Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Akne vulagris merupakan penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada

unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja. Akne sering menjadi tanda

pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum menerkhe/haid pertama. Onset

akne vulgaris pada perempuan lebih awal daripada laki-laki karena masa pubertas

perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki (Movita, 2013).

Akne vulgaris memiliki gambaran klinis yang beragam seperti komedo, papul,

pustule, nodus dan jaringan parut sehingga disebut juga dermatosis polimorfik.

Tempat predileksi adalah di muka, bahu, dada bagian atas dan punggung

(Wisataatmaja, 2008). Meskipun umumnya dapat sembuh sendiri, namun akne

vulgaris bisa berlanjut seumur hidup, dengan pembentukan jaringan parut hipertropis

ataupun berlubang (Zaenglein, 2008).

Penyakit ini dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras,

dan jenis kelamin. Umumnya insiden terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita, dan

16-19 tahun pada pria dengan lesi tersering adalah komedo dan papul. Pada wanita,

akne dapat menetap lebih lama sampai pada usia tiga puluh tahun atau lebih bila

dibandingkan dengan pria. Namun derajat akne yang lebih berat justru didapati pada

pria (Wasitaatmadja, 2008). Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki

prevelensi tertinggi, yaitu 37% dan 32 %, sedangkan ras Asia sebesar 30%, diikuti ras

Kaukasia 24% dan ras India 23%. Pada ras Asia lesi inflamasi lebih sering

dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal.

Sebaliknya pada ras Kaukasia, 14% adalah lesi komedonal dan 10% lesi inflamasi

(Perkins et al, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Primadani di Pesantren
International K.H Mas Mansyur Surakarta pada bulan Januari 2015, dari 70 sampel

ditemukan akne vulgaris paling banyak pada usia 18-20 tahun sebanyak 23 orang

dengan presentase 32,8%, diikuti usia 21-22 tahun sebanyak 12 orang dengan

presentase 17,2%, pada usia 23-24 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase 4,2%.

Data epidemilogi penderita akne vulgaris sulit didapat. Jumlah penderita akne

vulgaris diperkirakan cukup banyak namun sulit untuk diketahui jumlah pastinya.

Data tersebut sulit didapat disebabkan karena banyak dari penderita yang tidak datang

berobat ke pusat pelayanan kesehatan dan memilih melakukan perawatan sendiri atau

membiarkannya saja.

Etiologi akne vulgaris belum diketahui secara pasti dan patogenesis terjadinya

multifaktorial. Faktor yang penting peranannya dalam pembentukan akne adalah

keturunan, keseimbangan hormon, makanan, dan kebersihan. Penggunaan kosmetik

yang salah juga merupakan faktor yang memicu terjadinya akne. Faktor keturunan

dan keseimbangan hormon merupakan faktor tak terkontrol, sedangkan faktor

makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik merupakan faktor terkontrol

(Fransisca, 2012). Selain polimorfik akne vulgaris juga memiliki sifat poligenetik.

Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah

menderita akne berat pada masa remajanya, anak-anak akan memiliki kecenderungan

serupa pada masa pubertas (Movita, 2013). Bila kedua orang tua menderita akne maka

3 dari 4 anak akan menderita akne juga (Fulton, 2009). Pasien dengan genotip XXY

memiliki gejala yang lebih berat (Zaenglein, 2008).

Hormon androgen juga berperan penting pada timbulnya akne. Hormone

androgen berfungsi dalam meregulasi kelenjer sebasea dan produksi sebum, serta

merangsang proliferasi keratinosit. Hormon androgen yang berlebihan akan

meningkatkan ukuran kelenjar sebasea sehingga merangsang produksi sebum yang


berlebihan. Pasien dengan akne memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum

lebih tinggi dibanding orang normal, meskipun kadar androgen serumnya masih

dalam batas normal (Movita, 2013).

Salah satu komponen sebum, trigliserida, memiliki peran dalam patogenesis

akne. Trigliserida digunakan sebagai sumber nutrisi oleh P. acnes (Tjekyan, 2008).

Trigliserida akan diubah menjadi asam lemak bebas oleh P. acnes, flora normal unit

pilosebasea. Asam lemak bebas ini akan mempromosikan penggumpalan bakteri lebih

lanjut dan kolonisasi P.acnes, inflamasi, dan mungkin komedogenik (Cordain, 2002;

Wasitaatmadja, 2008; Zaenglein, 2008). Aktivitas Propionibacterium acnes (P.

Acnes) diduga menjadi faktor utama timbulnya akne, tetapi terdapat tiga faktor lain

yang juga merupakan faktor-faktor utama pemicu akne, yaitu hiperproliferasi

epidermis folikular, produksi sebum yang berlebihan dan inflamasi (Movita ,2013).

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena dalam

tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi

seseorang pada keadaan semula, sehingga tubuh yang tadinya mengalami kelelahan

akan menjadi segar kembali (Ulimudiin, 2011). Kebutuhan tidur yang cukup,

ditentukan oleh jumlah jam tidur/kuantitas tidur dan kedalaman tidur/kualitas tidur

(Wicaksono, 2012). Menurut WHO tahun 2004, tidur yang tidak adekuat

mempengaruhi kemampuan berpikir, kemampuan menghadapi stress, imunitas, dan

mengakibatkan stress tingkat sedang.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan durasi tidur (<7jam

dari 24 jam) memiliki beberapa pengaruh yang cukup nyata, yaitu: peningkatan

sitokin proinflamasi IL-6 dan/atau TNFα, dan penuruan konsentrasi kortisol pada pagi

hari dan meningkat pada malam hari (Vgontzas, 2004). Glukortikoid kortisol sering

disebut stress hormone memiliki efek metabolisme (glukoneogenesis), meningkatkan


resistensi terhadap stress dengan memberikan energi melalui glukoneogenesis,

mengatur kadar sel darah merah dalam plasma dan mendistribusi eosinofil, basofil,

monosit, limfosit ke jaringan limfoid sehingga berkurang di sirkulasi dan dan

meningkatkan kadar Hb, eritrosit, trombosit dan leukosit, memiliki efek anti inflamasi

dan mempengaruhi sistem mekanisme umpan balik. Sehingga bila kadar kortisol

rendah pada pagi hari, maka kemampuan menangani stress akan berkurang, energi

berkurang akibat berkurangnya glukoneogenesis, dan inflamasi akan lebih mudah

terjadi akibat tingginya eosinofil, basofil, monosit, limfosit dalam plasma (Guyton,

2006). Hal-hal tersebut kemungkinan akan mempermudah terjadinya akne vulgaris

melalui efek inflamasi karena peningkatan sitokin proinflamasi.

Peningkatan stress secara tidak langsung juga mempengaruhi sekresi kelenjer

sebasea melalui peningkatan hormone androgen. Peningkatan stress akan merangsang

hipotalamus melalui aksis Limbic-Hypothalamo-Pituitary-Adrenal (LHPA). Hal

tersebut tentunya dapat meningkatkan konsentrasi ACTH (adrenocorticotropic

hormone) dan glukokortikoid yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan memicu

peningkatan hormon androgen yang berperan dalam merangsang peningkatan

produksi sebum dan merangsang keratinosit. Peningkatan sebum dan hiperkeratinosit

akan mengakibatkan timbulnya akne vulgaris. Androgen yang terpenting dalam

peningkatan aktifitas kelenjar sebasea dan keratinosit untuk menghasilkan sebum

adalah testosteron yang akan dirubah menjadi bentuk aktif yaitu 5α-

Dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim type I-5α reductase (Latifah & Kurniawaty,

2015). Produksi sebum yang berlebihan akan menyebabkan kulit menjadi sangat

berminyak, kulit yang berminyak cenderung lebih mudah memicu terjadinya akne

dibanding kulit normal dan kulit kering (Eun Do,2008).


Penelitian yang dilakukan Sofiani pada tahun 2012 dengan sampel sebesar 138

orang diperoleh hasil dari 54 orang yang memiliki kebiasaan tidur < pukul 22.00 WIB

14,50% mengalami akne vulgaris dan 24,64% tidak mengalami akne vulgaris.

Sedangkan yang memiliki kebiasaan tidur tidur ≥ pukul 22.00 WIB 34,78%

mengalami akne vulgaris dan 26,08% tidak mengalami akne vulgaris. Pada penelitian

di Medan yang dilakukan oleh Goklas pada tahun 2010 diperoleh hasil dari 50 orang

responden dengan kualitas tidur tidak baik, 66% menderita akne vulgaris dan 34%

tidak menderita akne vulgaris. Penelitian lainnya dari 70 orang responden didapatkan

hasil dari 35 orang yang tidur larut malam 40% menderita akne vulgaris dan 10%

tidak menderita akne vulgaris. Dari 35 orang yang tidak tidur larut malam didapatkan

hasil 14,3% menderita akne dan 35,7% tidak menderita akne (Primadani,2015).

Walupun akne vulgaris merupakan penyakit yang umum dijumpai dan dapat

sembuh sendiri. Namun etiologi pastinya sampai saat ini belum diketahui. Sampai

saat ini penelitian yang ada hanya sebatas membahas faktor yang berperan dalam

timbulnya akne vulgaris berdasarkan etiopatogenesis. Karena akne vulgaris

merupakan suatu penyakit yang multifaktorial maka peneliti tertarik untuk membahas

salah satu faktor yang dianggap bisa mencetuskan atau memperparah akne vulgaris.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengajukan usulan

penelitian tentang hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian akne

vulgaris pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014

pada tahun 2016.


1.2 Rumusan masalah

1) Bagaimana prevelensi akne vulgaris pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

2) Bagaimana kuantitas tidur pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

3) Apakah terdapat hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris pada

mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun

2016.

4) Bagaimana kualitas tidur pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

5) Apakah terdapat hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris pada

mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun

2016.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris pada

mahasiswa/i fakultas kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui prevelensi akne vulgaris pada mahasiswa fakultas kedokteran

Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

2) Mengetahui kuantitas tidur pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas

Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

3) Mengetahui hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris pada

mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun

2016.
4) Mengetahui kualitas tidur pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas angkatan 2014 pada tahun 2016.

5) Mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris pada

mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2014 pada tahun

2016.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi penelitian

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya mengenai

akne vulgaris serta dapat juga digunakan sebagai salah satu sumber informasi

mengenai hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris.

1.4.2 Bagi masyarakat

Bisa sebagai sumber informasi mengenai akne vulgaris. Masyarakat dapat

memahami penyebab terjadinya akne vulgaris dan pengaruh kualitas tidur terhadap

kejadian akne vulgaris. Sehingga dapat memberikan edukasi bagi masyarakat untuk

memperbaiki kualitas tidurnya untuk mencegah timbulnya akne vulgaris.

1.4.3 Bagi pasien

Bisa digunakan sebagai sumber informasi pasien tentang faktor yang berperan untuk

mencetuskan bahkan memperparah akne vulagrisnya. Sehingga pasien bisa

mengendalikan faktor tersebut agar akne vulgarisnya juga bisa dikendalikan dan

tidak semakin parah.

Anda mungkin juga menyukai