Kelurahan Rawa Badak Utara menggelar Sosialisasi Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu), di
ruang pola kantor kelurahan setempat. Kegiatan tersebut menghadirkan nara sumber Nining dari
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan dibuka secara langsung oleh Lurah Rawa Badak Utara
Suranta, Selasa 18/12 siang.
“Sosialisasi tersebut sangat baik karena bisa menjadi wahana untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman peserta dan masyarakat tentang pentingnya ASI Ekslusif serta keberadaan KP-
Ibu,” kata Lurah Rawa Badak Utara Suranta, saat ditemui seusai memberikan sambutan.
Dalam penjelasannya Nining, menjelaskan KP-Ibu adalah suatu kegiatan berbasis masyarakat
dimana 8-10 orang ibu hamil dan ibu bayi o-6 bulan berkumpul secara rutin 2 minggu sekali
untuk berbagi pengalaman, ide dan inforamsi berkaitan dengan kehamilan, melahirkan dan
menyusui dalam suasana saling mendukung dan saling percaya yang dipandu oleh motivator,
dengan tujuan mendukung ibu agar sukses memberikan ASI Ekslusif.
KP-Ibu adalah peer support ( kelompok sebaya) bukan menedukasi atau penyuluhan, promosi
atau edukasi atau penyuluhan yang telah banyak dilakukan cakupan ASI Ekslusif 6 bulan tetap
menurun, peningkatan pengetahuan saja tidak cukup untuk merubah prilaku, ibu butuh
keterampilan dan dukungan (kepercayaan, penerimaan, pengakuan dan penghargaan) terhadap
perasaan-perasaannya, serta suasana saling memberi dukungan lebih mudah terbangun dalam
kelompok sebaya yang mempunyai perngalaman dan situasi lingkungan yang sama, tambah
Nining.....(Adi)
ENYULUHAN PENCEGAHAN DAN PENULARAN PENYAKIT
HIV-AIDS
BAB 1
PENDAHULUAN
merupakan masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia.
UNAIDS (United Nations & AIDS), badan WHO (World Health Organization) yang mengurusi
masalah AIDS, memperkirakan jumlah penderita HIV-AIDS di seluruh dunia pada tahun 2004
adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV-AIDS. HIV-AIDS
menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan, krisis kesehatan, krisis pembangunan negara,
krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV-AIDS
menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, HIV-AIDS memerlukan respon dari
masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinfeksi
HIV.
Adapun tujuan kami mengangkat masalah HIV-AIDS untuk memberikan informasi mengapa
HIV-AIDS perlu mendapat perhatian khusus, serta bagaimana gejala-gejalanya karena HIV-
AIDS adalah penyakit yang sampai saat ini belum ada obat untuk menanggulanginya dan hanya
dapat dilakukan pencegahan, salah satu cara pencegahan adalah dengan penyuluhan. Selain itu
kami juga ingin mengetahui bagaimana penularan HIV-AIDS, siapa saja yang kemungkinan
besar bisa tertular HIV-AIDS, bagaimana keadaan HIV-AIDS di Indonesia, serta segala sesuatu
(FK UNJANI) dalam pelaksanaannya terbagi dalam beberapa blok dan salah satunya adalah
Blok 16 Sistem Hematologi dan Imunologi Klinik yang diberikan pada mahasiswa semester VI
tahun ke-3. Tujuan pendidikan dokter berbasis kompetensi adalah menghasilkan tenaga dokter
yang dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan penyakit mulai dari tingkat sel sampai
manusia seutuhnya dalam masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka salah satu
metode pembelajarannya yaitu melalui kegiatan Pembelajaran Luar Kelas (PLK) dengan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang mempunyai risiko tinggi penyebaran
HIV-AIDS dalam hal ini siswa SMP sebagai salah satu pencegahan HIV-AIDS. Pada PLK ini
penyuluhan dilakukan di salah satu SMP N di kota Cimahi, yaitu SMP N 1 Cimahi kelas 8-G.
1. Melatih mahasiswa bisa berinteraksi dengan masyarakat dalam hal ini siswa kelas 8-G SMP N 1
Cimahi
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang ilmu yang didapat di bangku perkuliahan
Manfaat yang ingin dicapai pada penyuluhan ini yaitu memberikan informasi kepada
masyarakat, utamanya kepada pelajar dan generasi muda tentang HIV-AIDS, sehingga dengan
demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa saja
menyebabkan penyakit HIV-AIDS. Meskipun informasi yang kami berikan melalui penyuluhan
ini hanya sebagian kecil dan mungkin masih mempunyai kekurangan, tetapi setidaknya isi dari
penyuluhan ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui tentang HIV-AIDS itu
sendiri.
2. SMP N 1 Cimahi
Agar pihak sekolah dapat melanjutkan program penyuluhan HIV-AIDS secara berkala
3. Penyuluh
Agar mahasiswa bisa meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penyuluhan dan
4. Dinas kesehatan
Agar dapat membina Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk memantau pencegahan dan
5. Pemerintah daerah
Agar dapat membuat program untuk membuat penyuluhan secara berkala dan bekerja sama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV.1
HIV adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae yang dapat
menyebabkan AIDS. Virus tersebut membunuh suatu jenis penting dari sel darah yaitu limfosit T
CD4+ atau sel T, yang merupakan lini kedua dari sistem kekebalan tubuh.2,3
2.2 Sejarah1
Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Virus penyebab AIDS
diidentifikasi oleh Luc Montaiger pada tahun 1983 yang pada waktu itu diberi nama LAV
(Lymphadenopathy virus) sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada 1984
yang saat itu dinamakan HTLV-II. Sedangkan tes untuk memeriksa antibodi terhadap HIV
Istilah pasien AIDS tidak dianjurkan dan istilah Odha (orang dengan HIV/AIDS) lebih
dianjurkan agar pasien AIDS diperlakukan lebih manusiawi, sebagai subjek dan tidak dianggap
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi Departemen Kesehatan tahun 1987
yaitu pada seseorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan
kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan
hasil tes ELISA tiga kali diulang, menyatakan positif. Hanya, hasil tes Western Blot, yang saat
itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus
AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo,
pada pasien hemofilia dan termasuk jenis non-progressor, artinya kondisi kesehatan dan
kekebalannya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah dikonfirmasi dengan
Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002.
2.3 Epidemiologi
Menurut data baru dalam epidemi AIDS 2009, infeksi HIV baru telah berkurang sebesar 17%
selama delapan tahun terakhir. Sejak tahun 2001, ketika Deklarasi Komitmen tentang HIV-AIDS
ditandatangani oleh PBB, jumlah infeksi baru di sub-Sahara Afrika sekitar 15% lebih rendah
yaitu sekitar 400.000 lebih sedikit dibandingkan tahun 2008. Di Asia Timur infeksi HIV baru
menurun hampir 25% dan di Asia Selatan dan Asia Tenggara menurun sekitar 10% pada periode
waktu yang sama. Namun, di beberapa negara ada tanda-tanda bahwa infeksi HIV baru
meningkat lagi.4
Di Indonesia sampai 30 Juni 1991 telah dilaporkan sebanyak 35 orang mengidap HIV, 16
orang menderita AIDS yang pada akhir tahun 1991 orang yang mengidap AIDS meningkat
menjadi 40 orang. Tahun 1993 menurut Departemen Kesehatan penderita AIDS sudah
meningkat menjadi 85 orang. Pada tahun 2009 menurut Departemen Kesehatan dalam triwulan
Januari sampai Maret 2009, dilaporkan 114 orang menderita infeksi HIV dan 854 orang
menderita AIDS. Angka kumulatif dari 1 Januari 1987 sampai 31 Maret 2009 (12 tahun) terdapat
23.632 orang dengan perincian 6.608 penyandang infeksi HIV dan 16.964 orang penderita AIDS.
Dari jumlah tersebut propinsi Jawa Barat menempati urutan pertama (3.102 orang) disusul DKI
Jakarta (2.807 orang), Propinsi Jawa Timur (2.652 orang), Papua (2.499 orang) dan Propinsi Bali
(1.263 orang). Berdasarkan golongan umur, golongan umur 20-29 tahun menempati urutan
tertinggi (8.567 orang), disusul golongan umur 30-39 tahun (4.997 orang).5
2.4 Etiologi2
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human immuno deficiency virus
(HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae. Sampai
sekarang baru dikenal 2 serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 disebut lymphadenopathy
associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau
orang sehat di Afrika. Sprektum penyakit yang menimbulkannya belum banyak di ketahui. HIV-
1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga sebagai
(LAV) dan AIDS-associated virus. Secara morfologik HIV-1 berbentuk bulat dan terdiri atas
Inti dari virus terdiri dari suatu protein sedang selubungnya terdiri dari suatu glikoprotein.
Protein dari inti terdiri dari genom RNA dan suatu enzim yang dapat mengubah RNA menjadi
DNA pada waktu replikasi virus, yang disebut enzim reverse trankriptase. Genom virus yang
pada dasarnya yang terdiri dari gen, bertugas memberikan kode baik bagi pembentukan protein
inti, enzim reverse transkriptase maupun glikoprotein dari selubung. sebenarnya masih ada gen
lain yang berfungsi mengatur sintesis, kemampuan infeksi (infeksisitas), replikasi dan fungsi
yang lain dari virus. bagian envelope yang terdiri dari glikoprotein, ternyata mempunyai peran
yang penting pada terjadinya infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang besar terhadap
Penularan HIV dan AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV.
HIV dapat diisolasi dari darah, semen, air mata, sekresi vagina atau serviks, urine, ASI dan air
liur. Penularan yang paling efisien melalui darah dan semen. HIV juga dapat ditularkan melalui
air susu dan sekresi vagina atau serviks. Cara penularannya yaitu melalui hubungan seksual, baik
homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen
darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Ibu-ibu tersebut dapat
menularkan HIV kepada anaknya ketika melahirkan atau melalui pemberian ASI.1,5,6
2.6 Patogenesis1
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang
progresif.
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian
Immunodeficiency Virus (SIV). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada
mukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen-presenting cells ke kelenjar getah bening. Virus
dideteksi pada kelenjar getah bening maka dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di
kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan hibridisasi in situ
dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dapat dideteksi 7-21 hari setelah infeksi.
Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan
puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid
kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respon imun
spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya virema adalah peningkatan sel limfosit CD8 tetapi
tidak dapat dikatakan bahwa respons sel limfosit CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap
replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan steady state beberapa bulan setelah infeksi.
Kondisi ini bertahan relatif stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi.
Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan
kekebalan tubuh penjamu adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas
intrinsik penjamu.
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum
dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai level steady state.
Walaupun sembuh, umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus,
namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi oleh
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali
pasien terinfeksi HIV, seumur hidup akan tetap terinfeksi. Infeksi HIV tidak akan langsung
memperlihatkan gejala atau tanda tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada
infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut,
dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya
akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran
Tanpa pengobatan ARV, secara bertahap kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan
memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk
tahap AIDS. Jadi yang disebut laten, manifestasi dari awal kerusakan sitem kekebalan tubuh
adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di
jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hiridisasi in situ. Sebagina besar
Pada waktu orang dengan infeksi infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkkan
gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang
cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan
replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa
megkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekita 109 sel setiap hari.
Setelah terjadi infeksi HIV tidak segera timbul gejala, oleh karena diperlukan waktu untuk
terjadinya replikasi virus yang kemudian memegang peran dalam timbulnya berbagai gejala
klinis dan laboratorium. Dengan demikian ini berarti masa inkubasi infeksi HIV sangat berbeda-
beda tergantung pada dosis infeksi dan daya tahan tubuh inang. Menurut Apradi dan Caspe
(1950), pada infeksi yang terjadi vertikal lebih dari 50% masa inkubasinya sekitar 1 tahun, 78%
sekitar 2 tahun. Pada anak lebih besar, masa inkubasi ini umumnya lebih panjang, walaupun
lebih pendek jika dibandingkan dengan masa inkubasi pada orang dewasa. pada 5% kasus,
dijumpai masa inkubasi yang lebih dari 6-9 tahun. Setelah masa inkubasi timbul gejala
prodromal yang bersifat non spesifik setelah suatu selang waktu yang berbeda-beda.
kehilangan berat badan (10% atau lebih), hepatomegali, limpadenopati (diameter lebih dari 0,5
cm pada 2 tempat atau lebih), splenomegali, parotitis, dan diare. Gejala spesifik infeksi HIV
adalah 1) gangguan tumbuh kembang dan fungsi intelek, 2) Gangguan pertumbuhan otak, 3)
Defisit motoris yang progresif yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala berikut paresis, tonus otot
yang abnormal, refleks patologis, ataksi atau gangguan melangkah 4) Lymphoid interstitial
pneumonitis (LIP), 5) Infeksi sekunder yang terdiri dari a) Infeksi oportunistik seperti pneumonia
oleh Pneumocystis carinii, kandidiasis, infeksi criptococcus, infeksi mikrobakterial yang atifik b)
Salmonella enteritidis yang menimbulkan sepsis, meningitis, pneumonia dan abses organ interna,
c) Infeksi virus yang berat dan berulang stomatitis herpes yang kronik dan berulang, herpes
zoster multidermatomal atau luas, 6) Keganasan sekunder seperti limfoma susunan saraf pusat
primer hodgkin B-cell dan non Hodgkin's lymphoma, sarkoma Kaposi (umumnya pada orang
dewasa), 7) Penyakit tertentu yang lain seperti kardimiopati dengan gaggal jantung atau aritmia,
kelainan kulit sperti eksim, seborrhoe, molluscum contangiosum yang berat dan berjalan lama.
Perlu dikemukakan bahwa sebelum timbul gejala umumnya telah dapat dijumpai adanya
2.9 Penanganan5
Infeksi HIV dan AIDS belum tersedianya kemoterapi dan imunoterapi efektif untuk
mengobati AIDS dan belum adanya vaksin yang efektif untuk mencegah AIDS. Namun
demikian usaha pengobatan dan pencegahannya telah dimulai walaupun belum begitu menonjol
hasilnya. Obat pertama yang memberikan harapan terhadap AIDS adalah azidothymidine (AZT)
yang mula- mula dikembangkan utuk obat anti kanker. AZT yang bekerja menghambat reverse
transkriptase yang toksik khususnya untuk sumsum tulang. Untuk mengurangi toksisitasnya,
telah dicoba diberikan bersama-sama dengan obat lain yang kurang toksik.
Kini terdapat empat kelas obat-obatan yang memeiliki sasaran pada 3 tahap dalam daur hidup
retrovirus telah digunakan di klinik, yaitu 1) Kelas inhibitor transkripsi mundur, sebagai obat
yang merupakan analog nukleosid/nukleotid yang disisipkan ke dalam untaian DNA virus yang
sedang terbentuk, sehingga mengarah penghentian terbentuknya untaian DNA virus yang pada
gilirannya akan menghetikan produksi HIV tapi diproduksi virus yang tidak infektif, 2) kelas
inhibitor transkripsi mundur, sebagai obat yang berbentuk non-nikleosid/nukleosid yang akan
mengikat secara alosterik pada tempat yang jauh dari “substrate binding site”, 3) kelas inhibitor
protease virus akan menghambat pembelahan poliprotein gag dan pol (protein yang dibentuk
sebagai komponen virus), 4) kelas inhibitor fusi pertama, yang merupakan obat berbentuk
peptida yang mengikat gp41, sehingga menghambat fusi dengan membran sel inang.
Masalah utama dalam terapi HIV adalah perkembangan resistensi obat. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya kecemderungan kesalahan dalam transkripsi mundur, beban jumlah
virus yang besar dan laju keepatan replikasi virus. Resistensi terhadap banyak obat-obatan yang
tergolong inhibitor protease dan beberapa obat analog nukleosid yang mempuanyai potensi
resisten, berkembang dalam beberapa hari, karena adanya mutasi tunggal dalam enzim sasaran,
akan berdampak adanya resistensi terhdap sejumlah obat. Resistensi terhadap obat antiretrovirus
lain, seperti misalnya zidovudine (AZT) mensyaratkan mutasi multipel (3 atau 4 untuk AZT) dan
diberikan secara tunggal, untuk keberhasilan terapi penekan HIV, kini perlu menggunakan terapi
nukleotid dan non-nukleotid RT dan/ inhibitor protease dan dalam beberapa kasus inhibitor fusi:
“enfuvirtide”. Selama 2 minggu pertama pengobatan, beban virus dalam darah menurun sangat
cepat. Hal ini mencerminkan adanya hambatan produksi virus dalam sel dan cepatnya
pembersihan virus bebas dalam peredaran darah (waktu paruh hidup sekitar 6 jam). Hasil
tersebut menunjukan waktu paruh hidup dari produktivitas sel-sel yang terinfeksi berkisar selama
3 hari. Pada akhir 2 minggu pengobatan, penurunan kandungan virus dalam darah dapat
mencapai 95%. Hal ini memberikan petunjuk bahwa lenyapnya produktivitas sel T CD4+ yang
terinfeksi hampir mencapai kesempurnaan. Sementara itu terjadi peningkatan jumlah sel T CD4+
dalam peredarah darah perifer. Setelah replikasi HIV dan infeksinya dapat dikendalikan,
kenaikan sel T CD4+ disebabkan oleh redistribusi sel T CD4+ memori dari jaringan limfoid ke
dalam peredaran darah, pengurangan tingkat aktivitas imun yang abnormal yang terkait dengan
pembunuhan sel-sel terinfeksi oleh sel T CD8+, munculnya sel-sel T naiv dari kelenjar timus.
Setelah pembersihan awal secara cepat hampir sempurna, kematian virus dengan lambat
terjadi pada fase kedua mencerminkan adanya kematian produksi virus lambat dalam tempat
“persediaan” virus yang berumur panjang. Tempat tersebut misalnya dalam sel-sel dendritik dan
makrofag dan sel T CD4+ yang terinfeksi secara laten yang kemudian diaktivasi.
Fase ketiga telah dipostulatkan, bahkan berjalan lebih lambat lagi, hasil dari reaktivitas
provirus dalam sel-sel T memori dan reservoir infeksi yang lain. virus-virus yang tersimpan
dalam sel dendritik dalam jaringan limfoid dalam bentuk kompleks imun, membuat mereka
menjadi sumber virus dalam jangka panjang. Persediaan virus laten ini dapat berada untuk
beberapa tahun dan mereka resisten terhadap terapi obat anti-HIV yang kini ada.
Ada beberapa jenis program yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, untuk
dilaksanakan secara sekaligus, yaitu a) pendidikan kesehatan produksi untuk remaja dan dewasa
muda; b) program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran;
c) program kerjasama dengan media cetak dan elektronik; d) paket pencegahan komprehensif
untuk pengguna narkotika, termasuk program pengadaan jarum suntik streril; e) program
pendidikan agama; f) program layanan infeksi menular seksual (IMS); g) program promosi
kondom di lokasi pelacuran dan panti pijat; h) pelatihan keterampilan hidup; i) program
pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling; i) dukungan untuk anak jalanan dan
perawatan, dan dukungan dengan odha; l) program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
strategi penenrapannya di sekolah, akademi dan universitas dan untuk remaja di luar sekolah.
Walaupun sudah ada SK Mendiknas mengenai maslah ini, namun secara nasional belum
diterapkan.1
Untuk program penyuluhan sebaya, cukup banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang mempunyai pengalaman dengan sasaran yang berbeda-beda. Program magang akan
berguna untuk daerah-daerah yang belum mengerjakan atau ingin memperluas cakupan
kelompok sasarannya. System magang antar LSM saat ini sudah berjalan terasa sekali
Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik sudah terbina dengan baik, sehingga
tinggal melanjutkan agar ada kesinambungan. Setiap momentum yang terkait dengan HIV/AIDS
tersebut.1
Kehidupan beragam yang berjalan baik tentu tidak lepas dari pendidikan agama di sekolah
dan di rumah. Tetapi strategi belajar mengajar yang berpinjak pada kehidupan sehari-hari,
termasuk dalam penggunaan bahas dan idiom-idiom yang disesuaikan dengan peserta didik.
Sebagai misal, istilah khamr atau alcohol tidak dikenal dalam bahasa sehari-hari remaja.1
Pelatihan keterampilan hidup amat diperlukan oleh remaja agar mengenal potensi diri, tahu
memanfaatkan sistem, serta mengenal kesempatan dan cara-cara mengembangkan diri. Bila
Pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling yang mudah dicapai dan suasana
akrab dengan klien akan menyebabkan orang-orang yang merasa mempunyai risiko tinggi
mendatangi tempat-tempat tes dan konseling HIV. Dengan konseling, diharapkan orang yang
terinfeksi HIV akan menerapkan seks aman dan tidak menularkan HIV ke orang lain.1
Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak memang bukan merupakan
kegiatan yang mudah dikerjakan. Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan kepedulian dan
partisipasi aktif berbagai lapisan masyarakat seperti LSM, ahli hokum, ahli ilmu social, media
dukungan untuk odha merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan program penanggualangan
HIV/AIDS. Hasilnya tidak akan sebaik bila dilakukan bersama program pengobatan, layanan dan
dukungan untuk odha.masyarakat yang mendapat penyuluhan saja, kemudian merasa risiko tingi
tidak akan mau melakukan tes HIV bila ia melihat tidak ada yang merawat atau bila ia
mengetahui ada odha yang dipecat dari pekerjaanya dan dikucilkan dari keluarga dan
masyarakat.1
Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan berpantang seks, hubungan monogami
antara pasangan yang tidak terinfeksi, seks non-penetratif, dan penggunaan kondom pria atau
Bagi pengguna narkoba, langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mengurangi risiko
kesehatan masyarakat maupun kesehatan pribadi, yaitu: 1) Beralih dari napza yang harus
disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral. 2) Jangan pernah menggunakan atau secara
bergantian menggunakan semprit, air, atau alat untuk menyiapkan napza. 3) Gunakan semprit
baru (yang diperoleh dari sumber-sumber yang dipercaya, misalnya apotek, atau melalui
program pertukaran jarum suntikan) untuk mempersiapkan dan menyuntikkan narkoba. 4) Ketika
mempersiapkan napza, gunakan air yang steril atau air bersih dari sumber yang dapat diandalkan.
5) Dengan menggunakan kapas pembersih beralkohol, bersihkan tempat yang akan disuntik
sebelum penyuntikan dilakukan. Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi adalah bila
seorang pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali
pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, pastikan bahwa darah
dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar standar keamanan darah dilaksanakan.7
Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut : 1) Pengobatan: Pengobatan
preventatif antiretroviral jangka pendek merupakan metode yang efektif dan layak untuk
mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan
konseling makanan bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman,
pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV
khususnya didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis
kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelah
kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu
dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan
kepada sang bayi selama enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di
saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi
separuhnya. Secara umum, efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar
pada HIV melalui pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di
bawah pengawasan medis. 2) Operasi caesar merupakan prosedur pembedahan di mana bayi
dilahirkan melalui sayatan pada dinding perut dan uterus ibunya. Dari jumlah bayi yang
terinfeksi melalui penularan ibu ke anak, diyakini bahwa sekitar dua pertiga terinfeksi selama
masa kehamilan dan sekitar saat persalinan. Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih
meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukkan
kemungkinan terjadinya penurunan risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga
faktor risiko yang dihadapi sang ibu. 3) Menghindari pemberian ASI: Risiko penularan dari ibu
ke anak meningkat tatkala anak disusui. Walaupun ASI dianggap sebagai nutrisi yang terbaik
bagi anak, bagi ibu penyandang HIV-positif, sangat dianjurkan untuk mengganti ASI dengan
susu formula guna mengurangi risiko penularan terhadap anak. Namun demikian, ini hanya
dianjurkan bila susu formula tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, bila formula bayi itu
dapat dibuat dalam kondisi yang higienis, dan bila biaya formula bayi itu terjangkau oleh
keluarga.7
untuk melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat terhindar
dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh tertentu. Kewaspadaan
Universal meliputi: 1) Cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam (yakni barang-
barang yang dapat menimbulkan sayatan atau luka tusukan, termasuk jarum, jarum hipodermik,
pisau bedah dan benda tajam lainnya, pisau, perangkat infus, gergaji, remukan/pecahan kaca, dan
paku), 2) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua
prosedur 3) Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan
kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh
Penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, semua pekerja kesehatan harapnya
berhati-hati dan waspada untuk mencegah terjadinya luka yang disebabkan oleh jarum, pisau
bedah, dan instrumen atau peralatan yang tajam. Sesuai dengan Kewaspadaan Universal, darah
dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa
memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya.7
BAB III
Jenis kegiatan pembelajaran luar kelas Blok 16 ini adalah penyuluhan kesehatan dengan
menggunakan metode ceramah dengan menggunakan media power point, leaflet dan metode
tanya jawab. Adapun materi yang akan disampaikan adalah mengenai pencegahan dan penularan
HIV-AIDS.
Sasaran kegiatan penyuluhan adalah siswa-siswi kelas 8-G SMP N 1 Cimahi yang berjumlah
25 siswa.
9-G SMP N 1 Kota Cimahi pada hari Rabu 4 April 2012 pukul 13.00-14.00 WIB.
Kegiatan pembelajaran luar kelas Blok 16 merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan
dengan menggunakan metode ceramah yang dilengkapi dengan media berupa leaflet dan power
point slide, leaflet dan metode tanya jawab. Kegiatan penyuluhan ini diawali dengan sesi
perkenalan selama 15 menit, kemudian pemateri menjelaskan materi mengenai pencegahan dan
penularan HIV-AIDS kepada peserta penyuluhan selama 20 menit. Setelah itu, dilakukan sesi
tanya jawab mengenai materi penyuluhan selama 20 menit dan terakhir dilakukan penutupan
BAB V
5.1 Simpulan
Setelah dilakukan penyuluhan, siswa siswi SMP N 1 Cimahi kelas 8-G dapat mengetahui
bahaya penyakit HIV-AIDS. Banyak murid antusias pada saat diberi kesempatan untuk bertanya
dan pada saat diberi kesempatan untuk menjawab, hal ini membuktikan bahwa penyuluhan
berhasil.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan adalah bahasa yang digunakan saat
pemaparan materi jelas, penyampaian materi menggunakan media yang menarik power point dan
pembagian leaflet.
5.2 Saran
1. Siswa-siswi SMP N 1 Cimahi hendaknya mengikuti penyuluhan secara berkala agar dapat
4. Dinas kesehatan sebaiknya dapat membina UKS sebagai upaya pertama untuk mencegah HIV-
AIDS.
PROPOSAL PENYULUHAN
HIV/AIDS
Tujuan Khusus :
TERMINASI
a. Evaluasi respon subjektif
Meminta salah seorang peserta menyebutkan isi kesimpulan penyuluhan yang telah
diberikan
b. Evaluasi respon objektif
Observasi respon perilaku audiens selama penyuluhan
c. Tindak Lanjut
Audiens dapat memahami dan menerapkan cara pencegahan HIV/ AIDS bagi dirinya
dan berbagi pengetahuan dengan orang lain.
Nisaul Khamra
Shintia Zilfiyanti
Novita Indri
Putri Rizky
Citra Sari
Selvia Intan
Tujuan
Tujuan Umum
Peserta penyuluhan diharapkan dapat memahami dan mengetahui defiisi,cara
penularan, ddan pencegahan HIV dan AIDS
Tujuan Khusus
- Peserta mampu mengetahui pengertian,tanda gejala,penyebab,cara penulara dan
pencegahan HIV dan AIDS
- Peserta mampu melakukan langkah-langkah pencegahan HIV dan AIDS
- Peserta yang merupakan keluarga dari pasaien HIV/AIDS mampu merawat dan
memahami pasien dengan HIV dan AIDS
Saran
Saran dari penyuluhan ini adalah agar pasien rawat jalan baru maupun lama beserta
keluarga yang mendampingi saat berobat di poliklinik jiwa RS Ernaldi bahar.
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluh peserta waktu
Pembukaan · Memberi salam · Menjawab salam 5 menit
· Memperkenalkan· Memperhatikan
diri
· Menjelaskan
tujuan
Isi · Menyebutkan dan· Memperhatikan 5 menit
menjelaskan dan mendengaran
pengertian,tanda
dan gejala,cara
penularan dan
pencegahan HIV
dan AIDS · Memperhatikan
· Menjelaskan dan mendengaran
peserta mampu
melakukan
langkah-langkah
pencegahan HIV· Memperhatikan
dan AIDS dan mendengaran
· Menjelaskan
peserta yang
merupakan
keluarga dari
pasien HIV dan
AIDS mampu
Penutup merawat dan
memahami pasien · Bertanya 10 menit
dengan HIV dan · Menjawab salam
AIDS.
· Memberikan
kesempatan pada
peserta penyuluhan
untuk bertanya
· Menyampaikan
salam penutup.
Metode :
- Ceramah dan Tanya jawab
- Media dan Alat
- Leaflet
1. Pengertian :
Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi pesan/sumber
informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.
2. Tujuan :
a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC.
3. Prosedur :
a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan sumber daya
yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu, Penderita,
Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit Pelayanan
Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat, sasaran dan
pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan jenis
penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik atau media
elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita atau PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama keluarganya dan
PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.
Diposkan oleh Program P2 TBC di 18.29
Reaksi: