Anda di halaman 1dari 26

UNTUK memberikan pemahaman kepada ibu-ibu yang memiliki balita mengenai ASI Ekslusif.

Kelurahan Rawa Badak Utara menggelar Sosialisasi Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu), di
ruang pola kantor kelurahan setempat. Kegiatan tersebut menghadirkan nara sumber Nining dari
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan dibuka secara langsung oleh Lurah Rawa Badak Utara
Suranta, Selasa 18/12 siang.

“Sosialisasi tersebut sangat baik karena bisa menjadi wahana untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman peserta dan masyarakat tentang pentingnya ASI Ekslusif serta keberadaan KP-
Ibu,” kata Lurah Rawa Badak Utara Suranta, saat ditemui seusai memberikan sambutan.

Dalam penjelasannya Nining, menjelaskan KP-Ibu adalah suatu kegiatan berbasis masyarakat
dimana 8-10 orang ibu hamil dan ibu bayi o-6 bulan berkumpul secara rutin 2 minggu sekali
untuk berbagi pengalaman, ide dan inforamsi berkaitan dengan kehamilan, melahirkan dan
menyusui dalam suasana saling mendukung dan saling percaya yang dipandu oleh motivator,
dengan tujuan mendukung ibu agar sukses memberikan ASI Ekslusif.

KP-Ibu adalah peer support ( kelompok sebaya) bukan menedukasi atau penyuluhan, promosi
atau edukasi atau penyuluhan yang telah banyak dilakukan cakupan ASI Ekslusif 6 bulan tetap
menurun, peningkatan pengetahuan saja tidak cukup untuk merubah prilaku, ibu butuh
keterampilan dan dukungan (kepercayaan, penerimaan, pengakuan dan penghargaan) terhadap
perasaan-perasaannya, serta suasana saling memberi dukungan lebih mudah terbangun dalam
kelompok sebaya yang mempunyai perngalaman dan situasi lingkungan yang sama, tambah
Nining.....(Adi)
ENYULUHAN PENCEGAHAN DAN PENULARAN PENYAKIT
HIV-AIDS

PADA SISWA-SISWI KELAS 8-G


SMP N 1 CIMAHI
(2012)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immunodeficiency Syndrome)

merupakan masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia.
UNAIDS (United Nations & AIDS), badan WHO (World Health Organization) yang mengurusi

masalah AIDS, memperkirakan jumlah penderita HIV-AIDS di seluruh dunia pada tahun 2004

adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV-AIDS. HIV-AIDS

menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan, krisis kesehatan, krisis pembangunan negara,

krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV-AIDS

menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, HIV-AIDS memerlukan respon dari

masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinfeksi

HIV.

Adapun tujuan kami mengangkat masalah HIV-AIDS untuk memberikan informasi mengapa

HIV-AIDS perlu mendapat perhatian khusus, serta bagaimana gejala-gejalanya karena HIV-

AIDS adalah penyakit yang sampai saat ini belum ada obat untuk menanggulanginya dan hanya

dapat dilakukan pencegahan, salah satu cara pencegahan adalah dengan penyuluhan. Selain itu

kami juga ingin mengetahui bagaimana penularan HIV-AIDS, siapa saja yang kemungkinan

besar bisa tertular HIV-AIDS, bagaimana keadaan HIV-AIDS di Indonesia, serta segala sesuatu

yang berhubungan dengan AIDS.

Kurikulum berbasis kompetensi di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

(FK UNJANI) dalam pelaksanaannya terbagi dalam beberapa blok dan salah satunya adalah

Blok 16 Sistem Hematologi dan Imunologi Klinik yang diberikan pada mahasiswa semester VI

tahun ke-3. Tujuan pendidikan dokter berbasis kompetensi adalah menghasilkan tenaga dokter

yang dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan penyakit mulai dari tingkat sel sampai

manusia seutuhnya dalam masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka salah satu

metode pembelajarannya yaitu melalui kegiatan Pembelajaran Luar Kelas (PLK) dengan

melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang mempunyai risiko tinggi penyebaran
HIV-AIDS dalam hal ini siswa SMP sebagai salah satu pencegahan HIV-AIDS. Pada PLK ini

penyuluhan dilakukan di salah satu SMP N di kota Cimahi, yaitu SMP N 1 Cimahi kelas 8-G.

1.2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari Pembelajaran Luar Kelas ini adalah:

1. Melatih mahasiswa bisa berinteraksi dengan masyarakat dalam hal ini siswa kelas 8-G SMP N 1

Cimahi

2. Menyiapkan mahasiswa dikemudian hari bila kembali ke masyarakat

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang ilmu yang didapat di bangku perkuliahan

sebagai bagian pengabdian kepada masyarakat.

1.3. Manfaat Pembelajaran

Manfaat yang ingin dicapai pada penyuluhan ini yaitu memberikan informasi kepada

masyarakat, utamanya kepada pelajar dan generasi muda tentang HIV-AIDS, sehingga dengan

demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa saja

menyebabkan penyakit HIV-AIDS. Meskipun informasi yang kami berikan melalui penyuluhan

ini hanya sebagian kecil dan mungkin masih mempunyai kekurangan, tetapi setidaknya isi dari

penyuluhan ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui tentang HIV-AIDS itu

sendiri.

Kegiatan penyuluhan ini dapat bermafaat secara khusus oleh :

1. Siswa – siswi SMP N 1 Cimahi


Agar dapat mengetahui pencegahan dan penularan penyakit HIV-AIDS sedini mungkin

2. SMP N 1 Cimahi

Agar pihak sekolah dapat melanjutkan program penyuluhan HIV-AIDS secara berkala

3. Penyuluh

Agar mahasiswa bisa meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penyuluhan dan

meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS

4. Dinas kesehatan

Agar dapat membina Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk memantau pencegahan dan

penularan penyakit HIV-AIDS

5. Pemerintah daerah

Agar dapat membuat program untuk membuat penyuluhan secara berkala dan bekerja sama

dengan Fakultas Kedokteran dan institusi kesehatan lainnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV-AIDS

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang

disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari

infeksi HIV.1
HIV adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae yang dapat

menyebabkan AIDS. Virus tersebut membunuh suatu jenis penting dari sel darah yaitu limfosit T

CD4+ atau sel T, yang merupakan lini kedua dari sistem kekebalan tubuh.2,3

2.2 Sejarah1

Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Virus penyebab AIDS

diidentifikasi oleh Luc Montaiger pada tahun 1983 yang pada waktu itu diberi nama LAV

(Lymphadenopathy virus) sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada 1984

yang saat itu dinamakan HTLV-II. Sedangkan tes untuk memeriksa antibodi terhadap HIV

dengan cara ELISA baru tersedia pada tahun 1985.

Istilah pasien AIDS tidak dianjurkan dan istilah Odha (orang dengan HIV/AIDS) lebih

dianjurkan agar pasien AIDS diperlakukan lebih manusiawi, sebagai subjek dan tidak dianggap

sebagai sekadar objek, sebgai pasien.

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi Departemen Kesehatan tahun 1987

yaitu pada seseorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan

kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan

hasil tes ELISA tiga kali diulang, menyatakan positif. Hanya, hasil tes Western Blot, yang saat

itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus

AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo,

pada pasien hemofilia dan termasuk jenis non-progressor, artinya kondisi kesehatan dan

kekebalannya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah dikonfirmasi dengan

Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002.

2.3 Epidemiologi
Menurut data baru dalam epidemi AIDS 2009, infeksi HIV baru telah berkurang sebesar 17%

selama delapan tahun terakhir. Sejak tahun 2001, ketika Deklarasi Komitmen tentang HIV-AIDS

ditandatangani oleh PBB, jumlah infeksi baru di sub-Sahara Afrika sekitar 15% lebih rendah

yaitu sekitar 400.000 lebih sedikit dibandingkan tahun 2008. Di Asia Timur infeksi HIV baru

menurun hampir 25% dan di Asia Selatan dan Asia Tenggara menurun sekitar 10% pada periode

waktu yang sama. Namun, di beberapa negara ada tanda-tanda bahwa infeksi HIV baru

meningkat lagi.4

Di Indonesia sampai 30 Juni 1991 telah dilaporkan sebanyak 35 orang mengidap HIV, 16

orang menderita AIDS yang pada akhir tahun 1991 orang yang mengidap AIDS meningkat

menjadi 40 orang. Tahun 1993 menurut Departemen Kesehatan penderita AIDS sudah

meningkat menjadi 85 orang. Pada tahun 2009 menurut Departemen Kesehatan dalam triwulan

Januari sampai Maret 2009, dilaporkan 114 orang menderita infeksi HIV dan 854 orang

menderita AIDS. Angka kumulatif dari 1 Januari 1987 sampai 31 Maret 2009 (12 tahun) terdapat

23.632 orang dengan perincian 6.608 penyandang infeksi HIV dan 16.964 orang penderita AIDS.

Dari jumlah tersebut propinsi Jawa Barat menempati urutan pertama (3.102 orang) disusul DKI

Jakarta (2.807 orang), Propinsi Jawa Timur (2.652 orang), Papua (2.499 orang) dan Propinsi Bali

(1.263 orang). Berdasarkan golongan umur, golongan umur 20-29 tahun menempati urutan

tertinggi (8.567 orang), disusul golongan umur 30-39 tahun (4.997 orang).5

2.4 Etiologi2

Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human immuno deficiency virus

(HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae. Sampai

sekarang baru dikenal 2 serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 disebut lymphadenopathy

associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau
orang sehat di Afrika. Sprektum penyakit yang menimbulkannya belum banyak di ketahui. HIV-

1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga sebagai

human T cell-lymphothropic virus type III (HTLV III), lymphadenopathy-associated virus

(LAV) dan AIDS-associated virus. Secara morfologik HIV-1 berbentuk bulat dan terdiri atas

bagian inti (core) dan selubung (envelope).

Inti dari virus terdiri dari suatu protein sedang selubungnya terdiri dari suatu glikoprotein.

Protein dari inti terdiri dari genom RNA dan suatu enzim yang dapat mengubah RNA menjadi

DNA pada waktu replikasi virus, yang disebut enzim reverse trankriptase. Genom virus yang

pada dasarnya yang terdiri dari gen, bertugas memberikan kode baik bagi pembentukan protein

inti, enzim reverse transkriptase maupun glikoprotein dari selubung. sebenarnya masih ada gen

lain yang berfungsi mengatur sintesis, kemampuan infeksi (infeksisitas), replikasi dan fungsi

yang lain dari virus. bagian envelope yang terdiri dari glikoprotein, ternyata mempunyai peran
yang penting pada terjadinya infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang besar terhadap

reseptor spesifik dari sel penjamu.

Gambar 2.1 Struktur virus HIV

2.5 Cara penularan HIV-AIDS

Penularan HIV dan AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV.

HIV dapat diisolasi dari darah, semen, air mata, sekresi vagina atau serviks, urine, ASI dan air

liur. Penularan yang paling efisien melalui darah dan semen. HIV juga dapat ditularkan melalui

air susu dan sekresi vagina atau serviks. Cara penularannya yaitu melalui hubungan seksual, baik

homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen

darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Ibu-ibu tersebut dapat

menularkan HIV kepada anaknya ketika melahirkan atau melalui pemberian ASI.1,5,6

2.6 Patogenesis1

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas

terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi

imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang

progresif.

Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian

Immunodeficiency Virus (SIV). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada
mukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen-presenting cells ke kelenjar getah bening. Virus

dideteksi pada kelenjar getah bening maka dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di

kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan hibridisasi in situ

dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dapat dideteksi 7-21 hari setelah infeksi.

Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan

puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid

kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respon imun

spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya virema adalah peningkatan sel limfosit CD8 tetapi

tidak dapat dikatakan bahwa respons sel limfosit CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap

replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan steady state beberapa bulan setelah infeksi.

Kondisi ini bertahan relatif stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi.

Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan

kekebalan tubuh penjamu adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas

intrinsik penjamu.

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum

dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai level steady state.

Walaupun sembuh, umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus,

namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi oleh

antibody dengan melakukan adaptasi pada amplop-nya, termasuk kemampuannya mengubah

glikosilasi-nya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah sehingga netralisasi yang diperantai

antibody tidak dapat terjadi.


2.7 Patofisiologi1

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali

pasien terinfeksi HIV, seumur hidup akan tetap terinfeksi. Infeksi HIV tidak akan langsung

memperlihatkan gejala atau tanda tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada

infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri

menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut,

dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya

berlangsung selama 8-10 tahun.

Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala

akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran

kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes,dll.

Tanpa pengobatan ARV, secara bertahap kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan

memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk

tahap AIDS. Jadi yang disebut laten, manifestasi dari awal kerusakan sitem kekebalan tubuh

adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di

jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hiridisasi in situ. Sebagina besar

replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening.

Pada waktu orang dengan infeksi infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkkan

gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang

cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan
replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa

megkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekita 109 sel setiap hari.

2.8 Manifestasi Klinis2

Setelah terjadi infeksi HIV tidak segera timbul gejala, oleh karena diperlukan waktu untuk

terjadinya replikasi virus yang kemudian memegang peran dalam timbulnya berbagai gejala

klinis dan laboratorium. Dengan demikian ini berarti masa inkubasi infeksi HIV sangat berbeda-

beda tergantung pada dosis infeksi dan daya tahan tubuh inang. Menurut Apradi dan Caspe

(1950), pada infeksi yang terjadi vertikal lebih dari 50% masa inkubasinya sekitar 1 tahun, 78%

sekitar 2 tahun. Pada anak lebih besar, masa inkubasi ini umumnya lebih panjang, walaupun

lebih pendek jika dibandingkan dengan masa inkubasi pada orang dewasa. pada 5% kasus,

dijumpai masa inkubasi yang lebih dari 6-9 tahun. Setelah masa inkubasi timbul gejala

prodromal yang bersifat non spesifik setelah suatu selang waktu yang berbeda-beda.

Gejala non spesifik (prodromal)infeksi HIV adalah demam, gangguan pertumbuhan,

kehilangan berat badan (10% atau lebih), hepatomegali, limpadenopati (diameter lebih dari 0,5

cm pada 2 tempat atau lebih), splenomegali, parotitis, dan diare. Gejala spesifik infeksi HIV

adalah 1) gangguan tumbuh kembang dan fungsi intelek, 2) Gangguan pertumbuhan otak, 3)

Defisit motoris yang progresif yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala berikut paresis, tonus otot

yang abnormal, refleks patologis, ataksi atau gangguan melangkah 4) Lymphoid interstitial

pneumonitis (LIP), 5) Infeksi sekunder yang terdiri dari a) Infeksi oportunistik seperti pneumonia

oleh Pneumocystis carinii, kandidiasis, infeksi criptococcus, infeksi mikrobakterial yang atifik b)

Infeksi sekunder oleh Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Neisseria meningitis,

Salmonella enteritidis yang menimbulkan sepsis, meningitis, pneumonia dan abses organ interna,

c) Infeksi virus yang berat dan berulang stomatitis herpes yang kronik dan berulang, herpes
zoster multidermatomal atau luas, 6) Keganasan sekunder seperti limfoma susunan saraf pusat

primer hodgkin B-cell dan non Hodgkin's lymphoma, sarkoma Kaposi (umumnya pada orang

dewasa), 7) Penyakit tertentu yang lain seperti kardimiopati dengan gaggal jantung atau aritmia,

beberapa kelainan hematologi (tersering anemia dan trombositopenia), glomerulonefropati,

kelainan kulit sperti eksim, seborrhoe, molluscum contangiosum yang berat dan berjalan lama.

Perlu dikemukakan bahwa sebelum timbul gejala umumnya telah dapat dijumpai adanya

gangguan fungsi imun.

2.9 Penanganan5

Infeksi HIV dan AIDS belum tersedianya kemoterapi dan imunoterapi efektif untuk

mengobati AIDS dan belum adanya vaksin yang efektif untuk mencegah AIDS. Namun

demikian usaha pengobatan dan pencegahannya telah dimulai walaupun belum begitu menonjol

hasilnya. Obat pertama yang memberikan harapan terhadap AIDS adalah azidothymidine (AZT)

yang mula- mula dikembangkan utuk obat anti kanker. AZT yang bekerja menghambat reverse

transkriptase yang toksik khususnya untuk sumsum tulang. Untuk mengurangi toksisitasnya,

telah dicoba diberikan bersama-sama dengan obat lain yang kurang toksik.

Kini terdapat empat kelas obat-obatan yang memeiliki sasaran pada 3 tahap dalam daur hidup

retrovirus telah digunakan di klinik, yaitu 1) Kelas inhibitor transkripsi mundur, sebagai obat

yang merupakan analog nukleosid/nukleotid yang disisipkan ke dalam untaian DNA virus yang

sedang terbentuk, sehingga mengarah penghentian terbentuknya untaian DNA virus yang pada

gilirannya akan menghetikan produksi HIV tapi diproduksi virus yang tidak infektif, 2) kelas

inhibitor transkripsi mundur, sebagai obat yang berbentuk non-nikleosid/nukleosid yang akan

mengikat secara alosterik pada tempat yang jauh dari “substrate binding site”, 3) kelas inhibitor

protease virus akan menghambat pembelahan poliprotein gag dan pol (protein yang dibentuk
sebagai komponen virus), 4) kelas inhibitor fusi pertama, yang merupakan obat berbentuk

peptida yang mengikat gp41, sehingga menghambat fusi dengan membran sel inang.

Masalah utama dalam terapi HIV adalah perkembangan resistensi obat. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya kecemderungan kesalahan dalam transkripsi mundur, beban jumlah

virus yang besar dan laju keepatan replikasi virus. Resistensi terhadap banyak obat-obatan yang

tergolong inhibitor protease dan beberapa obat analog nukleosid yang mempuanyai potensi

resisten, berkembang dalam beberapa hari, karena adanya mutasi tunggal dalam enzim sasaran,

akan berdampak adanya resistensi terhdap sejumlah obat. Resistensi terhadap obat antiretrovirus

lain, seperti misalnya zidovudine (AZT) mensyaratkan mutasi multipel (3 atau 4 untuk AZT) dan

berkembang lebih lama.

Karena cepatnya perkembangan resistensi terhadap semua obat-obatan anti-HIV yang

diberikan secara tunggal, untuk keberhasilan terapi penekan HIV, kini perlu menggunakan terapi

kombinasi. Anti-Retroviraltherapy (ART) mencakup pemberian kombinasi obat-obatan inhibitor

nukleotid dan non-nukleotid RT dan/ inhibitor protease dan dalam beberapa kasus inhibitor fusi:

“enfuvirtide”. Selama 2 minggu pertama pengobatan, beban virus dalam darah menurun sangat

cepat. Hal ini mencerminkan adanya hambatan produksi virus dalam sel dan cepatnya

pembersihan virus bebas dalam peredaran darah (waktu paruh hidup sekitar 6 jam). Hasil

tersebut menunjukan waktu paruh hidup dari produktivitas sel-sel yang terinfeksi berkisar selama

3 hari. Pada akhir 2 minggu pengobatan, penurunan kandungan virus dalam darah dapat

mencapai 95%. Hal ini memberikan petunjuk bahwa lenyapnya produktivitas sel T CD4+ yang

terinfeksi hampir mencapai kesempurnaan. Sementara itu terjadi peningkatan jumlah sel T CD4+

dalam peredarah darah perifer. Setelah replikasi HIV dan infeksinya dapat dikendalikan,

kenaikan sel T CD4+ disebabkan oleh redistribusi sel T CD4+ memori dari jaringan limfoid ke
dalam peredaran darah, pengurangan tingkat aktivitas imun yang abnormal yang terkait dengan

pembunuhan sel-sel terinfeksi oleh sel T CD8+, munculnya sel-sel T naiv dari kelenjar timus.

Setelah pembersihan awal secara cepat hampir sempurna, kematian virus dengan lambat

terjadi pada fase kedua mencerminkan adanya kematian produksi virus lambat dalam tempat

“persediaan” virus yang berumur panjang. Tempat tersebut misalnya dalam sel-sel dendritik dan

makrofag dan sel T CD4+ yang terinfeksi secara laten yang kemudian diaktivasi.

Fase ketiga telah dipostulatkan, bahkan berjalan lebih lambat lagi, hasil dari reaktivitas

provirus dalam sel-sel T memori dan reservoir infeksi yang lain. virus-virus yang tersimpan

dalam sel dendritik dalam jaringan limfoid dalam bentuk kompleks imun, membuat mereka

menjadi sumber virus dalam jangka panjang. Persediaan virus laten ini dapat berada untuk

beberapa tahun dan mereka resisten terhadap terapi obat anti-HIV yang kini ada.

2.10 Upaya Pencegahan dan penanggulangan

Ada beberapa jenis program yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, untuk

dilaksanakan secara sekaligus, yaitu a) pendidikan kesehatan produksi untuk remaja dan dewasa

muda; b) program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran;

c) program kerjasama dengan media cetak dan elektronik; d) paket pencegahan komprehensif

untuk pengguna narkotika, termasuk program pengadaan jarum suntik streril; e) program

pendidikan agama; f) program layanan infeksi menular seksual (IMS); g) program promosi

kondom di lokasi pelacuran dan panti pijat; h) pelatihan keterampilan hidup; i) program

pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling; i) dukungan untuk anak jalanan dan

pengentasan prostitusi anak; k) integrasi program pencegahan dengan program pengobatan,

perawatan, dan dukungan dengan odha; l) program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak

dengan pemberian obat ARV 1


Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda, perlu dipikirkan

strategi penenrapannya di sekolah, akademi dan universitas dan untuk remaja di luar sekolah.

Walaupun sudah ada SK Mendiknas mengenai maslah ini, namun secara nasional belum

diterapkan.1

Untuk program penyuluhan sebaya, cukup banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

yang mempunyai pengalaman dengan sasaran yang berbeda-beda. Program magang akan

berguna untuk daerah-daerah yang belum mengerjakan atau ingin memperluas cakupan

kelompok sasarannya. System magang antar LSM saat ini sudah berjalan terasa sekali

manfaatnya dan perlu ditingkatkan.1

Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik sudah terbina dengan baik, sehingga

tinggal melanjutkan agar ada kesinambungan. Setiap momentum yang terkait dengan HIV/AIDS

perlu dimanfaatkan untuk mendorong partisipasi media untuk mendukung kegiatan-kegiatan

tersebut.1

Kehidupan beragam yang berjalan baik tentu tidak lepas dari pendidikan agama di sekolah

dan di rumah. Tetapi strategi belajar mengajar yang berpinjak pada kehidupan sehari-hari,

termasuk dalam penggunaan bahas dan idiom-idiom yang disesuaikan dengan peserta didik.

Sebagai misal, istilah khamr atau alcohol tidak dikenal dalam bahasa sehari-hari remaja.1

Pelatihan keterampilan hidup amat diperlukan oleh remaja agar mengenal potensi diri, tahu

memanfaatkan sistem, serta mengenal kesempatan dan cara-cara mengembangkan diri. Bila

kehidupan ekonomi dan pendidikan membaik, penularan HIV/AIDS dapat ditekan.1

Pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling yang mudah dicapai dan suasana

akrab dengan klien akan menyebabkan orang-orang yang merasa mempunyai risiko tinggi
mendatangi tempat-tempat tes dan konseling HIV. Dengan konseling, diharapkan orang yang

terinfeksi HIV akan menerapkan seks aman dan tidak menularkan HIV ke orang lain.1

Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak memang bukan merupakan

kegiatan yang mudah dikerjakan. Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan kepedulian dan

partisipasi aktif berbagai lapisan masyarakat seperti LSM, ahli hokum, ahli ilmu social, media

massa, kepolisian, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,dll.1

Mengintegrasikan program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan

dukungan untuk odha merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan program penanggualangan

HIV/AIDS. Hasilnya tidak akan sebaik bila dilakukan bersama program pengobatan, layanan dan

dukungan untuk odha.masyarakat yang mendapat penyuluhan saja, kemudian merasa risiko tingi

tidak akan mau melakukan tes HIV bila ia melihat tidak ada yang merawat atau bila ia

mengetahui ada odha yang dipecat dari pekerjaanya dan dikucilkan dari keluarga dan

masyarakat.1

Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan berpantang seks, hubungan monogami

antara pasangan yang tidak terinfeksi, seks non-penetratif, dan penggunaan kondom pria atau

kondom wanita secara konsisten dan benar.7

Bagi pengguna narkoba, langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mengurangi risiko

kesehatan masyarakat maupun kesehatan pribadi, yaitu: 1) Beralih dari napza yang harus

disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral. 2) Jangan pernah menggunakan atau secara

bergantian menggunakan semprit, air, atau alat untuk menyiapkan napza. 3) Gunakan semprit

baru (yang diperoleh dari sumber-sumber yang dipercaya, misalnya apotek, atau melalui

program pertukaran jarum suntikan) untuk mempersiapkan dan menyuntikkan narkoba. 4) Ketika

mempersiapkan napza, gunakan air yang steril atau air bersih dari sumber yang dapat diandalkan.
5) Dengan menggunakan kapas pembersih beralkohol, bersihkan tempat yang akan disuntik

sebelum penyuntikan dilakukan. Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi adalah bila

seorang pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali

pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, pastikan bahwa darah

dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar standar keamanan darah dilaksanakan.7

Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut : 1) Pengobatan: Pengobatan

preventatif antiretroviral jangka pendek merupakan metode yang efektif dan layak untuk

mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan

konseling makanan bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman,

pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV

khususnya didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis

kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelah

kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu

dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan

kepada sang bayi selama enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di

saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi

separuhnya. Secara umum, efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar

pada HIV melalui pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di

bawah pengawasan medis. 2) Operasi caesar merupakan prosedur pembedahan di mana bayi

dilahirkan melalui sayatan pada dinding perut dan uterus ibunya. Dari jumlah bayi yang

terinfeksi melalui penularan ibu ke anak, diyakini bahwa sekitar dua pertiga terinfeksi selama

masa kehamilan dan sekitar saat persalinan. Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih

meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukkan
kemungkinan terjadinya penurunan risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga

faktor risiko yang dihadapi sang ibu. 3) Menghindari pemberian ASI: Risiko penularan dari ibu

ke anak meningkat tatkala anak disusui. Walaupun ASI dianggap sebagai nutrisi yang terbaik

bagi anak, bagi ibu penyandang HIV-positif, sangat dianjurkan untuk mengganti ASI dengan

susu formula guna mengurangi risiko penularan terhadap anak. Namun demikian, ini hanya

dianjurkan bila susu formula tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, bila formula bayi itu

dapat dibuat dalam kondisi yang higienis, dan bila biaya formula bayi itu terjangkau oleh

keluarga.7

Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution).

Kewaspadaan Universal adalah panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan

untuk melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat terhindar

dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh tertentu. Kewaspadaan

Universal meliputi: 1) Cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam (yakni barang-

barang yang dapat menimbulkan sayatan atau luka tusukan, termasuk jarum, jarum hipodermik,

pisau bedah dan benda tajam lainnya, pisau, perangkat infus, gergaji, remukan/pecahan kaca, dan

paku), 2) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua

prosedur 3) Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan

kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh

lainnya 4) Melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi 5)

Penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, semua pekerja kesehatan harapnya

berhati-hati dan waspada untuk mencegah terjadinya luka yang disebabkan oleh jarum, pisau

bedah, dan instrumen atau peralatan yang tajam. Sesuai dengan Kewaspadaan Universal, darah
dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa

memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya.7

BAB III

METODE DAN PROSEDUR KEGIATAN

3.1 Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan pembelajaran luar kelas Blok 16 ini adalah penyuluhan kesehatan dengan

menggunakan metode ceramah dengan menggunakan media power point, leaflet dan metode

tanya jawab. Adapun materi yang akan disampaikan adalah mengenai pencegahan dan penularan

HIV-AIDS.

3.2 Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan penyuluhan adalah siswa-siswi kelas 8-G SMP N 1 Cimahi yang berjumlah

25 siswa.

3.3 Tempat dan Waktu Kegiatan

Kegiatan penyuluhan mengenai pencegahan dan penularan HIV-AIDS dilaksanakan di kelas

9-G SMP N 1 Kota Cimahi pada hari Rabu 4 April 2012 pukul 13.00-14.00 WIB.

3.4 Cara Kegiatan

Kegiatan pembelajaran luar kelas Blok 16 merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan

dengan menggunakan metode ceramah yang dilengkapi dengan media berupa leaflet dan power
point slide, leaflet dan metode tanya jawab. Kegiatan penyuluhan ini diawali dengan sesi

perkenalan selama 15 menit, kemudian pemateri menjelaskan materi mengenai pencegahan dan

penularan HIV-AIDS kepada peserta penyuluhan selama 20 menit. Setelah itu, dilakukan sesi

tanya jawab mengenai materi penyuluhan selama 20 menit dan terakhir dilakukan penutupan

kegiatan selama 5 menit.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah dilakukan penyuluhan, siswa siswi SMP N 1 Cimahi kelas 8-G dapat mengetahui

bahaya penyakit HIV-AIDS. Banyak murid antusias pada saat diberi kesempatan untuk bertanya

dan pada saat diberi kesempatan untuk menjawab, hal ini membuktikan bahwa penyuluhan

berhasil.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan adalah bahasa yang digunakan saat

pemaparan materi jelas, penyampaian materi menggunakan media yang menarik power point dan

pembagian leaflet.

5.2 Saran

1. Siswa-siswi SMP N 1 Cimahi hendaknya mengikuti penyuluhan secara berkala agar dapat

mencegah penularan penyakit HIV-AIDS.

2. Pihak sekolah seharusnya menjadwalkan secara berkala penyuluhan mengenai penyuluhan

pencegahan dan penularan penyakit HIV-AIDS.


3. Penyuluh agar lebih mempersiapkan kegiatan penyuluhan berupa poster untuk mengantisipasi

jika terjadi listrik mati.

4. Dinas kesehatan sebaiknya dapat membina UKS sebagai upaya pertama untuk mencegah HIV-

AIDS.

PROPOSAL PENYULUHAN
HIV/AIDS

Topik : Mengetahui cara penularan dan pencegahan HIV dan AIDS


Tujuan

 Tujuan Umum : Peserta penyuluhan diharapkan dapat


memahami dan mengetahui definisi,cara penularan dan
pencegahan HIV dan AIDS.

 Tujuan Khusus :

- Peserta mampu mengetahui pengertian,tanda gejala,penyebab,cara penulara dan


pencegahan HIVdan AIDS
- Peserta mampu melakukan langkah-langkah pencegahan HIV dan AIDS
- Peserta yang merupakan keluarga dari pasaien HIV/AIDS mampu merawat dan
memahami pasien dengan HIV dan AIDS
KARAKTERISTIK AUDIENS
Audiens atau peserta penyuluhan adalah orang-orang yang berkunjung ke Poliklinik
Jiwa RS Ernaldi Bahar pada saat penyuluhan dilakukan.
PROSES PELAKSANAAN
Orientasi
a. Kontrak waktu dan tempat
Hari/Tanggal : Rabu, 23 November 2011
Waktu : 08.00 wib
Tempat : Ruang tunggu Poliklinik RS Dr. Ernaldi Bahar Palembang
b. Pelaksana
Moderator : Rio Satria
Penyaji : Nisaul Khamra
Notulen : Shintia Zilfiyanti
Observer : Novita Indri
Putri Rizky
Citra Sari
Operator : Selvia Intan
c. Salam Perkenalan
Penyuluh memperkenalkan diri
d. Penjelasan perkenalan diri
“bapak/Ibu peserta penyuluh perlu diketahui bahwa tujuan dari penyuluhan ini adalah
untuk mencegah penularan penyakit HIV dan AIDS agar tidak semakin menjamur di
kalangan masyarakat melalui pemberian pengetahuan mengenai definisi, penyebab,
tanda dan gejala, cara penularan, dan cara pencegahan”.
KERJA
a. Langkah-langkah kegiatan penyuluhan
1. Penjelasan tujuan dilaksanakannya penyuluhan tentang HIV/AIDS
2. Menjelaskan materi tentang HIV dan AIDS
3. Berdiskusi dengan peserta penyuluhan, yang dibagi menjadi 2 (dua) sesi, dengan
masing-masing sesi terdapat 2(dua) pertanyaan.

TERMINASI
a. Evaluasi respon subjektif
Meminta salah seorang peserta menyebutkan isi kesimpulan penyuluhan yang telah
diberikan
b. Evaluasi respon objektif
Observasi respon perilaku audiens selama penyuluhan
c. Tindak Lanjut
Audiens dapat memahami dan menerapkan cara pencegahan HIV/ AIDS bagi dirinya
dan berbagi pengetahuan dengan orang lain.

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Topik : Mengetahui cara penularan dan pencegahan HIV dan AIDS
Tanggal : Rabu,23 November 2011
Pukul : Pukul 09.00 WIB
Pelaksana : - Rio Satria

 Nisaul Khamra

 Shintia Zilfiyanti

 Novita Indri

 Putri Rizky

 Citra Sari
 Selvia Intan

Tujuan
Tujuan Umum
Peserta penyuluhan diharapkan dapat memahami dan mengetahui defiisi,cara
penularan, ddan pencegahan HIV dan AIDS
Tujuan Khusus
- Peserta mampu mengetahui pengertian,tanda gejala,penyebab,cara penulara dan
pencegahan HIV dan AIDS
- Peserta mampu melakukan langkah-langkah pencegahan HIV dan AIDS
- Peserta yang merupakan keluarga dari pasaien HIV/AIDS mampu merawat dan
memahami pasien dengan HIV dan AIDS
Saran
Saran dari penyuluhan ini adalah agar pasien rawat jalan baru maupun lama beserta
keluarga yang mendampingi saat berobat di poliklinik jiwa RS Ernaldi bahar.
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluh peserta waktu
Pembukaan · Memberi salam · Menjawab salam 5 menit
· Memperkenalkan· Memperhatikan
diri
· Menjelaskan
tujuan
Isi · Menyebutkan dan· Memperhatikan 5 menit
menjelaskan dan mendengaran
pengertian,tanda
dan gejala,cara
penularan dan
pencegahan HIV
dan AIDS · Memperhatikan
· Menjelaskan dan mendengaran
peserta mampu
melakukan
langkah-langkah
pencegahan HIV· Memperhatikan
dan AIDS dan mendengaran
· Menjelaskan
peserta yang
merupakan
keluarga dari
pasien HIV dan
AIDS mampu
Penutup merawat dan
memahami pasien · Bertanya 10 menit
dengan HIV dan · Menjawab salam
AIDS.

· Memberikan
kesempatan pada
peserta penyuluhan
untuk bertanya

· Menyampaikan
salam penutup.

Metode :
- Ceramah dan Tanya jawab
- Media dan Alat
- Leaflet

Standar Penyuluhan Penyakit TB

1. Pengertian :
Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi pesan/sumber
informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.
2. Tujuan :
a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC.
3. Prosedur :
a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan sumber daya
yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu, Penderita,
Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit Pelayanan
Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat, sasaran dan
pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan jenis
penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik atau media
elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita atau PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama keluarganya dan
PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.
Diposkan oleh Program P2 TBC di 18.29
Reaksi:

Anda mungkin juga menyukai