Anda di halaman 1dari 3

selasa, 04 Juni 2013

Kasus Distosia Bahu (etika kebidanan)

KAJIAN KASUS Seorang ibu dengan hamil TERM G382 Ao hendak melahirkan di
BBS. Pemeriksan kehamilan (ANC) rutin di Klinik tempat ibu bekerja dan sudah disarankan
untuk melahirkan di Rumah Sakit karena TFU sudah 40 cm dan hasil USG TBY ±4,2 kg. Ketika
sudah tiba waktunya untuk bersalin, keluarga menyarankan untuk melahirkan ke tempat bidan
terdekat, karena kehamilan sebelumnya juga melahirkan ke BPS tersebut. Sesudah sampai di
BPS, bidan tersebut sanggup menerima karena merasa mampu menolong karena riwayat
pesalinan sebelumnya juga bisa ditolong di tempatnya. Ketika dalam proses persalinan terjadi
distosia bahu, kepala bisa lahir, tetapi bahu tidak bisa lahir, akhirnya bidan merujuk ke Rumah
Sakit, tetapi sampai di Rumah Sakit bayi meninggal dan dilahirkan secara spontan dengan berat
bayi lahir 5,3 kg. Analisa Kasus Faktor yang sangat berpengaruh saat kita mau melahirkan
adalah factor kepercayaan dan kenyamanan pada siapa dan dimana kita akan melahirkan. Artinya
pada seseorang bidanpun kalau memang kondisi ibu dan bayinya tidak bermasalah dan sang ibu
merasa percaya dan nyaman akan baik-baik saja. Hanya yang perlu diperhatikan adalah seorang
bidan mempunyai keterbatasan dalam melakukan tindakan, walaupun dia mampu secara ilmu
pengetahuan dan pengalamannya. Ada beberapa tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh
seorang bidan saat menolong persalinan. Jika sang bidan tetap melakukan tindakan yang
seharusnya tidak boleh dilakukan, itu sudah termasuk malpraktek kecuali bidan yang praktek
ditempat yang terpencil dan tidak ada dokter atau tempat rujukan sangatlah jauh dari tempat
praktek bidan dan persalinan sudah harus dilakukan. Tapi jika memungkinkan maka segera
lakukan tindakan rujukan karena kadang bidan apalagi yang sudah senior merasa yakin dan bisa
melakukan tindakan yang dilarang dan terjadi sesuatu hal, maka itu akan jadi masalah besar.

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Aspek Hukum Bidan X melanggar kode
etik kebidanan, karena menolong persalinan bukan wewenang bidan melainkan wewenang
dokter obsgyn. Di mata masyarakat bidan X dianggap malpraktek karena menyebabkan kematian
pada bayi. Walaupun bidan X sudah menawarkan untuk dirujuk tetapi pasien dan keluarga tidak
mau tetapi tidak ada bukti penolakan untuk dirujuk.
Sehingga bidan X menerima sanksi hukum berupa : - Penjara - Denda sebanyak 1 M
Bidan tidak bisa diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan menolong persalinan distosia
bahu karena bidan X secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi tidak mempunyai
kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan patologis. Bidan tidak mempunyai
kewenangan dalam menolong persalinan distosia bahu karena risiko yang ditimbulkannya sangat
besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama tentang persyaratan pasien memperoleh
pelayanan kesehatan secara aman. Dalam kasus tertentu pasien tidak memperoleh hak secara
utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian/kesalahan
diagnosis bidan X sehingga pasien tidak bisa menentukan atau menolak pelayanan apa yang
sebaiknya diperolehnya. Jika bidan melakukan pertolongan persalinan distosia bahu akan
memperoleh sangsi hukum sesuai Undang-Undang Kesehatan yang dilanggar serta sangsi
Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan Profesi Kebidanan

2. Aspek Etika Bidan X kurang dalam menyampaikan informasi dan motivasi tentang
kondisi pasien, terutama tentang alasan dirujuk, bahayanya bila tidak dirujuk, menjelaskan
tentang kewenangan bidan. Sebagai bidan harus mempunyai pengtahuan dan pemahaman yang
cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
Bidan harus mampu meyakinkan pasien dan keluarga tentang kondisi pasien dan tindakan yang
dilakukan sehingga pasien dan keluarga mengerti dan mau melakukan apa yang disarankan
bidan. Dalam hal ini bidan X telah melanggar kode etik.

3. Aspek Moral Bidan X menganggap hal itu sudah biasa dilakukan karena dengan
pengalaman yang sudah puluhan tahun praktek tiada terjadi apa-apa. Dengan melakukan
pertolongan persalinan distosia bahu dan sendiri merupakan pelanggaran moral (tidak bermoral),
karena mengesampingkan akibat yang akan terjadi. Kesimpulan Dari data kajian yang telah
kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan
pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan yang kita berikan tidak merugikan
pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan
apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komperhensif
dan berkualitas. Informed Choice Ibu bidan sudah memberikan pilihan, karena diperkirakan bayi
besar lebih baik persalinan dilakukan di Rumah Sakit, karena resiko kalau lahir di BPS terjadi
kemacetan dalam melahirkan bahu. Informed Consent Tidak dilakukannya Informed Consent
Langkah Penanganan I. Memberi tahu/konseling ke pasien dan keluarga - Pendekatan secara
individu. - Mengingatkan pada ibu dan keluarganya agar ke depan lebih peka dalam pengambilan
keputusan. - Mengajak pada ibu dan keluarganya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan,
kita kembalikan semua kepada-Nya. II. Bagi Bidan - Dari puskesmas (wilayah setempat)
mengadakan audit secara lisan dan tertulis. - Pembinaan oleh bidan koordinator puskesmas …
IBI Ranting / IBI Cabang. - Audit maternal prenatal untuk mempresentasikan kasus yang terjadi.

http://junicyeon7.blogspot.com/2013/06/kasus-distosia-bahu-etika-kebidanan.html

Anda mungkin juga menyukai