Anda di halaman 1dari 4

CERITA RAKYAT JOGJA : ASAL USUL KALI GAJAH WONG

Asal Usul Sungai Gajah Wong (Gajahwong) merupakan legenda atau mitos yang
berkembang di tepi aliran Sungai Gajah Wong Yogyakarta mengenai terbentuknya aliran
sungai tersebut. Kali atau Sungai Gajah Wong merupakan salah satu aliran sungai yang
mengalir di kota Yogyakarta yang melewati kota kecamatan Kotagede dengan panjang
sekitar 20 kilometer. Dikisahkan bahwa Sungai Gajah Wong terbentuk pada zaman kerajaan
Mataram Islam yang diperintah oleh Sultan Agung.

Pada waktu itu, Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung yang mempunyai prajurit
yang sangat banyak, termasuk pasukan berkuda dan pasukan gajah. Kanjeng Sultan juga
mempunyai abdi dalem-abdi dalem yang setia. Di antara abdi dalem tersebut terdapat seorang
srati (pemelihara gajah), bernama Ki Sapa Wira.

Suatu hari Sultan Agung memanggil seorang srati (pemelihara gajah) di kerajaannya.

Sultan Agung : “Srati,... Srati, (sambil mengetuk tongkat)


:Mandikan Kyai Dwi Pangga seperti biasanya”

Ki Sapa Wira : “Hamba laksanakan”

Setiap pagi, Ki Sapa Wira selalu memandikan gajah sultan di sungai dekat Kraton Mataram.
Hari mulai berganti pagi, Ki Sapa Wira terkena sakit bisul di ketiaknya sehingga ia tidak bisa
bergerak bebas, apalagi harus bekerja memandikan gajah.

Ki Sapa Wira : “Astaga, apa ini, ? Kenapa harus ada bisul di sini, padahal aku harus
memandikan Kyai Dwi Pangga lagi?

Oleh karena itu Ki Sapa Wira menyuruh adik iparnya Ki Kerti Pejok untuk menggantikan
pekerjaannya. Sebenarnya, nama asli Ki Kerti Pejok adalah Kertiyuda. Namun karena terkena
penyakit polio sejak lahir sehingga kalau berjalan meliuk-liuk pincang atau pejok menurut
istilah Jawa, maka ia pun dipanggil Kerti Pejok

Ki Sapa Wira : “ Kerti, Kerti dimana kamu ? sambil mencari Kerti

Ki Kerti Pejok : “Ada apa Kang?” (sambil berjalan menemui Ki Sapa Wira)

Ki Sapa Wira : “ Tolong Kerti, mandikan Kyai Dwi Pangga sampai bersih . Aku terkena
sakit bisul di ketiak jadi gak bisa mengerakkan tanganku leluasa untuk
memandikan Kyai Dwi Pangga.

Ki kerti Pejok : Baik Kang, Tapi bagaimana kalau Kyai Dwi Pangga tidak mau kusuruh
berendam ?

Ki Sapa Wira : Biasanya, aku tepuk kaki belakangnya dan kutarik buntutnya. Pergilah di
kali sana, yang airnya bening sekali.

Ki Kerti Pejok : (mengangukkan kepalanya )


Ki Kerti Pejok mengangguk tanda mengerti. Ki Kerti pun berangkat bersama Kyai
Dwipangga. la tak lupa membawa dua buah kelapa untuk makan si gajah.

Ki Kerti Pejok : "Nih... untuk kamu makan buat sarapan." (Ki Kerti menyodorkan dua butir
kelapa muda yang disambut oleh belalai Kyai Dwipangga.)

Sebuah kelapa dilemparkan ke Kyai Dwipangga Iangsung ditangkap gajah itu dengan
belalainya. Setelah dipecahkan di batu besar, kelapa itu Iangsung dilahapnya. Begitu juga
kelapa kedua.

Ki Kerti : Ayo Gajah kumal, jangan makan terus, ayo jalan lagi ( dengan dipukul pantatnya
pakai cemeti).. Wah lumayan jauh sungainya ayo cepat turun Kyai Dwi Pangga, duduk dan
berendamlah biar bisa kumandikan.

Dwipanggapun turun kesungai dan mulai menyirami tubuhnya dengan air menggunakan
belalainya.

Ki Kerti : Wah kuku-kukunya kotor sekali, kulit badannya juga keras, ( sambil menggosok

dengan daun kelapa )... Pakai daun kelapa ternyata bisa cepat menghilangkan lumpur-lumpur

dekil yang ada di tubuh gajah ini...

Terik matahari mulai menyinari bumi, menandakan waktu sudah siang hari.

Ki Kerti : wah dah mulai panas, harus pulang dan melapor ke Kang Sapa Wira.

Ki Kerti kembali ke kerajaan dengan membawa Kyai Dwi Pangga yang sudah bersih

Ki kerti : Kang, Kyai DwiPangga sudah saya mandikan sampai bersih," Ki Kerti melapor

kepada Ki Sapa Wira.

Ki Sapa Wira : Ya, terima kasih. saya harap Pejok mau memandikan Kyai Dwipangga lagi

besok. Maklumlah, gajah memang harus sering dimandikan, apalagi kalau musim kawin

seperti sekarang," Tetapi, jangan di kali sebelah hilir ya?

Keesokan harinya, Ki Kerti menjemput Kyai Dwipangga lagi. Pagi itu langit kelihatan

mendung, namun tidak ada tanda-tanda hujan akan turun. Segera Ki Kerti Pejok membawa
Ki Dwipangga menuju sungai. Ki Kerti Pejok agak kecewa karena sungai tempat

memandikan gajah tersebut kelihatan dangkal.

Ki Kerti : Sungai sekecil ini kok digunakan untuk memandikan gajah, Bagaimana mungkin

dapat memandikan gajah jika untuk berendam pun tak bisa, Ayok Dwi Pangga kita cari

tempat yang lain?

Kemudian ia membawa Ki Dwipangga ke arah hilir mencari genangan sungai yang lebih

dalam.

Ki Kerti : "Nah, di sini lebih dalam. Biar kumandikan di sini saja. Dasar kang Wira aneh,
kenapa selama ini tidak dimandikan di sini saja. Airnya lebih besar!" gerutu Ki Kerti sambil
menggosok Kyai Dwipangga.

Ki Kerti Pejok sambil terus menggosok punggung Ki dwipangga. Belum habis Ki Kerti Pejok

menggerutu, tiba-tiba banjir bandang dari arah hulu.

Ki Kerti : Tolong-tolong, Siapapun tolong aku ( sambil melaimbakan tangan)

Ki Kerti Pejok kemudian terbawa banjir. Ia hanyut tenggelam bersama Ki Dwipangga hingga

ke Laut Selatan. Keduanya pun mati karena tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.

Prajurit : Paduka Sultan, terjadi banjir bandang dihilir sungai

Sultan : Apa Prajurit?(dekat kagetnya),

:Bagaimana dengan pawang yang selalu memandikan Kyai Dwipangga di sungai

sana? Kerahkan semua prajurit untuk mencari mereka, saat banjir telah reda.

Keesokkan harinya semua prajurit sultan mencari kyai dwipangga dan pawangnya.

Untuk mengingat peristiwa tersebut, Sultan Agung menamakan sungai itu dengan Kali Gajah

Wong, karena sungai tersebut telah menghanyutkan gajah dan wong. Sungai itu terletak di
sebelah timur Kota Yogyakarta. Konon, tempat Ki Kerti memandikan gajah tersebut saat ini

bersebelahan dengan kebun binatang Gembiraloka.

Anda mungkin juga menyukai