Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Evaluasi Geokimia dan Karakterisasi Batulempung di Sungai Batang


Sarangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Nisa Nurul Ilmi dan Edy Sunardi


Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran,
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor 45363
Email : nisa.nurul.ilmi@unpad.ac.id

Abstrak
Cekungan Sumatera Utara selama ini dikenal sebagai cekungan yang telah terbukti
menghasilkan minyak dan gas bumi konvensional. Melihat struktur geologi yang kompleks
serta stratigrafi batuan yang banyak memiliki batulempung, daerah ini memiliki potensi untuk
menghasilkan sumber energi unconventional, yaitu shale gas. Evaluasi dilakukan terhadap 43
sampel batuan dari 5 formasi yang berbeda untuk mengetahui potensi shale gas. Lima formasi
yang diuji, yaitu Formasi Bampo, Upper Belumai, Belumai, Lower Baong, Middle Baong,
dan Upper Baong. Hasil analisis RockEval menunjukkan nilai TOC yang berkisar antara 0,1-
2,5. Nilai TOC rendah terlihat pada sampel yang berasal dari Formasi Bampo, sementara nilai
TOC yang relatif tinggi ditunjukkan oleh sampel yang berasal dari Formasi Upper Belumai
dan Lower Baong. Hasil plot antara TOC dan (S1+S2) menunjukkan potensial sampel baik-
sangat baik dalam menghasilkan hidrokarbon. Kematangan sampel yang ditunjukkan oleh
nilai T max menunjukkan sampel belum mencapai kematangan dengan rata-rata nilai T max
di bawah 440° C. Sementara itu, tipe kerogen yang ditunjukkan oleh diagram pseudo van
krevelen menunjukkan sampel memiliki tipe kerogen III atau gas prone. Hal ini merupakan
indikasi yang baik bagi produksi gas yang diharapkan untuk bisa ditemukan sebagai
cadangan shale gas di daerah Bohorok. Hasil evaluasi Geokimia ini menunjukkan adanya
potensi batulempung sebagai sumber shale gas, terutama untuk batulempung yang berasal
dari Formasi Upper Belumai dan Lower Baong.
Kata Kunci : shale gas, geokimia, batulempung, bohorok, non-konvensional.
Pendahuluan Munculnya isu akan krisis energi yang
bersumber dari bahan bakar fosil
Meningkatnya populasi manusia meningkatkan kebutuhan akan pemenuhan
menjadi salah satu faktor yang memacu kebutuhan energi melalui sumber alternatif.
pesatnya pertumbuhan ekonomi serta Sumber energi alternatif yang memiliki
perkembangan teknologi. Hal ini kemudian potensi besar untuk dikembangkan di
berakibat pada semakin tingginya kebutuhan Indonesia salah satunya adalah shale gas.
akan energi. Energi merupakan suatu sektor
yang sangat vital di Indonesia. Luasnya Shale gas merupakan sumber
wilayah serta besarnya populasi di Indonesia hidrokarbon alternatif yang masih belum
menimbulkan kebutuhan yang besar akan dieksplorasi di Indonesia. Dengan sistem
energi. Sayangnya, Indonesia belum memiliki petroleum yang cenderung lebih sederhana
cadangan minyak dan gas yang bisa dibandingkan dengan sistem petroleum
mencukupi kebutuhan rakyat. minyak dan gas konvensional, shale gas

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

merupakan suatu energi alternatif yang Barisan di sebelah barat daya, Selat Malaka di
menarik untuk dikembangkan. Selain itu, sebelah timur, Busur Asahan di sebelah
melihat pada cekungan sedimen di Indonesia selatan, dan terbuka pada laut Andaman di
yang telah banyak terbukti menghasilkan bagian Utara (Sjahbuddin & Djafaar, 1993).
minyak dan gas konvensional, keberadaan
shale gas di Indonesia merupakan suatu hal
yang menjanjikan.
Dalam proses eksplorasi, dibutuhkan
analisis geokimia yang komprehensif sebagai
salah satu faktor penting dalam
mengkarakterisasi sumber batuan yang bisa
menghasilkan shale gas. Karakterisasi
batulempung merupakan suatu karakterisasi
awal yang dibutuhkan agar didapatkan
gambaran yang jelas mengenai potensi shale
gas yang ada pada suatu formasi. Passey et al.
(2010) menyebutkan bahwa parameter- Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel di Sungai Batang
parameter kunci yang digunakan untuk Serangan dan Bohorok ditandai dengan kotak merah
mengkarakterisasi batuan induk sekaligus
reservoir dalam shale gas adalah Total
Meskipun berada dalam cekungan
Organic Carbon (TOC), tingkat kematangan
back-arc, Cekungan Sumatra Utara juga
(vitrinite reflectance), mineralogi, ketebalan, menunjukkan adanya strike-slip dan
dan tipe material organik yang ditunjukkan compressional tectonism dengan sedimentasi
oleh pengukuran nilai Hidrogen Indeks (HI) di dalam foreland basin. Hal ini terjadi di
dan Oksigen Index (OI). sebelah selatan cekungan, dimana
Makalah ini bertujuan untuk pegunungan Bukit Barisan dikarakterisasi
memberikan informasi mengenai karakteristik oleh thrust fault dengan arah NW-SE, fold
batulempung dilihat dari aspek geokimia belts, dan struktur flower. Bagian tengah dan
untuk mengetahui potensi shale gas. dalam dari cekungan memiliki normal faults
Karakteristik ini merupakan dasar yang yang memiliki arah N-S ke NE-SW. Di
menjadi acuan awal dalam tahapan eksplorasi bagian utara, dimana merupakan bagian laut
hidrokarbon non-konvensional. lepas, cekungan ini termasuk ke dalam daerah
Malacca Platform. Hal ini juga menunjukkan
Geologi Regional ujung dari continental Sundaland block
Daerah studi berada di Daerah Bohorok setelah perkembangan dari the Sumatran arc-
yang terletak di Cekungan Sumatra Utara. trench system. Asahan arc mengelilingi
Secara administratif, lokasi studi terletak di cekungan di bagian selatam, memisahkannya
Kabupaten Langkat dan Deli Serdang, dari cekungan back-arc Sumatra tengah.
Provinsi Sumatra Utara (Gambar 1). Sejarah pada masa Tersier di cekungan
Sumatra Utara ini terbagi menjadi 3 fase,
Cekungan Sumatra Utara menutupi yaitu (Barber et al., 2005):
bagian utara pulau Sumatra dan lempeng
benua di sekitarnya. Cekunngan ini memiliki 1). Syn-rift
total luas daerah sebesar 60.000 km2. 2). Transitional (early foreland)
Cekungan ini dibatasi oleh Pegunungan
3). Compressional (late foreland)

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Stratigrafi cekungan ini sangat berkaitan Bampo, Belumai, dan Baong yang berasal
dengan fase-fase evolusi ini. dari daerah Batangsarangan dan Bohorok.
Kolom stratigrafi beserta nama-nama Gambar 3 menunjukkan beberapa
formasi untuk daerah penelitian, yaitu sampel yang diambil melalui core sampling.
Sumatra Utara Bagian Tenggara ditunjukkan Sampel-sample yang ditunjukkan oleh
oleh Gambar 2. Pada gambar juga gambar mewakili Formasi Bampo, Belumai,
diperlihatkan fase-fase kronologis dan Baong.
pembentukan cekungan serta deposisi Analisis TOC dan Rock-Eval terhadap
formasi-formasi yang terdapat di daerah semua sampel dilakukan di Laboratorium BSI
penelitian. Rekontruksi kolom stratigrafi ini (Batuan Sedimen Indonesia).
dilakukan berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, serta studi literatur (Kjellgren &
Sugiharto, 1989; Adinegoro & Hartoyo, 1974;
Cameron et al., 1980; Peter & Ahmad, 1976;
Anderson et al., 1993; Kamili & Naim, 1973;
Bachtiar et al., 2012).

Gambar 3. Beberapa sampel core yang diambil dari Formasi


Bampo, Belumai, Upper Belumai, Upper Baong, Middle
Baong, Lower Baong.

Hasil Penelitian dan Diskusi


Gambar 2. Kolom stratigrafi serta sistem penamaan formasi
di Area Sumatra Utara bagian tenggara. Untuk mengetahui potensi dari suatu
Metode Penelitian batuan untuk menjadi sumber shale gas,
evaluasi terhadap batuan dilakukan dengan
Sebanyak 43 sampel diambil dari melihat pada beberapa faktor, yaitu
beberapa daerah di Provinsi Sumatra Utara, kandungan material organik, kematangan, tipe
yang meliputi Provinsi Langkat dan Deli kerogen, serta potensinya dalam
Serdang. Pengambilan sampel dilakukan mengenerasikan hidrokarbon. Hasil analisis
dengan cara pengambilan langsung dari dari laboratorium ditunjukkan oleh data di
singkapan (block sample), dan core sampling. Tabel 1.
Sampel yang diambil berasal dari formasi

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Tabel 1. Data Analisis Rock-Eval untuk sampel yang diambil dari Cekungan Sumatr Utara dari berbaga formasi.
mg/g rock
Potential Yield
No Sample ID Lithology Formation TOC (wt.%) Tmax (°C) Oil Production Index (OPI) Hydrogen Index Oxygen Index
S1 S2 S3 (S1+S2)

1 BS20 A3.1 Fossiliferous dark grey shale Belumai Fm 1.66 0.07 1.82 0.1 432 0.04 1.89 109 6
2 BS20 B.1 Fossiliferous dark grey shale Belumai Fm 1.13 - - - - - - - -
3 BS20 B3.1 Fossiliferous dark grey shale Belumai Fm 1.55 0.06 1.71 0.09 431 0.03 1.77 111 6
4 BS20 C.2 Fossiliferous dark grey shale Belumai Fm 1.59 0.06 1.98 0.09 432 0.03 2.04 124 6
5 BS23 A1.1 Fossiliferous dark grey shale Lower Baong Fm 1.72 0.07 2.32 0.13 428 0.03 2.39 135 8
6 BS23 A2.2 Fossiliferous dark grey shale Lower Baong Fm 1.785 0.12 2.57 0.14 427 0.04 2.69 144 8
7 BS23 B1.3 Fossiliferous dark grey shale Lower Baong Fm 1.513 0.09 2.16 0.14 429 0.04 2.25 143 9
8 BS23 B2.2 Fossiliferous dark grey shale Lower Baong Fm 1.599 0.05 1.93 0.14 427 0.03 1.98 121 9
9 BS27 A1.3 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 2.09 0.12 3.46 0.13 430 0.03 3.58 166 6
10 BS27 A2.1 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.68 0.08 2.2 0.17 428 0.04 2.28 131 10
11 BS28 A1.3 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.78 0.08 2.09 0.14 427 0.04 2.17 117 8
12 BS28 B1.8 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.85 0.08 2.4 0.11 429 0.03 2.48 130 6
13 BS33 A1.4 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.97 0.17 3.49 0.13 427 0.05 3.66 177 7
14 BS33 B1.2 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.78 0.1 2.42 0.15 425 0.04 2.52 136 8
15 BS33 B2 1.7 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.935 0.12 3.95 0.2 424 0.03 4.07 204 10
16 BS33 C1.1 Papery Shale contains Orbulina Middle Baong Fm 1.923 0.12 3.21 0.2 425 0.04 3.33 167 10
17 BS35 B1.1 Shale Upper Baong Fm 1.159 - - - - - - - -
18 BS36 A1.5 Interlaminated shale and siltstone Upper Baong Fm 1.723 0.05 1.03 0.22 419 0.05 1.08 60 13
19 BS39 A1.4 Fine grained carbonaceous shale Upper Baong Fm 1.17 - - - - - - - -
20 BS45 A1.1 Papery silty shale Upper Baong Fm 1.67 0.06 1.34 0.17 421 0.04 1.40 80 10
21 BO2 A1.1 Sandy shale Upper Belumai Fm 1.40 - - - - - - - -
22 BO3 A1.2 Sandy shale Upper Belumai Fm 1.35 - - - - - - - -
23 BO4 A1.1 Sandy shale Upper Belumai Fm 2.58 0.09 5.11 0.19 430 0.02 5.20 198 7
24 BO4 A1.7 Sandy shale Upper Belumai Fm 2.17 0.07 3.69 0.21 430 0.02 3.76 170 10
25 BO5 A1.7 Shale Lower Baong Fm 2.27 0.03 0.85 0.14 427 0.03 0.88 38 6
26 BO10 A1.5 Shale Lower Baong Fm 1.733 0.04 1.05 0.08 416 0.04 1.09 61 5
27 BO10 B1.2 Shale Lower Baong Fm 1.685 0.02 1.16 0.07 426 0.02 1.18 69 4
28 BO10 C1.6 Shale Lower Baong Fm 1.654 0.04 1.6 0.09 427 0.02 1.64 97 5
29 BO30 A1.1 Sandy shale Upper Baong Fm 1.277 - - - - - - - -
30 BO31 A1.4 Sandy shale Upper Baong Fm 1.76 0.03 1.46 0.12 417 0.02 1.49 83 7
31 BO33 A1.1 Carbonaceous shale Upper Baong Fm 1.12 - - - - - - - -
32 BO34 A1.5 Sandy shale Upper Baong Fm 1.52 0.01 0.58 0.14 422 0.02 0.59 38 9
33 BO43 A1.1 Papery sandy shale Lower Baong Fm 1.94 0.08 1.86 0.11 431 0.04 1.94 96 6
34 BO43 A1.8 Papery sandy shale Lower Baong Fm 1.83 0.09 2.45 0.10 430 0.04 2.54 134 5
35 BO44 A1.8 Papery sandy shale Lower Baong Fm 1.771 0.12 1.37 0.1 431 0.08 1.49 77 6
36 BO45 A1.2 Papery sandy shale Lower Baong Fm 2.323 0.13 3.54 0.11 429 0.04 3.67 152 5
37 BO46 A1.6 Papery shale Lower Baong Fm 1.961 0.14 2.33 0.11 428 0.06 2.47 119 6
38 BO47 A1.5 Papery shale Lower Baong Fm 1.482 - - - - - - - -
39 BO48 A1.3 Papery shale Lower Baong Fm 1.65 0.05 1.41 0.11 429 0.03 1.46 85 7
40 GL2 A1.5 Black shale Bampo Fm 0.30 - - - - - - - -
41 GL2 B1.6 Black shale Bampo Fm 0.28 - - - - - - - -
42 MS4 B1.3 Black shale Bampo Fm 0.19 - - - - - - - -
43 MS4 A1.1 Black shale Bampo Fm 0.24 - - - - - - - -

Data yang didapat dari hasil analisis


ini kemudian diinterpretasi untuk dapat
dipahami sistem petroleum yang terdapat di
dalam cekungan.
Kekayaan material organik batuan
induk
Untuk mengetahui kekayaan material
organik dari batuan induk, dilakukan plot data
antara data TOC dengan data S2 dari hasil
analisis rock eval. Hasil yang ditunjukan oleh
data ini menunjukkan kekayaan material
organik batuan induk yang berkisar di kualitas
Gambar 4. Plot antara TOC dan S2 untuk mengetahui
sedang sampai baik (Gambar 4). kekayaan material organik dari sampel core yang dianalisis.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Dari data ini bisa dilihat bahwa nilai merupakan suatu indikasi yang baik akan
TOC (total organic carbon) dari sampel yang cukup tingginya potensi kedua formasi dalam
diuji berada pada rentang 0,2 – 2,6%, dengan mengenerasikan hidrokarbon.
nilai TOC terendah berada pada Formasi
Untuk mengetahui potensi dari suatu
Bampo, dan nilai tertinggi berada pada batuan induk diperlukan pula data S2 dari
Formasi Upper Belumai. Berdasarkan pada analisis Rock Eval agar didapatkan suatu
klasifikasi Peter & Cassa (1994), suatu batuan interpretasi yang komprehensif untuk
induk dengan nilai TOC kurang dari 0,5% mengetahui potensi batuan induk. Data S2
dapat dikategorikan sebagai batuan induk sendiri meruapakan data yang menunjukkan
dengan potensi buruk, sementara itu apabila potensi suatu batuan dalam mengenerasikan
nilainya antara 2-4% maka, batuan induk hidrokarbon. Plot antara TOC dan S2
dapat dikategorikan sebagai batuan dengan menunjukkan hasil yang lebih reliabel
potensi sangat baik.
terhadap data kekayaan material organik dari
Data yang ditunjukkan dari hasil sampel yang diujikan. Gambar 4
analisis mengindikasikan bahwa sampel yang menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis
berasal dari Formasi Bampo yang memiliki memiliki nilai TOC dan S2 yang baik, serta
litologi black shale memiliki nilai TOC yang mengindikasikan potensi generasi
sangat kecil (0,19 - 0,30%) dengan nilai HI hidrokarbon berasal dari Formasi Upper
yang tidak terbaca. Berdasarkan pemeriksaan Belumai serta Middle Baong.
optic, sampel yang berasal dari Formasi
Tipe Kerogen
Bampo memiliki nilai vitrinit relative rendah,
yang mengindikasikan input dari material
tanaman kayu yang rendah.
Berdasarkan pengukuran ini, Formasi
Bampo memiliki potensi rendah dalam
mengenerasikan hidrokarbon. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa potensi batuan
sedimen yang berasal dari Formasi Bampo
tidak memiliki potensi sebagai batuan induk,
dan bukan merupakan sumber potensial shale
gas. Sesuai dengan yang ditemukan oleh
Kirby et al. (1993) dimana batuan dari
formasi ini memiliki kekayaan material
organik rendah dan tidak memiliki potensi
untuk mengenerasikan hidrokarbon dalam
Gambar 5. Diagram Pseudo van Krevelen untuk menentukan
jumlah signifikan. tipe kerogen.
Sementara itu sampel yang berasal
Penentuan tipe kerogen dari suatu
dari formasi Middle Baong dan Upper
batuan induk memiliki peranan penting untuk
Belumai memiliki kualitas batuan induk yang
mengetahui jenis hidrokarbon yang dapat
berada dalam rentang baik-sangat baik (TOC
dihasilkannya. Penentuan tipe kerogen ini
1,4 – 2,6 % untuk Formasi Upper Belumai,
dilakukan dengan memplotkan data HI dan OI
dan 1,7-2,1 % untuk Formasi Middle Baong).
ke dalam diagram pseudo van krevelen. HI
Nilai S2 untuk sampel-sampel yang diambil
dan OI merupakan parameter yang didapat
dari kedua formasi ini juga menunjukkan nilai
dari analisis Rock-Eval pyrolysis, yaitu hasil
yang cukup tinggi dibandingkan dengan
dari membagi nilai S2 dengan TOC untuk
sampel yang diambil dari formasi lain. Hal ini

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

mendapat nilai HI, dan membagi nilai S3 ataupun gas terutama yang berasal dari
dengan TOC untuk mendapat nilai OI Formasi Middle Baong dan Upper
(Clayton, 2005). Belumai.hal ini juga memperlihatkan bahwa
kedua formasi ini diduga merupakan formasi
Penentuan tipe kerogen yang pertama
yang baik sebagai target dalam ekplorasi shale
dilakukan adalah dengan memplotkan data HI
gas.
dan OI (Gambar 5) atau yang dikenal dengan
Diagram Pseudo van Krevelen. Hasil plot Kematangan
pada diagram ini mengindikasikan tipe Data yang ditampilkan pada Tabel 1
kerogen III, atau kerogen gas prone. Hal ini memuat parameter Tmax yang merupakan
berarti bahwa sampel-sampel yang diujikan parameter kematangan batuan induk. Tmax
memiliki potensi yang lebih besar untuk merupakan nilai suhu maksimum yang
menghasilkan hidrokarbon jenis gas. Nilai HI dicapai oleh batuan saat simulasi
yang relatif rendah merupakan suatu indikasi menggunakan alat rock eval pyrolysis. Suhu
bahwa material organik yang berada dalam
Tmax dicapai saat nilai S2 mecapai nilai
batuan induk berasal dari tanaman tingkat maksmimumnya (Clayton, 2005).
tinggi (Clayton, 2005).
Dari data yang didapat bisa dilihat
bahwa nilai Tmax dari sampel yang diujikan
memiliki rentang 417-430 oC untuk berbagai
formasi. Hal ini berarti hampir semua sampel
yang diujikan belum matang karena belum
mencapai suhu 435oC (Espitalié et al., 1977;
Bordenave, 1992; Peters & Cassa, 1994).

Gambar 6. Plot antara HI dan Tmax untuk mengetahui jenis


hidrokarbon yang dihasilkan sampel.

Plot antara HI dan Tmax (Gambar 6)


juga dapat digunakan sebagai indikator yang
menunjukkan jenis hidrokarbon yang
Gambar 7. Plot antara Tmax dan Ro untuk mengetahui
mungkin dihasilkan oleh sampel. Dari hasil
kematangan sampel.
plot antara HI dan Tmax, dapat terlihat bahwa
hampir semua sampel dari berbagai formasi Plot antara Tmax dan Ro juga bisa
mengindikasikan generasi gas. Namun digunakan sebagai indikator kematangan
terdapat pula beberapa sampel dari formasi (Gambar 7.)
lower baong dan upper belumai yang Data Tmax yang rendah dari sampel
menunjukkan generasi gas dan minyak bumi. lapangan yang diujikan merupakan hal yang
Hasil plot ini menunjukkan bahwa lazim karena sampel lapangan yang diujikan
terdapat potensi dari batuan induk untuk merupakan sampel yang diambil dari
menghasilkan hidrokarbon baik minyak singkapan. Namun, dengan potensi yang

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

dimiliki sampel, diharapkan akan didapat Bachtiar, A., Panguriseng, M. J., Gultaf, H., &
batuan induk dari formasi-formasi yang Purnama, Y. S. (2012). The Boundary Character
diujikan di bawah permukaan yang telah of Pre-Tertiary and Tertiary Rocks in the
Southern End of the North Sumatra Basin:
mencapai tingkat kematangan dan telah
Barisan Mountain Thrust Front?.
menghasilkan hidrokarbon. Pengendapan Barber, A. J., Crow, M. J., & Milsom, J. (2005).
batuan induk di bawah permukaan akan Sumatra: geology, resources and tectonic
mengalami pemanasan, sehingga akan didapat evolution. Geological Society of London
batuan yang matang di bawah permukaan. Bordenave, M. L. (Ed.). (1992). Applied Petroleum
Geochemistry. Technip. Paris.
Kesimpulan Cameron, N. R., Clarke, M. C. G., Aldiss, D. T.,
Karakteristik batulempung dilihat dari Aspden, J. A., & Djunuddin, A. (1980). The
aspek geokimia untuk mengetahui potensi geological evolution of northern Sumatra.
shale gas di Provinsi Sumatra Utara Clayton, C. (2005). Petroleum Generation and
Migration. Nautilus, Ltd. Berkshire.
menunjukkan hasil sebagai berikut:
Espitalié, J. M., Madec, B. Tissot, J. J. Mennig, & P.
1. Nilai kekayaan material organik berada Leplat. (1977). Source rock characterization
dalam rentang baik-sangat baik bagi method for petroleum exploration: Proceedings
sampel yang berasal dari formasi Middle of the Ninth Offshore Technology Conference,
Baong dan Upper Belumai , ditunjukkan Houston, p. 439-442.
Kamili, Z. A., & Naim, A. M. (1973). Stratigraphy of
oleh nilai TOC 1,4 – 2,6 %.
lower and middle Miocene sediments in North
2. Tipe kerogen dari semua sampel yang Sumatra Basin.
diujikan menunjukkan tipe kerogen Kirby, G. A., Morley, R. J., Humphreys, B., Downes,
campuran anatar II/III serta tipe kerogen C. M., Sarginson, M. J., Lott, G. K., ... &
III, dan mengindikasikan adanya potensi Widiastuti, R. (1993). A re-evaluation of the
dalam mengenerasikan hidrokarbon baik regional geology and hydrocarbon prospectivity
minyak maupun gas of the onshore central north Sumatra Basin.
3. Kematangan dari semua sample yang Kjellgren, G. M., & Sugiharto, H. (1989). Oil
diujikan menunjukkan tingkat kematangan geochemistry: A clue to the hydrocarbon history
and prospectivity of the southeastern North
rendah karena sampel yang diambil
Sumatra Basin, Indonesia.
merupakan sampel yang berada di Passey, Q. R., Bohacs, K., Esch, W. L., Klimentidis,
permukaan. R., & Sinha, S. (2010, January). From oil-prone
Dengan demikian, merujuk pada aspek source rock to gas-producing shale reservoir-
geologic and petrophysical characterization of
geokimia, batulempung yang telah dianalisis,
unconventional shale gas reservoirs.
batulempung yang berasal dari cekungan InInternational oil and gas conference and
Sumatra Utara ini memiliki potensi yang baik exhibition in China. Society of Petroleum
sebagai batuan induk sumber shale gas. Engineers.
Peter, C. K., & Achmad, Z. (1976). The petrography
and depositional environment of Belumai
Pustaka Formation Limestones in the Bohorok Area,
Adinegoro, U., & Hartoyo, P. (1974). Paleogeography North Sumatra.
of North East Sumatra. Peters, K. E., & Cassa, M. R. (1994). Applied Source
Anderson, B. L., Bon, J., & Wahono, H. E. (1993). Rock Geochemistry: Chapter 5: Part II. Essential
Reassessment of the Miocene stratigraphy, Elements, 93-120pp.
paleogeography and petroleum geochemistry of Sjahbuddin, E., & Djaafar, R. (1993). Hydrocarbon
the Langsa Block in the offshore North Sumatra source rock characteristics and the implications
Basin. for hydrocarbon maturation in the North
Sumatra Basin.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Anda mungkin juga menyukai