Anda di halaman 1dari 22

FINAL PROJECT ACTIVITY

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

Asuhan Keperawatan Intensif Cardio

“ SKA : Angina Pectoris Tidak Stabil ( UAP ) “


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Disusun oleh : Kelompok 2

Kelas 2 A

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
KABUPATEN PONOROGO
Jl. Ciptomangunkusumo No.82 A Ponorogo
Tahun Ajaran 2017/2018
NAMA KELOMPOK :

1. BENNY ADI PRAMANA ( 201601008 )


2. DAIYAN ILA AQWAMI THORIQ ( 201601011 )
3. DIAN FITRI OCTAVIANTI ( 201601015 )
4. DILA WARDATUL NURJANNAH ( 201601018 )
5. IBNU HABIB MUSTOFA ( 201601028 )
6. KHRIS WITDIATI ( 201601030 )
7. LUKMAN FATKHUL AZIZ ( 201601034 )
8. MEI NUR FADILLA ( 201601040 )
9. MUH. MUBAYYIN AL-WAHID ( 201501027 )
10. WAHYU PRASETYO ( 201601060 )
11. YUNITA SETYANINGRUM ( 201601061 )

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Intensif Cardio : SKA :
Angina Pectoris Tidak Stabil ( UAP ) ”. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas individu mata kuliah Teknologi dan Informasi.

Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :

1. Dosen mata kuliah Keperawatan Kritis yakni Agus Wiwit S. Kep Ns, M.
Kep yang telah banyak meluangkan waktu guna memberikan bimbingan
kepada kami dalam penyusunan makalah ini.

2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara
moril maupun materil selama proses pembuatan makalah ini.

3. Teman-teman mahasiswa tingkat IIA Program Studi DIII Keperawatan


Pemerintah Kabupaten Ponorogo angkatan 2016/2017 yang selalu
memberikan dukungan dan saran serta berbagi ilmu pengetahuan demi
tersusunnya makalah ini.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki


banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Ponorogo, 08 Januari 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................i
DAFTAR NAMA KELOMPOK ............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Sindroma Koroner Akut ( SKA ) .................................................3
B. Definisi Angina Pectoris Tidak Stabil ......................................................3
C. Etiologi Angina Pectoris Tidak Stabil ......................................................4
D. Klasifikasi Angina Pectoris Tidak Stabil ..................................................6
E. Patogenesis Angina Pectoris Tak Stabil .................................................7
F. Manifestasi Klinis Angina Pectoris Tak Stabil .........................................9
G. Penatalaksanaan Angina Pectoris Tidak Stabil.......................................10
H. Konsep Asuhan Keperawatan Penderita Angina Pectoris Tidak Stabil ...11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................16
B. Saran ....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit akibat sindroma koroner
akut ( SKA ) berupa angina pectoris tidak stabil ( APTS ) maupun infark
miokard akut ( IMA ) semakin meningkat disertai dengan angka mortalitas
yang masih tinggi. ( Anderson et al.,2007 ). Data statistik American Health
Assosiation ( AHA ) 2008, melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita
yang mengalami perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir
mencapai 1,5 juta orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira – kira 1,1 juta
orang ( 80 % ) menunjukkan kasus APTS atau infark miokard tanpa elevasi
ST ( NSTEMI ), sedangkan 20 % kasus tercatat menderita infark miokard
dengan elevasi ST ( STEMI ). ( Kolansky, 2009 ).
Data epidemiologi pada tingkat nasional yaitu diantaranya, laporan studi
mortalitas tahun 2001 oleh survei kesehatah nasional ( SurKesNas, 2001 cit
Jamal, 2004 ) menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia
adalah penyakit sistem sirkulasi ( jantung dan pembuluh darah ) sekitar 26,39
%. Adapun berdasarkan data rekam medis pusat jantung nasional Harapan
Kita ( Sulastomo, 2010 ), penderita IMA yang berusia dibwah 45 tahun
berjumlah 92 orang dari 962 penderita IMA usia muda dari 1.096 seluruh
penderita IMA pada tahun 2007.
Salah satu faktor resiko yang fundamental pada kejadian penyakit
jantung koroner ( PJK ) adalah kolesterol dan lemak dalam darah ( Suharto,
2004 & Jamal, 2004 ). Hampir pada semua kasus PJK didapatkan plak
aterosklerosis pada dinding arteri akibat substansi ini. Komplikasi utama
terbentuknya plak aterosklerosis koroner adalah iskemia miokard ( angina )
dan infark miokard akibat insufisiensi aliran darah koroner. ( Santoso dan
Setiawan, 2005 ).
Menurut Falk et al ( 2004 ), sebagian besar APTS dan IMA terjadi akibat
rupturnya plak ateromatous koroner. Rupturnya plak sangat dipengaruhi oleh
ketidakstabilan plak yang sangat bergantung pada komponen plak tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sindroma Koroner Akut ?
2. Apa definisi dari angina pectoris tak stabil ?
3. Apa patogenesis dari angina pectoris tak stabil ?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita angina pectoris
tak stabil ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui apa definisi dari
Sindorma Koroner Akut
2. Agar dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui definisi dari angina
pectoris tak stabil
3. Agar dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui patogenesis angina
pectoris tak stabil
4. Agar dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui konsep asuhan
keperawatan pada penderita angina pectoris tak stabil

D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa menjadi lebih tahu apa definisi dari Sindroma Koroner Akut
2. Mahasiswa menjadi lebih tahu apa ddefinisi dari angina pectoris tak
stabil
3. Mahasiswa menjadi lebih tahu apa patofisiologi angina peectoris tak
stabil
4. Mahasiswa menjadi lebih tahu bagaimana konsep asuhan keperawatan
pada penderita angina pectoris tak stabil

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sindroma Koroner Akut ( SKA )


1. Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan
keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.
2. Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda – tanda klinis dan
gejala iskemia miokard : angina stabil, non – ST – segmen elevasi
miokard infark, dan elevasi ST – segmen infark miokard.
3. Sindrom koroner akut ( SKA ) merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST – elevasi infark miokard ( 30%
), non ST – elevator infark miokard ( 25% ), dan Angina Pectoris Tidak
Stabil ( 25% ) (Puspitawati & dkk, 2015).

B. Definisi Angina Pectoris Tidak Stabil


Angina pectoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang reversible dan sementara. Diketahui terbagi atas
tiga varian utama angina pectoris, yaitu : angina pectoris tipikal ( stabil ),
angina pectoris prinzmetal ( varian ), dan angina peectoris tak stabil. (
Kumar, 2007 ). (Puspitawati & dkk, 2015).
Angina pektoris merupakan istilah medis untuk sakit atau
ketidaknyamanan pada dada karena penyakit jantung koroner.
Angina pektoris merupakan gejala dari kondisi iskemia miokardial yang
mana terjadi ketika otot jantung ( miokardium ) tidak mendapatkan cukup
oksigen yang diperlukan. Hal tersebut biasanya terjadi karena satu atau lebih
arteri jantung menyempit atau tersumbat (American Heart Association,
2007).
Angina pectoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang
frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga yang
ringan, dan seragan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari
anguna pectoris stabil. (Puspitawati & dkk, 2015).
Angina pectoris tak stabil merupakan tanda iskemia miokardium yang
lebih serius dan mungkin ireversible sehingga kadang – kadang disebut

3
angina pra infark. Pada sebagian besar pasien angina ini di picu oleh
perubahan akut pada plak disertai trombosis parsial, embolisasi distal
trombus dan / atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah
arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya. (Puspitawati & dkk, 2015).
Angina pectoris tak stabil adalah suatu spectrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada diantara angina pectoris stabil dan infark miokard
akut. (Puspitawati & dkk, 2015).

C. Etiologi Angina Pectoris Tidak Stabil


Angina yang tidak stabil terjadi ketika pecahnya mendadak dari plak,
yang menyebabkan akumulasi cepat, trombosit di lokasi pecah dan
peningkatan mendadak dalam obstruksi aliran darah dalam arteri koroner.
Akibatnya, gejala angina tidak stabil terjadi, seringkali dalam tak terduga
atau tidak terduga. Gejala mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi
sedikit atau tidak dengan angina. Jadi jika angina tidak stabil terjadi, mencari
perhatian medis segera sangat penting (Anwar, 2007).
Gejala angina pectoris tidak stabil pada dasarnya timbul karena
iskemik akut yang tidak menetap akibat ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai o2 miokard. Angina dimulai pasokan oksigen dan
glukosa tidak selaras dengan kebutuhan. Pasokan oksigen dan glukosa
yang terus menerus dari aliran darah ke miokardium adalah mutlak penting
bagi kehidupan. Tanpa mereka, jantung akan mengeluh dan biasanya
pasien mengeluh nyeri. Dan jika pasokan oksigen dan glukosa ke bagian
tertentu dari miokardium tidak dibolehkan dengan cepat, maka bagian otot
itu akan mati. Nyerinya disebut angina, dan kematian otot disebut “infark”
atau dalam bahasa sehari hari adalah serangan jantung (Anwar, 2007).
Angina dimulai ketika pasokan oksigen dan glukosa tidak selaras
dengan kebutuhan. Jika ada sesuatu yang menghalangi kemulusan akses
oksigen dan glukosa ke miokardium, padahal jantung harus berdenyut, maka
miokardium akan mencoba menemukan sumbernya dari bahan lain,
misalnya lemak, dan akan berusaha membakarnya tanpa oksigen.
Kebanyakan orang, ketika kanak kanak pernah merasakan akibat dari
proses energi “anaerobik” seperti ini dalam bentuk “cubitan” disisi tubuh
selama berlari. Nyeri cubitan ini disebabkan oleh bertumpuknya asam laktat
pada otot disisi tubuh dan punggung yang telah digunakan secara berlebihan

4
(lemak tidak seluruhnya terbakar menjadi co2, tetapi hanya terbakar sampai
asam laktat, suatu bahan yang lebih kompleks yang lebih sulit dikeluarkan
dari jaringan) (Anwar, 2007).
Nyeri pada angina mempunyai akar yang sama. Asam laktat juga
tertimbun di jantung yang berusaha berdenyut tanpa pasokan o2 yang cukup
: nyeri angina bisa mirip dengan nyeri cubitan tadi. Perbedaannya adalah
bahwa kita bisa bertahan terdapat nyeri cubitan. Karena otot punggung bisa
pulih dengan istirahat yang cukup. Jika ingin bertahan, otot jantung
membutuhkan pasokan o2 yang jauh lebih cepat. Pasokan o2 ini datang dari
arteri arteri koroner. Disebut demikian karena mereka membentuk “korona”
(mahkota) di sekeliling puncak jantung, melepaskan cabang cabang
keseluruh permukaan jantung untuk memberi makan otot otot yang
membentuk dinding dari keempat bilik jantung. Pada jantung yang normal,
ketiga arteri koroner utama dan percabangannya adalah pembuluh darah
yang lebar, kuat dan lentur yang bisa mengembang besar untuk menangani
tambahan aliran darah yang dibutuhkan ketika tuntutan meningkat. (Anwar,
2007).
Beberapa faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi terjadinya angina
pectoris tak stabil antara lain :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
a. Usia
Semakin bertambahnya usia, resiko terkena penyakit angina
pectoris tak stabil juga akan semakin meningkat. Sekitar 84%
individu yang meninggal akibat terkena Sindroma Koroner Akut (
angina pectoris tak stabil ) berusia diatas 65 tahun. Hal ini
disebabkan karena arteri kehilangan keelastisannya seiring
bertambahnya usia.
b. Jenis kelamin
Angka kematian pada laki – laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada
laki – laki daripada wanita. Hal tersebut disebabkan oleh hormon
esterogen pada wanita bersifat protektif. Namun, ketika wanita
mengalami menopouse angka kejadian sindrom koroner akut pada
wanita meningkat dengan cepat dibandingkan dengan laki – laki.

5
c. Riwayat penyakit dalam keluarga
Kecenderungan terjadinya aterosklerosis tampak diturunkan dalam
keluarga, meskipun resikonya juga merupakan kombinasi dari faktor
lingkungan dan genetik.
(Anwar, 2007).

2. Faktor resiko yang dapat diubah :


a. Merokok
b. Hiperlipidemi
c. Hipertensi
d. Obesitas
e. Diabetes Mellitus
(Anwar, 2007).

D. Klasifikasi Angina Pectoris Tidak Stabil


Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi
berdasarkan beratnya serangan angina :
1. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktivitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam periode satu bulan terakhir, dimana angina cukup berat
dan frekuensi cukup sering, lebih dari tiga kali perhari.
2. Angina progesif.
Penderita sebelumnya menderita angina pectoris stabil. Angina timbul
saat aktivitas fisik yang berubah polanya dalam satu bulan terakhir, yaitu
menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus
yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang bisa
dilakukan.
3. Angina waktu istirahat.
Angina timbul tanpa didahului aktivitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan 02 miocard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.

6
E. Patogenesis Angina Pectoris Tak Stabil
1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksitosis
dan pemakaian obat – obatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik
seperti anemi dapat menyebabkan takhikardi dan menurunnya suplai O2
ke miokard (Price , 2006).
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina pectoris tak stabil mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh
plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang
dapat memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan
sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner
ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner
sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah (Price ,
2006).
3. Ruptur plak
Ruptur plak arteroskerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba – tiba terjadi okulasi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang
minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien
dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak
arteriosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotik ( fibrotic cup ). Plak tidak stabil terdiri dari inti
yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan denga n intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang – kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak ( fibrous cap ).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

7
pembuluh darah 100% akan terjadi infark denga elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Price ,
2006).
4. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan peembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel
otot polos, dan sel busa ( foam cell ) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
Vlla untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin. ( Trisnohadi, 2006 ).
5. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus. ( Trisnohadi, 2006 ).
6. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel, adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel
otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia. ( Trisnohadi, 2006 ).

Pada angina pectoris tak stabil oklusi yang terjadi pada pembuluh darah
yang disebabkan oleh trombus yang terjadi pada pembuluh darah parsial
atau sumbatan pecah sebelum terjadinya miokard infark.
Nyeri dada pada angina pectoris tak stabil terjadi pada waktu istirahat /
aktivitas ringan dengan lokasi nyeri substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri pada angina pectoris tak stabil seperti ditekan, ditindih benda
berat, terbakar, diperas, ditusuk, dan dipelintir. Perjalanan nyeri ke leher,

8
lengan kiri, mandibular, gigi, punggung, dan juga dapat menjalar ke lengan
kanan. Nyeri dapat membaik dengan pemberian nitrat. Gambaran EKG pada
angina pectoris tak stabil menunjukkan adanya depresi gelombang segmen
T, inversi gelombang, dan tidak ada gelombang Q. Pada pemeriksaan enzim
jantung tidak ditemukan meningkat atau mengalami kenaikan (Price , 2006).

F. Manifestasi Klinis Angina Pectoris Tidak Stabil


Serangan angina tidak stabil bisa berlangsung antara 5 sampai 20
menit. Kadang-kadang gejala-gejala dapat datang dan pergi. Rasa sakit
yang terkait dengan angina dapat bervariasi dari orang ke orang, dan orang-
orang membuat perbandingan yang berbeda untuk mengekspresikan rasa
sakit yang mereka rasakan (Rahardja & Susanti, 2014).
Adapun gejala angina pectoris umumnya berupa angina untuk pertama
kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti
pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama. Timbul pada waktu
istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai
keluhan sesak nafas, mual sampai muntah kadang-kadang disertai keringat
dingin (Rahardja & Susanti, 2014).
Tanda khas angina pectoris tidak stabil adalah :
1. Nyeri dada
Banyak pasien memberikan deskripsi gejala yang mereka alami tanpa
kata `nyeri`,`rasa ketat`,`rasa berat`,`tekanan`, dan `sakit` semua
merupakan penjelas sensasi yang sering berlokasi di garis tengah, pada
region retrosternal. Lokasi dari nyeri dada ini terletak dijantung disebelah
kiri pusat dada, tetapi nyeri jantung tidak terbatas pada area ini. Nyeri ini
terutama terjadi di belakang tulang dada (ditengah dada) dan di sekitar
area diatas puting kiri, tetapi bisa menyebar kebahu kiri, lalu kesetangah
bagian kiri dari rahang bawah, menurun ke lengan kiri sampai ke
punggung, dan bahkan ke bagian atas perut.
2. Sesak nafas
Ansietas, berkeringat dan sesak nafas dapat terjadi bersamaan dengan
nyeri dada. Kadang, sesak nafas tanpa nyeri dada dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit koroner berat atau berhubungan dengan
disfungsi ventrikel kiri, sebagai akibat dari peningkatan tekanan akhir

9
diastollic ventrikel kiri ( left ventricular and diastilic pressure/LVEDP) dan
penurunan komplianseparu.
3. Gangguan kesadaran.
Sinkop jarang terjadi pada angina dan apabila terjadi harus diwaspadai
akan diagnosis lainnya. Rasa pusing atau resinkop yang berhubungan
dengan palpitasi dapat mengindikasikan adanya aritmia.
(Rahardja & Susanti, 2014).

G. Penatalaksanaan Angina Pectoris Tidak Stabil


Pengobatan angina tidak stabil berfokus pada 3 tujuan : Menstabilakan
plak ataupun yang mungkin pecah dalam rangka untuk mencegah serangan
jantung, menghilangkan gejala, dan mengobati arteri koroner yang
mendasarinya.
1. Menstabilkan plak
Dasar dari sebuah stabilisasi plak pecah adalah mengganggu proses
pembekuan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung. Pasien
yang mengalami gejala-gejala angina tidak stabil dan yang tidsk minum
obat harus segara mengunyah aspirin, yang akan memblok faktor
pembekuan dalam darah. Menguyah aspirin, daripada menelan utuh,
mempercepat tubuh proses menyerap aspirin stabil ketika angina terjadi
pasien harus mencari bantuan medis segera di rumah sakit. Setelah di
rumah sakit, obat-obatan lainnya untuk blok pembekuan proses tubuh
dapat diberikan, termasuk heparin, clopidogrel, dan platelet glikoprotein
(GP) / obat resptor bloker.
Dalam beberapa kasus, prosedur untuk mengurangi atau menstabilkan
penyumbatan dalam arteri koroner mungkin diperlukan disamping obat
anti pembekuan. Paling umum prosedur untuk ini koroner angioplasti
dalam angioplasti koroner, sebuah balon berujung kateter di masukkan
ke pembuluhs darah dilengan atau pangkal paha dan maju melalui
pembuluh darah dalam ke jantung. Ketika kateter mencapai
penyumbatan diarteri koroner dapat mengmbangkan balon di ujung
kateter. Balon mengembang dan menepis, menekan penumpukan plak
pada dinding arteri koroner dan meningkatkan diameter arteri. Sering-
mesh tabung logam, dikenal sebagai stent, ditempatkan diarteri untuk

10
tetap terbuka. Stent tetap secara permanen diarteri koroner, dan balon
kateter dikeluarkan dalam akhir prosedur.
2. Menghilangkan gejala-gejala
Obat angina, dan prosedur untuk mengurangi penyumbatan dalam arteri
koroner bisa meringankan gejala angina tidak stabil. Tergantung pada
keadaan pasien individu, obat sendiri atau obat dalam kombinasi
dengan prosedur yang dapat digunakan untuk mengobati angina.
3. Mengobati penyakit arteri koroner yang mendasarinya
Penatalaksanaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup
dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina
baik secara medical maupun pembedahan.
(Mary Baradero & dkk, 2008).

H. Konsep Asuhan Keperawatan pada Penderita Angina Pectoris Tidak Stabil


1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelelahan, perasaan tidak berdaya setelah latihan
Terbangun bila nyeri dada
Tanda : Dispnea saat kerja
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung, hipertensi, kegemukan
Tanda : Takikardia, disritmia, Kulit / membran mukosa lembab, dingin,
adanya vasokonstriksi
c. Makanan / cairan
Gejala : Mual, nyeri ulu hati / epigastrium saat makan diet tinggi
kolesterol / lemak, kafein, minuman keras
Tanda : Distensi gaster
d. Integritas ego
Gejala : Stresor kerja, keluarga
Tanda : Ketakutan, mudah marah
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke rahang,
leher, bahu dan ekstremitas atas kiri. Kualitas ringan sampai sedang,
tekanan berat, tertekan, terjepit, terbakar.

11
Durasi : biasanya kurang dari 15 menit, kadang-kadang lebih dari 30
menit ( rata-rata 3 menit )
Tanda : Wajah berkerut, gelisah. Respons otomatis, contoh takikardi,
perubahan tekanan darah.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea saat kerja, riwayat merokok
Tanda : Meningkat pada frekuensi / irama dan gangguan kedalaman.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke
Penggunaan / kesalahan penggunaan obat jantung, hipertensi atau
obat yang dijual bebas
(Mary Baradero & dkk, 2008)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot
jantung, berkurangnya curah jantung.
c. Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman
terhadap status kesehatan.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi,
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi Keperawatan

1. NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN ISKEMIK MIOKARDIUM

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri


pasien berkurang/ teratasi
Kriteria hasil : Pasien menyatakan/menunjukan nyeri hilang,
pasien melaporkan episode angina menurun dalam frekuensi durasi dan
beratnya.
INTERVENSI :
a. Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila
terjadi nyeri dada.
b. Identifikasi terjadinya faktor pencetus, bila ada: frekuensi,
durasi, intensitas dan lokasi nyeri.

12
c. Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, tangan atau lengan
(khusunya pada sisi kiri.
d. Letakkan pasien pada istirahat total selama episode angina.
e. Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien napas pendek
f. Pantau kecepatan atau irama jantung
g. Panatau tanda vital tiap 5 menit selama serangan angina
h. Pertahankan tenang, lingkungan nyaman, batasi pengunjung bila
perlu
i. Berikan makanan lembut. Biarkan pasien istirahat selama 1 jam
setelah makan
j. Kolaborasi :
Berikan antiangina sesuai indikasi: nitrogliserin: sublingual
2. INTOLERANSI AKTIFITAS BERHUBUNGAN DENGAN
SERANGAN ISKEMIA OTOT JANTUNG, BERKURANGNYA
CURAH JANTUNG.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien
dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas
yang dapat diukur, pasien menunjukan penurunan dalam tanda-tanda
intoleransi fisiologis.
INTERVENSI :
a. Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih
dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang
nyata selama/sesudah aktivitas; dispnea atau nyeri dada; keletihan
dan kelemahan yang berlebihan; diaphoresis; pusing atau pingsan.
b. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi.
c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

3. ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN RESPON


PATOFISIOLOGIS DAN ANCAMAN TERHADAP STATUS
KESEHATAN
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ansietas
pasien turun sampai tingkat yang dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan

13
cara sehat sesuai, pasien menunjukkan strategi koping
efektif/keterampilan pemecahan masalah, pasien melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
INTERVENSI :
a. Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes stress.
b. Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,contoh menolak, depresi,
dan marah.
c. Dorong keluarga dan teman untuk menganggap pasien sebelumnya.
d. Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai indikasi

4. KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR) MENGENAI


KODISI, KEBUTUHAN PENGOBATAN BERHUBUNGAN DENGAN
KURANGNYA INFORMASI.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan


pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi/proses
penyakit dan pengobatan, berpartisipasi dalam program pengobatan
serta melakukan perubahan pola hidup.

INTERVENSI :

a. Kaji ulang patofisiologi kondisi. Tekankan perlyunya mencegah


serangan angina.
b. Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus
episode angina, contoh: stress emosional, kerja fisik, makan terlalu
banyak/berat, terpajan pada suhu lingkungan yang ekstrem
c. Kaji pentingnya control berat badan, menghentikan merokok,
perubahan diet dan olahraga.
d. Tunjukan/dorong pasien untuk memantau nadi sendiri selama
aktivitas, jadwal/aktivitas sederhana, hindari regangan.
e. Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina, contoh
menghentikan aktivitas, pemberian obat bila perlu, penggunaan
teknik relaksasi.
f. Kaji ulang obat yang diresepkan untuk mengontrol/mencegah
serangan angina.
g. Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter kapan menggunakan

14
obat-obat yang dijual bebas.

(Mary Baradero & dkk, 2008)

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda – tanda klinis dan
gejala iskemia miokard : angina stabil, non – ST – segmen elevasi miokard
infark, dan elevasi ST – segmen infark miokard.
Angina pectoris tak stabil merupakan tanda iskemia miokardium yang
lebih serius dan mungkin ireversible sehingga kadang – kadang disebut
angina pra infark. Pada sebagian besar pasien angina ini di picu oleh
perubahan akut pada plak disertai trombosis parsial, embolisasi distal
trombus dan / atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah
arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya. (Puspitawati & dkk, 2015).
Angina pectoris tak stabil adalah suatu spectrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada diantara angina pectoris stabil dan infark miokard
akut. (Puspitawati & dkk, 2015).
Angina yang tidak stabil terjadi ketika pecahnya mendadak dari plak,
yang menyebabkan akumulasi cepat, trombosit di lokasi pecah dan
peningkatan mendadak dalam obstruksi aliran darah dalam arteri koroner.
Akibatnya, gejala angina tidak stabil terjadi, seringkali dalam tak terduga
atau tidak terduga. Gejala mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi
sedikit atau tidak dengan angina. Jadi jika angina tidak stabil terjadi, mencari
perhatian medis segera sangat penting. (Anwar, 2007)
Gejala angina pectoris tidak stabil pada dasarnya timbul karena
iskemik akut yang tidak menetap akibat ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai o2 miokard.
Serangan angina tidak stabil bisa berlangsung antara 5 sampai 20
menit. Kadang-kadang gejala-gejala dapat datang dan pergi. Rasa sakit
yang terkait dengan angina dapat bervariasi dari orang ke orang, dan orang-
orang membuat perbandingan yang berbeda untuk mengekspresikan rasa
sakit yang mereka rasakan.

16
B. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui konsep penyakit dari
angina pectoris tak stabil, mampu mengetahui bagaimana penatalaksanaan
yang tepat untuk pasien dengan penyakit angina pectoris tak stabil, serta
diharapkan mahasiswa mampu mengetahui bagaimana konsep asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasien dengan penyakit angina pectoris tidak
stabil.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, T. (2007). Angina Pektoris Tak Stabil. e-USU Repository Universitas


Sumatera Utara, 2-4.

Mary Baradero, & dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.

Price , S. (2006). Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC.

Puspitawati, I., & dkk. (2015). Clinical Pathology and Medical Laboratory Vol. 21
No. 2. Surabaya: Airlangga University.

Rahardja, & Susanti, D. (2014). Angina Pectoris Patofisiologi, Diagnosis, dan


Pengobatannya. Article Info, 10.

18

Anda mungkin juga menyukai