Anda di halaman 1dari 31

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

MORBILI

oleh:
Izzati Nurmaya Sari
1610029013

Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp.A.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Divisi Infeksi Tropis
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2017
Tutorial Klinik

MORBILI

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak

Izzati Nurmaya Sari


1610029013

Menyetujui,

dr. Hj. Sukartini, Sp.A.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tutorial kasus yang
berjudul “Morbili”.
Kami menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial kasus ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Sukartini, Sp.A., sebagai dosen pembimbing klinik selama di Divisi
Infeksi Tropis.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2016 yang telah bersedia memberikan
saran kepada penulis.
4. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, kami membuka
diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................................1


Halaman Pengesahan .................................................................................................2
Kata Pengantar ...........................................................................................................3
Daftar Isi.....................................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................5
BAB 2 STATUS PASIEN .........................................................................................6
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................15
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................25
BAB 5 PENUTUP .....................................................................................................28
Daftar Pustaka ............................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Morbili, campak, measles, atau rubeola adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksisus, dapat menular
mulai dari awal masa prodromal hingga 4 hari setelah ruam muncul. Penyebaran
infeksi terjadi melalui droplet yang infeksius (Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2012).
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia. Pada tahun 2015,
terdapat 134.200 kematian di seluruh dunia akibat campak. Di Indonesia, terdapat
21.893 kasus campak pada tahun 2011. Meningkatnya cakupan vaksin campak
menurunkan kasus campak menjadi 8.185 pada tahun 2015, dimana 54% dari
angka tersebut tidak mendapat vaksinasi campak. Menurut kelompok usia,
proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok usia 5-9 tahun (32,2%)
dan 1-4 tahun (25,4%) ( World Health Organization, 2017; Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit
yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%),
ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Berdasarkan fakta tersebut, maka diperlukan pemahaman lebih lanjut
sehingga memudahkan kita untuk mengetahui diagnosis dini dan penatalaksanaan
yang tepat pada morbili.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai morbili, serta sebagai salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu
Kesehatan Anak.

5
BAB 2
LAPORAN KASUS

Allonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 28


September 2017 pukul 07.30 WITA. Alloanamnesis diberikan oleh ayah kandung
pasien.
2.1. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : An. SNF
Usia : 4 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : L2 Tenggarong
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Identitas Orangtua
Nama Ayah : Tn. S Nama Ibu : Ny. D
Usia : 35 tahun Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat: Jl. Suwandi, Samarinda Alamat: Jl. Suwandi, Samarinda

Tanggal MRS : 27 September 2017


Tanggal pemeriksaan : 28 September 2017

Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum MRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam
muncul mendadak, bersifat terus-menerus dan tinggi. Demam masih ada
hingga sekarang. Demam disertai dengan batuk pilek. Batuk terus-menerus

6
dan tidak berdarak, tidak terdapat keluhan sesak. Saat hari ke 3 demam, di
pagi hari, orang tua memperhatikan adanya bercak pada belakang telinga
pasien, dan pada siang hari bercak tersebut menyebar ke leher, dada, perut,
dan keseluruh tubuh. Bercak berwarna kemerahan dan sedikit menimbul.
Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-4 terdapat keluhan tambahan
yaitu buang air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna kuning kecoklatan,
tidak berlendir, tidak berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak saat itu anak
belum ada BAB lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah memiliki riwayat masuk rumah sakit sebelumnya, tidak
pernah dioperasi, dan tidak pernah ada keluhan penyakit yang lain. Pasien
alergi terhadap seafood.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat alergi pada keluarga pasien tidak ada. Riwayat menderita penyakit
serupa dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Lingkungan dan Sosio-ekonomi


1. Pasien tinggal berdua bersama neneknya yang berbeda kota dengan
kedua orang tuanya, sejak awal masuk TK.
2. Ayah pasien mengatakan bahwa di sekolah ada teman pasien yang sakit
demam dan tidak masuk sekolah selama 1 hari, namun tidak tahu persis
penyakit apa yang dialami temannya.
3. Berobat langsung ke dokter spesialis bila sakit.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : lupa
Tengkurap : 3 bulan
Tersenyum : 3 bulan
Gigi keluar : 7 bulan

7
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1,5 tahun
Berbicara 2 suku kata : 8 bulan

Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Bidan praktek mandiri
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Jenis partus : Spontan pervaginam

Riwayat Imunisasi Dasar


Imunisasi lengkap sesuai usia
Imunisasi I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ///////////

Polio (+) (+) (+) (+) //////////// ////////////


Campak (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT (+) (+) (+) (+) //////////// ////////////
Hepatitis B (+) (+) //////////// //////////// //////////// ////////////

2.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 28 September 2017.
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 15(E4V5M6)
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi : 114x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 28x/menit, regular
Suhu : 38,3oC, aksiler

Status gizi
Berat badan : 22,5 kg
Panjang Badan : 113 cm
BB/U : Z Score 0 s/d 2 SD (Gizi Baik)

8
PB/U : Z Score 2 s/d 0 SD
BB/PB : Z Score 1 s/d 2 SD (Gizi Baik)

Gambar 2.1 Kurva Z Score BB per Umur

9
Gambar 2.2 Kurva Z Score PB per Umur

Gambar 2.3 Kurva Z Score BB per PB

10
Regio Kepala/Leher
1. Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam
2. Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), konjungtiva
hiperemis (+/+) disertai sekret kering, pembesaran KBG (-), pupil
besar isokor 3mm, refleks cahaya (+/+)
3. Pernapasasan cuping hidung (-)
4. Ruam makulopapular diseluruh wajah dan leher (+)
5. Faring hiperemis (-), mulut berselaput putih (-), Koplik’s spot (+)

Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris
dekstra=sinistra, retraksi intercosta, suprasternal dan
supraklavikula (-), ruam makulopapular (+)
Palpasi : Pergerakan nafas simetris dekstra = sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, redup jantung (+)
Auskultasi : rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara jantung S1 S2
tunggal,regular, murmur (-), gallop (-).

Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), ruam makulopapular (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran
Palpasi : Soefl, nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), turgor kulit < 2 detik

Regio Ekstremitas
Inspeksi : Edema (-), ruam makulopapular (+)
Palpasi : Akral hangat, sianosis perifer (-), edema (-), tonus dan
kekuatan otot normal, CRT <2 detik.

11
Gambar 2.4. Ruam makulopapular pada wajah pasien

Gambar 2.5. Koplik spot

12
2.3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Tabel 2.1 Hasil Laboratorium Darah (Tanggal 4 September 2017)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Leukosit 6.580 /µL 6.000 – 17.000 /µL
Hemoglobin 13,0 g/dl 14,0 – 18,0 g/dl
Hematokrit 38,9% 34,0 - 40,0 %
MCV 78,5 fL 81,0 – 99,0 fL
MCH 26,3 pg 27,0 – 31,0 pg
MCHC 33,5 g/dL 33,0 – 37,0 g/dL
Trombosit 199.000 /µL 150000 – 450000 /µL
Neutrofil% 76 % 40 – 74 %
Limfosit% 15 % 19 – 48 %
Monosit% 7% 3–9%
Eosinofil% 0% 0–7%
Basofil% 1% 0–1%
GDS 86 mg/dL 70 – 140 mg/dL

2.4. Diagnosis Kerja


• Morbili

2.5. Penatalaksanaan
- IVFD D5 1/2 NS 1500 ml/24 jam
- Parasetamol sirup 3 x 2 cth
- Domperidon 1 cth k/p muntah
- Vitamin A 200.000 IU
- CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg mf pulv 3x1

2.6. Prognosis : Dubia ad Bonam

13
2.7. Follow up
Tanggal Pemeriksaan Planning
29/9/2017 S: batuk (+),demam (+), diare (-)
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,8oC, SpO2 98%, BB - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
22,5 kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (+)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili
30/9/2017 S: batuk (+),demam (-),
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,5oC, SpO2 98%, BB 23 - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (-)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili
1/10/2017 S: batuk (+), demam (-)
O: CM, GCS 15, N: 110x/menit, RR: - IVFD D5 ¼ NS 1500 ml/24 jam
30x/menit, T:36,5oC, SpO2 98%, BB 23 - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kg, PB 113 cm - Domperidon 1 cth k/p muntah
K/L: Anemis (-), ruam makulopapular - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg
(+), konjungtivitis (+), Koplik Spot (-)
mf pulv 3x1
Thoraks: retraksi (-), rhonki (-/-),
- Besok boleh pulang
wheezing (-/-), ruam makulopapular (+)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan (-),ruam
makulopapular (+)
A: Morbili

14
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA yang diselubungi lipid, single
stranded dan merupakan bagian dari family Paramyxoviridae dan genus
Morbilivirus. Manusia merupakan satu – satunya host virus campak. Dari 6
protein struktural utama virus campak, 2 yang paling penting dalam kaitannya
dengan induksi imunitas adalah protein hemaglutinin (H) dan protein fusi (F).
Antibodi penetralisir ditujukan untuk melawan protein H dan antibodi terhadap
protein F membatasi proliferasi virus selama infeksi (Mason, 2011).
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal
selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam.
Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan neutralizing antibody,
complement fixing antibody dan haemaglutinine inhibition antibody. IgM dan IgG
distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama – sama diperkirakan 12 hari
setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya terus
terukur. IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan
vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walau
sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal infeksi walau
sudah lama. Antibodi ini diinduksi oleh vaksin virus campak hidup (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
3.2. Patogenesis
Penularan terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum
muncul gejala sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi terjadi jika terhirup
droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran
pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas Pada tempat infeksi,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk ke sistem limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear, kemudian mencapai ke kelenjar getah bening regional. Di tempat
ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran
ke sel jaringan limforetikular seperti limpa dan hati. Sel mononuklear terinfeksi

15
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (Sel Warthin), sedangkan
limfosit-T yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).
Hari 5-6 setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu masuknya
virus ke pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke 9-10,
fokus infeksi tersebut akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu atau dua
lapis sel. Pada saat ini virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan gejala dari saluran napas diawali dengan batuk pilek
disertai konjungtiva yang tampak merah. Gejala tersebut diikuti dengan demam
tinggi, anak tampak sakit berat, dan tampak ulsera kecil pada mukosa pipi (bercak
Koplik) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Selanjutnya, daya tahan tubuh menurun, muncul ruam makulopapular pada
hari ke-14. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis
media, hingga gizi kurang (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).

Tabel 3.1 Patogenesis Campak (Halim, 2016)

16
3.3. Manifestasi Klinis

Gambar 3.1 Alur manifestasi klinis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012)

Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium setelah masa
inkubasi, yaitu:
Stadium prodromal: berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai
dengan demam yang dapat mencapai 39,50C ± 1,10C. Selain demam, dapat
timbul gejala berupamalaise, coryza (peradangan akut membrane mukosa rongga
hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan
menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-virus
lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap cahaya
(fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal yang disebut
Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini berbentuk
tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya didapatkan noda putih
keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar, kurang lebih 12 jam,
sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis (Halim,
2016).
Stadium eksantem: timbul ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya
memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.

17
Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan
adanya komplikasi (Halim, 2016).
Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3-4 hari umumnya ruam
berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit menghilang dan
berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam 7-10 hari (Halim,
2016).

Gambar 3.2. Koplik spots (Nelson, 2015).

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium pada fase akut menunjukkan gambaran
penurunan leukosit, dengan kecenderungan penurunan limfosit dibandingkan
neutrofil. Pada kasus yang jarang dapat ditemukan neutropenia absolut. Laju
endap darah dan level protein C-reaktif biasanya normal, kecuali pada kasus
campak dengan penyulit (Mason, 2011).
Pemeriksaan serologis dapat mengidentifikasi adanya IgM antibodi pada
serum penderita. IgM terdeteksi 1-2 hari setelah munculnya ruam dan bertahan
hingga 1 bulan. Jika spesimen serum didapatkan kurang dari 72 jam sebelum
muncul ruam dan hasilnya negatif pada pemeriksaan, sebaiknya dilakukan
pengambilan sampel ulang. Serum IgG meningkat hingga empat kali lipat pada
fase konvalesens (2-4 minggu setelah onset) (Mason, 2011).

18
3.5. Diagnosis
 Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
 Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam
makulopapular, serta koplik spot.
 Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama
dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi\
setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi (Halim, 2016).

3.6. Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang menyerupai campak adalah :
 Rubella (campak Jerman): umumnya tidak diawali suatu masa prodromal
yang spesifik. Pembesaran kelenjar getah bening yang khas (di belakang
leher dan suboksipital) jarang terlihat pada anak. Remaja dan dewasa muda
dapat menunjukkan gejala ringan serta lemas dalam 1 – 4 hari sebelum
timbul kemerahan. Eksantema berwarna merah muda dan mulai timbul di
leher dan muka dan menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat dari campak,
biasanya dalam 24 – 48 jam sudah menyeluruh. Kemerahan ini jarang
bergabung sehingga terlihat sebagai bintik – bintik merah kecil. Pada hari
ketiga eksantema di bagian tubuh mulai memudar dan tinggal menyisakan
bagian ekstremitas saja, yang lalu menghilang tanpa deskuamasi (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2012).

19
Gambar 3.3 Karakteristik Gambar 3.4 Alur manifestasi klinis Rubela
Ruam Rubela

 Eksantema Subitum atau Roseola Infantum, terutama pada bayi usia 6 – 18


bulan, ruam muncul setelah suhu turun. Kelainan kulit pada eksantema
subitum bersifat diskrit makulopapular berwarna merah tua dan biasanya
timbul di daerah dada pada awalnya yang kemudian menyebar ke muka dan
ekstremitas. Dalam 2 hari gambaran ini akan menghilang, dengan didahului
memudamya warna dalarn beberapa jam sesudah timbul. Beda utama
dengan campak adalah tiadanya bercak Koplik (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2012).

Gambar 3.5 Alur manifestasi


klinis Eksantema Subitum

20
 Scarlet Fever atau Skarlatina, demam tinggi, tampak sakit berat, ruam merah
kasar seluruh tubuh, biasanya terdapat pada lipatan tubuh dan pada lidah ada
tampakan strawberry tongue dan tonsilitis membranosa (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).

Gambar 3.6 Karakeristik Scarlet Gambar 3.7 Alur manifestasi klinis Scarlet Fever
Fever

 DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, tourrniqet test
(Rumple Leede) positif, perdarahan diikuti shock, laboratorium
menunjukkan trombosit < 100.000/ml dan serologis positif IgM DHF.
 Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan.
 Millaria atau keringat buntet : gatal-gatal, bintik kemerahan (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2012).

Gambar 3.5 Karakeristik


Ruam Miliaria

3.7. Tatalaksana
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan

21
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan.
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah
sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan
perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sahpai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka
uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang
terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan
koreksi elektrolit dan gangguan gas darah (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).

3.8. Penyulit
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai
akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain:

22
a. Laringitis akut
Laringitis timbul akibat adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan
distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri, yang
sering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and
Staphylococcus aureus . Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas,
dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus
gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut
sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang
diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya
pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto thorak dan adanya leukositosis
dapat mempertegas diagnosis. Seiring berjalannya komplikasi ini, dapat muncul
adanya bronkiolitis obliterans. Selain bronkopneumonia, pada bayi dan anak dapat
timbul croup, trakeitis, dan bronkiolitis. Jika keadaan klinis semakin memburuk
akibat komlikais tersebut, maka intubasi dan ventilasi yang adekuat diperlukan
untuk menunjang pernapasan (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012; Mason,
2011).
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
pada saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang
demam (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
d. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan
terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2012).
e. Enteritis

23
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret
pada fase prodormal, keadaan invasi virus kedalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing
enteropath ) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
f. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi, dan
fotopobia.Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lessi konjungtiva pada hari-hari pertama
sakit.Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-
oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan Dapat pula timbul ulkus kornea (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2012).
g. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya pada
hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam pada imunokompeten, sedangkan pada
imunokompromais (AIDS dan keganasan limforetikuler) menifestasi ini muncul
1-10 bulan setelah gejala campak. Kejadian ensefalitis sekitar 1-3 dalam 1000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Pada individu yang sehat
ensefalitis terjadi melalui mekanisme imunologik, sedangkan pada indivisu
dengan imunokompromais ensefalitis terjadi melalui invasi langsung virus
campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang (56%) , letargi (6%),
koma (28%), dan iritabilitas (26%). Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan
serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel
mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas
normal (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012; Mason, 2011).
Sekitar 15% pasien campak dengan ensefalitis akan meninggal, dan 20-40%
akan menderita gejala sisa, seperti retardasi mental, disabilitas motorik dan
ketulian (Mason, 2011).
h. SSPE ( Subacute Sclerosing Panencephalitis )
SSPE adalah komplikasi campak yang muncul dengan onset lambat dan
selalu berakibat fatal. SSPE disebabkan oleh adanya virus campak yang menetap

24
secara persisten di dalam sel-sel SSP. Infeksi virus yang berjalan lambat ini akan
mengakibatkan inlamasi dan kematian sel, menuju proses neurodegneratif.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0.6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Resiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7-13
tahun (Mason, 2011).
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, penurunan prestasi
belajar di sekolah, iritabel, enurunan konsentrasi, dan ledakan emosi (temper
outburts). Gejala fase inisial (stadium I) ini mungkin luput dari perhatian karena
ketiadaan gejala dari ensefalitis, seerti demam, nyeri kepala dan lain-lain. Petanda
timbulnya gejala stadium II adalah mioklonus yang masif, berhubungan dengan
keterlibatan ganglia basalis. Gerakan involunter dan hentakan mioklonus berulang
awalnya muncul pada satu kelompok otot, namun dapat berlanjut menjadi
mengenai lebih banyak otot. Pada stadium ini pasien masih sadar sepenuhnya.
Memasuki stadium III, gerakan involunter berkurang, dan digantikan oleh
koreoatetosis, imobilitas, distonia, dan rigiditas. Hal ini diakibatkan oleh adanya
destruksi pada struktur otak yang lebih dalam di ganglia basalis. Kesadaran pasien
semakin lama semakin menurun menjadi demensia, stupor, dan koma. Pada
stadium IV, pusat pengaturan napas, jantung, dan tekanan darah terlibat, sehingga
kematian segera terjadi dalam waktu singkat (Mason, 2011).
Laboratorium meunjukkan peningkatan IgG dan IgM dalam cairan
serebrospinal (dilusi >1:8). Terapi untuk SSPE adalah terapi suportif yang
umunya sama dengan pada pasien neurodegeratif, karena semua pasien pada
akhirnya akan meninggal. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan. Pencegahan SSPE sangat bergantung pada
pencegahan infeksi primer melalui vaksinasi (Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2012; Mason, 2011).

3.8.1. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat

25
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 ml subkutan (Halim, 2016).

26
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
 Adanya demam tinggi terus menerus Pasien datang dengan keluhan demam sejak
38,5oC atau lebih disertai batuk, pilek, 5 hari sebelum MRS. Demam muncul
nyeri menelan, mata merah dan silau bila mendadak, bersifat terus-menerus dan
terkena cahaya (fotofobia), seringkali tinggi. Demam masih ada hingga sekarang.
diikuti diare. Demam disertai dengan batuk pilek. Batuk
 Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam terus-menerus dan tidak berdarak, tidak
kulit, didahului oleh suhu yang meningkat terdapat keluhan sesak. Saat hari ke 3
lebih tinggi dari semula. Pada saat ini demam, di pagi hari, orang tua
anak dapat mengalami kejang demam. memperhatikan adanya bercak pada
Ruam pertama kali muncul pada belakang belakang telinga pasien, dan pada siang hari
telinga, kemudian wajah, leher, dada, bercak tersebut menyebar ke leher, dada,
punggung, perut, kemudian menyebar ke perut, dan keseluruh tubuh. Bercak
ekstremitas. berwarna kemerahan dan sedikit menimbul.
 Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-
bertambah parah sehingga anak 4 terdapat keluhan tambahan yaitu buang
mengalami sesak napas atau dehidrasi. air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna
Adanya kulit kehitaman dan bersisik kuning kecoklatan, tidak berlendir, tidak
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak
penyembuhan. saat itu anak belum ada BAB lagi.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10- Kesadaran: CM, GCS 15(E4V5M6)
12 hari, terdiri dari tiga stadium: N:114x/menit, RR:28x/menit, regular
 Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, Suh: 38,3oC, aksiler
ditandai dengan demam yang diikuti Status gizi
dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri BB: 22,5 kg, PB: 113 cm
menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. BB/U : Z Score 0 s/d 2 SD (Gizi Baik)

27
Tanda patognomonik timbulnya enantema PB/U : Z Score 2 s/d 0 SD
mukosa pipi di depan molar tiga disebut BB/PB: Z Score 1 s/d 2 SD (Gizi Baik)
bercak Koplik. Regio Kepala/Leher
 Stadium erupsi: ditandai 1.
dengan konjungtiva hiperemis (+/+) disertai sekret
timbulnya ruam makulopapular yang kering, pembesaran KBG (-), Ruam
bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam makulopapular diseluruh wajah dan leher
dimulai dari batas rambut di belakang (+), Koplik’s spot (+)
telinga, kemudian menyebar ke wajah, Regio Thorax
leher, dan akhirnya ke ekstremitas. ruam makulopapular (+)
Stadium penyembuhan (konvalesens): Auskultasi rhonki (-/-), wheezing (-/-),
setelah 3 hari ruam berangsur-angsur suara jantung S1 S2 tunggal,regular, murmur
menghilang sesuai urutan timbulnya. (-), gallop (-).
Ruam kulit menjadi kehitaman dan Regio Abdomen
mengelupas yang akan menghilang setelah ruam makulopapular (+)
1-2 minggu. Auskultasi BU (+) kesan normal
Regio Ekstremitas
Edema (-), ruam makulopapular (+), Akral
hangat, CRT <2 detik.

4.1 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Pada fase akut menunjukkan gambaran Leukosit: 6.580 /µL
penurunan leukosit, dengan kecenderungan Hemoglobin: 13,0 g/dl
penurunan limfosit dibandingkan neutrofil. Hematokrit: 38,9%
Jarang ditemukan neutropenia absolut. Laju MCV: 78,5 fL
endap darah dan level protein C-reaktif MCH: 26,3 pg
biasanya normal, kecuali pada kasus MCHC: 33,5 g/dL
campak dengan penyulit. Trombosit: 199.000 /µL
Pemeriksaan serologis terdapat IgM Neutrofil%: 76 %
antibodi pada serum penderita. IgM Limfosit%: 15 %
terdeteksi 1-2 hari setelah munculnya ruam Monosit%: 7 %

28
dan bertahan hingga 1 bulan. Jika spesimen Eosinofil%: 0 %
serum didapatkan kurang dari 72 jam Basofil%: 1 %
sebelum muncul ruam dan hasilnya negatif GDS: 86 mg/dL
pada pemeriksaan, sebaiknya dilakukan
pengambilan sampel ulang. Serum IgG
meningkat hingga empat kali lipat pada fase
konvalesens (2-4 minggu setelah onset).

4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat - IVFD D5 1/2 NS 1500 ml/24 jam
jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan - Parasetamol sirup 3 x 2 cth
kalori, sedangkan pengobatan bersifat - Domperidon 1 cth k/p muntah
simtomatik, dengan pemberian antipiretik, - Vitamin A 200.000 IU
antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila - CTM 2 mg + Ambroxol 10 mg mf
diperlukan. Sedangkan pada campak dengan pulv 3x1
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah
sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi
system pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki
kebutuhan cairan dan diet yang memadai.
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu
kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan
1500 IU tiap hari

29
BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pasien an. SNF, laki-laki, berusia 4 tahun 8 bulan, datang dengan keluhan
demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam muncul mendadak, bersifat terus-
menerus dan tinggi. Demam masih ada hingga sekarang. Demam disertai dengan
batuk pilek. Batuk terus-menerus dan tidak berdarak, tidak terdapat keluhan sesak.
Saat hari ke 3 demam, di pagi hari, orang tua memperhatikan adanya bercak pada
belakang telinga pasien, dan pada siang hari bercak tersebut menyebar ke leher,
dada, perut, dan keseluruh tubuh. Bercak berwarna kemerahan dan sedikit
menimbul. Selain keluhan diatas, pada demam hari ke-4 terdapat keluhan
tambahan yaitu buang air besar cair, sebanyak 1 kali, berwarna kuning kecoklatan,
tidak berlendir, tidak berdarah, dan tidak berbau busuk. Sejak saat itu anak belum
ada BAB lagi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang dijelaskan didalam teori didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah morbili.
Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan telah sesuai dengan
literatur yang ada.

30
DAFTAR PUSTAKA

Halim, R. G. (2016). Campak Pada Anak. CDK-238, 43 (3), pp. 186-189


Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2012). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis
(Kedua ed.). (S. S. Soedarmo, H. Garna, S. R. Hadinegoro, & H. I. Satari,
Penyunt.) Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Mason, W. H. (2011). Measles. Dalam R. M. Kliegman, B. F. Stanton, N. F.
Schor, J. W. St. Geme III, & R. E. Behrman (Penyunt.), Nelson Textbook of
Pediatrics (19th ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders.
World Health Organization. (2017). Measles. Diakses pada tanggal 1 Oktober
2017, pukul 23.27 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Skin Graft MSN Kuliah Klasikal
    Skin Graft MSN Kuliah Klasikal
    Dokumen68 halaman
    Skin Graft MSN Kuliah Klasikal
    Harry Julians
    Belum ada peringkat
  • MR Ruangan
    MR Ruangan
    Dokumen14 halaman
    MR Ruangan
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Dokumen23 halaman
    Bab 1 Pendahuluan
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Referat Rinitis Alergi
    Referat Rinitis Alergi
    Dokumen22 halaman
    Referat Rinitis Alergi
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Cystic Fibrosis
    Cystic Fibrosis
    Dokumen9 halaman
    Cystic Fibrosis
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tugas Farmako
    Tugas Farmako
    Dokumen15 halaman
    Tugas Farmako
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tutorial VSD2
    Tutorial VSD2
    Dokumen23 halaman
    Tutorial VSD2
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen41 halaman
    PPOK
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tugas Stroke Iskemik - Abil
    Tugas Stroke Iskemik - Abil
    Dokumen5 halaman
    Tugas Stroke Iskemik - Abil
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • ISK Mety
    ISK Mety
    Dokumen50 halaman
    ISK Mety
    Metyana Cahyaningtyas
    Belum ada peringkat
  • DAUN MANGGIS
    DAUN MANGGIS
    Dokumen6 halaman
    DAUN MANGGIS
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Izzati - Tutorial Infeksi - Morbili
    Izzati - Tutorial Infeksi - Morbili
    Dokumen31 halaman
    Izzati - Tutorial Infeksi - Morbili
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Siang PPOK
    Laporan Siang PPOK
    Dokumen12 halaman
    Laporan Siang PPOK
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Terapi Oksigen
    Terapi Oksigen
    Dokumen17 halaman
    Terapi Oksigen
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Visit Pre Op
    Visit Pre Op
    Dokumen9 halaman
    Visit Pre Op
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Paru
     Paru
    Dokumen25 halaman
    Paru
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Lapsing Paru
    Lapsing Paru
    Dokumen14 halaman
    Lapsing Paru
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • ISK Mety
    ISK Mety
    Dokumen50 halaman
    ISK Mety
    Metyana Cahyaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tutorial - Demam Thypoid FIX by Mety
    Tutorial - Demam Thypoid FIX by Mety
    Dokumen43 halaman
    Tutorial - Demam Thypoid FIX by Mety
    Metyana Cahyaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Tutorial VSD2
    Tutorial VSD2
    Dokumen23 halaman
    Tutorial VSD2
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Lapsing Paru
    Lapsing Paru
    Dokumen14 halaman
    Lapsing Paru
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Mor Bili
    Mor Bili
    Dokumen41 halaman
    Mor Bili
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Cystic Fibrosis
    Cystic Fibrosis
    Dokumen9 halaman
    Cystic Fibrosis
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Klinik CML
    Tutorial Klinik CML
    Dokumen27 halaman
    Tutorial Klinik CML
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Mor Bili
    Mor Bili
    Dokumen29 halaman
    Mor Bili
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tutorial AML
    Tutorial AML
    Dokumen44 halaman
    Tutorial AML
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tabel
    Tabel
    Dokumen4 halaman
    Tabel
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Hemato Onko - MDS
    Tutorial Hemato Onko - MDS
    Dokumen25 halaman
    Tutorial Hemato Onko - MDS
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Hemato Onko - MDS
    Tutorial Hemato Onko - MDS
    Dokumen25 halaman
    Tutorial Hemato Onko - MDS
    Sabila Wahdini
    Belum ada peringkat