Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
MORBILI
oleh:
Izzati Nurmaya Sari
1610029013
Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp.A.
MORBILI
Menyetujui,
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tutorial kasus yang
berjudul “Morbili”.
Kami menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial kasus ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Sukartini, Sp.A., sebagai dosen pembimbing klinik selama di Divisi
Infeksi Tropis.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2016 yang telah bersedia memberikan
saran kepada penulis.
4. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, kami membuka
diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penulis
DAFTAR ISI
5
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas Orangtua
Nama Ayah : Tn. S Nama Ibu : Ny. D
Usia : 35 tahun Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat: Jl. Suwandi, Samarinda Alamat: Jl. Suwandi, Samarinda
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum MRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam
muncul mendadak, bersifat terus-menerus dan tinggi. Demam masih ada
hingga sekarang. Demam disertai dengan batuk pilek. Batuk terus-menerus
6
dan tidak berdarak, tidak terdapat keluhan sesak. Saat hari ke 3 demam, di
pagi hari, orang tua memperhatikan adanya bercak pada belakang telinga
pasien, dan pada siang hari bercak tersebut menyebar ke leher, dada, perut,
dan keseluruh tubuh. Bercak berwarna kemerahan dan sedikit menimbul.
Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-4 terdapat keluhan tambahan
yaitu buang air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna kuning kecoklatan,
tidak berlendir, tidak berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak saat itu anak
belum ada BAB lagi.
7
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1,5 tahun
Berbicara 2 suku kata : 8 bulan
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Bidan praktek mandiri
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Jenis partus : Spontan pervaginam
Status gizi
Berat badan : 22,5 kg
Panjang Badan : 113 cm
BB/U : Z Score 0 s/d 2 SD (Gizi Baik)
8
PB/U : Z Score 2 s/d 0 SD
BB/PB : Z Score 1 s/d 2 SD (Gizi Baik)
9
Gambar 2.2 Kurva Z Score PB per Umur
10
Regio Kepala/Leher
1. Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam
2. Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), konjungtiva
hiperemis (+/+) disertai sekret kering, pembesaran KBG (-), pupil
besar isokor 3mm, refleks cahaya (+/+)
3. Pernapasasan cuping hidung (-)
4. Ruam makulopapular diseluruh wajah dan leher (+)
5. Faring hiperemis (-), mulut berselaput putih (-), Koplik’s spot (+)
Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris
dekstra=sinistra, retraksi intercosta, suprasternal dan
supraklavikula (-), ruam makulopapular (+)
Palpasi : Pergerakan nafas simetris dekstra = sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, redup jantung (+)
Auskultasi : rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara jantung S1 S2
tunggal,regular, murmur (-), gallop (-).
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), ruam makulopapular (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran
Palpasi : Soefl, nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), turgor kulit < 2 detik
Regio Ekstremitas
Inspeksi : Edema (-), ruam makulopapular (+)
Palpasi : Akral hangat, sianosis perifer (-), edema (-), tonus dan
kekuatan otot normal, CRT <2 detik.
11
Gambar 2.4. Ruam makulopapular pada wajah pasien
12
2.3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Tabel 2.1 Hasil Laboratorium Darah (Tanggal 4 September 2017)
2.5. Penatalaksanaan
- IVFD D5 1/2 NS 1500 ml/24 jam
- Parasetamol sirup 3 x 2 cth
- Domperidon 1 cth k/p muntah
- Vitamin A 200.000 IU
- CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg mf pulv 3x1
13
2.7. Follow up
Tanggal Pemeriksaan Planning
29/9/2017 S: batuk (+),demam (+), diare (-)
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,8oC, SpO2 98%, BB - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
22,5 kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (+)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili
30/9/2017 S: batuk (+),demam (-),
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,5oC, SpO2 98%, BB 23 - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (-)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili
1/10/2017 S: batuk (+), demam (-)
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,5oC, SpO2 98%, BB 23 - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (-)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
- Besok boleh pulang
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili
14
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA yang diselubungi lipid, single
stranded dan merupakan bagian dari family Paramyxoviridae dan genus
Morbilivirus. Manusia merupakan satu – satunya host virus campak. Dari 6
protein struktural utama virus campak, 2 yang paling penting dalam kaitannya
dengan induksi imunitas adalah protein hemaglutinin (H) dan protein fusi (F).
Antibodi penetralisir ditujukan untuk melawan protein H dan antibodi terhadap
protein F membatasi proliferasi virus selama infeksi (Mason, 2011).
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal
selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam.
Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan neutralizing antibody,
complement fixing antibody dan haemaglutinine inhibition antibody. IgM dan IgG
distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama – sama diperkirakan 12 hari
setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya terus
terukur. IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan
vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walau
sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal infeksi walau
sudah lama. Antibodi ini diinduksi oleh vaksin virus campak hidup (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
3.2. Patogenesis
Penularan terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum
muncul gejala sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi terjadi jika terhirup
droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran
pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas Pada tempat infeksi,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk ke sistem limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear, kemudian mencapai ke kelenjar getah bening regional. Di tempat
ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran
ke sel jaringan limforetikular seperti limpa dan hati. Sel mononuklear terinfeksi
15
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (Sel Warthin), sedangkan
limfosit-T yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
Hari 5-6 setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu masuknya
virus ke pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke 9-10,
fokus infeksi tersebut akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu atau dua
lapis sel. Pada saat ini virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan gejala dari saluran napas diawali dengan batuk pilek
disertai konjungtiva yang tampak merah. Gejala tersebut diikuti dengan demam
tinggi, anak tampak sakit berat, dan tampak ulsera kecil pada mukosa pipi (bercak
Koplik) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Selanjutnya, daya tahan tubuh menurun, muncul ruam makulopapular pada
hari ke-14. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis
media, hingga gizi kurang (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
16
3.3. Manifestasi Klinis
Gambar 3.1 Alur manifestasi klinis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012)
Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium setelah masa
inkubasi, yaitu:
Stadium prodromal: berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai
dengan demam yang dapat mencapai 39,50C ± 1,10C. Selain demam, dapat
timbul gejala berupamalaise, coryza (peradangan akut membrane mukosa rongga
hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan
menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-virus
lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap cahaya
(fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal yang disebut
Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini berbentuk
tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya didapatkan noda putih
keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar, kurang lebih 12 jam,
sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis (Halim,
2016).
Stadium eksantem: timbul ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya
memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.
17
Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan
adanya komplikasi (Halim, 2016).
Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3-4 hari umumnya ruam
berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit menghilang dan
berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam 7-10 hari (Halim,
2016).
18
3.5. Diagnosis
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam
makulopapular, serta koplik spot.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama
dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi\
setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi (Halim, 2016).
19
Gambar 3.3 Karakteristik Gambar 3.4 Alur manifestasi klinis Rubela
Ruam Rubela
20
Scarlet Fever atau Skarlatina, demam tinggi, tampak sakit berat, ruam merah
kasar seluruh tubuh, biasanya terdapat pada lipatan tubuh dan pada lidah ada
tampakan strawberry tongue dan tonsilitis membranosa (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
Gambar 3.6 Karakeristik Scarlet Gambar 3.7 Alur manifestasi klinis Scarlet Fever
Fever
DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, tourrniqet test
(Rumple Leede) positif, perdarahan diikuti shock, laboratorium
menunjukkan trombosit < 100.000/ml dan serologis positif IgM DHF.
Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan.
Millaria atau keringat buntet : gatal-gatal, bintik kemerahan (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
3.7. Tatalaksana
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
21
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan.
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah
sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan
perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sahpai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka
uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang
terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan
koreksi elektrolit dan gangguan gas darah (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
3.8. Penyulit
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai
akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain:
22
a. Laringitis akut
Laringitis timbul akibat adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan
distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri, yang
sering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and
Staphylococcus aureus . Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas,
dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus
gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut
sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang
diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya
pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto thorak dan adanya leukositosis
dapat mempertegas diagnosis. Seiring berjalannya komplikasi ini, dapat muncul
adanya bronkiolitis obliterans. Selain bronkopneumonia, pada bayi dan anak dapat
timbul croup, trakeitis, dan bronkiolitis. Jika keadaan klinis semakin memburuk
akibat komlikais tersebut, maka intubasi dan ventilasi yang adekuat diperlukan
untuk menunjang pernapasan (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012; Mason,
2011).
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
pada saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang
demam (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
d. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan
terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2012).
e. Enteritis
23
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret
pada fase prodormal, keadaan invasi virus kedalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing
enteropath ) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
f. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi, dan
fotopobia.Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lessi konjungtiva pada hari-hari pertama
sakit.Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-
oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan Dapat pula timbul ulkus kornea (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2012).
g. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya pada
hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam pada imunokompeten, sedangkan pada
imunokompromais (AIDS dan keganasan limforetikuler) menifestasi ini muncul
1-10 bulan setelah gejala campak. Kejadian ensefalitis sekitar 1-3 dalam 1000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Pada individu yang sehat
ensefalitis terjadi melalui mekanisme imunologik, sedangkan pada indivisu
dengan imunokompromais ensefalitis terjadi melalui invasi langsung virus
campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang (56%) , letargi (6%),
koma (28%), dan iritabilitas (26%). Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan
serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel
mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas
normal (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012; Mason, 2011).
Sekitar 15% pasien campak dengan ensefalitis akan meninggal, dan 20-40%
akan menderita gejala sisa, seperti retardasi mental, disabilitas motorik dan
ketulian (Mason, 2011).
h. SSPE ( Subacute Sclerosing Panencephalitis )
SSPE adalah komplikasi campak yang muncul dengan onset lambat dan
selalu berakibat fatal. SSPE disebabkan oleh adanya virus campak yang menetap
24
secara persisten di dalam sel-sel SSP. Infeksi virus yang berjalan lambat ini akan
mengakibatkan inlamasi dan kematian sel, menuju proses neurodegneratif.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0.6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Resiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7-13
tahun (Mason, 2011).
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, penurunan prestasi
belajar di sekolah, iritabel, enurunan konsentrasi, dan ledakan emosi (temper
outburts). Gejala fase inisial (stadium I) ini mungkin luput dari perhatian karena
ketiadaan gejala dari ensefalitis, seerti demam, nyeri kepala dan lain-lain. Petanda
timbulnya gejala stadium II adalah mioklonus yang masif, berhubungan dengan
keterlibatan ganglia basalis. Gerakan involunter dan hentakan mioklonus berulang
awalnya muncul pada satu kelompok otot, namun dapat berlanjut menjadi
mengenai lebih banyak otot. Pada stadium ini pasien masih sadar sepenuhnya.
Memasuki stadium III, gerakan involunter berkurang, dan digantikan oleh
koreoatetosis, imobilitas, distonia, dan rigiditas. Hal ini diakibatkan oleh adanya
destruksi pada struktur otak yang lebih dalam di ganglia basalis. Kesadaran pasien
semakin lama semakin menurun menjadi demensia, stupor, dan koma. Pada
stadium IV, pusat pengaturan napas, jantung, dan tekanan darah terlibat, sehingga
kematian segera terjadi dalam waktu singkat (Mason, 2011).
Laboratorium meunjukkan peningkatan IgG dan IgM dalam cairan
serebrospinal (dilusi >1:8). Terapi untuk SSPE adalah terapi suportif yang
umunya sama dengan pada pasien neurodegeratif, karena semua pasien pada
akhirnya akan meninggal. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan. Pencegahan SSPE sangat bergantung pada
pencegahan infeksi primer melalui vaksinasi (Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2012; Mason, 2011).
3.8.1. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
25
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 ml subkutan (Halim, 2016).
26
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
Adanya demam tinggi terus menerus Pasien datang dengan keluhan demam sejak
38,5oC atau lebih disertai batuk, pilek, 5 hari sebelum MRS. Demam muncul
nyeri menelan, mata merah dan silau bila mendadak, bersifat terus-menerus dan
terkena cahaya (fotofobia), seringkali tinggi. Demam masih ada hingga sekarang.
diikuti diare. Demam disertai dengan batuk pilek. Batuk
Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam terus-menerus dan tidak berdarak, tidak
kulit, didahului oleh suhu yang meningkat terdapat keluhan sesak. Saat hari ke 3
lebih tinggi dari semula. Pada saat ini demam, di pagi hari, orang tua
anak dapat mengalami kejang demam. memperhatikan adanya bercak pada
Ruam pertama kali muncul pada belakang belakang telinga pasien, dan pada siang hari
telinga, kemudian wajah, leher, dada, bercak tersebut menyebar ke leher, dada,
punggung, perut, kemudian menyebar ke perut, dan keseluruh tubuh. Bercak
ekstremitas. berwarna kemerahan dan sedikit menimbul.
Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-
bertambah parah sehingga anak 4 terdapat keluhan tambahan yaitu buang
mengalami sesak napas atau dehidrasi. air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna
Adanya kulit kehitaman dan bersisik kuning kecoklatan, tidak berlendir, tidak
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak
penyembuhan. saat itu anak belum ada BAB lagi.
27
Tanda patognomonik timbulnya enantema PB/U : Z Score 2 s/d 0 SD
mukosa pipi di depan molar tiga disebut BB/PB: Z Score 1 s/d 2 SD (Gizi Baik)
bercak Koplik. Regio Kepala/Leher
Stadium erupsi: ditandai 1.
dengan konjungtiva hiperemis (+/+) disertai sekret
timbulnya ruam makulopapular yang kering, pembesaran KBG (-), Ruam
bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam makulopapular diseluruh wajah dan leher
dimulai dari batas rambut di belakang (+), Koplik’s spot (+)
telinga, kemudian menyebar ke wajah, Regio Thorax
leher, dan akhirnya ke ekstremitas. ruam makulopapular (+)
Stadium penyembuhan (konvalesens): Auskultasi rhonki (-/-), wheezing (-/-),
setelah 3 hari ruam berangsur-angsur suara jantung S1 S2 tunggal,regular, murmur
menghilang sesuai urutan timbulnya. (-), gallop (-).
Ruam kulit menjadi kehitaman dan Regio Abdomen
mengelupas yang akan menghilang setelah ruam makulopapular (+)
1-2 minggu. Auskultasi BU (+) kesan normal
Regio Ekstremitas
Edema (-), ruam makulopapular (+), Akral
hangat, CRT <2 detik.
28
dan bertahan hingga 1 bulan. Jika spesimen Eosinofil%: 0 %
serum didapatkan kurang dari 72 jam Basofil%: 1 %
sebelum muncul ruam dan hasilnya negatif GDS: 86 mg/dL
pada pemeriksaan, sebaiknya dilakukan
pengambilan sampel ulang. Serum IgG
meningkat hingga empat kali lipat pada fase
konvalesens (2-4 minggu setelah onset).
4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat - IVFD D5 1/2 NS 1500 ml/24 jam
jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kalori, sedangkan pengobatan bersifat - Domperidon 1 cth k/p muntah
simtomatik, dengan pemberian antipiretik, - Vitamin A 200.000 IU
antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg mf
diperlukan. Sedangkan pada campak dengan pulv 3x1
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah
sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi
system pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki
kebutuhan cairan dan diet yang memadai.
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu
kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan
1500 IU tiap hari
29
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pasien an. SNF, laki-laki, berusia 4 tahun 8 bulan, datang dengan keluhan
demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam muncul mendadak, bersifat terus-
menerus dan tinggi. Demam masih ada hingga sekarang. Demam disertai dengan
batuk pilek. Batuk terus-menerus dan tidak berdarak, tidak terdapat keluhan sesak.
Saat hari ke 3 demam, di pagi hari, orang tua memperhatikan adanya bercak pada
belakang telinga pasien, dan pada siang hari bercak tersebut menyebar ke leher,
dada, perut, dan keseluruh tubuh. Bercak berwarna kemerahan dan sedikit
menimbul. Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-4 terdapat keluhan
tambahan yaitu buang air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna kuning kecoklatan,
tidak berlendir, tidak berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak saat itu anak belum
ada BAB lagi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang dijelaskan didalam teori didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah morbili.
Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan telah sesuai dengan
literatur yang ada.
30
DAFTAR PUSTAKA
31