. Jamur Goreng = 50 mL
=1,105 µg/ml = 0,0011mg/kg

5. Onde-onde = 50 mL
=0,41µg/ml = 0,0004mg/kg

6. Cireng = 50 mL
=1,965 µg/ml = 0,0019mg/kg

7. Aneka gorengan samping kampus II = 50 mL


=1,235µg/ml = 0,0012mg/kg

8. Aneka gorengan samping kampus II = 50 mL


=0,58µg/ml = 0,0005mg/kg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Timbal (Pb) 283,3 nm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 9. Kurva Kalibrasi Kadmium (Cd) 228,8 nm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 10. Kesimpulan Hasil Uji

No NamaSampel Organoleptis Bilangan Bilangan Bilangan Kadar Cemaran Logam


Bau Rasa asam peroksida Iod Air Kadmium Timbal
(≤ 0,6 (≤ 10 (≤50g (≤ 0,15 % (≤ 0,2 (≤ 0,1
mgKOH/g) mekO2/kg) I2/100g) b/b) mg/kg) mg/kg)
1 BlankoSania Normal Normal 0,4488 0 0 0,138 0,0003 0,0008
2 1 x pakai Tidak Normal 0,5049 11,45 20,41 0,146 0,0003 0,0027
Normal

3 2x pakai Tidak Normal 0,5778 15,11 18,06 0,154 0,0004 0,0007


Normal

4 Aneka gorengan Tidak Tidak 0,9705 18,32 14,27 0,194 0,0005 0,0005
samping kampus II Normal Normal

5 Aneka gorengan Tidak Tidak 0,9573 18,32 15,16 0,198 0,0005 0,0012
Simpang Kampus II Normal Normal

6 Cireng Tidak Normal 0,8583 17,40 15,81 0,190 0,0005 0,0019


Normal

7 Jamur Tidak Tidak 0,8976 25,87 10,94 0,202 0,0003 0,0011


Normal Normal

8 Onde-onde Tidak Tidak 14,361 27,48 7,501 0,218 0,0001 0,0012


Normal Normal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Lampiran 11. Pembuatan Reagen Kimia


1. Larutan Kalium Hidroksida (KOH) 0,1 N.
a. Siapkan kedalam botol plastik 1 liter akuades yang telah didihkan
b. Timbang kasar bersama gelas kimia 100 ml ± 1,7 gram KOH (p.a; butiran)
secara cepat dan segera tuangi dengan ±50 ml akuades dari botol plastik
diatas; aduk agar segera larut; cepat tuangkan kembali larutan ini kedalam
botol; tutup rapat; dan homogenkan
#Larutan ini mudah menyerap CO2
2. Larutan Asam Asetat Glasial-Isooktan 3:2
Dicampurkan 900 ml asam asetat glasial kedalam isooktan 600 ml
3. Larutan Kalium Iodida Jenuh (KI 15%)
Larutkan kalium iodida p.a dalam air suling yang baru mendidih (adanya kristal
KI yang tidak larut). Larutan ini harus diseiapkan sebelum melakukan pengujian
4. Larutan Natrium Tiosulfat 0,1N
Timbang 24,9 gram natrium tiosulfat kemudian larutkan dengan aquadest
kedalam gelas piala. Masukkan kedalam labu ukur 1 liter kemudian tera dan
Impitkan,
5. Penetapan standarisasi natrium tiosulfat
a. Preparasi K2Cr2O7
Timbang 210 mg K2Cr2O7, larutkan dengan aquadest didalam gelas piala,
masukkan kedalam labu ukur 50 ml kemudian tera dan impitkan
b. Penetapan standarisasi Natrium tiosulfat
1) Larutan K2Cr2O7 dipipet 10 ml pindahkan kedalam Erlenmeyer 250 ml;
2) kemudian tambahkan dengan KI 15% 3 ml dan 4 ml H2SO4 4N;
3) Titar dengan natrium tiosulfat 0,1 N yang akan distandarisasi sampai
warna kuning larutan hampir menghilang;
4) Tambahkan 1 ml sampai dengan 3 ml larutan kanji 1% dan titrasi
dilanjutkan sampai warna biru menghilang;
5) Penetapan standarisasi dilakukan secara triplo.
6. Indikator larutan kanji 1%
1 gram serbuk kanji didihkan dengan 100 ml air suling dalam gelas piala
7. Larutan asam nitrat, HNO3 0,1N
Encerkan 7 mL HNO3 pekat dengan aquabides dalam labu ukur 1000 ml sampai
tanda garis
8. Larutan asam klorida, HCl 6N;
Encerkan 50 ml HCl pekat dengan aquabides dalam labu ukur 100 ml sampai
tanda garis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 12. Lembaran kuisioner

SURVEY PENGGGUNAAN MINYAK GORENG


PADA PEDAGANG GORENGAN DISEKITARKAMPUS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Jenis bahan dagangan : nabati / hewani

Bahan dagangan yang dijual :---------------------------------------

1. Apakah pendidikan terakhir Bapak / Ibu ?


--------------------------------------------------
2. Apakah Bapak / Ibu menggunakan minyak goreng curah ?
a. Ya
b. Tidak LAMPIRAN
Isi c.
Kuisoner
( JIKAyang Akan) Minyak
TIDAK Diberikan Kepada
goreng apaPedagang Gorengan
yang Bapak Disekitar
/ Ibu gunakan ? Kampus
Universitas Islam- Negeri Syarif Hidayaatullah
( Sebutkan ) Jakarta.

3. Dari manakah sumber minyak goreng Bapak/ibu gunakan ?


a. Supermarket
b. Pasar Tradisional
c. Restoran
d. Lainnya (Sebutkan)
4. Berapa literkah penggunaan minyak goreng dalam menggoreng dagangan bapak/ibu
dalam sehari?
a. 1Liter
b. Lebih dari 1Liter
c. (Jika Lebih dari 1 Liter Sebutkan)
5. Dalam sehari, berapa kali bapak / ibu mengganti minyak goreng tersebut ?
a. 1 kali
b. 2kali
c. Lebih dari 2 kali
d. Jarang / Hampir tidak pernah
6. Apa alasan bapak / ibu mengenai soal nomor 5 ?

-------------------------------------------------------------------------------------------

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

7. (JIKA JAWABAN D pada soal nomor 5 ) Apakah bapak / ibu pernah membuang minyak goreng
yang dipakai dengan minyak goreng yang baru ?

a. Ya
b. Tidak

8. (JIKA JAWABAN YA ) Berapa lama bapak / ibu mengganti minyak goreng yang telah dipakai
dengan yang baru ?

a. Kurang lebih 8 jam sekali


b. Kurang lebih 1 hari sekali
c. Tidak pernah
d. (LAINNYA)

9. Menurut bapak / ibu apakah penggunaan minyak goreng sebaiknya diganti secara berkala ?
a. Ya
b. Tidak

10. (JIKA YA ) Berapa kali penggantian minyak goreng yang sebaiknya dilakukan dalam sehari ?

--------------------------------------------------------------------------------------

11. Menurut bapak / ibu minyak goreng yang tidak diganti secara berkala apakah berbahaya bagi
kesehatan ?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu

12. (JIKA YA ) Apa bahaya kesehatan yang ditimbulkan ?

---------------------------------------------------------------------------------------

Ciputat, Maret 2013

Nama dan tanda tangan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai